Perbandingan antara formulasi baru (kalsipotriena plus betametason) dengan formulasi komponen aktifnya masing-masing dan plasebo dalam pengobatan psoriasis kulit kepala: sebuah trial acak, tersamar-ganda, dan terkontrol

Abstrak

Latar belakang: Pengobatan topikal baru untuk psoriasis kulit kepala diperlukan karena banyak pengobatan topikal yang ada sekarang tidak disukai oleh pasien dan terkait dengan kepatuhan pengobatan yang buruk.

Tujuan: Membandingkan efikasi dan keamanan formulasi dua-senyawa yang mengandung kalsipotriena plus betametason satu kali satu hari dengan formulasi komponen aktifnya masing-masing dalam wahana yang sama dan wahana/plasebo saja tanpa bahan aktif.

Metode: Dalam penelitian multi-senter, acak, dan tersamar-ganda yang berlangsung 18 pekan ini, pasien yang mengalami psoriasis kulit kepala dikelompokkan secara acak ke dalam 4 kelompok pengobatan, yaitu: pengobatan dengan formulasi dua-senyawa (kalsipotriena 50 µg/g plus betametason 0,5 mg/g, dalam bentuk dipropionat) (n = 541); pengobatan dengan betametason 0,5 mg/g (dalam bentuk dipropionat) dalam wahana yang sama (n = 556); pengobatan dengan kalsipotriena 50 µg/g dalam wahana yang sama (n = 272); atau pengobatan dengan wahana/plasebo saja (n = 136).

Hasil: Pada kelompok pengobatan dengan formulasi dua-senyawa, pasien dengan penyakit yang diketagorikan sebagai “sembuh total” atau “sangat ringan” pada pekan ke-8 lebih banyak (71,2%) dibanding dengan kelompok pengobatan betametason dipropionat dalam wahana yang sama (64,0%, p = 0,011), pengobatan dengan kalsipotriena dalam wahana yang sama (36,8%, p < 0,0001), atau pengobatan dengan wahana/plasebo saja (22,8%, p < 0,0001).

Kekurangan: Efikasi obat pembanding dalam penelitian ini belum ditentukan dalam kaitannya dengan formulasi kalsipotriena dan betametason yang tersedia untuk penggunaan klinis.

Kesimpulan: Formulasi kalsipotriena plus betametason dipropionat untuk penggunaan pada kulit kepala lebih efektif dibanding formulasi komponen aktifnya masing-masing atau wahana/plasebo saja.

PENDAHULUAN
   
Psoriasis kulit kepala bisa menjadi tantangan terapeutik yang utama. Kebanyakan pasien mendapatkan pengobatan topikal; akan tetapi, banyak pengobatan topikal yang memiliki efikasi rendah dan dianggap memakan waktu oleh pasien, sehingga banyak pasien yang tidak taat pengobatan. Dengan demikian, diperlukan adanya pengobatan baru yang efektif, aman, dan berterima secara kosmetik untuk psoriasis kepala.
   
Keterlibatan kulit kepala merupakan sebuah sifat umum dari psoriasis vulgaris dan terjadi pada 50% hingga 80% pasien. Pada psoriasis kulit kepala, lesi-lesi psoriatik bisa ekstensif dan dapat menghasilkan scarring atau alopecia. Dampak psikologi dan sosial dari psoriasis terhadap kualitas hidup sangat tinggi dan telah diketahui dengan baik.
   
Ada beberapa pengobatan yang tersedia untuk psoriasis kulit kepala. Kalsipotriena, sebuah analog vitamin D3 sintetik, merupakan pengobatan yang telah ditentukan untuk psoriasis dan pengobatan jangka panjang yang efektif untuk psoriasis kulit kepala. Kortikosteroid betametason dipropionat juga banyak digunakan dalam pengobatan psoriasis kulit kepala. Kalsipotriena dan betametason dipropionat telah dikombinasikan dalam sebuah formulasi salep yang telah menunjukkan efikasi dan keamanan jangka-panjang pada psoriasis di bagian badan. Lebih daripada itu, kombinasi ini lebih efektif dibanding kalsipotriena atau betametason dipropionat saja. Penggunaan kalsipotriena plus kortikosteroid topikal untuk mengoptimalkan pengobatan psoriasis kulit kepala telah direkomendasikan sebelumnya. Untuk ini, kombinasi ke dalam sebuah formulasi tunggal akan bermanfaat dalam hal kemudahan pengaplikasian dan ketaatan pengobatan oleh pasien.
   
Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan efikasi dan keamanan klinis dari pengobatan sekali sehari sampai 8 pekan antara formulasi dua-senyawa untuk kulit kepala yang mengandung kalsipotriena plus betametason dipropionat, dengan betametason dipropionat dalam wahana yang sama, kalsipotriena dalam wahana yang sama, dan wahana/plasebo saja pada pasien psoriasis kulit kepala.

METODE

Pasien
   
Pasien yang memenuhi syarat adalah berusia lebih dari 1 tahun dan mengalami psoriasis kulit kepala yang melibatkan lebih dari 10% daerah total kulit kepala dan bersedia menjalani pengobatan topikal dengan maksimum 100 g obat per pekan. Pasien juga memiliki tanda-tanda klinis atau diagnosis psoriasis vulgaris sebelumnya pada trunkus dan/atau tungkai. Dalam penilaian tanda-tanda klinis pada kulit kepala oleh pengamat (eritema, ketebalan, dan scaling), satu atau lebih tanda-tanda klinis diberi nilai sekurang-kurangnya “sedang,” dan tanda-tanda klinis lainnya diberi nilai sekurang-kurangnya “ringan”. Pasien-pasien yang memenuhi syarat juga memiliki keparahan penyakit pada kulit kepala yang diberi kategori “ringan” sampai “sangat parah” berdasarkan kriteria standar yang ada. Kriteria pengeluaran sampel mencakup hal-hal berikut: terapi psoralen plus ultraviolet A (PUVA) atau terapi grenz ray dalam 4 pekan sebelum penelitian, terapi UVB dalam 2 pekan sebelum penelitian, pengobatan sistemik dengan terapi biologis dengan efek yang mungkin terhadap psoriasis kulit kepala (seperti alefacept, efalizumab, etanercept, infliximab) dalam 6 bulan sebelum penelitian, pengobatan sistemik dengan terapi apapun yang memiliki efek mungkin terhadap psoriasis kulit kepala (seperti kortikosteroid, analog vitamin D, retinoid, imunosupresan) dalam 4 pekan sebelum penelitian, pengobatan topikal dalam bentuk apapun pada kulit kepala (kecuali shampo obat dan emolien) dalam 2 pekan sebelum penelitian, pengobatan topikal untuk wajah, trunkus, atau tungkai dengan kortikosteroid yang sangat poten (kelompok IV dari klasifikasi WHO) dalam 2 pekan sebelum penelitian, berencana memulai atau beralih ke obat yang dapat mempengaruhi psoriasis kulit kepala (seperti beta bloker, obat antimalaria, litium), keterpaparan terencana terhadap sinar matahari yang bisa mempengaruhi psoriasis kulit kepala, diagnosis terbaru psoriasis eritrodermik, eksfoliatif atau pustular, keberadaan lesi-lesi virus, infeksi kulit oleh jamur atau bakteri, infeksi parasit atau kulit atropi pada kulit kepala, abnormalitas yang dipastikan atau diduga dari homestasis kalsium yang terkait dengan hiperkalsemia yang signifikan secara klinis, insufisiensi ginjal parah, atau gangguan hepatik parah.

Rancangan Penelitian
   
Penelitian ini adalah penelitian internasional, multisenter, prospektif, acak, tersamar-ganda, terkontrol plasebo, terdiri dari 4 kelompok, parale-grup, dan berlangsung selama 8 pekan. Sebelum pengacakan, pasien memasuki sebuah fase pembersihan (jika diperlukan), selama mana pengobatan antipsoriatik dan obat lain yang relevan dihentikan, sebagaimana disebutkan dalam kriteria pengeluaran sampel. Durasi periode pembersihan bervariasi mulai dari 2 pekan sampai 6 bulan tergantung pada pengobatan sebelumnya yang didapatkan pasien. Pasien yang mengalami pengobatan dengan, atau yang baru-baru menggunakan, obat-obat biologis tidak memenuhi syarat untuk penelitian ini karena pengobatan-pengobatan ini memerlukan pembersihan lebih dari 1 bulan. Pasien selanjutnya diacak dengan rasio 4:4:2:1, berdasarkan daftar kode pengacakan yang dihasilkan komputer, ke dalam salah satu dari 4 kelompok pengobatan berikut: formulasi dua-senyawa (kalsipotriena 50 µg/g plus betametason 0,5 mg/g [sebagai dipropionat] dalam wahana yang sama; kalsipotriena 50 µg/g dalam wahana yang sama; atau wahana/plasebo saja. Pengobatan penelitian diaplikasikan secara topikal ke darah-daerah kulit kepala yang terkena sekali sehari selama sampai 8 pekan. Setelah screening, terdapat 6 kali kunjungan: kunjungan pertama dan pekan ke-1, 2, 4, 6, dan 8. Pasien yang diberi kategori “tidak mengalami penyakit” berdasarkan penilaian keparahan penyakit standar pada pekan ke-1 sampai pekan ke-8 bisa menghentikan pengobatan dengan obat perlakuan sesuai dengan izin pengamat, tetapi setelah implementasi sebuah protokol diperlukan untuk tetap dalam penelitian dan menghadiri semua kunjungan klinis. Pasien diinstruksikan untuk mengulangi pengobatan jika diperlukan, berdasarkan penilaian sendiri masing-masing pasien. Setiap pasien yang mengalami efek samping berlanjut pada kunjungan terakhir, yang dikelompokkan sebagai mungkin atau kemungkinan terkait dengan obat penelitian atau tidak dapat dinilai dalam kaitannya dengan obat penelitian, ditindaklanjuti sampai 14 hari setelah kunjungan terakhir.
   
Pengemasan dan pelabelan produk-produk penelitian atau plasebo tidak mengandung bukti identitasnya. Dianggap tidak mungkin untuk membedakan antara produk perlakuan hanya berdasarkan evaluasi penglihatan. Tidak ada efek produk perlakuan yang menunjukkan identitas alokasi perlakuan individu.

Penilaian
   
Pada setiap kunjungan klinis pengamat melakukan penilaian menyeluruh tentang keparahan penyakit psoriasis kepala sebagai berikut: “tidak ada penyakit” (tidak ada bukti kemerahan, ketebalan, atau scaling pada kulit kepala); “penyakit sangat ringan” (lesi-lesi dengan keberadaan eritema minimum); “penyakit ringan” (lesi-lesi dengan perubahan warna merah terang, sedikit tebal, dan lapisan bersisik sedang); “penyakit parah” (lesi-lesi dengan perubahan warna merah, ketebalan parah, dan lapisan berisisik kasar dan parah); atau “penyakit sangat parah” (lesi-lesi dengan perubahan warna merah, ketebalan sangat parah, dan lapisan bersisik tebal kasar dan sangat parah). Penilaia didasarkan pada kondisi penyakit pada saat evaluasi dan tidak berkaitan dengan kondisi pada kunjungan sebelumnya (Penilaian Global Pengamat statis). Penilaian mencakup semua lesi psoriasis kulit kepala, yang didefinisikan sebagai daerah kulit kepala dimana ada tanda-tanda kemerahan, ketebalan, dan scaling, masing-masing diantaranya diberi skor sebagai berikut: 0 = tidak ada tanda-tanda; 1 = sedikit tanda-tanda; 2 = tanda-tanda sedang; 3 = tanda-tanda parah; 4 = tanda-tanda sangat parah. Jumlah dari 3 skor menjadi skor tanda total yang berkisar antara 0 sampai 12.
   
Pada semua kunjungan klinis pengobatan, pasien melakukan penilaian terhadap respons menyeluruh terhadap terapi mulai dari awal pengobatan yang memperhitungkan luasan dan keparahan psoriasis kulit kepala sebagai berikut: “lebih buruk” (psoriasis kulit kepala lebih buruk dibanding pada kunjungan pertama dalam hal keparahan atau luasan lesi); “tidak berubah” (kurang lebih memiliki keparahan dan luasan yang sama seperti pada kunjungan pertama); “sedikit perbaikan” (beberapa perbaikan sekitar 25%); “perbaikan sedang” (perbaikan nyata sekitar 50%); “perbaikan besar” (perbaikan yang sangat jelas, sekitar 75%, tetapi beberapa bukti psoriasis kulit kepala masih tetap ada); “hampir bersih” (sekitar 90% perbaikan, tetapi masih ada sedikit bukti psoriasis kulit kepala yang tinggal); atau “bersih” (tidak ada bukti atau hanya bukti yang sangat kecil dari psoriasis kulit kepala yang tetap ada tanpa memerlukan pengobatan lagi).
   
Pada semua kunjungan selama pengobatan, pasien ditanya apakah mereka menggunakan obat sebagaimana yang telah dianjurkan. Jika tidak, derajat dan sifat ketidakpatuhan diselidiki.
   
Kejadian peristiwa berbahaya dicatat pada semua kunjungan klinis. Sampel darah diambil pada kunjungan pertama, pekan ke-1, dan pekan ke-4 untuk analisis kalsium serum dan albumin serum.

Analisis statistik
   
Tolak ukur efikasi yang utama adalah proporsi pasien “sembuh total” atau “penyakit sangat ringan” berdasarkan Penilaian Global Pengamat terhadap keparahan penyakit pada pekan ke-8. Tolak ukur efikasi sekunder mencakup Penilaian Global Pengamat tentang keparahan penyakit pada pekan ke-2 dan ke-4, Skor Tanda Total pada pekan ke-8, dan proporsi pasien yang “hampir bersih” atau “bersih” berdasarkan penilaian menyeluruh pasien terhadap respon pengobatan pada pekan ke-8.
   
Berdasarkan hasil dari sebuah trial klinis sebelumnya, diasumsikan bahwa perbandingan formulasi dua-senyawa dengan betametason dipropionat saja akan memiliki 90% kekuatan statistik dan jika dibandingkan dengan kalsipotriena atau wahana/plasebo saja akan memiliki lebih dari 99,5% kekuatan statistik, dimana 540 pasien pada kelompok formulasi dua-senyawa, 540 pasien pada kelompok betametason dispropionat, 270 pasien pada kelompok kalsipotriena, dan 135 pasien pada kelompok wahana. Sehingga sekitar 90% kekuatan statistik akan dicapai untuk menolak hipotesis null gabungan. Perhitungan didasarkan pada uji chi-square, dengan satu derajat kebebasan dan tingkat signifikansi 5% two-sided.
   
Semua pasien yang diacak dimasukkan dalam set analisis lengkap dan dianalisis untuk efikasi, sedangkan semua pasien yang mendapatkan pengobatan apapun dengan obat trial dan bagi mereka yang informasi efek sampingnya diketahui, dimasukkan dalam set analisis keamanan obat.
   
Proporsi pasien dalam set analisis lengkap yang mencapai penyakit “sembuh total” atau “sangat ringan” dibandingkan antara keempat kelompok perlakuan dengan menggunakan pengamatan terakhir yang dilakukan ke depannya dan uji Cochran-Mantel-Haenszel yang disesuaikan untuk efek lokasi. Proporsi pasien yang “bersih” atau “hampir bersih” berdasarkan penilaian pasien juga dibandingkan antara kelompok-kelompok perlakuan dengan menggunakan uji Cochran-Mantel-Haenszel, yang disesuaikan untuk efek lokasi. Perubahan persentase total skor tanda-tanda mulai dari awal penelitian sampai pekan ke-8 dibandingkan antar kelompok dengan analisis varians dengan faktor kelompok-pengobatan dan lokasi. Ketika dibandingkan dengan kelompok pengobatan wahana/plasebo yang lebih kecil, penyesuaian dilakukan untuk negara dan bukan berdasarkan rumah sakit untuk analisis di atas. Proporsi pasien yang mengalami kejadian-kejadian parah dibandingkan antara kelompok-kelompok perlakuan dengan uji chi-square. Sebuah perbandingan terhadap total penggunaan obat selama periode penelitian antara kelompok-kelompok pengobatan dilakukan dengan menggunakan uji t.

Etika
   
Protokol dan setiap amandemen yang relevan direview oleh Badan Review Institusi yang bersangkutan di setiap negara atau Komite Etika Independen. Trial dilakukan dengan memenuhi prinsip-prinsip Deklarasi Helsinki dan sesuai dengan prinsip-prinsip Praktek Klinis Baik. Semua pasien mendapatkan informasi lisan dan tulisan tentang trial ini. Izin untuk berpartisipasi dalam penelitian didapatkan dari semua pasien sebelum dilakukan prosedur.

HASIL

Pasien
   
Gbr. 1 menunjukkan disposisi pasien dalam penelitian. Sebanyak 1506 pasien mendaftar dari 101 rumah sakit di 8 negara (canada, 556; Denmark, 58; Perancis, 306; Norwegia, 81; Portuga, 17; Spanyol, 79; Swedia, 109; Inggris, 300). Sebanyak 1.505 pasien diacak (541 mendapatkan formulasi dua-senyawa, 556 mendapatkan betametason dipropionat, 272 mendapatkan kalsipotriena, dan 136 mendapatkan plasebo). Kebanyakan pasien menyelesaikan penelitian ini, dengan total 195 pasien (13%) yang keluar dari penelitian sebelum pekan ke-8 (lihat Gambar 1). Penghentian disebabkan oleh efikasi pengobatan yang tidak berterima yang terjadi lebih sering pada kelompok kalsipotriena dan kelompok plasebo dibanding dengan formulasi dua-senyawa. Penarikan diri yang disebabkan oleh efek samping yang tidak berterima juga lebih umum pada kelompok kalsipotriena dan kelompok plasebo (Gbr. 1).
   
Analisis lengkap mencakup 1505 pasien yang diacak. Analisis keamanan mencakup 1479 pasien (530 pada kelompok formulasi dua-senyawa, 548 pada kelompok betametason dipropionat, 266 pada kelompok kalsipotriena, dan 135 pada kelompok plasebo).
   
Karakteristik pasien dan penyakit pada awal penelitian cukup mirip antara kelompok-kelompok perlakuan (Tabel I). Usia rata-rata pasien yang diacak adalah 49,1 tahun, 55,2% adalah wanita, dan 96,3% adalah Kaukasoid. Durasi rata-rata psoriasis kulit kepala adalah 16,5 tahun, dan kebanyakan pasien mengalami keparahan penyakit sedang.
    Ketaatan pemakaian obat selama penelitian cukup mirip diantara semua kelompok. Diantara pasien pada kelompok formulasi dua-senyawa yang dicatat tingkat ketaatannya, 205 pasien (37,9%) menggunakan obat sebagaimana diinstruksikan pada semua kunjungan pasca-pengacakan. Total 181 pasien (33,5%) termasuk “tidak ada penyakit” yang dicatat selama sekurang-kurangnya satu kunjungan sehingga dibolehkan untuk menghentikan pengaplikasian. Nilai-nilai yang sesuai pada kelompok betametason dipropionat masing-masing adalah 264 (47,5%) dan 144 (25,9%); pada kelompok kalsipotriena 116 (42,6%) dan 30 (11,0%), masing-masing; dan pada kelompok plasebo 67 (49,3%) dan 6 (4,4%), masing-masing.

Hasil efikasi
   
Proporsi pasien yang mencapai “sembuh total” atau penyakit “sangat parah” pada pekan ke-8 secara signifikan lebih besar pada kelompok formulasi dua-senyawa (71,2%) dibanding dengan kelompok betametason dipropionat (64,0%; rasio ganjil [OR] 1,41; 95% interval kepercayaan [CI], 1,08-1,83; p = 0,011), kelompok kalsipotriena (36,8%; OR 4,13; 95% CI, 3,00 – 5,70; p < 0,0001), dan kelompok plasebo  (22,8%; OR 8,65; 95% CI, 5,52 – 13,56; p < 0,0001) (Gbr. 2). Formulasi dua-senyawa untuk kulit kepala secara signifikan lebih efektif dibanding tiga perlakuan lainnya mulai dari pekan ke-2 ke depan (lihat Gbr. 2). Gbr. 3 menunjukkan distribusi Penilaian Global Pengamat terhadap keparahan penyakit pada pekan ke-8 (pengamatan terakhir dilakukan ke depan).
   
Rata-rata Skor Tanda Total dari waktu ke waktu ditunjukkan pada Gbr. 4. Pada semua kunjungan selama pengobatan, Total Skor Tanda-tanda lebih rendah pada formulasi dua-senyawa dibanding dengan kelompok pengobatan lain. Pada pekan ke-8, perubahan persentase Total Skor Tanda secara signifikan lebih besar untuk kelompok formulasi dua-senyawa )-70,8%) dibanding untuk kalsipotriena (-49,0%; p < 0,00011) dan untuk plasebo (-35,6%; p < 0,001). Perbedaan dengan betametason dispropionat, yang perubahan persentasenya adalah -67,7%, tidak signifikan secara statistik (p = 0,12).
   
Gbr 5 menunjukkan penilaian menyeluruh terhadap respons pengobatan pasien pada pekan ke-8. Proporsi pasien yang menganggap psoriasis mereka “bersih” atau “hampir bersih” pada pekan ke-8 adalah 68,6% untuk formulasi dua-senyawa, 62,5% untuk betametason dispropionat, 383,3% untuk kalsipotriena, dan 20,7% untuk plasebo saja. Formulasi dua-senyawa untuk kulit kepala secara signifikan lebih efektif dibanding kalsipotriena (OR 3,54; 99,3% CI CI, 4,49-15,91; p < 0,0001). Perbedaan dengan betametason dispropionat tidak signifikan secara statistik (OR 1,38; 99,3% CI, 0,95-1,99; p = 0,2).

Hasil keamanan
   
Rata-rata bobot obat yang digunakan selama seluruh periode penelitian adalah 139,1 g untuk kelompok formulasi dua-senyawa, 159,5 g untuk kelompok betametason dipropionat, 155,4 g untuk kelompok kalsipotriena, dan 176,0 g untuk kelompok plasebo. Rata-rata bobot obat yang digunakan per pekan sekitar 17 sampai 22 g/pekan.
   
Proporsi pasien yang memiliki sekurang-kurangnya satu efek samping dalam kelompok formulasi dua-senyawa (183 pasien, 34,5%) cukup mirip dengan kelompok betametason dipropionat (191 pasien, 34,9%), yang secara signifikan lebih kecil dibanding pada kelompok kalsipotriena (123 pasien, 46,2%; p = 0,0014), dan lebih kecil dibanding pada kelompok kontrol plasebo (54 pasien, 40%; p = 0,24). Kebanyakan efek samping termasuk kategori “tidak terkait” dengan pengobatan selama penelitian.
   
efek samping berupa lesi atau perilesional disebutkan pada Tabel II. Lebih banyak efek samping lesional atau perilesional yang dilaporkan pada kelompok kalsipotriena dan kelompok wahana/plasebo dibanding pada formulasi dua-senyawa dan pada kelompok betametason dipropionat. Pruritus, sensasi luka bakar, dan iritasi kulit dilaporkan oleh lebih banyak pasien pada kelompok kalsipotriena dibanding pada kelompok formulasi dua-senyawa. Tidak ada efek samping serius yang dilaporkan terkait dengan obat uji. Tidak ada perubahan kekhawatiran klinis pada tolak ukur kalsium serum yang terkoreksi albumin.

PEMBAHASAN
   
Skor “sembuh total” atau “sangat ringan” dicapai oleh lebih dari 70% pasien yang menggunakan formulasi dua-senyawa setelah 8 pekan. Formulasi secara signifikan lebih efektif dibanding betametason dipropionat pada wahana yang sama, kalsipotriena dalam wahana yang sama, atau wahana/plasebo saja. Pasien yang menggunakan formulasi dua-senyawa mencapai pengendalian penyakit lebih sering dibanding kelompok yang lain, sebagaimana dinilai menurut Penilaian Global Pengamat terhadap keparahan penyakit, dan manfaat efikasi ini menjadi terbukti setelah hanya 2 pekan pengobatan. Efek ini dicapai dengan menggunakan rata-rata 20 g lebih sedikit obat selama periode penelitian dibanding kelompok betametason dipropionat (p = 0,023), sehingga menandakan efek potensial dari formulasi dua-senyawa.
   
Peningkatan Skor Tanda Total yang cepat juga mendukung efikasi klinis dari formulasi dua senyawa. Disamping itu, tolak ukur penting yang semakin meningkat, yakni penilaian sendiri pasien, menunjukkan bahwa pasien menganggap formulasi dua-senyawa sebagai sebuah pengobatan yang berhasil. Berbeda dengan kriteria respons primer, hasil untuk Skor Tanda Total dan penilaian pasien tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik antara formulasi dua-senyawa dan betametason dipropionat pada akhir yang telah ditentukan dimana kriteria respons sekunder diuji; yakni pada pekan ke-8. Akan tetapi, ketika respons dari waktu ke waktu di review, onset efek tampak lebih cepat pada formulasi dua-senyawa, sehingga menunjukkan bahwa durasi pengobatan untuk mencapai respons yang baik bisa lebih singkat dari pengobatan ini.
   
Hasil dari penelitian ini sejalan dengan penelitian-penelitian terdahulu, dimana klasipotriena plus betametason dipropionat digunakan dalam sebuah formulasi salep untuk pengobatan psoriasis vulgaris. Pada penelitian-penelitian ini, salep kalsipotriena plus betametason secara signifikan lebih efektif dan memiliki onset efek yang lebih cepat dibanding baik betametason dipropionat atau kalsipotriena dalam hal proporsi pasien yang “sembuh total” atau “sangat ringan” dan perbaikan Indeks Keparahan dan Area Psoriasis. Formulasi dua-senyawa untuk kulit kepala ditolerir dengan baik. Proporsi pasien yang memiliki sekurang-kurangnya satu efek samping cukup mirip dengan formulasi dua-senyawa dan betametason dipropionat, sedangkan jauh lebih tinggi dengan kalsipotriena, yang menunjukkan potensi pengiritasi dari zat ini. Profil efek samping ini konsisten dengan yang ditemukan pada pengobatan psoriasis vulgaris dengan salep kalsipotriena plus betametason dipropionat.
   
Pruritus merupakan efek samping lesional atau perilesional yang paling umum dalam penelitian kali ini, dan sebagian besar mengenai pasien dalam kelompok kalsipotriena (6,0%) dan kelompok plasebo saja (6,7%). Diduga bahwa kejadian pruritus yang relatif rendah pada kelompok formulasi dua-senyawa  (2,8%) disebabkan oleh aksi anti-inflammatory dari komponen steroid, yang diharapkan meminimalisir iritasi apapun yang disebabkan oleh komponen vitamin D. Keberterimaan secara kosmetik telah diidentifikasi sebagai sebuah pertimbangan penting dalam pengobatan topikal, karena ini bisa berdampak pada ketaatan pasien dalam memakai obat. Pembuatan plasebo formulasi kulit kepala, yang lebih berminyak dan lebih kasar dibanding salep dan yang dapat dibersihkan dari rambut lebih mudah, dapat mengatasi kekhawatiran ini.
   
Baru-baru ini, sebuah studi keamanan salep kalsipotriena plus betametason selama 52 pekan untuk pengobatan psoriasis pada tubuh telah dilaporkan. Dengan hasil jangka-panjang yang meyakinkan, penelitian-penelitian selanjutnya diharapkan dengan formulasi untuk kulit-kepala dalam rangka menyelidiki efikasi jangka panjang dan keamanan dalam pengobatan psoriasis kulit kepala.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Relationship between glycemic index and weight loss

Cheerleaders are associated with many diet disorders