Status kesehatan mulut anak yang mengalami pengobatan hemodialisis

Ringkasan

Dalam penelitian ini, kami menyelidiki status mulut anak yang menderita penyakit ginjal stadium-akhir (ESRD) dengan tujuan untuk menentukan penyebab prevalensi karies yang rendah pada populasi ini (dengan menggunakan CRT® bacteria dan uji buffer), dan membandingkan hasilnya dengan sebuah kelompok kontrol (n=38). Pada kelompok perlakuan, ada 38 anak (berusia 4-17 tahun) yang sedang diobati dalam unit nefrologi pediatri di tiga rumah sakit berbeda di Izmir, Turki.

   
Kelompok perlakuan dan kelompok kontrol tidak berbeda signifikan dalam hal frekuensi menyikat gigi setiap hari dan frekuensi pemeriksaan gigi secara berkala. Beberapa hipoplasia email gigi ditemukan pada kelompok perlakuan. Dmft, DMFT, indeks gingiva dan indeks plak dibandingkan secara statistik pada tahap pertumbuhan gigi bercampur dengan kelompok kontrol dan dmft dan status gingiva menunjukkan perbedaan yang signifikan menurut statistik (p<0,05). Perbedaan kelompok perlakuan dan kontrol untuk DMFT dan indeks plak tidak signifikan menurut statistik.
   
Pada kelompok perlakuan, kapasitas buffer saliva yang tinggi ditemukan pada 89,5% pasien. Kadar stretococcus mutans kariogenik dan lactobacilli dalam saliva pada kelompok perlakuan secara signifikan lebih rendah dibanding pada kelompok kontrol.
   
Sebagai kesimpulan, kadar mikroorganisme kariogenik yang berkurang dideteksi kemungkinan akibat meningkatnya konsentrasi zat kimia antibakteri seperti urea dalam saliva anak-anak yang menderita ESRD. Dengan demikian, walaupun kebutuhan perawatan dental cukup tinggi, namun anak-anak ini harus mendapatkan penyuluhan kesehatan gigi, termasuk instruksi kesehatan mulut, untuk memperbaiki kesehatan mulut mereka secara keseluruhan.

Pendahuluan
   
Kemajuan di bidang nefrologi pediatri selama dua dekade terakhir telah menyebabkan meningkatnya jumlah anak yang menderita gagal ginjal kronis (CRF). Walaupun banyak komplikasi penyakit ginjal kronis yang sekarang ini bisa dicegah atau diobati secara efektif, namun kemajuan-kemajuan terapi ini telah menimbulkan masalah-masalah baru, seperti yang berkaitan dengan kesehatan mulut. Prevalensi gangguan ginjal kronis di Turki adalah 390 Prevalensi Juta Populasi (PMP-0,039%) menurut laporan Turkish Society of Nephrologi tahun 2001. Pasien dengan CRF yang tidak dapat diobati perlu menjalani terapi penggantian ginjal dengan dialisis atau transplantasi, dan penyakit ini kemudian disebut penyakit ginjal stadium akhir (ESRD). Saat ini, jumlah pasien yang menjalani dialisis ginjal adalah 14.086, dan 142 (1,008%) diantaranya berusia di bawah 15 tahun.
   
Ada beberapa laporan tentang perubahan mulut pada pasien yang menderita CRF dan ESRD. Diantara perubahan tersebut adalah hipoplasia email gigi, opasitas email gigi, stomatitis uremik, perdarahan mulut, penyakit periodontal yang berkurang, aliran saliva berkurang, xerostomoa, dan kencenderungan yang meningkat untuk deposisi kalkulus. Penyakit tulang merupakan salah satu komplikasi CRF pada anak yang sedang tumbuh. Umur gigi anak-anak ini tertunda, tetapi lebih kecil dibanding umur tulang. Efek CRF terhadap gigi yang sedang tumbuh terkait dengan waktu onset penyakit. Gagal ginjal juga terkait dengan prevalensi karies yang berkurang, dan gejala-gejala intraoral dini mencakup sensasi metalik yang buruk dan bau amonia. Kehilangan lamina dura, longgarnya gigi, fraktur tulang, tumor tulang, lesi mirip kista radiolusen, maloklusi, ruang pulpa sempit, dan pra-dentin yang tebal juga bisa terjadi pada pasien-pasien ini.
   
Karena pertimbangan kesehatan mulut bagi anak-anak yang mengalami CRF dan ESRD, maka penelitian ini dirancang untuk mendapatkan lebih banyak informasi tentang beberapa perubahan mulut yang ditemukan pada pasien ESRD. Tujuan penelitian ini adalah untuk memantau kesehatan mulut anak yang mengalami ESRD, dan untuk menyelidiki mikroflora kariogenik dibandingkan dengan kelompok kontrol yang sehat.
Bahan dan Metode
   
Subjek penelitian ini terdiri dari 38 anak (16 perempuan dan 22 laki-laki) antara usia 4 sampai 17 tahun (12,868±3.793) yang sedang menjalani pengobatan hemodialisis di unit nefrologi pediatri pada tiga rumah sakit berbeda di Izmir, Turki. Gangguan ginjal utama ditunjukkan pada Tabel I.

Untuk membuat kelompok kontrol, kami memeriksa anak-anak sekolah dasar yang status sosial ekonominya dan kebiasana kesehatan mulutnya mirip dengan kelompok perlakuan. Subjek-subjek dalam kelompok kontrol terdiri dari 38 anak sehat (21 perempuan dan 17 laki-laki) dengan rentang usia antara 7 sampai 12 tahun (9,316±1,662).
   
Informasi yang terkait dengan kondisi darah masing-masing anak didapatkan dari catatan pasien sebelum dan setelah hemodialisis, khususnya kadar urea, kreatinin, natrium (Na), kalium (K), kalsium (Ca), dan fosfor (P) dalam darah. CRF disini didefinisikan sebagai laju filtrasi glomerular (GFR) sebesar 25 ml/menit. Pasien telah dianjurkan untuk mendapatkan asupan diet protein 1g/kg/hari; diet dengan Na, P dan K rendah; dan diet berkarbohidrat tinggi.
   
Salah seorang pemeriksa melakukan pemeriksaan klinis dengan menggunakan cermin mulut dan sebuah probe berdasarkan kriteria dari WHO. Masing-masing subjek dinilai frekuensi menyikat giginya setiap hari, frekuensi pemeriksaan gigi secara berkala, dan bau amonia. Setelah penilaian mulur secara umum, gigi diperiksa pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol untuk memastikan ada tidaknya hipoplasia, perubahan warna, dan untuk mengetahui status gingiva dan indeks plak. Pasien yang tidak menjalani terapi antibiotik apapun dalam satu pekan terakhir sebelum pengumpulan sampel dimasukkan dalam penelitian.
   
Status karies ditentukan dengan mencatat jumlah gigi yang rusak (d, D), tanggal (m, M), dan berlubang (f, F) pada pertumbuhan gigi primer dan permanen per pasien dan disebut sebagai skor dmft dan DMFT, masing-masing. Status gusi dan deposit-deposit dinilai dengan menggunakan indeks gingiva dan indeks plak. Hipoplasia email gigi dinilai dengan menggunakan kriteria yang dibuat oleh Alaluusa dkk. Uji Buffer CRT digunakan untuk menentukan kapasitas buffer saliva dengan menggunakan strip uji kolorimetris. CRT Bacteria Test mengukur jumlah Streptococcus mutans (S. Mutans) dan lactobacilli dalam saliva dengan menggunakan media kultur selektif.
   
Sebelum mengumpulkan saliva untuk uji CRT Buffer dan Bacteria, pasien diminta untuk tidak makan atau minum selama sekurang-kurangnya satu jam. Salivasi distimulasi dengan menyuruh anak mengunyah pil parafin selama 5 menit. Saliva dari masing-masing pasien dikumpulkan dalam wadah terkalibrasi. CRT Buffer Test dikeluarkan dari paket tanpa menyentuih bidang uji yang berwarna kuning. Seluruh bidang uji yang berwarna kuning dibasahi dengan saliva menggunakan pipet. Untuk menentukan kapasitas buffer saliva, warna bidang uji dibandingkan dengan sampel warna setelah tepat 5 menit waktu reaksi. Kapasitas buffer saliva yang tinggi, sedang, dan rendah diindikasikan masing-masing oleh warna biru, hijau, dan kuning pada bidang uji. Saliva yang dikumpulkan untuk Uji Buffer CRT juga digunakan untuk Uji Bacteria CRT. Karier agar dilepaskan dari botol uji, dan sebuah tablet NaHCO3 ditempatkan pada dasar botol. Gulungan pelindung dilepaskan secara perlahan dari dua permukaan agar. Dengan menggunakan pipet, kedua permukaan agar dibasahi dengan saliva dan kelebihannya dibiarkan menetes. Karier agar dimasukkan kembali ke dalam botol, yang selanjutnya ditutup rapat. Botol-botol ini diinkbasi pada 27oC selam 48 jam. Kepadatan koloni S. Mutans dan lactobacilli dinilai dengan menggunakan gambar-gambar evaluasi yang sesuai yang telah tersedia.
   
Anak-anak yang memerlukan perawatan gigi pada kedua kelompok dirujuk ke Klinik Pedodontik Universitas.
    Perbandingan antara anak kontrol dan  ESRD dilakukan dengan menggunakan uji chi-square, Mann-Whitney U dan uji Wilcoxon untuk parameter-parameter kesehatan mulut.

Hasil
   
Hasil pemeriksaan laboratorium sebelum dan setelah analisis untuk anak-anak yang mengalami ESRD menunjukkan perbaikan yang signifikan (Tabel II).


Tabel IV menunjukkan bahwa kelompok perlakuan memiliki jauh lebih banyak perubahan warna gigi dan kejadian keparahan hipoplasia email gigi yang meningkat. Pada kelompok perlakuan, lima anak mengalami perubahan warna gigi intrinsik, sedangkan noda gigi ekstrinsik ditemukan pada 24 pasien. Hanya satu pasien pada kelompok kontrol yang memiliki noda gigi intrinsik, dan tidak ada yang memiliki noda gigi ekstrinsil. Dari 38 anak yang mengalami ESRD, 21,1% mengalami hipoplasia ringan, 23,7% hipoplasia sedang dan 2,6% hipoplasia email parah. Data yang didapat dari kedua kelompok signifikan menurut statistik (p<0,001).

Analisis statistik menunjukkan bahwa dmft dan status gingiva menunjukkan perbedaan signifikan antara kedua kelompok (p<0,05). Walaupun DMFT dan indeks plak lebih rendah untuk kelompok penelitian, tetapi tidak ada signifikansi statistik antara kedua kelompok. Sebanyak 34 pasien CRF (gagal ginjal kronis) (89,5%), tetapi hanya tujuh pasien normal (18,4%) memiliki kapasitas buffer saliva yang tinggi (Tabel 6). Tak satupun dari anak-anak pada kelompok penelitian yang memiliki kapasitas buffer saliva rendah. Jumlah S. mutans dan lactobacilli saliva secara signifikan lebih tinggi dibanding pada kelompok penelitian (Tabel 6).

Frekuensi menyikat gigi setiap hari dan frekuensi pemeriksaan gigi berkala tidak berbda signfiikan antara kelompok penelitian dan kelompok kontrol (p>0,05). Tak satupun dari pasien dalam kelompok penelitian yang pernah mendatangi dokter gigi, dan 92,1% tidak menyikat gigi (Tabel 7).
Tabel 7. Frekuensi menyikat gigi setiap hari dan frekuensi pemeriksaan gigi berkala pada kelompok penelitian dan kelompok kontrol (%)

Pembahasan
   
Pada penelitian kali ini, 38 anak yang mengalami ESRD jelas berbeda dari populasi anak normal dalam hal kebanyakan parameter gigi seperti hipoplasia email gigi, perubahan warna gigi, dmft, jumlah S. mutans dan lactobacilli, dan kapasitas buffer saliva.
   
Hipoplasia email gigi adalah akibat dari kelainan aposisi dan mineralisasi email gigi karena faktor bawaan, mekanis atau metabolik. Gangguan-gangguan yang terjadi selama masa janin atau di awal masa bayi umumnya mempengaruhi gigi primer, sedangkan kerusakan yang terjadi kemudian sebagian besar terlihat pada tahap pertumbuhan gigi permanen. Hipoplasia email gigi yang ditemukan pada kasus  CRF (gagal ginjal kronis) merupakan contoh sederhana dari yang ditemukan pada pasien yang mengalami kekurangan kalsium. Penipisan kalsium dengan gangguan ginjal selama mineralisasi gigi berkembang, yang sering menghasilkan hipoplasia email gigi, kemungkinan merupakan efek sekunder. Nunn dkk melaporkan 83% pasien ginjal mereka mengalami kelainan email gigi.
   
Koch dkk. menyelidiki gigi primer pada pasien CRF dan ESRD secara mikroskopis dan menunjukkan bahwa hipoplasia email gigi terbatas pada email gigi postnatal.
   
Dari jumlah pasien kami, 47,4% menunjukkan berbagai tingkatan gangguan email gigi, dalam bentuk hipoplasia. Prevalensi yang meningkat ini kemungkinan disebabkan oleh metabolisme kalsium dan fosfat yang abnormal. Ada korelasi antara lokasi perubahan hipoplasia pada gigi dengan usia onset gagal ginjal parah yang mirip dengan temuan Wolf dkk. Tabel 3 menunjukkan bahwa prevalensi hipoplasia meningkat seiring dengan durasi penyakit dan onset dini.
   
Noda gigi intrinsik umumnya merupakan akibat dari adsorpsi pigmen-pigmen patologi di atas matriks dentin. Perubahan warna coklat bisa dilihat ketika uremia terjadi selama perkembangan gigi. Noda intrinsik juga ditemukan pada beberapa pasien hemodialisis yang disebabkan oleh penggunaan tetrasiklin untuk mengobati infeksi selama periode kalsifikasi gigi primer dan permanen, noda intrinsik dalam kelompok penelitian kami tidak terkait dengan penggunaan tetrasiklin karena dokter pasien menyadari bahwa tetrasiklin bisa menodai gigi yang sedang berkembang sehingga tidak meresepkannya. Temuan kami tentang noda warna coklat intrinsik pada 13,2% pasien sesuai dengan laporan pada penelitian sebelumnya.
   
Penodaan ekstrinsik ditemukan pada 63,2% pasien anak yang mengalami ESRD dalam penelitian kami. Anak-anak ini sedang diobati karena anemia dengan besi sulfat dalam bentuk sirup, yang menyebabkan penodaan ekstrinsik berwarna coklat khitaman pada gigi. Chow dkk melaporkan temuan yang serupa. Pengobatan dengan besi sulfat dalam bentuk kapsul (bukan sirup) bisa digunakan untuk menghindari penodaan ekstrinsik gigi. Noda ekstrinsik bisa dilepaskan dengan mudah dari permukaan gigi dengan material profilaksis abrasif.
   
Anak-anak pada kedua kelompok tidak menyikat gigi secara teratur, ini konsisten dengan temuan dari penelitian-penelitian lain. Semua anak dalam kelompok penelitian dan 92,1% dari mereka yang berada dalam kelompok kontrol tidak pernah berkunjung ke dokter gigi. Diantara gejala-gejala awal dari penyakit ginjal adalah sensasi metalik dan bau amonium, dan 71,1% dari pasien kami mengalami gejala-gejala ini.
   
Anak-anak yang mengalami CRF dan ESRD biasanya mengkonsumsi makanan-makanan kariogenik seperti kue, minuman ringan, dan gula untuk mengkompensasi reduksi asupan protein. Prevalensi karies rendah pada pasien anak ESRD merupakan temuan yang paling menarik dari penelitian ini, meskipun ada fakta bahwa pasien memiliki kesehatna mulut yang buruk, dan sedang menjalani diet berkarbohidrat tinggi. Tingkat karies pasien yang rendah bisa dikaitkan dengan kadar urea yang meningkat dalam saliva yang turut meningkatkan pH saliva.
   
Pada banyak laporan, ada korelasi positif antara karies gigi dan jumlah S. mutans dan lactobacilli.  Urea saliva meningkatkan pH, kemungkinan dengan menghilangkan efek pembentuk asam oleh bakteri kariogenik ini yang dihasilkan dari asupan gula. Mekanisme ini juga menghambat karies karena sifat-sifat antibakterinya dan efek penghambatannya terhadap pembentukan plak. Disamping itu, konsentrasi fosfat saliva tinggi yang ditemukan pada pasien yang mengalami uremia bisa mempermudah remineralisasi lesi-lesi karies yang baru terjadi.
   
Kami menemukan prevalensi karies yang rendah meskipun kesehatan mulut yang buruk pada anak-anak uremik. Sebanyak 18 persen (47,4%) pasien dalam kelompok penelitian kami tidak pernah mengalami karies gigi, mirip dengan hasil yang dilaporkan Nunn dkk. Hasil dari Laporan Kesehatan Mulut Turki pada tahun 1990, dengan menggunakan kriteria diagnostik ekivalen, menunjukkan bahwa prevalensi karies adalah lebih dari 90% untuk kategori usia 5-6 tahun dan sekitar 80% untuk kategori usia 6 sampai 12 tahun. Menurut laporan ini, nilai dmft dan DMFT meningkat seiring dengan usia. Anak yang berusia 15-19 tahun memiliki DMFT 4,3, yang lebih tinggi dibanding temuan dari kelompok penelitian kali ini yang sedang dalam tahap pertumbuhan gigi permanen.
   
Mirip dengan temuan Jaffe dkk., jumlah plak cukup mirip pada kedua kelompok, tetapi status gingiva lebih rendah untuk pasien ESRD dalam penelitian kami. Jaffe dkk melaporkan bahwa ini bisa disebabkan oleh respons inflammatory yang tidak memadai dalam jaringan gingiva atau disebabkan oleh berkurangnya kadar hemoglobin yang mengarah pada kepucatan gingiva meskipun ada inflamasi. ada kemungkinan bahwa ini terkait dengan tingkat pendidikan pasien dan status sosial ekonomi yang rendah. Temuan-temuan ini menunjukkan bahwa diperlukan penyuluhan kesehatan gigi untuk semua anak dan keluarganya di Izmir. Temuan-temuan ini juga menunjukkan bahwa ada relatif sedikit kebutuhan perawatan dental dan perawatan restoratif dibanding yang ditemukan pada populasi anak normal karena keberadaan karies gigi yang lebih sedikit. Perawatan dental dan medis harus dipadukan untuk anak-anak yang mengalami penyakit ginjal agar dapat menghindari kondisi-kondisi seperti pertumbuhan gingiva berlebihan atau masalah-masalah dalam mengobati hipoplasia email gigi, meskipun kejadian karies pada anak yang menderita CRF cukup rendah. Kebiasaan kesehatan mulut yang buruk dan perubahan gingiva yang dihasilkan menunjukkan diperlukannya nasihat dental dan pengawasan. Kebiasaan kesehatan mulut anak-anak ini harus ditingkatkan dan dipantau secara dekat melalui pemeriksaan dental berkala. Penganjuran fluoride tambahan (selain yang didapatkan dari air dan pasta gigi berfluoride) untuk pasien-pasien ini dikontraindikasikan karena gangguan ginjal yang mereka miliki. Sebagai kesimpulan, menyikat gigi reguler diperlukan untuk kondisi kesehatan mulut jangka panjang pada anak yang menderita CRF dan ESRD.

Judul Asli : The oral health status of children undergoing hemodialysis treatment

Penulis : Fahinur Ertugrul, Cigdem Elbek-Cubukcu, Ertugrul Sabah, Sevgi Mir
Alih Bahasa : Masdin (http://linguist.co.nr)
Tahun : 2003
Sumber : The Turkish Journal of Pediatrics. 2003, Volume 45, Number 2, Page(s) 108-113.
Kata kunci: penyakit ginjal stadium akhir,penilaian kesehatan mulut,mikroorganisme kariogenik.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Relationship between glycemic index and weight loss

Prosedur dan Alat Diagnostik