Komplikasi-Komplikasi Bedah

Komplikasi bedah adalah masalah-masalah tidak diharapkan yang timbul dalam kaitannya dengan sebuah operasi. Walaupun juru-bedah selalu waspada untuk meminimalisir komplikasi, hasil yang merugikan tetap tidak dapat dihindari. Bab ini berfokus pada pencegahan, pengidentifikasian, dan pengobatan komplikasi-komplikasi umum yang ditemukan pada bedah kulit.

Komplikasi Saat Bedah
   
Kebanyakan komplikasi yang terjadi pada hari pelaksanaan bedah melibatkan masalah-masalah medis utama pasien, reaksi dengan anestesi yang diberikan, dan perdarahan. Alergi, hipersensitifitas, atau reaksi toksik terhadap anestesi lokal dan pingsan disertai atau tidak disertai kejang juga bisa terjadi. Walaupun ada beberapa kesamaan diantara isu-isu ini, namun masing-masing akan dibahas tersendiri secara terpisah.


Masalah medis pasien
   
Sebelum bedah, penting untuk mendapatkan riwayat medis pasien dan melakukan pemeriksaan fisik. Jenis pemeriksaan fisik yang dilakukan sebanding dengan besarnya operasi yang direncanakan. Sebagai contoh, eksisi sebuah kista kecil hanya akan memerlukan pemeriksaan fisik sepintas (yakni, penampilan umum) dan tanda-tanda vital, sedangkan prosedur penyedotan lemak (liposuction) ekstensif dengan menggunakan banyak anestesia tumesens akan memerlukan pemeriksaan fisik menyeluruh dan uji diagnostik, jika diperlukan.
   
Riwayat medis pasien, termasuk alergi, obat, dan bedah sebelumnya, penting untuk diketahui. Obat seperti antikoagulan, obat nyeri, dan obat herbal tertentu bisa mempengaruhi perdarahan pada saat bedah (Tabel 248-1). Perdarahan berlebihan pada bedah-bedah sebelumnya, khususnya jika memerlukan transfusi, bisa terkait dengan waktu perdarahan yang lama. Penting untuk menentukan apakah pasien memakai perentak jantung, defibrilator, atau alat-alat medis yang tertanam lainnya. Jika pasien juga memakai katup jantung buatan atau katup jantung reumatik, antibiotik pascabedah akan diperlukan.
   
Beberapa masalah umum yang terkait dengan bedah kulit mencakup pingsan, kejang, dan diaforesis (berkeringat banyak). Pingsan sebagian besar merupakan reaksi vasovagal, dan pengobatan terbaik adalah mengubah posisi pasien menjadi posisi Trendelenburg. Kejang (seizures) terkadang terjadi dengan reaksi vasovagal dan tidak berlangsung lama. Biasanya, ketika pasien pingsan, ada riwayat episode-episode pingsan yang menunjukkan pentingnya menyelidiki hal ini dalam riwayat medis pasien. Diaforesis bisa terjadi terkait dengan sebuah reaksi vasovagal, angina, atau hipoglikemia.
   
Alat tertentu diperlukan untuk mengatasi keadaan darurat. “Troli darurat” memuat sebuah monitor jantung dengan defibrilator dan obat-obat umum untuk mengatasi keadaan darurat. Tabung-tabung oksigen dengan sungkup (mask) yang sesuai atau kanula hidung harus selalu siap dan diperiksa secara teratur. Disamping itu, manset tekanan, monitor denyut jantung, dan oksimeter denyut nadi harus tersedia. Walaupun sekarang ini sudah tersedia banyak alat, namun dokter yang bekerja tetap bertanggungjawab untuk menangani masalah-masalah medis, dan juru-bedah kulit harus memiliki sertifikasi untuk dukungan-hidup-lanjut-kardiak (ACLS). Lebih lanjut, staf bantu juga harus memiliki sertifikasi dan mengetahui peranannya apabila situasi darurat terjadi.

Komplikasi-komplikasi yang terkait anestesi
   
Karena hampir semua bedah kulit oleh speasialis dermatologi dilakukan dengan anestesi lokal, maka disini hanya akan dibahas tentang komplikasi anestesi lokal. Untungnya, masalah-masalah yang terjadi dengan anestesi lokal sangat jarang. Sehingga, dokter memiliki persepsi tingkat keamanan yang keliru. Alergi terhadap lokain (Xylokain®) cukup jarang terjadi  itupun kalau ada; alergi umumnya terjadi terhadap bahan pengawet paraben.
   
Masalah-masalah dengan anestesi lokal paling sering terkait dengan total dosis dan penambahan epinefrin. Total dosis (untuk pasien dengan berat badan 70 kg) tidak boleh melebihi 500 mg lidokain jika epinefrin juga digunakan dan tidak boleh melebihi 200 mg jika epinefrin tidak digunakan. Anestesi-anestesi alternatif seperti bupivakain (Marcaine®) memiliki rekomendasi total dosis yang berbeda. Tanda awal dari toksisitas lidokain adalah kematian-rasa lidah dan lingkar lubang mulut. Jika ini terjadi, oksigen harus diberikan dan saluran intravena dibuat.
   
Penambahan epinefrin untuk anestesi lokal sudah lazim dipraktekkan. Akan tetapi, epinefrin bisa menyebabkan peningkatan denyut jantung, daya kontraksi otot jantung yang meningkat, dan vasokonstriksi. Fenomena ini sering terjadi dengan injeksi langsung yang tidak hati-hati kedalam sebuah pembuluh darah atau jika pasien hipertiroid. Epinefrin harus diberikan dengan hati-hati kepada pasien yang mengalami hipertensi parah atau aritmia jantung. Pada situasi-situasi ini, epinefrin, yang terdapat dalam anestesi pra-kemas dengan pengenceran 1:100.000, bisa diencerkan lagi menjadi 1:200.000 atau kurang tanpa mengurangi hemostasis. Jika pasien memiliki riwayat sensitifitas terhadap epinefrin, sangat baik menggunakan lidokain tanpa tambahan epinefrin. Akan tetapi, jika tidak ada penambahan epinefrin, durasi anestesi dan tingkat anestesia akan berkurang, dan waktu onset juga akan bertambah. Disamping itu, ketiadaan epinefrin pada anestesi lokal bisa berkontribusi bagi meningkatnya perdarahan intraoperatif.
   
Anestesi yang mengandung epinefrin tidak boleh diinjeksikan ke dalam jejari. Walaupun ada kontroversi tentang ini, seorang pasien yang diabetesnya tidak diketahui bisa berisiko tinggi untuk mengalami nekrosis jaringan. Anestesi yang mengandung epinefrin bisa diinjeksikan ke dalam hidung, cuping telinga, dan penis; akan tetapi, lebih dipilih untuk melakukan sekatan pudendal jika diinjeksikan pada penis.

Perdarahan
   
Selama dan setelah bedah, salah satu tujuan umum adalah meminimalisir kehilangan darah. Riwayat medis membantu mengidentifikasi masalah-masalah medis yang bisa meningkatkan perdarahan, seperti trombositopenia, koagulopati, atau hipertensi. Beberapa obat menghambat fungsi trombosit (lihat Tabel 248-1), khususnya antikoagulan. Asupan yang berlebihan dari bawang, ginkgo biloba, vitamin E, dan beberapa obat herbal lainnya bisa meningkatkan perdarahan. Selama bedah, hemostasis cermat akan membantu meminimalkan perdarahan pascabedah.
   
Salah satu obat yang memiliki peranan khusus dalam bedah kulit adalah warfarin (Coumadin®). Pasien yang sedang menjalani pengobatan warfarin tidak boleh menghentikan pengobatan ini sebelum bedah. Pada beberapa pasien yang menghentikan dan memulai pengobatan warfarin, darah bisa mengalami hiperkoagulasi, yang berujung pada bekuan darah atau stroke. Disisi lain, aspirin umumnya aman untuk dihentikan penggunaannya 10 sampai 14 hari sebelum bedah, selama pasien tidak memiliki riwayat stroke atau serangan iskemik sementara.

Komplikasi Langsung Pascabedah
   
Beberapa komplikasi khusus terjadi mulai dari hari dilakukannya bedah sampai sekitar 1 hingga 2 pekan kemudian. Pasien harus bisa menghubungi dokter apabila terjadi komplikasi, dan akan lebih baik jika dokter memanggil pasien pada hari setelah bedah untuk memeriksa bagaimana keadaannya.

Infeksi
   
Infeksi luka terkadang terjadi meskipun telah diupayakan sedemikian rupa untuk mengikuti teknik bedah yang sesuai. Ada tiga tipe infeksi yang paling umum terjadi dalam bedah kulit, yaitu: Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, dan Mycobacterium (khususnya M. Fortuitum dan M. Chelonei). Secara umum, ketiga infeksi ini berbeda gambaran klinisnya dan waktu terjadinya. Streptococcus terjadi lebih awal, dalam 24 hingga 48 jam setelah bedah, dan tampak sebagai eritema nyeri yang menyebar. Infeksi Staphylococcus terjadi 2 hingga 5 hari setelah bedah dan biasanya terkait dengan pembentukan nanah. Terakhir, infeksi Mycobacterium tampak 2 hingga 4 pekan setelah bedah. Secara klinis, infeksi ini tampak sebagai papula atau nodula berulserasi yang tidak akan sembuh atau yang sembuh berulang-kali dan berhenti.
   
Belakangan ini, sebuah turunan khusus dari S. Aureus yang resisten terhadap metisilin, yang disebut S. Aureus resisten-metisilin, telah ditemukan dengan jumlah yang meningkat pada luka. Dengan demikian, penting untuk mengkulturkan luka yang terinfeksi sehingga antibiotik yang tepat bisa diberikan. Antibiotik yang pada umumnya bekerja dengan baik terhadap S. aureus yang kebal-metisilin adalah doksisiklin dan trimetoprim-sulfametoksasol.
   
Infeksi dengan herpes simplex atau herpes zoster cukup jarang setelah bedah kulit, kecuali terjadinya infeksi herpes setelah dermabrasi seluruh wajah atau peeling laser. Dengan prosedur-prosedur ini, obat antiviral, seperti asiklovir, valasiklovir, atau famsiklovir, harus diberikan sebelum bedah, khususnya pada pasien yang memiliki riwayat infeksi herpes simplex.

Dermatitis kontak
   
Reaksi-reaksi alergi bisa terjadi terhadap salep-salep antibiotik yang digunakan dalam perawatan luka rutin untuk menjaga agar luka tetap lembab. Pasien paling sering mengalami alergi kontak terhadap neomisin atau basitrasin. Eritema jelas dengan batas tidak tegas muncul di sekitar tempat bedah yang mengalami alergi antiobiotik (Gbr. 248-1), diagnosisnya biasanya jelas karena pasien akan memberikan keluhan pruritus. Gejala ini berlawanan dengan gejala sebuah infeksi dimana keluhan pasien yang sebagian besar adalah nyeri pruritus cukup minimal atau tidak ada. Reaksi-reaksi alergi terhadap bahan pembalut seperti Telfa® dan plaster Micropore® juga sangat jarang terjadi.

Nyeri
   
Nyeri signifikan jarang terjadi setelah bedah kulit. Pasien harus meminum asetaminofen biasa untuk nyeri yang tidak parah. Terkadang, jika bedah ekstensif, asetaminofen dengan kodein atau hidrokodon bisa digunakan. Terkadang Percocet® juga diperlukan.

Perdarahan dan pembentukan hematoma
   
Setelah penjahitan sebuah luka, hapuskan gulungan kapas di atas luka dengan sedikit tekanan untuk menyerap darah yang terjebak dan kemudian pasang balutan pengompres yang tidak goyang pada luka. Semakin sedikit darah sisa pada luka, semakin cepat penyembuhan akan terjadi.
   
Terkadang, pasien akan terus mengalami perdarahan dari lukanya, baik sudah dijahit maupun masih terbuka. Jika pasien sedang menjalani pengobatan dengan warfarin, rasio normal internasional harus diperiksa. Jika pasien mengalami perdarahan yang terus menerus dan tidak diketahui penyebabnya, dia harus diperiksa untuk koagulopati.
   
Terkadang, kumpulan darah yang banyak bisa terbentuk di bawah sebuah luka yang dijahit (Gbr. 248-2A). Ini bisa lebih umum pada pria dan pada pasien yang hipertensi. Jika ini terjadi dalam beberapa jam bedah sampai 24 jam pascabedah, sebaiknya membuka jahitan luka, mencari sumber perdarahan (lihat Gbr. 248-2B), dan menghentikan perdarahan. Seringkali, arteriol yang menyebabkan keluarnya darah; disarankan untuk mengikatnya dan kemudian menjahit ulang luka bedah (lihat Gbr. 248-2C). Jika pasien mengalami hematoma fluktuan yang besar setelah beberapa hari,  luka perlu diaspirasi dengan menggunakan jarum berlubang besar atau kanula mikro penyedot lemak jika ada. Biasanya tidak diperlukan untuk melepas jahitan karena hematoma kemungkinan tidak akan terbentuk kembali. Akan tetapi, jika hematoma terbentuk kembali, mungkin diperlukan untuk melepas jahitan, mencari sumber darah, mengeksisi pinggir-pinggir luka, dan menjahit ulang luka.

Nekrosis
   
Jika suplai darah tidak memadai, kematian jaringan bisa terjadi. Fenomena ini bisa terjadi dengan flap kulit atau graf kulit (Gbr. 248-3); ini jarang terjadi dengan perbaikan luka yang flap/graf-nya diambil dari tempat yang berdampingan tetapi bisa terjadi jika balutan yang bertekanan sangat tinggi diaplikasikan. Suplai darah yang tidak memadai bisa terjadi karena faktor-faktor intrinsik pada luka itu sendiri, seperti hematoma, atau faktor-faktor ekstrinsik seperti kondisi medis pasien atau masalah-masalah jaringan setempat.
   
Faktor-faktor intrinsik yang menyebabkan nekrosis jaringan mencakup tensi luka yang berlebihan, infeksi, dan pembentukan hematoma. Untuk graf kulit, ketebalan yang berlebihan bisa menghambat vaksularisasi. Flap kulit bisa mengalami nekrosis jika dasarnya terlalu kecil dan flap terlalu tipis atau berkerut.
   
Faktor-faktor ekstrinsik yang bisa menyebabkan nekrosis jaringan mencakup pertimbangan-pertimbangan jaringan lokal seperti suplai darah yang buruk akibat anatomi, radiasi sebelumnya, atau bedah sebelumnya. Faktor-faktor ekstrinsik lain adalah penyakit sistemik seperti diabetes, obat, atau malnutrisi. Merokok juga bisa menyebabkan nekrosis jaringan kemungkinan sebagai akibat dari aliran darah yang berkurang disebabkan nikotin. Efek merokok tampaknya tergantung dosisnya: pasien yang merokok satu bungkus per hari tidak memiliki peningkatan kemungkinan nekrosis, sedangkan mereka yang merokok 2 bungkus per hari mengalami peningkatan kemungkinan nekrosis.

Dehisens (robek jahitan)
   
Meskipun penanganan dan penjahitan luka telah dilakukan dengan baik dan hati-hati, pinggir-pinggir luka bisa tertarik. Seringkali, robek jahitan ini terjadi karena tensi yang berlebihan pada pinggir-pinggir luka, bisa juga karena putusnya jahitan atau terbuka. Untuk mencegah robek-jahitan, jahitan matras vertikal bisa membantu karena jenis jahitan ini meningkatkan kekuatan tarik lebih cepat dibanding jahitan terputus. Fenomena ini dapat dilihat secara jelas pada kulit tipis atau kulit yang memiliki banyak kelenjar sebasea (seperti hidung).    
   
Jika robek-jahitan terjadi dalam 1 hari setelah penjahitan, luka bisa dijahit ulang tanpa eksisi pinggir-pinggir luka. Jika robek jahitan terjadi lebih dari 48 jam setelah bedah pertama, maka pinggir-pinggir luka harus dieksisi sampai 1 mm dari kulit normal sebelum menjahit ulang luka.
   
Jika ada infeksi, nekrosis, atau tensi pinggir luka sangat tinggi, sebaiknya jangan segera menjahit ulang luka yang robek jahitannya, tetapi biarkan luka pulih melalui granulasi.
   
Dehisens (robek-jahitan) juga bisa terjadi setelah pembukaan jahitan. Untuk mencegah masalah ini terjadi, jahitan perkutaneous bisa dibiarkan tetap pada tempatnya selama lebih dari 7 hari. Pada luka yang tegang, seperti pada punggung, atau pada lokasi-lokasi dimana penyembuhan luka berlangsung lambat (seperti pada kaki), jahitan bisa dibiarkan sampai 2 pekan. Pendekatan lain untuk luka yang tegang adalah menghilangkan sebagian jahitan pada hari ke-7 dan sisanya beberapa hari kemudian. Untuk membantu mencegah robek jahitan, gunakan sebuah perekat (Mastisol®) dan Steri-Trips® pada luka beberapa saat setelah pembukaan jahitan. Pasien diinstruksikan untuk menjaga agar luka tetap kering sehingga Steri-Strips® tetap pada tempatnya selama sekitar 1 pekan setelah pemasangan. Pada beberapa lokasi anatomi (seperti kulit kepala, daerah berjanggut pada pria), pemasangan Steri-Trips tidak akan bekerja dengan baik.

Komplikasi-Komplikasi Lambat Pascabedah
   
Setelah jahitan dilepas, luka terus membaik. Pasien bisa ditindaklanjuti sampai 1 tahun pascabedah untuk mengatasi masalah-masalah yang kemungkinan timbul.

Milia atau Kista Berkeratin
   
Terkadang, selama bedah, irisan-irisan tipis dari epidermis bisa tertanam atau sebuah folikel bisa terpotong oleh jarum bedah. Jika ini terjadi, sebuah kista milia bisa terjadi di dekat jalur jahitan. Ini mudah dilepas dengan comedone expressor setelah insisi jarum. Kista-kista yang lebih besar terkadang bisa tumbuh, terkait dengan scar. Akan tetapi, perlu dikhawatirkan jika sebuah kista tampak pada tempat dimana kanker kulit dieksisi; “kista” bahkan bisa dibuktikan sebagai kanker kulit pada pemeriksaan patologi.

Tanda jalur jahitan
   
Tanda jalur jahitan bisa terjadi karena material jahitan yang menyela jaringan (Gbr. 248-4A). Scar ini bisa diminimalisir dengan menggunakan material jahitan polipropilen (seperti Prolen®), yang meregang, ketimbang jahitan nilon, yang tidak meregang. Dan juga, saat menjahit, juru-bedah harus berhati-hati untuk tidak mengikat simpul terlalu kuat atau menarik jahitan terlalu kencang ketika mengikat atau memotong benang jahit. Dalam waktu 1 atau 2 bulan, dermabrasi berfungsi baik untuk menghilangkan tanda jalur jahitan (lihat Gbr. 248-4B dan C).
   
Metode-metode lain untuk menghindari tanda jalur jahitan mencakup penggunaan jahitan jelujur berulang yang menyebar tensi disepanjang luka dan intradermal tertanam (jahitan jelujur subkutikular intradermal).

Scar hipertropi
   
Terkadang, scar akan menonjol dan tetap berada dalam batas-batas luka. Ini dikenal sebagai scar hipertropi kebalikan dari scar keloid yang tumbuh di luar batas luka (Gbr. 248-5; Tabel 248-2). Scar keloid dan scar hipertropi diobati dengan urut tekan; tipe scar ini juga merespon baik terhadap asetonida triamnikolon intralesi 10 mg/cc (Gbr. 248-6A dan B). Metode-metode bermanfaat lainnya yang telah dilaporkan dapat memulihkan keloid mencakup eksisi, 5-fluoroasil intralesi atau interferon-α, kriosurgeri, dan radioterapi.
   
Jalur scar juga bisa tampak bergumpal-gumpal akibat jahitan yang tertanam. Biasanya gumpalan ini hilang dalam 2 hingga 3 bulan ketika jahitan telah terserap.
   
Pasien terkadang bertanya tentang berbagai produk yang tersedia di pasaran untuk penyembuhan scar. Beberapa dari produk ini mengandung silikon atau busa poliuretan. Ada kemungkinan penggunaan produk-produk ini bisa menyembuhkan scar dengan meningkatkan kelembaban scar atau dengan pengaplikasian tekanan secara tetap. Pemulihan serupa bisa diamati dengan penggunaan plaster kertas pada luka selama 3 bulan setelah bedah.

Scar tertekan atau mirip-kerutan
   
Scar tertekan atau mirip-kerutan umum terjadi pada kulit yang memiliki banyak kelenjar sebasea. Pada kondisi ini, pinggir-pinggir luka tidak bisa disatukan tanpa penyobekan. Dengan penyobekan kulit, pemisahan kulit terjadi yang menghasilkan scar tertekan. Untuk mengatasi masalah ini, scar yang tertekan dieksisi, dan pinggir-pinggir luka digangsir dan dijahit ulang. Pada saat penjahitan ulang, penggunaan beberapa jahitan tertanam dan jahitan matras vertikal akan sama tinggi dan melawan pinggir-pinggir luka dengan kencang, sehingga meminimalisir rekurensi scar tertekan. Jahitan matras vertikal merekrut lebih banyak jaringan dibanding jahitan terputus sederhana. Sehingga, lebih sedikit peluang bagi jahitan untuk sobek dalam jaringan. Saat menangani kulit yang mengandung banyak kelenjar sebasea, juga penting untuk menggunakan benang jahit yang tidak lebih kecil dari ukuran 5-0.

Scar tersebar
   
Penyebaran scar terjadi dengan tensi pada pinggir luka. Terkadang, tensi ini tidak dapat dihindari karena pertimbangan-pertimbangan anatomi, seperti pada dada atau punggung atas. Terkadang scar tersebar terjadi apabila terdapat tegangan/tensi tinggi pada pinggir-pinggir luka yang melebihi daya tahan jahitan atau pinggir-pinggir luka yang sembuh setelah pembukaan jahitan. Perentangan scar cukup umum pada kulit kepala, trunkus, dan ekstremitas. Dokter perlu menjelaskan fenomena ini kepada pasien sebelum prosedur dilakukan.

Ekstrusi jahitan tertanam
   
Jahitan tertanam yang dapat terserap terkadang bisa menekan pinggir-pinggir luka sekitar 3 sampai 4 pekan setelah pemasangan. Masalah ini sangat umum. Biasanya menarik atau memotong jahitan yang menekan dapat membantu luka sembuh lebih cepat.

Telangiektasia
   
Kenampakan pembuluh darah merah yang halus di sekitar sebuah jalur jahitan atau pada bagian atas sebuah flap atau graf bisa terlihat dengan jelas. Ini adalah kejadian normal, dan pembuluh darah ini biasanya pudar dengan sendirinya; sehingga pasien diminta untuk menunggu sekitar 6 bulan setelah bedah sebelum menindaki pembuluh-pembuluh darah ini. Laser ablasi vaskuler (sperti laser zat-warna terdenyut 585-595 nm dan laser potasium-titanil-fosfat 532 nm) umumnya sangat baik dalam menghilangkan pembuluh-pembuluh darah yang kelihatan tersebut.

Eritema
   
Semua luka yang dijahit pada awalnya tampak eritematosa, tetapi umumnya seiring dengan waktu (3 sampai 12 bulan), eritema memudar. Akan tetapi, terkadang, kemerah-merahan tidak memudar. Seperti telangiektasia, kemerahan berlanjut diobati dengan laser vaskuler. Telangiektasia dan kemerahan bisa lebih umum pada wanita, khususnya yang sedang menjalani pengobatan estrogenik, dibanding pada pria.

Hipopigmentasi
   
Apabila kemerahan pada luka telah pudar, semua scar mengalami hipopigmentasi sampai tingkatan tertentu. Hipopigmentasi bisa sangat jelas jika dikelilingi oleh eritema, khususnya pada pasien yang memiliki wajah merah atau rosasea. Pasien dengan tipe wajah seperti ini harus dinasehati untuk menjauhkan scar dari sinar matahari langsung dan mengenakan pelindung matahari yang melindunginya dari sinar ultraviolet A.

Anestesi
   
Kehilangan sensasi pada daerah bedah sangat umum, khususnya dengan flap dan graf. Kebanyakan, sensasi kembali secara berangsur-angsur dalam jangka 3 hingga 18 bulan, tergantung pada lokasi dan ukuran bedah.
   
Kehilangan sensasi pada beberapa lokasi anatomi memiliki pertimbangan khusus. Jika seseorang melakukan operasi pada dahi dan memotong silang saraf supraorbital, maka semua sensasi bagian atas, sampai ke puncak kulit kepala, akan hilang. Akan tetapi, biasanya, pasien mendapatkan kembali sensasi ini secara berangsur-angsur setelah 6 bulan hingga 2 tahun. Pada leher lateral, jika saraf aurikular besar dipotong, kehilangan sensasi akan terjadi pada kebanyakan daerah telinga anterior bawah. Sayangnya, pada lokasi ini, anestesia akan terjadi secara permanen dan sensasi tidak bisa dipulihkan.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Relationship between glycemic index and weight loss

Cheerleaders are associated with many diet disorders