Sebuah evaluasi klinis selama satu tahun terhadap semen ionomer gelas (GIC) berviskositas tinggi pada gigi molar primer

Abstrak

Dalam penelitian ini, hasil pemeriksaan klinis selama satu tahun terhadap semen ionomer gelas (GIC) berviskositas tinggi (Fuji IX, A3, GC, Jepang) ditentukan pada restorasi kelas I dan kelas II pada 68 gigi molar primer yang mengalami karies oklusal atau proksimal. Setelah penghilangan karies dan preparasi kavitas, gigi-gigi direstorasi dengan Fuji IX. Restorasi dievaluasi menurut kriteria USPHS (Pelayanan Kesehatan Masyarakat Amerika Serikat) pada akhir satu tahun. Analisis statistik terhadap data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji X2. Evaluasi menunjukkan tidak ada perbedaan statistik yang signifikan antara restorasi kelas I dan kelas II dalam hal ketidakcocokan warna, bentuk anatomi, adaptasi marginal, dan karies sekunder (P)>0,05), tetapi perbedaan statistik yang signifikan diamati untuk perubahan warna marginal cavosurface (P<0,05). Pada akhir satu tahun, tingkat keberhasilan restorasi kelas I dan kelas II molar primer yang direstorasi dengan Fuji IX adalah 94%.

Kata kunci: Semen ionomer gelas, GIC, semen ionomer gelas berviskositas tinggi, restorasi gigi primer.


Pendahuluan

Semen ionomer gelas (GIC) pertama kali dibuat oleh Wilson dan Kent pada tahun 1972. GIC dilaporkan memiliki keuntungan dan kerugian. Kuntungan GIC adalah: pengikatan fisikokimia ke email gigi dan dentin, pelepasan fluoride, bisa diisi ulang apabila terpapar terhadap perlakuan fluoride dan pasta gigi fluoride, dan koefisien ekspansi yang sebanding dengan struktur gigi. Meskipun sifat-sifatnya yang lebih unggul, GIC memiliki beberapa kerugian. Kerugiannya adalah: kerapuhan material, kurangnya kekuatan, dan ketahanan yang buruk jika digunakan pada permukaan oklusal. Untuk menghilangkan kerugian-kerugian ini, kombinasi bubuk alloy dengan ionomer gelas digunakan pada tahun 1983 oleh Simmons. Dia melaporkan hasil yang berhasil secara klinis dengan material yang baru berkembang ini. Akan tetapi, Bilgin dkk., mengevaluasi tingkat keberhasilan klinis kombinasi bubuk amalgam dengan inonomer gelas dan restorasi-restorasi GIC pada gigi primer. Mereka tidak menemukan perbedaan signifikan antara kombinasi bubuk amalgam dengan ionomer gelas dan restorasi GIC dalam hal tingkat kegagalan klinis setelah enam bulan. Semen, yang didapatkan dari pencampuran partikel-partikel perak dengan bubuk gelas, pertama kali dibuat berdasarkan GIC konvensional di pertengahan tahun 1980an. Meski demikian, penelitian klinis telah menunjukkan rata-rata  durasi ketahanan restorasi semen gelas tidak lebih baik dibanding GIC konvensional, khususnya pada restorasi kelas II pada gigi molar primer. Kilpatrick dkk menemukan hasil yang jauh lebih untuk ionomer gelas konvensional (77%) setelah 2,5 tahun dibandingkan dengan material semen (59%). Hickel dan Voss juga menemukan tingkat ketahanan semen sebesar 58% pada kavitas-kavitas kelas II pada molar primer setelah tiga tahun.
   
Secara umum, material semen gelas telah menunjukkan tingkat keberhasilan klinis yang lebih rendah relatif terhadap material restorasi lainnya. Karena keuntungan klinis dari GIC, berbagai upaya telah dilakukan untuk memperbaiki sifat-sifat ionomer gelas konvensional. Pada awal tahun 1990an, GIC berviskositas tinggi dibuat untuk digunakan bersama dengan perawatan restotratif non-traumatik di beberapa negara berkembang. Dalam beberapa pengamatan dilaporkan bahwa ketahanan abrasi dan kekuatan fleksural dari GIC berviskositas-tinggi lebih tinggi dibanding ionomer gelas semen dan konvensional. Lo dkk., setelah melakukan evaluasi selama 24 bulan, menemukan tingkat keberhasilan perawatan restoratif non-traumatik pada gigi primer yang direstorasi dengan GIC berviskositas-tinggi (Fuji IX, A3, GC, Jepang) sebesar 92% untuk restorasi kelas I dan 75% untuk restorasi kelas II. Hickel dan Manhart melaporkan tingkat keberhasilan GIC berviskositas-tinggi sebesar 94% selama satu tahun dan 72% selama dua tahun. Frankenberger dkk menganjurkan penggunaan GIC berviskositas-tinggi untuk restorasi kelas I dan kelas II pada molar-molar primer.
   
Tujuan penelitian kali ini, yang dilakukan selama 1 tahun, adalah untuk melakukan evaluasi klinis terhadap material restoratif GIC berviskositas-tinggi pada restorasi kelas I dan kelas II pada molar pertama atau kedua primer, berdasarkan kriteria USPHS (Pelayanan Kesehatan Masyarakat Amerika Serikat).

Bahan dan Metode
   
Penelitian ini dilakukan di Klinik Pedodontik Universitas Ataturk terhadap 68 gigi molar primer, yang memiliki karies oklusal atau proksimal, dari 42 anak dengan usia rata-rata 6,5±1,6 tahun. Diperlukan agar lesi-lesi karies tidak boleh muncul pada pemeriksaan radiografi dalam sepertiga pulpa dentin sehingga gigi-gigi ini hanya memerlukan restorasi kelas I atau kelas II.
   
Kavitas kelas I atau kelas II dipreparasi dengan bur berlian berkecepatan tinggi nomor 330 (North Bell 820/042, Italia), dan jaringan gigi berkaries dihilangkan dengan bur baja bulat berkecepatan rendah nomor 016 (0337/51766 Engelskirchen, Jerman). Ismus sempit dalam preparasi dihindari untuk memberikan curahan material yang cukup. Lebar ismus pada desain kavitas kelas II sekitar lebih dari sepertiga dimensi inter-cuspal. Setelah preparasi kativas, gigi diisolasi dengan menggunakan quick-dam. Matriks yang dikontur dipasang pada gigi dengan kavitas kelas II. Untuk menghilangkan lapisan smear dari kavitas, agen kondisioner (H2O2, AOSEPT (R) Novartis) diaplikasikan selama 20 detik. Pada penelitian-penelitian terbaru tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan antara agen kondisioner asam poliakrilat dan H2O2. Dengan demikian, dalam penelitian ini lebih dipilih menggunakan agen kondisioner H2O2. Kavitas-kavitas dicuci dengan semprotan air dan dikeringkan dengan butiran-butiran poliuretan. Tidak ada material alas yang digunakan dalam kavitas. Selanjutnya material restoratif (Fuji IX) dicampur berdasarkan instruksi pada label produk (rasio pencampuran bubuk-cair = 1:1) dan masukkan ke dalam kavitas-kavitas yang telah dipersiapkan. Semua permukaan material restoratif yang terbuka dilindungi dengan mengaplikasikan pernis GIC (Final Varnish, Voco Cuxhaven, Jerman). Pengkonturan dan penyelesaian akhir dicapai dengan menggunakan disk Sof-Lex (2380, 3M ESPE Dental Products D-82229 Seefeld-Jerman); semua permukaan restorasi kembali ditutupi dengan pernis.
   
Setelah satu tahun, kenampakan klinis restorasi direkam dengan menggunakan kamera intraoral (D60204449 RF System, Japan). Disamping itu, adaptasi marginal restorasi dinilai dengan menggunakan dental explorer. Kondisi klinis restorasi dinilai berdasarkan kriteria USPHS (Tabel 1). Radiograf bite-wing diambil dari restorasi kelas II disamping pemeriksaan klinis dilakukan. Uji Chi-square digunakan untuk menentukan apakah ada perbedaan yang signifikan menurut statistik antara data-data yang diperoleh.

Hasil
   
Dalam evaluasi tingkat keberhasilan Fuji IX pada molar pertama dan kedua yang dilakukan selama satu tahun, sebanyak 68 kavitas kelas I dan kelas II direstorasi dengan material restoratif ini. Distribusi restorasi pada molar primer ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Distribusi restorasi berdasarkan molar primer
-

Pemeriksaan klinis dan inspeksi dengan menggunakan kamera intraoral untuk masing-masing restorasi dilakukan secara terpisah oleh dua pengamat yang telah teruji. Keputusan berdasarkan kesepakatan dibuat jika ada ketidakcocokan diantara kedua pengamat ini.
   
Dua dokter gigi mengevaluasi 67 dari 68 restorasi dengan menggunakan kriteria USPHS. Setelah 12 bulan (Gambar 1, 2, 3, 4, dan 5), hanya satu restorasi yang dikeluarkan dari penelitian karena mengalami fraktur menyeluruh. Sebuah fraktur aproksimal dari restorasi kelas II dideteksi (Gambar 4). Hasil kriteria USPHS ditunjukkan pada Gambar 5.
   
Hampir semua restorasi kelas I dan II menunjukkan rating Alfa pada satu tahun setelah perawatan dalam hal warna. Pada restorasi kelasi I dan II,  ditemukan rating Bravo yang sebanding. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua tipe restorasi ini (P>0,05). Ketidakcocokan warna dievaluasi dengan menggunakan skala warna vita (Lumin Acryl V-Farbring D-7880 Bad Sackingen/Jerman) dengan mempertimbangkan warna restorasi.
   
Perbedaan antara perubahan warna cavosurface restorasi kelas I dan restorasi kelas II signifikan menurut statistik (P<0,05). Persentase rating Alfa untuk perubahan warna cavosurface adalah 85,3% untuk restorasi kelas I dan 51,5%  untuk restorasi kelas II. Lima restorasi kelas I (14,7%) dan lima belas restorasi kelas II (45,4%) menunjukkan rating Bravo. Hanya satu restorasi kelas II (3,1%) yang menunjukkan rating Charlie.
   
Untuk bentuk anatomi terlihat bahwa 30 restorasi kelas I (88,2%) dan 28 restorasi kelas II (84,8%) memiliki rating Alfa, dan empat restorasi kelas I (11,8%) dan lima restorasi kelas II (15,2%) memiliki rating Bravo.
   
Rating Alfa untuk adaptasi marginal pada restorasi kelas I adalah 97,1% dan pada restorasi kelas II adalah 90,9%. Satu restorasi kelas I (2,9%) dan tiga restorasi kelas II (9,1%) beri rating Bravo. Lesi karies pada gigi yang memiliki rating Bravo tidak terdeteksi dengan radiografi.
   
Menurut kriteria untuk bentuk anatomi, tidak ada perbedaan yang signifikan menurut statistik antara adaptasi marginal dan restorasi karies sekunder (P>0,05).
   
Setelah 12 bulan, empat (5,97) dari 67 restorasi diganti. Pada pemeriksaan radiografi, karies pada restorasi kelas II tidak terdeteksi.

Pembahasan
   
GIC berviskositas tinggi dirancang sebagai sebuah alternatif bagi restorasi amalgam, khususnya pada molar desidui. Pada penelitian kali ini, tidak ada perbedaan signifikan menurut statistik yang ditemukan antara rating Alfa dari restorasi kelas I dan restorasi kelas II berdasarkan kriteria USPHS untuk kecocokan warna, bentuk anatomi, adaptasi marginal, dan karies sekunder (P>0,05) tetapi berbeda signifikan untuk rating Alfa perubahan warna marginal cavosurface antara restorasi kelas I dan kelas II (P<0,05).
   
Dalam penelitian kali ini, sesuai dengan perubahan warna marginal cavosurface, restorasi kelas I memiliki lebih banyak rating Alfa dibanding restorasi kelas II (85,3% berbanding 51,5%). Seperti disebutkan di atas, lima restorasi kelas I (14,7%) dan 15 restorasi kelas II (45,45) memiliki rating Bravo. Hanya satu restorasi kelas II (3,1%) yang menunjukkan rating Charlie. Perbedaan ini signifikan menurut statistik (P<0,05). Alasannya bisa dijelaskan sebagai berikut. Kriteria perubahan warna marginal cavosurface bisa dianggap sebagai sebuah tanda mikroleakage (retak kecil). Untuk mengurangi mikroleakage dan untuk menghilangkan lapisan noda dan kontaminan permukaan, hidrogen peroksida diaplikasikan ke kavitas yang telah dipersiapkan sebagai sebuah agen kondisioner karena beberapa perusahaan yang memproduksi ionomer merekomendasikan pengaplikasian H2O2 3% ke kavitas sebelum pemasangan material restoratif ionomer gelas. Akan tetapi, dalam penelitian ini pengaplikasian hidrogen peroksida mungkin telah gagal menghilangkan lapisan noda dan kontaminan permukaan dari kavitas secara sempurna membentuk sebuah ikatan yang efektif ke jaringan keras gigi. Gurbuz dan Yilmaz melakukan sebuah penelitian dengan kavitas kelas I kondisioner pada molar primer dengan menggunakan agen-agen berbeda berikut, yang direstorasi dengan Fuji IX: Kondisioner Fuji Cavity, asida maleat, asida fosfit, dan hidrogen peroksida. Mereka menemukan hidrogen peroksida mengurangi mikroleakage tetapi gagal menghilangkannya secara sempurna. Dan juga, agen-agen kondisioner lain terbukti lebih efektif dibanding material ini dalam menghilangkan mikroleakage. Demikian juga, jika kita mengaplikasikan agen kondisioner berbeda selain hidrogen peroksida, kita bisa mendapatkan lebih banyak rating Alfa berdasarkan kriteria perubahan warna marginal cavosurface.
   
Dalam evaluasi restorasi dengan memperhatikan kriteria bentuk anatomi, tidak ada perbedaan rating alfa antara restorasi kelas I dan restorasi kelas II (>0,05). Ini bisa dijelaskan dengan ukuran partikel GIC-berviskositas-tinggi yang lebih kecil dari rata-rata dan distribusinya yang lebih baik dalam matriks. Lebih jauh, beberapa peneliti juga telah menyatakan bahwa kekebalan abrasi dan kekuatan fleksural GIC-berviskositas-tinggi lebih baik dibanding GIC semen dan GIC konvensional.
   
Dalam penelitian ini, rating Alfa untuk adaptasi marginal restorasi adalah 97,1% untuk restorasi kelas I dan 90,9% untuk restorasi kelas II. Adanya beberapa kegagalan dalam adaptasi marginal kedua restorasi bisa disebabkan oleh fakta bahwa kesensitifan GIC terhadap kelembaban dalam periode awal telah meningkatkan kelarutan semen. Dalam penelitian kali ini rating Alfa untuk adaptasi marginal kedua restorasi sesuai dengan yang dilaporkan oleh Bilgin dkk. Akan tetapi, mereka mengevaluasi restorasi hanya selama enam bulan. Gundogdu dan Kirzioglu melaporkan rating Alfa untuk adaptasi marginal GIC konvensional pada restorasi kelas II sebesar 33,3% setelah satu tahun. Hasil ini tidak didukung oleh penelitian kali ini. Ini bisa dikaitkan dengan penggunaan GIC konvensional. GIC berviskositas-tinggi memiliki sifat-sifat fisik yang lebih baik dibandingkan GIC konvesional.
   
Karies ditemukan berdekatan dengan restoasi kelas I dan II. Setelah satu tahun, hanya satu gigi yang menunjukkan rating Bravo pada restorasi kelas I, sedangkan tiga gigi menunjukkan rating Bravo pada restorasi kelas II. Salah satu rating Bravo yang diamati pada restorasi kelas II yang sesuai dengan kriteria karies sekunder adalah restorasi yang menunjukkan rating Charlie dalam kriteria perubahan warna marginal cavosurface, sedangkan yang lainnya adalah restorasi yang menunjukkan rating Bravo. Menurut kriteria karies sekunder, terjadinya lesi karies yang dideteksi pada empat gigi ini bisa tergantung pada kejenuhan jaringan keras gigi sekitar yang tidak memadai dengan fluoride yang dilepaskan dari Fuji IX.
   
Meskipun material alas tidak dipasang pada dasar-dasar kavitas dalam penelitian kali ini, namun tak satupun gigi terestorasi yang mengalami sensitifitas pasca-bedah. Cho dkk. menyatakan tidak diperlukan menggunakan material dasar sebelum pamasangan GIC konvensional.
   
Setelah satu tahun, tingkat keberhasilan restorasi kelas I dan kelas II adalah 94,03% dalam penelitian kami. Temuan-temuan yang serupa dilaporkan oleh Basso dan Edelberg dan Hu dkk. Basso dan Edelberg mengkondisikai kavitas-kavitas kelas I dan kelas II dengan menggunakan asam poliakrilat dalam gigi primer dan merestorasinya dengan Fuji IX. Mereka menunjukkan 98% retensi pada restorasi kelas I dan kelas II. Hu dkk mengaplikasikan asam poliakrilat ke kavitas cervikal pasien dewasa dan direstorasi menggunakan Fuji IX dan Ketac Molar. Setelah 12 bulan, mereka menemukan 2,7% restorasi Fuji IX yang gagal dan 17,8% untuk restorasi Ketac Molar yang gagal.
   
Dalam penelitian kali ini, material ini diamati berhasil setelah satu tahun baik pada kavitas kelas I maupun kelas II yang direstrasi dengan menggunakan agen kondisioner H2O2. Penelitian dengan durasi yang lebih lama diperlukan untuk menentukan apakah GIC berviskositas tinggi bisa dijadikan alternatif bagi amalgam atau tidak.

Kesimpulan

1.Restorasi kelas I menunjukkan hasil yang lebih baik dibanding restorasi kelas II dalam hal perubahan warna marginal cavosurface, adaptasi marginal, dan karies sekunder.
2.Tingkat keberhasilan restorasi kelas I dan kelas II setelah satu tahun adalah 94,03% (97,16% dan 90,9%, masing-masing).
3.Restorasi Fuji IX dalam kavitas yang dikondisikan dengan agen kondisioner H2O2 ditemukan berhasil setelah follow-up satu tahun.

Judul Asli : A One Year Clinical Evaluation of a High-Viscosity Glass Ionomer Cement in Primary Molars

Penulis : Yucel Yilmaz, Ozge Eyuboglu, Mutlu Elcin Kocogullaru, Nihal Belduz
Alih Bahasa : Masdin (http://linguist.co.nr)
Tahun : 2006
Sumber : The Journal of Contemporary Dental Practice, Vol.7, No.1, Page 071.
Kata kunci:

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Relationship between glycemic index and weight loss

Prosedur dan Alat Diagnostik