Prurigo nodularis rekuren terkait dengan tonsil terinfeksi: sebuah laporan kasus

Abstrak

Pendahuluan
Prurigo nodularis merupakan sebuah gangguan tidak lazim yang etiologinya tidak diketahui, terkenal kebal terhadap terapi, dan ditandai dengan nodula pruritus parah dengan gejala-gejala klinis dan temuan histopatologi yang telah diketahui.

Presentasi kasus
Kami melaporkan kasus seorang pasien yang mengalami papula-papula dan nodula-nodula pruritus pada kaki, lengan dan trunkus selama periode 4 tahun, yang kambuh kembali setelah beberapa episode tonsillitis akut. Walaupun kortikosteroid oral dan topikal, antibiotik oral dan emolien telah digunakan dalam terapi pasien ini, namun hanya tonsilektomi yang pada akhirnya terbukti sebagai perawatan definitif.

Kesimpulan
Kami membahas etiopatogenesis, diagnosis dan perawatan prurigo nodularis yang terkait dengan tonsilitas kronis, dan kami lebih lanjut mereview literatur tentang kondisi yang langka ini.


PENDAHULUAN
   
Prurigo merupakan sebuah istilah yang umum digunakan tanpa ada definisi yang tepat. Ada tiga tipe klinis dari penyakit ini yaitu: akut, subakut dan kronis. Bentuk kronis mencakup prurigo nodularis (PN) Hyde. Ini merupakan gangguan tidak lazim dengan etiologi yang tidak diketahui yang ditandai dengan nodula pruritus intensif dan disertai gejala-gejala klinis dan temuan histopatologis yang jelas. Etiologinya terkait terkait dengan faktor-faktor atopik, neuronal, traumatik, metabolik dan faktor-faktor lain. PN terkenal kebal terhadap terapi.
   
Dalam laporan kasus ini, kami menyajikan kasus pertama (sejauh pengetahuan penulis) yang dilaporkan tentang PN rekuren yang terkait secara klinis dengan tonsil terinfeksi. Kami berfokus pada patogenesis dan perawatannya.

PRESENTASI KASUS
   
Seorang pria berusia 42 tahun mendatangi klinik dermatologi rawat jalan kami dengan keluhan erupsi papulonodular dan pruriginous pada tungkai-tungkainya. Pemeriksaan klinis menunjukkan papula-papula pruritus yang berkelompok dan menebar pada betis, lengan, dan batang tubuhnya (Gambar 1).
-
Gambar 1. Papula pruritus dan nodula menebar. Papula pruritus dan nodula menebar bisa dilihat pada (a) betis, (b) lengan dan (c) pada trunkus pasien.
   
Empat tahun yang lalu, pasien pernah mengalami kecelakaan mobil dan papula pertama telah muncul di sekitar tempat trauma dan scar lecur. Perlahan-lahan, papula-papula ini menyebar ke betis, lengan dan dada. Dia juga mengalami dermatitis kontak pengiritasi pada tangan, kemungkinan karena penggunaan deterjen. Pasien juga melaporkan rhinitis alergik, konjungtivitis dan episode tonsillitis yang berulang selama 5 tahun terakhir.
   
Hasil pemeriksaan hematologi dan biokimia menunjukkan batas-batas normal, seperti hasil reagin plasma yang cepat, anti-HIV, protein C-reaktif dan IgG serum. Terdapat titer antistrepolsin O (ASTO) yang meningkat sebesar 800 IU/ml. Sinar-X dada dan tes urin juga normal. Biopsi kulit dari trunkus menunjukkan acanthosis pseudo-epiteliomatous, hiperkeratosis dan hiperplasia vaskular pada dermis atas dengan infiltrasi perivaskular inflammatory ringan, sebuah skenario yang cocok dengan PN. Karakteristik inflamasi spesifik tidak diamati.
   
Pasien diobati dengan metilprednisolon 16 mg yang dosisnya secara perlahan dikurangi, antibiotik mulut, hidroksizin 25 mg, krim klobetasol propionat lokal 0,05% dan emolien. Pengobatan ini menyebabkan redanya penyakit selama beberapa waktu, tetapi kemudian gejala-gejala klinis yang sama terjadi kembali.
   
Satu bulan setelah redanya nodula, pasien menjalani uji patch dengan baterai dan logam standar eropa (TROLAB), sesuai dengan Panduan Penelitian Dermatitis Kontak Internasional. Reaksi ini negatif pada 48 dan 96 jam dan pada 7 hari. Tes yang sama diulangi 2 bulan kemudian dan lagi-lagi menunjukkan hasil negatif. Pasien juga telah menjalani uji cucuk kulit dan uji radioalergosoben untuk pendeteksian aeroalergen yang terlibat untuk rhinis alergi, 2 bulan sebelum konsultasi. Karena tes-tes ini negatif dan tidak ada tanda-tanda klinis dan atau endoskopik dari rhinis, maka kami memutuskan untuk tidak mengulangi pengujian alergi untuk rhinitis.
   
Riwayat pasien berupa tonsillitis kronis dalam kaitannya dengan kadar ASTO yang tinggi membuat kami yakin bahwa tonsillitis bisa menjadi penyebab PN, dan pasien menjalani tonsilektomi (Gambar 2). Nodula-nodula mulai berkurang secara perlahan dengan pengaplikasian steroid lokal. Enam bulan kemudian, nodula hilang total; hanya scar akibat kecelakaan mobil dan beberapa hiper-pigmentasi yang tampak jelas. Setelah 6 tahun follow-up, pasien cukup sehat tanpa lesi kulit dan dengan kadar ASTO yang normal.

PEMBAHASAN
   
Nodula gatal-gatal intensif dan kronis secara klinis menandai PN. PN terjadi utamanya pada orang dewasa baik laki-laki maupun perempuan yang berusia 20 hingga 60 tahun dan secara khusus pada wanita paruh baya, walaupun kasus yang mengenai anak-anak juga telah ditemukan. Lesi-lesi karakteristik adalah nodula pruriginous keras, bulat dan keratotik, berdiameter 1 hingga 3 cm dengan permukaan yang menonjol dan berkutil (warty). Lesi-lesi awal berwarna merah dan bisa menunjukkan berbagai komponen urtikaria, tetapi cenderung berpigmentasi. Kerak dan sisik bisa menutupi lesi-lesi yang baru mengalami eksoriasi. Lesi-lesi ini biasanya berkelompok dan bisa memiliki jumlah yang sangat banyak. Ada kecenderungan penyebaran simetris, dengan dominasi pada permukaan ekstensor tungkai. Laporan kasus kali ini menemukan bahwa nodula juga muncul pada trunkus, dan tidak ada bagian tubuh yang terbebas dari lesi. Plak-plak lichenoid juga merupakan temuan yang umum.
   
Pada pasien kami, papula-papula pruritus dan nodula yang menebar diamati secara simetris pada betis, lengan dan dada. Pasien tersiksa akibat pruritus yang dideritanya. Nodula-nodula baru terjadi dari waktu ke waktu, dan nodula-nodula yang telah ada bisa tetap pruritus tanpa terbatas, walaupun ada beberapa yang reda spontan dan meninggalkan scar. Pada kebanyakan kasus, penyakit ini memiliki perjalanan yang panjang dengan pemburukan dan remisi, seperti pada kasus yang dilaporkan ini.
   
Etiologi PN masih belum diketahui. Penyakit ini telah dilaporkan dalam kaitannya dengan atopi pada 65% sampai 80% kasus tetapi penelitian lain menunjukkan tidak hanya penyebab metabolik seperti anemia, disfungsi hati, uremia dan miksoedema, dan penyebab focal seperti venous stasis, eczema folikulitis dan nummular, tetapi juga gangguan psikososial. Faktor-faktor psikogenik, seperti tekanan emosional, depresi atau kecemasan, harus dipertimbangkan pada semua kasus. Walaupun tidak ada bukti penyebab psikologis pada pasien kami, ini tidak bisa dipastikan sebagai faktor pengkontribusi, karena durasi PN yang lama. Penyebab eksternal prurigo yang penting mencakup panas, dingin, cahaya, gigitan serangga, ectoparasit dan kontak alergenik pada kulit, serta alergi makanan dan minuman. Pasien kami menyebutkan diatesis atopik yang dimaniestasikan dengan rhinis alergik dan konjungtivitis. Dia juga mengalami dermatitis tangan, kemungkinan disebabkan oleh pengiritasi, karena riwayatnya sesuai dengan keterpaparan kulit kering atopik terhadap deterjen. Alergen bisa menjadi penyebab dermatitis yang dideritanya, tetapi uji patch, sekurang-kurangnya dengan baterai dan logam standar Eropa, menunjukkan hasil negatif dua kali.
   
Faktor etiologi yang penting lainnya mencakup infeksi internal, seperti parasit-parasit usus, echinococcosis dan foci internal dari infeksi seperti colitis atau tonsil terinfeksi. Telah diketahui bahwa superantigen dari foci bakteri bisa menyebabkan banyak reaksi kulit berbeda. Pasien kami memiliki riwayat tonsillitis kronis dengan ASTO yang meningkat (800 IU/ml) dan pemburukan PN secara klinis diikuti dengan memburuknya tonsillitis disertai demam dan kelemahan. Ini menunjukkan bahwa streptococci bisa menjadi faktor etiologi yang utama dari penyakit ini. Limfoma ganas, tumor ganas, tumor padat, sindrom karsinoid, polichtemia, penyakit biliary obstruktif, gagal ginjal kronis, rubra vera, hipotiroidisme dan hipertriodisme, diabetes melitus, hipertensi, ulser peptik, alkoholisme, sarcoidosis, psoriasis, penyakit Gilbert, folliculitis atau pytiriasis capitis, gluten enteropati dan bentuk-bentuk malabsorpsi lain merupakan faktor etiologi, serta sindrom imunodefisiensi. Semua faktor ini tidak ditemukan pada pasien kami. Faktor-faktor endokrin, seperti disfungsi ovarium, atau trauma, mikrobakteri atau Staphlococcus aureus atau faktor neural (dimana sel Merkel meningkat jumlahnya yang menunjukkan abnormalitas neurokuitaneous) merupakan penyebab mungkin lainnya dari PN yang tidak terdapat pada kasus kami.
   
Secara mikroskopis, temuan mencakup sel-sel  yang besar, tidak beraturan atau bahkan sel pseudo-eliteliomatous, acanthosis, hiperkeratosis dan parakeratosis, dengan edema pada epidermis bawah dan dermis atas, dan juga infiltrat perivaskular inflammator pada dermis atas. Kami menemukan semua temuan ini pada biopsi kulit.
   
Pengobatan prurigo bersifat simptomatik dan ditentukan berdasarkan kasus-per-kasus. Pada saat tidak sedang menderita penyakit ini, perawatan mencakup tindakan-tindakan umum seperti memotong kuku, menghindari penggarukan dan hospitalisasi untuk pengamatan yang lebih baik. Agen-agen topikal yang dianjurkan mencakup emolien dan kortikosteroid yang dikombinasikan dengan asam laktat atau asam retinoat untuk meningkatkan penetrasi obat, mentol, tar dan oklusi dengan balutan (dengan atau tanpa steroid). Kortikosteroid intralesional, seperti deksametason atau triambicolon, jauh lebih efektif tetapi perlu berhati-hati saat menggunakannya untuk menghindari efek samping. Sedatif dan tranquilizer atau antihistamin juga cukup membantu. Terapi antibiotik (eritromsin, clofazimin selama 6 bulan) juga penting dan thalidomi dianggap sebagai pengobatan yang efektif. Fototerapi terlokalisasi, fotokemoterapi yang diaplikasikan secara topikal dan krioterapi nitrogen juga tercakup dalam pengobatan PN. Jumlah nodula-nodula yang diobati secara simultan dan durasi krioterapi untuk nodula-nodula individual harus ditentukan pada masing-masing kasus. Beoksaprofen, siklosporin, azatioprin dan capsaicin topikal telah digunakan dan berhasil pada beberapa kasus.
   
Kesembuhan spontan cukup jarang terjadi dan kekambuhan umum, meskipun telah tersedia beberapa opsi perawatan. Pada kasus kami, antibiotik oral, hidroksizin oral 25 mg setiap hari dan prednisolon oral 16 mg yang dosisnya dikurangi perlahan, bersama dengan klobetasol propionat 0,05% krim dan emolien, digunakan dengan hasil yang baik pada semua perjalanan pengobatan, tetapi ada kekambuhan yang terjadi beberapa saat setelah itu. Tonsilektomi merupakan pengobatan definitif dan pilihan terakhir untuk PN pada pasien kami, sebagaimana yang bisa dibuktikan dari riwayat pasien kami dan tindak lanjut terhadap penyakit. Sebelum operasi, kami tidak dapat membuktikan bahwa tonsilitis kronis merupakan penyebab penyakit kulit. Meski demikian, tonsilektomi diindikasikan karena infeksi kronis yang berkaitan dengan ASTO yang meningkat. Pemberantasan foci streptokokal dicapai dengan tonsilektomi dan ASTO berkurang, menghasilkan hilangnya lesi.
   
Dengan demikian, cukup aman untuk menyimpulkan bahwa stretptococcus sekurang-kurangnya merupakan salah satu penyebab penyakit ini, dan kemungkinan merupakan satu-satunya penyebab. Penyebab yang mungkin lainnya atau faktor pemburuk penyakit kulit bisa mencakup atopi, tekanan emosional dan kecelakaan mobil yang dialami pasien kami sebelum terjadinya manifestasi klinis pertama.

KESIMPULAN

Kami telah melaporkan kasus seorang pasien dengan PN, yang secara klinis sangat terkait dengan tonsillitis kronis dengan pemburukan dan remisi, yang pada akhirnya berhasil diobati dengan tonsilektomi. Diatesis atopik dan tekanan emosional yang mungkin bisa menjadi faktor mendasar tetapi bukan etiologi utama. Sejauh pengetahuan penulis, setelah disebutkan adanya hubungan yang mungkin antara tonsillitis dan PN oleh Drake dan sebuah deskripsi umum tentang tonsillitis kronis sebagai penyebab PN oleh Arnold dkk, ini merupakan kasus pertama yang dilaporkan tentang hubungan klinis antara PN dan tonsillitis.

Judul Asli : Recurrent prurigo nodularis related to infected tonsils: a case report

Penulis : Michael Katotomichelakis, Dimitrios G Balatsouras, Konstantinos Bassioukas, Nikolaos Kontogiannis, Konstantinos Simopoulos, and Vassilios Danielides
Alih Bahasa : Masdin (http://www.linguist.co.nr)
Tahun : <2008/p>
Sumber : J Med Case Reports. 2008; 2: 243. Published online 2008 July 24. doi: 10.1186/1752-1947-2-243.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Relationship between glycemic index and weight loss

Prosedur dan Alat Diagnostik