Prinsip-Prinsip Imunoasai Enzim, Probe DNA dan Teknologi-Teknologi Biosensor untuk Analisis Makanan

PENDAHULUAN
   
Penilaian kualitas makanan merupakan sebuah bagian tak terpisahkan dari industri makanan modern dan berhubungan dengan produsen makanan, pengolah makanan dan otoritas pemerintah yang meregulasi industri tersebut. Kriteria kualitas makanan cukup banyak tapi pada dasarnya mencakup (i) sifat fisik, kimia, dan biologis yang menentukan kualitas yang dirasakan panca indra, (ii) keberadaan mikroorganisme, alergen dan zat-zat toksik lain yang mempengaruhi kesehatan masyarakat, (iii) deskripsi pemalsuan, dan (iv) komposisi gizi. Banyaknya metode yang saat ini digunakan untuk menentukan kualitas makanan telah mengurangi keperluan akan analis. Beberapa dari metode ini memerlukan waktu yang cukup lama baru bisa diketahui hasilnya, sementara yang lainnya memakan banyak biaya. Pengiriman produk dalam skala besar biasanya tidak akan dilakukan sebelum ada persetujuan yang dikeluarkan oleh departemen pengendalian mutu. Untuk produk-produk pecah-belah, data tentang kualitas mungkin tidak diketahui sampai setelah produk telah diecerkan dan dikonsumsi. Lebih daripada itu, tuntutan-tuntutan baru terus diberikan kepada analis dengan merubah sikap industri makanan menjadi jaminan kualitas dan pengendalian, dan dengan meningkatkan tekanan dari pasar konsumen. Banyak perusahaan sekarang ini menggunakan konsep HACCP (titik pengendalian kritis analisis bahaya) dalam program pengendalian mutu mereka dimana penekanan kuat diberikan pada penyaringan kualitas bahan baku secara cepat sebelum pengolahan dan penekanan terhadap pengujian efikasi proses secara cepat (Bauman, 1974). Para konsumen semakin terdidik tentang hubungan antara diet dan kesehatan dan menuntut lebih banyak informasi tentang nilai gizi makanan dan tentang efek mutagenik, oncogenik alergenik dan efek-efek toksik lain yang potensial dari zat-zat aditif makanan, kontaminan, dan konstituen alami.

   
Bioteknologi bisa memberikan strategi-strategi baru untuk analisis yang lebih efektif, lebih cepat, dan rutin terhadap makanan, dan sekarang ini, telah menghasilkan teknologi-teknologi diagnostik “generasi baru” untuk industri makanan. Lebih jauh, bioteknologi juga telah melahirkan industri-industri dan perusahaan-perusahaan baru, menghasilkan dan memasarkan teknologi-teknologi ini.
   
Tabel 1 menunjukkan cakupan bioteknologi yang terlibat dalam analisis makanan. Sebelumnya, teknologi-teknologi makanan dan industri dan laboratorium-laboratorium pemerintah dan yang ada pada komite-komite nasional yang ditugaskan untuk menyetujui dan mengesahkan metode-metode standar sedang didekati oleh perusahaan-perusahaan dan representatif-representatif penjualan untuk mengadopsi dan mendukung metode-metode yang berbasis teknologi baru ini. Sayangnya, tundaan waktu yang tidak seharusnya dan sering membuat frustrasi dalam pengiriman teknologi-teknologi yang baru ini ke laboratorium analitik telah muncul utamanya akibat banyak ahli-teknologi makanan yang kekurangan latar belakang ilmiah untuk memahami prinsip-prinsip “teknologi tinggi” yang mendasari berbagai metode baru ini. Jadi jelas, diperlukan pembelajaran tersier yang distruktur ulang untuk mengatasi masalah ini dalam jangka panjang. Dalam pada itu, bab ini memberikan bocoran mendasar tentang prinsip-prinsip dari tiga teknologi analitik, yakni, imunoasai enzim, probe DNA, dan teknologi biosensor yang ditujukan untuk memiliki imbas besar terhadap analisis makanan beberapa saat ke depan. Bab selanjutnya berkaitan dengan beberapa pengaplikasian khusus dari tiga teknologi ini dalam analisis makanan.

PRINSIP-PRINSIP IMUNOASAI ENZIM
   
Teknologi imunoasai telah berkembang dari pemahaman mendasar kita tentang sistem imun yang dimiliki hewan-hewan vertebrata. Utamanya, ketika sebuah hewan terpapar terhadap zat asing yang berpotensi berbahaya, maka hewan tersebut akan melakukan mekanisme pertahanan, sebuah reaksi imun, yang memiliki tugas untuk mengidentifikasi dan merusak zat asing tersebut. Molekul-molekul utama dari mekanisme pertahanan ini adalah protein-protein yang disebut imunoglobulin atau antibodi. Antibodi-antibodi ini dihasilkan oleh sel-sel darah putih yang disebut limfosit dan dapat dideteksi dengan mudah dalam serum yang diekstrak dari darah. Melalui mekanisme yang belum dipahami sepenuhnya, molekul-molekul protein antibodi khususnya mengenali dan berkombinasi dengan molekul-molekul zat asing dan secara efektif mengekori atau menandai zat-zat tersebut untuk selanjutnya dimusnahkan. Zat-zat asing yang menginduksi produksi antibodi disebut antigen. Banyak zat termasuk protein, polisakarida, lipid, dan asam nukleat yang bisa bertindak sebagai antigen dan bahkan zat-zat yang berbobot molekul rendah seperti hormon, obat, dan toksin tertentu bisa menunjukkan produksi antibodi yang spesifik jika mereka berkonyugasi membentuk molekul yang lebih besar seperti protein. Selama 20 tahun terakhir, telah banyak kemajuan dalam memahami cara kerja sistem imun dan dalam satu artikel yang dimuat dalam Scientific American and National Geographic memberikan wawasan yang sangat mengagumkan tentang subjek ini (Tonegawa, 1985; Jaret dan Nilsson, 1986). Karakteristik utama dari sistem imun adalah (i) produksi antibodi spesifik sebagai respon terhadap sebuah antigen tertentu, dan (ii) spesifitas reaksi antibodi-antigen selanjutnya. Adalah spesifitas respons antigen-antibodi yang dimanfaatkan dalam imunoasai.

Teknologi Imunoasai
   
Pada dasarnya, teknologi imunoasai terdiri dari tahapan-tahapan berikut:

1.Produksi antibodi spesifik (Ab) terhadap sebuah antigen (Ag) (seperti enterotoxins Salmonella, Staphylococcus, protein gandum) melalui injeksi antigen ini ke dalam sebuah hewan (seperti kelinci, kambing, biri-biri).
2.Pengumpulan darah dari hewan dan pemisahan fraksi serum (antiserum) yang mengandung antibodi-antibodi.
3.Pencampuran antiserum dengan sampel uji
4.Pendeteksian interaksi antara antibodi dan antigen (Ab-Ag) spesifik yang akan terjadi jika sampel uji mengandung Ag.

Banyak metode yang tersedia untuk mengukur konyugat Ab-Ag.
   
Sesuai dengan protokol yang sederhana ini, antisera spesifik bisa dibuat secara komersial terhadap berbagai zat dan kemudian digunakan untuk menguji sampel-sampel yang diketahui untuk mencari keberadaan zat tertentu. Teknologi dasar ini telah lama diketahui dan rinciannya bisa ditemukan dalam buku teks Morris dan Clifford (1985) dan dalam buku Daussant dan Bureau (1984), Whitaker (1984), Etzler (1985) dan Swaminathan dan Konger (1986). Akan tetapi, di masa lalu teknologi ini hanya memiliki sedikit penerapan dalam analisis makanan karena teknik yang rumit dan lambat yang digunakan untuk mendeteksi interaksi antibodi-antigen.
   
Perkembangan penerapan imunoasai dalam analisis makanan terjadi dengan ditemukannya metode-metode enzimatis terbaru untuk pengukuran interaksi antibodi-antigen spesifik yang cepat, sensitif, dan akurat. Penelitian ini telah membantu perkembangan teknologi imunoasai enzim. Utamanya, ditemukan bahwa beberapa enzim bisa berkonyugasi secara kimiawi baik dengan molekul antigen maupun antibodi sedemikian rupa sehingga (i) aktivitas enzim tidak terganggu dan (ii) interaksi spesifik dari antigen-antigen yang ditandai secara enzimatis dengan antibodi atau antibodi yang ditandai secara enzimatis dengan antigen tidak terganggu. Enzim-enzim yang telah digunakan untuk menandai molekul antigen atau antibodi mencakup peroksidase horseradish, alkalin fosfatase dan berbagai glikosidase. Enzim-enzim seperti ini memiliki stabilitas yang baik dan dengan mudah diuji menggunakan teknik kolorimetri dengan menggunakan substrat-substrat yang pada telah melekat kromofor.
   
Kemajuan penting lainnya yang mempermudah perkembangan imunoasai enzim adalah kemampuan untuk mengimobilisasi molekul antigen atau antibodi pada sebuah fase padat tanpa gangguan interaksi antigen-antibodi. Berbagai fase padat telah digunakan untuk imobilisasi tetapi yang paling banyak didukung adalah tabung uji polistiren atau polivinil dan plat-plat mikrotiter. Telah ditemukan bahwa sebuah suspensi hidroksida titan merupakan sebuah fase padat yang sangat baik untuk menghentikan pergerakan bakteri untuk pendeteksian dengan imunoasai (Ibrahim dkk., 1985). Karena tahapan imobilisasi ini, imunoasai enzim pada umumnya disebut sebagai uji imunosorbent terkait enzim atau ELISA. Ada banyak prosedur berbda untuk melakukan uji ELISA, beberapa diantaranya akan disebutkan pada bab selanjutnya. Tahap-tahap dan prinsip-prinsip mendasar dari tiga prosedur ini ditunjukkan pada gambar 1. Rincian prosedur berbda yang telah dikembangkan dan manfaat pemilihan satu prosedur tretentu dibahas oleh Daussant dan Bureau (1984), Sauer dkk. (1985), Swaminathan dkk., (1985) dan Swaminathan dan Konger (1986).

(I) Imunoasai enzim langsung

1. Reaksikan material uji dengan pendukung (support) padat; zat yang akan dicari (antigen Ag) diserap ke fase padat; bilas material yang tidak terikat.

      Ag                    Ag
       |                       |      

2. Tambahkan antibodi berlabel enzim (E-Ab) yang spesifik terhadap substrat yang sedang dicari; jika ada, dia akan mengikat antibodi yang diberi label karena interaksi antigen-antibodi yang spesifik; bilas material yang tidak terikat.

      E                      E
       |                       |
      Ab                    Ab
       |                       |
      Ag                    Ag
       |                       |      

3. Tambahkan substrat enzim; antibodi yang terikat dengan enzim yang melekat menghidrolisis substrat menghasilkan sebuah reaksi yang menandakan bahwa zat ini ada dalam material uji.

Gambar 1. Prinsip-prinsip dari tiga prosedur untuk melakukan imunoasai enzim. (I) Imunoasai enzim langsung

Waktu yang diperlukan untuk melakukan uji ini berkisar antara satu hingga tiga jam. Tanpa memperhitungkan metode ELISA yang dipilih, semuanya tergantung pada ketersediaan antibodi yang sangat spesifik di pasaran. Meskipun metode konvensional produksi antibodi telah memenuhi kebutuhan ini, namun perkembangan baru dalam bidang antibodi monoklonal menawarkan cakupan yang lebih besar dan potensial untuk teknologi ELISA dalam analisis makanan.

Antibodi Monoklonal

Antibodi-antibodi yang dihasilkan oleh teknologi konvensional melalui imunisasi hewan disebut poliklonal karena antibodi spesifik dalam serum yang diambil dari hewan pada dasarnya merupakan sebuah kumpulan molekul antibodi individual yang membentuk sistem imun hewan. Limfosit individual tidak selalu membentuk molekul antibodi yang sama persis saat merespon terhadpa antigen tertentu, sehingga campuran akhir dari m olekul antibodi dalam antiserum bisa sedikit heterogen dalam hal spesifitas. Keheteroenan seperti ini pada beberapa kondisi dapat mengurangi spesifitas reaksi-reaksi ELISA dan mengarah pada data yang false-negatif dan false-positive.

(II) Imunoasai enzim “berlapis”

1. Serap antibodi (Ab) yang spesifik bagi substrat yang sedang dicari ke pendukung (support) padat; bilas material yang tidak terikat.
      Ab                    Ab
       |                       |      

2. Tambahkan material uji yang mengandung zat yang diduga (antigen Ag): zat ini, jika ada dalam larutan uji, akan terikat ke antibodi yang diserap; bilas material yang tidak terikat.
     Ag                    Ag
       |                       |
      Ab                    Ab
       |                       |      

3. Tambahkan antibodi berlabel enzim (E-Ab) yang spesifik terhadap Ab yang sedang dicari: dia akan terikat ke Ag yang ditangkap oleh lapisan pertama antibodi; bilas material yang tidak terikat.
      E                      E
       |                       |
      Ab                    Ab
       |                       |
      Ag                    Ag
       |                       |
      Ab                    Ab
       |                       |      

4. Tambahkan substrat enzim; reaksi enzim positif menandakan keberadaan zat yang diduga dalam material uji.

Gambar 1. Prinsip-prinsip dari tiga prosedur untuk melakukan imunoasai enzim. (II) Imunoasai enzim “berlapis”.

(III) Imunoasai enzim tidak langsung

1. Reaksikan material uji yang mengandung zat yang diduga (Ag) dengan pendukung (support) padat; bilas material yang tidak terikat
      Ag                    Ag
       |                       |      

2. Tambahkan antibodi spesifik (Ab1) terhadap zat yang diduga; jika zat ada dia akan mengikat Ab1 ke pendukung padat; bilas material yang tidak terikat. Dalam contoh ini, antibodi spesifik Ab1 dihasilkan oleh imunisasi kelinci.
     Ab1                    Ab1
       |                       |
      Ag                    Ag
       |                       |      

3. Tambahkan antibodi berlabel enzim (E-Ab2) yang dihasilkan pada hewan kambing dengan menggunakan Ab1 sebagai antigen; Antibodi berlabel Ab2 akan terikat ke antibodi Ab1 yang, dalam hal ini, berfungsi sebagai antigen; bilas material yang tidak terikat.
      E                      E
       |                       |
      Ab2                   Ab2
       |                       |
      Ab1                   Ab1
       |                       |
      Ag                    Ag
       |                       |      

4. Tambahkan substrat enzim; reaksi enzim positif menandakan keberadaan zat yang diduga (Ag) dalam material uji.

Gambar 1. Prinsip-prinsip dari tiga prosedur untuk melakukan imunoasai enzim. (III) Imunoasai enzim tidak langsung


Pada tahun 1975, teknologi-teknologi terbaru dilaporkan untuk produksi molekul-molekul antibodi oleh kultur sel in vitro yang didapatkan dari limfosit yang diisolasi tersendiri. Antibodi-antibodi yang dihasilkan menunjukkan kehomogenan dan spesifitas yang tinggi dan disebut antibodi monoklonal karena diperoleh dari satu turunan limfosit. Teknologi antibodi monkoklonal telah dianggap sebagai salah satu dari penemuan terpenting dalam bidang ilmu biologi selama 20 tahun terakhir dan ditujukan untuk meningkatkan pengembangan imunoasai bagi berbagai zat. Konsep ilmiah, produksi, dan aplikasi antibodi monoklonal dibahas oleh Milstein (1980), Galfre dan Milstein (1981), Capmbell (1984), Ferrone dan Dietrich (1985) dan Goldsby (1986).

Judul Asli : Principles of Enzyme Immunoassay, DNA Probe and Biosensor Technologies for Food Analysis

Penulis : Graham H. Fleet
Alih Bahasa : Masdin (http://linguist.co.nr)
Tahun : -
Sumber : -
Kata kunci:

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Relationship between glycemic index and weight loss

Prosedur dan Alat Diagnostik