LICHEN SIMPLEKS KRONIKUS DAN PRURIGO NODULARIS

Epidemiologi
   
Lichen simpleks kronikus mengenai orang dewasa, utamanya mulai dari usia 30 sampai 50 tahun. Perempuan lebih umum terkena dibanding laki-laki. Prurigo nodularis bisa terjadi pada usia berapapun, tetapi kebanyakan pasien berusia antara 20 sampai 60 tahun. Pria dan wanita memiliki kemungkinan terkena yang sama besarnya. Pasien dengan dermatitis atopik bersamaan telah ditemukan memiliki onset pada usia yang lebih dini (mean: 19 tahun) sebagaimana jika dibandingkan dengan kelompok non-atopik (mean: 48 tahun).

Etiologi dan patogenesis
   
Lichen simpleks kronikus ditimbulkan oleh penggosokan dan penggarukan akibat gatal-gatal. Nodula prurigo ditimbulkan oleh penusukan atau penggarukan yang paling umum sebagai respon terhadap gatal, meski ada juga faktor lain. Ada banyak faktor yang memicu gatal pada kedua penyakit ini, dan belum dipahami dengan baik. Hubungan yang bervariasi antara lichen simpleks kronikus dan gangguan-gangguan atopik telah dilaporkan, mulai dari sekitar 26 persen sampai 75 persen. Demikian juga, beberapa pasien yang mengalami prurigo nodularis memiliki eczema atopik. Disini, nodula prurigo terjadi bersama dengan prurigo subakut, lichenifikasi, dan xerosis. “Prurigo Besnier” menunjuk pada nodula prurigo yang ditemukan pada dermatitis atopik. Pada kelompok prurigo nodular non-atopik, penyebab sistemik dari pruritus, termasuk insufisiensi ginjal, hipertiroidisme atau hipotiroidisme, gagal hati, penyakit HIV, infeksi parasit, atau tumor ganas, harus dievaluasi. Hepatitis B dan C telah dilaporkan memiliki hubungan tanpa adana gagal hati. Prurigo nodularis juga telah dilaporkan terjadi pada penyakit celiac dengan ada atau tidak adanya dermatitis herpetiformis.
   
Faktor-faktor lingkungan telah diketahui terlibat dalam menimbulkan gatal, seperti panas, keringat, dan iritasi yang terkait dengan lichen simpleks kronikus anogenital. Keberadaan faktor emosional atau psikologis pada pasien yang mengalami prurigo nodularis dan lichen simpleks kronikus telah disinggung dalam literatur. Salah satu penelitian terhadap pasien prurigo nodularis menemukan bahwa sekitar setengah dari 46 pasien memiliki riwayat depresi, kecemasan, atau gangguan-gangguan psikologis yang dapat diobati lainnya. Pasien lichen simpleks kronikus juga memiliki skor depresi yang lebih tinggi pada salah satu penelitian. Apakah faktor-faktor emosional ini disebabkan oleh penyakit dermatologi utama, atau apakah merupakan penyebab utama, masih belum jelas. Telah diduga bahwa neurotransmitter yang mempengaruhi mood, seperti dopamin, serotonin, atau opioid peptida, memodulasi persepsi gatal melalui jalur-jalur spinal ke bawah. Gangguan obsesif-kompulsif juga telah ditemukan terkait dengan penggarukan pada kondisi-kondisi ini.
   
Pada tingkat mikroskopis, jumlah sel Merkel yang meningkat juga ditemukan di sekitar serat-serat saraf dermal dan sel-sel mast pada prurigo nodularis. Diduga bahwa kompleks ini bisa memperantarai persepsi sentuhan dan gatal yang meningkat secara tidak normal pada pasien-pasien ini. Faktor pertumbuhan saraf diekspresikan secara berlebihan pada lesi-lesi prurigo nodularis dan telah diketahui terlibat dalam patogenesis hiperplasia neural kutaneous karakteristik yang diamati. Faktor pertumbuhan saraf dihasilkan dan dilepaskan oleh sel-sel mast, yang meningkat jumlah dan ukurannya pada irisan-irisan histologis. Faktor pertumbuhan ini meningkatkan ekspresi neuropeptida, seperti peptida yang terkait gen kalsitonin dan zat P. Zat-zat ini dianggap memperantarai inflamasi dan gatal.

Gambaran Klinis

Riwayat. Gatal-gatal parah merupakan tanda dari lichen simpleks kronikus. Gatal-gatal bisa bersifat paroksismal, kontinyu, atau sporadis. Penggarukan dan penggosokan bisa dilakukan secara sadar dan secara langsung menggantikan sensasi gatal dengan nyeri, atau bisa tidak disadari, yang terjadi selama tidur. Keparahan gatal lebih buruk dengan adanya keringat, panas, atau iritasi dari pakaian. Gatal-gatal juga lebih buruk pada saat terjadi gangguan psikologis.

Lesi kutaneous. Pada lichen simpleks kronikus, penggarukan dan penggosokan berulang menghasilkan plak lichenifikasi (kulit menebal dengan bintik-bintik kulit yang menonjol), bersisik disertai eksoriasi. Hiperpigmentasi dan hipopigmentasi ditemukan beserta kronisitas. Biasanya, hanya satu plak yang ditemukan; akan tetapi, lebih dari satu tempat bisa terlibat. Tempat yang paling umum terlibat adalah kulit kepala, tengkuk leher (khususnya pada wanita), engkel, aspek ekstensor dari ekstremitas, dan daerah anogenital. Labia majora pada wanita dan skrotum pada pria (Gambar 15.4) merupakan tempat yang paling umum untuk keterlibatan anogenital. Paha dalam atas juga bisa terkena.
   
Nodula-nodula prurigo berbeda-beda ukurannya mulai dari 0,5 sampai 3,0 cm dan saat dipalpasi terasa keras. Permukaannya bisa hiperkeratotik atau krateriform. Sering ada eksoriasi. Pruritus biasanya parah. Tungkai terkena pada kebanyakan kasus, khususnya aspek-aspek ekstensor (Gbr. 15-5). Abdomen dan sacrum merupakan bagian selanjutnya yang paling umum terlibat dalam salah satu penelitian. Wajah dan telapak tangan jarang terlibat; akan tetapi, nodula-nodula bisa terjadi pada tempat manapun yang bisa dicapai oleh pasien. Lesi-lesi bisa bervariasi jumlahnya mulai dari beberapa hingga lebih dari 100. Nodula-nodula sembuh disertai hiperpigmentasi atau hipopigmentasi pasca-inflamasi dengan atau tanpa scarring.

Temuan-temuan fisik terkait. Pada pasien yang menderita eczema atopik, kulit yang terlibat sering mengalami lichenifikasi dan xerotik. Pada pasien non-atopik, tanda-tanda kutaneous penyakit sistemik atau limfadenopati, limfoma, bisa ditemukan.

Uji Laboratorium
   
Pada pasien yang menderita prurigo nodularis dimana penyebab sistemik pruritus yang bersangkutan diduga, maka uji jumlah sel darah lengkap dengan jumlah banding, uji ginjal, hati, dan fungsi tiroid bisa direncanakan. Sinar-x dada bisa didapatkan untuk membedakan limfoma. Pengujian virus HIV juga bisa diindikasikan. Kebutuhan akan evaluasi yang lebih ekstensif bisa dikhususkan bagi pasien tertentu berdasarkan riwayat pasien dan hasil tes-tes yang telah disebutkan.

Uji Khusus
   
Pada sampel histopatologi, lichen simpleks kronikus menunjukkan derajat hiperkeratosis yang berbeda-beda disertai parakeratosis dan ortokeratosis, hipergranulosis, dan hiperplasia epidermal psoriasiformis. Dermis papillary menunjukkan penebalan kolagen dengan berkas-berkas kolagen kasar dan alaposan vertikal. Ada banyak infiltrat inflammatory di sekitar pleksus vaskular superfisial dengan limfosit, histiosit, dan eosinofil. Sebuah biopsi juga bisa menunjukkan gangguan pruritus primer yang telah mengarah pada lichenifikasi sekunder, seperti psoriasis.
   
Temuan epidermal pada prurigo nodularis cukup mirip dengan lichen simpleks kronikus. Lesi yang terbentuk lebih papular dengan hiperplasia epidermal bulbosa. Perubahan-perubahan dermal papillary juga menyerupai lichen simpleks kronikus. Terdapat hiperplasia neural kutaneous dengan berkas-berkas saraf yang menebal dan peningkatan serat-serat saraf dengan staining S-100. Ini tidak ditemukan pada gangguan-gangguan pruritus lain, termasuk lichen simpleks kronikus.

Diagnosis Banding

Lichen simpleks kronikus

Kemungkinan besar
   Eczema atopik lichenifikasi
   Psoriasis lichenifikasi
   Lichen planus hipertropi


Pertimbangkan
   Genital: Penyakit Paget Ekstramammar

Pastikan Keberadaan
   Vulva, perianal: lichen sklerosus bersangkutan, HPV, atau tinea cruris
   Scrotum: HPV bersangkutan atau tinea cruris

Prurigo nodularis

Kemungkinan besar
   Penyakit perforasi
   Lichen planus hipertropi
   Pemfigoid nodularis
   Aktinik prurigo
   Keratoacanthoma berganda

Pertimbangkan
   Skabies nodular
   Dermatitis herpetiformis

Komplikasi
   
Penelitian telah menunjukkan bahwa terdapat gangguan siklus tidur pada pasien lichen simpleks kronikus. Tidur dengan pergerakan mata yang tidak cepat terganggu, dan pasien mengalami peningkatan indeks gangguan (terjaga dari tidur) yang disebabkan oleh penggarukan.

Prognosis dan Perjalanan Klinis
   
Kedua penyakit ini memiliki perjalanan kronis dengan persistensi atau rekurensi lesi. Pemburukan bisa terjadi sebagai respon terhadap tekanan emosional.

Pengobatan
   
Pengobatan ditujukan untuk menghambat siklus gatal-garuk. Penyebab sistemik gatal harus diidentifikasi dan ditangani. Pada kedua kondisi ini, tindakan-tindakan utama untuk mengontrol gatal-gatal mencakup steroid topikal kuat, paling baik dengan oklusi, serta preparasi antipruritus nonsteroid seperti metanol, fenol, atau pramoksin. Emolien merupakan terapi pembantu yang penting. Steroid-steroid intralesional, seperti triamnicolon asetonida, yang diberikan dengan berbagai konsentrasi berdasarkan ketebalan plak atau nodula, bisa bermanfaat. Antihistamin sedasi, seperti hidroksizin, atau antidepressant trisiklik, seperti doksepin, bisa digunakan untuk menghilangkan gatal-gatal di malam hari pada kedua kondisi ini. Inhibitor reuptake serotonin yang selektif ion telah direkomendasikan untuk meredakan pruritus di siang hari atau pada pasien yang mengalami gangguan obsesif-kompulsif.
   
Capsaicin, kalsipotriena, takrolimus topikal, dan krioterapi, dengan atau tanpa injeksi steroid intralesional, telah berhasil digunakan dalam pengobatan prurigo nodularis. Ultraviolet B berkas sempit dan berkas luas, serta psoralen oral dan topikal dan sinar ultraviolet A, menunjukkan efikasi dan diindikasikan pada kasus yang parah. Thalidomid dan siklosporin juga menunjukkan manfaat. Naltrekson telah menunjukkan efikasi pada beberapa kasus.
   
Pentingnya menghindari penggarukan harus dibahas dengan pasien. Kuku harus dibiarkan pendek dan tindakan-tindakan oklusif seperti selaput plastik, pita steroid topikal, atau Unna boots pada kasus-kasus yang parah, mungkin diperlukan.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Relationship between glycemic index and weight loss

Prosedur dan Alat Diagnostik