Efek Konsumsi Peptida Kolagen Terhadap Kerusakan Kulit Imbas UV-B

Abstrak

Pengaruh konsumsi harian peptida kolagen terhadap kerusakan kulit yang ditimbulkan oleh radiasi UV-B berulang diuji dalam penelitian ini. Konsumsi peptida kolagen (0,2 kg/hari) menekan penurunan hidrasi kulit, hiperplasia epidermis, dan penurunan kolagen tipe I terlarut yang ditimbulkan oleh UV-B. Hasil-hasil ini menunjukkan bahwa peptida kolagen dapat dijadikan sebagai suplemen makanan untuk menekan kerusakan kulit imbas UV-B dan photoaging.

Kata kunci: photoaging: kolagen tipe I; hidrasi kulit

Kolagen merupakan protein yang paling melimpah dalam badan vertebrata, yang membentuk sekitar sepertiga dari total protein. Kolagen yang diekstrak dengan air panas dari tulang dan kulit hewan, atau sisik ikan disebut gelatin, dan hidrolisatnya sering disebut peptida kolagen jika digunakan sebagai sebuah suplemen. Konsumsi gelatin atau peptida kolagen mempengaruhi berbagai fungsi tubuh, termasuk tulang, urat daging tumit, dan kulit serta apendase kulit. Salah satu gangguan dari luar yang merusak kulit adalah radiasi ultraviolet. Ultraviolet dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan panjang gelombangnya, yaitu: UV-A (400-315 nm).
UVB (315-280 nm) dan UV-C (<280 nm). Keterpaparan kulit yang berulang-ulang terhadap UV-B menghasilkan fenotip kulit menua (hotoaging), termasuk pembentukan keriput. Walaupun konsumsi peptida kolagen memiliki banyak efek bermanfaat terhadap badan termasuk kulit, namun masih belum diketahui apakah cedera kulit imbas UV-B juga dipengaruhi oleh konsumsi peptida kolagen. Dalam penelitian ini, kami memberikan peptida kolagen yang diambil dari sisik ikan kepada mencit gundul yang dipaparkan berulang-ulang ke sinar UV-B selama 6 pekan, dan kerusakan kulit imbas UV-B dievaluasi.

Semua eksperimen hewan yang dilakukan disetujui oleh Komite Etis Tokyo University of Agriculture and Technology. Mencit gundul Hos:HR-1 jantan berusia 6 pekan (SLC Japan,Tokyo) dikandangkan dalam sangkar-sangkar kolektif pada suhu 20±2oC pada siklus 12-jam terang/12-jam gelap, dengan akses bebas terhadap air dan makanan. Setelah 5 hari penyesuaian, mencit-mencit dibagi menjadi tiga kelompok (tujuh mencit per kelompok) sedemikian rupa sehingga berat badan dan hidrasi stratum korneum tidak berbeda signifikan diantara kelompok. Peptida Kolagen (GCP-A, Nippi, Tokyo; yang diambil dari sisik Tilapia zillii) dilarutkan dalam air suling pada konsentrasi 0,025g/mL dan diberikan lewat mulut pada dosis 0,2g/kg berat badan setiap hari. Mencit-mencit dikandangkan dalam sangkar stainless steel (5x9x4 cm) dan diberikan radiasi UV-B (0,3 mW/cm2) yang demisikan dari lampu UV-B (GL20SE; Sakyo Denki, Tokyo). UV-B diberikan 3 kali per pekan masing-masing 1 menit, pada pekan pertama. Waktu keterpaparan selanjutnya ditingkatkan menjadi 2 menit x 3 kali per pekan pada pekan ke-2, 3 menit x 3 kali pada pekan ke-3, dan 4 menit x 2 kali pada pekan ke-4, dan terakhir dipertahankan pada 3 menit x 7 kali pada pekan ke-5 dan ke-6 (total energi, 0,846J/mencit).

Hidrasi stratum korneum kulit belakang diukur satu kali sepekan dengan Corneometer CM 825 setelah disimpan pada 20±2oC dan 50±5% kelembaban selama 2 jam. Setelah periode eksperimental 6-pekan, mencit disembelih dengan dislokasi servikal, dan tujuh sampel kulit dari masing-masing kelompok disatukan dan diekstraksi proteinnya. Kolagen tipe I yang diekstraksi divisualisasikan dengan western blot menggunakan antiserum kelinci terhadap kolagen tipe I asal kulit babi sebagai antibodi pertama, dan anti-IgG-kelinci IgG monoklonal mencit berlabel peroksida horseradish digunakan sebagai antibodi ke-dua. Sampel-sampel kulit juga diambil setelahj periode eksperimental 6-pekan dan dipersiapkan untuk pemeriksaan histologis. Empat tempat dipilih secara acak dari setiap mencit, dan ketebalan epidermis diukur dibawah mikroskop dengan menggunakan software Axio Vision (versi 4.5). Nilai mean dari empat nilai untuk masing-masing mencit digunakan untuk meghitung nilai mean dan Standar Deviasi untuk masing-masing kelompok eksperimental. Perbedaan nilai mean untuk masing-masing kelompok dianalisis dengan metode Tukey-Kramer dengan menggunakan software Prism 4 (MDF, Tokyo).

Selama periode eksperimental, berat badan tidak berbeda signifikan diantara mencit-mencit yang tidak disinari [kelompok UVB(-)], mencit-mencit yang disinari UV-B (kelompok UVB), dan mencit-mencit yang disinari UV-B yang mengkonsumsi peptida kolagen (kelompok UVB+kolagen) (data tidak ditunjukkan). Setelah 3 pekan, hidrasi stratum korneum pada kelompok UV-B jauh lebih rendah dibanding pada kelompok UVB(-). Akan tetapi, hidrasi stratum korneum tidak menurun signifikan pada mencit tersinari UV-B yang mengkonsumsi peptida kolagen (UVB+kolagen) dibanding dengan UVB(-) (data tidak ditunjukkan). Setelah 5 pekan (Gbr. 1) atau 6 pekan (data tidak ditunjukkan), hidrasi kulit pada kelompok UVB+kolagen jauh lebih tinggi dibanding pada kelompok UVB. Hasilnya, pada Gbr.1 menunjukkan bahwa konsumsi peptida kolagen menekan perubahan daerah terluar kulit, stratum korneum epidermis, akibat UV-B. Dengan demikian, kami menguji efek konsumsi peptida kolagen terhadap ketebalan epidermis. Ketebalan epidermis pada kelompok UVB (Gbr. 2B, 37,8±9,5µm) jauh lebih besar dibanding kelompok UVB(-) (Gbr. 2A, 27,1±5,9µm) pada 6 pekan. Berbeda dengan itu, peningkatan ketebalan epidermis ini ditekan oleh konsumsi peptida kolagen (Gbr. 2C, 31,1±5,6µm), dan tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan antara kelompok UVB(-) dan kelompok UVB+kolagen. Efek UV-B terhadap dermis diuji dengan analisis Western blot untuk kolagen tipe I terlarutkan. Kolagen tipe I terlarutkan menurun signifikan dengan radiasi UV-B berulang selama 6 pekan (Gbr. 3, Lane 1 dn 2); jumlah relatif kolagen tipe I pada kelompok UVB adalah 47, dan kelompok UVB(-) memiliki nilai relatif 100. Akan tetapi, penurunan kolagen tipe I terlarutkan terbukti ditekan oleh konsumsi peptida kolagen (jumlah relatif, 117; Gbr. 3, lane 3). Hasil-hasil ini menunjukkan bahwa perubahan kulit dalam epidermis atau dermis ditekan oleh konsumsi peptida kolagen setiap hari. Sehingga penelitian ini menandakan bahwa konsumsi peptida kolagen bisa menekan kerusakan kulit yang diakibatkan oleh UVB.

Keterpaparan kronis terhadap radiasi UV-B diketahui merusak struktur dan fungsi kulit, dan menimbulkan photoaging, ditandai dengan keriput, laksitas, kekasaran, dan pigmentasi tidak beraturan. Radiasi UV-B memicu produksi spesies oksigen reaktif (ROS) yang merusak mekanisme pertahanan anti-oksidatif kulit, yang mana menghasilkan penekanan imun, pembentukan kanker, dan penuaan kulit prematur melalui oksidasi komponen seluler dan non-seluler. Mekanisme photoaging telah direview oleh Yaardan Gilchrest. ROS mengaktivasi reseptor-reseptor permukaan sel seperti reseptor faktor pertumbuhan epidermis (EGFR) dan mengarah pada pensinyalan intraseluler. Ekspresi faktor nuklear AP-1 ditimbulkan oleh kinase teraktivasi, protein 61 kaya cystein imbas UV-B (CYR61), atau ROS itu sendiri. Transkripsi AP-1 yang meningkat dan aktivitasnya mengganggu sintesis kolagen dan meningkatkan enzim pendegradasi matriks MMP-1 dan MMP-3. Ini juga memblokir efek TGF-β, dengan menekan ekspresi gen kolagen dan dengan mengaktivasi proliferasi keratinosit. Proliferasi epidermal yang meningkat (hiperplasia) dan produksi kolagen sebagian dipicu oleh ekspresi SMAD7 imbas UV-B juga. Disisi lain, radiasi UV-B mengaktivasi faktor nuklear lainnya, NF-kB, yang menghasilkan ekspresi sitokin proinflamasi dan MMP. Sehingga radiasi UV-B menghasilkan hiperplasia epidermal dan menurunkan kolagen dalam dermis melalui perubahan transduksi sinyal dan transkripsi gen-gen relevan.

Kolagen yang dikonsumsi dicerna dan diserap dalam saluran pencernaan dan disalurkan kedalam darah sebagian dalam bentuk peptida. Penjelasan yang mungkin untuk efek peptida kolagen adalah sebagai berikut: pertama, aktivitas antioksidatif, dan ke-dua, aktivitas biologis lain dari peptida asal peptida-kolagen.

Efek peptida kolagen yang dikonsumsi terhadap kerusakan kulit imbas UV-B yang ditemukan dalam penelitian ini bisa disebabkan oleh aktivitas antioksidatif dari peptida asal peptida-kolagen ini, karena peptida-kolagen ditemukan sebagai antioksidatif in vivo meskipun masih perlu diselidiki apakah konsentrasi peptida asal peptida-kolagen ini dalam kulit cukup tinggi untuk dapat menunjukkan aktivitas antioksidatif. Disisi lain, dilaporkan bahwa peptida-kolagen bentuk peptida dalam darah mengandung oligopeptida-oligopeptida seperti prolyl-hidroksiprolin (Pro-Hyp). Telah dilaporkan bahwa Pro-Hyp memiliki aktivitas kemotaktis untuk fibroblast. Walaupun masih belum jelas apakah Pro-Hyp memperantarai fungsi kolagen yang dikonsumsi, namun cukup beralasan jika kita berspekulasi bahwa Pro-Hyp mempengaruhi jalur transduksi sinyal dari keratinosit epidermis dan/atau fibroblast dermis dan mengantagonis efek radiasi UV-B. Pada kejadian tersebut, Pro-Hyp bisa secara langsung mempengaruhi fungsi sel-sel epidermis. Juga ada kemungkinan bahwa Pro-Hyp mempengaruhi fungsi sel-sel dermal dan akibatnya merubah fenotip keratinosit, karena fungsi keratinosit bisa diregulasi oleh sel-sel dermis. Pada setiap kemungkinan ini, distribusi in vivo oligopeptida dan aktivitas-aktivitas biologisnya masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Relationship between glycemic index and weight loss

Prosedur dan Alat Diagnostik