VITAMIN-VITAMIN ANTIOKSIDAN: Apakah manfaat terhadap atlet lebih besar dari bahaya yang ditimbulkan?

Oksigen memberikan energi yang kita perlukan untuk menyambung hidup, termasuk kemampuan untuk menggerakkan otot dan kontraksi muskular. Ini menjelaskan mengapa oksigen – dan kemampuan untuk menyerap, mentransport, dan menggunakannya – begitu penting bagi para atlet yang butuh stamina tinggi, yang memerlukan banyak hal untuk mempertahankan kekuatan dan hasil kerja yang maksimum.
   
Akan tetapi, molekul oksigen merupakan pedang yang bersisi dua. Reaktivitas kimiawi yang sama juga bisa merusak komponen seluler melalui spesies molekuler berpotensi merusak dan sangat reaktif yang disebut sebagai radikal bebas, yang mutlak dihasilkan sebagai konsekuensi dari pemanfaatan energi kimiawi dari oksigen dalam tubuh.

  
Tanpa mengetahui rincian kimiawi, sebuah radikal bebas hanya merupakan sebuah molekul yang mengandung elektron tidak berpasangan. Tapi mengapa begitu penting? Hukum fisika menentukan bahwa elektron-elektron hanya akan “senang” dan stabil jika berpasangan dengan sebuah elektron partner, yang mana menjelaskan mengapa molekul-molekul kimia yang stabil atau non-reaktif hampir selalu memiliki ikatan kimiawi yang mengandung sepasang elektron berpasangan..
   
Atom atau molekul yang mengandung elektron tunggal atau tidak berpasangan sangat “tidak senang”; dia memiliki banyak energi, sangat tidak stabil dan sangat reaktif, sehingga sangat mudah menangkap sebuah elektron dari tempat lain untuk membentuk pasangan elektron yang stabil. Inilah kelakuan dari radikal bebas: molekul atau fragmen-fragmen molekul yang mengandung elektron tidak berpasangan, cenderung menangkap elektron dari ikatan kimia lain untuk membentuk pasangan elektron yang stabil.
   
Tetapi dengan melakukan ini, dan dengan mencuri satu elektron dari sebuah molekul yang sebelumnya mengandung pasangan elektron, radikal kedua akan terbentuk, yang mana bisa dengan sendirinya kembali menangkap elektron dari molekul lain. Ketika radikal bebas dihasilkan dalam tubuh, reaksi rantai pun terbentuk dimana ribuan molekul diambil satu elektronnya dan kemudian mencari elektron lain dari molekul lainnya.

Reaksi rantai menyebabkan ketidakteraturan
   
Coba anda perhatikan bagaimana sekiranya dalam satu kelas seorang guru membagikan 29 buku kepada 30 siswa? Jika anda tidak kebagian buku, anda akan merampas buku dari teman anda yang lain; ketika teman anda tersebut mengetahui, dia akan mengambil buku teman lainnya, dan seterusnya seperti itu.
   
Reaksi rantai radikal bebas berlangsung sangat cepat. Satu radikal bebas bisa dengan mudah menghasilkan sebuah rantai yang terdiri dari ratusan milyar reaksi dalam waktu sekejap. Setiap radikal bebas dalam rantai tersebut memiliki eksistensi yang sangat singkat, kemungkinan hanya seperseratus juta detik, sebelum mengambil kembali sebuah elektron dari ikatan kimia lainnya. Untuk alasan inilah radikal bebas tidak akan dapat dideteksi.
   
Tetapi hal penting tentang radikal bebas adalah kerusakan yang disebabkan dalam sel. Jika elektron keluar dari ikatan kimia yang menopang struktur seperti dinding sel atau DNA, kerusakan permanen terhadap sel dan/atau material genetiknya bisa menjadi hasil akhir. Dan kerusakan ini sekarang dianggap sebagai salah satu penyebab mendasar penyakit degeneratif, inflamasi dan proses penuaan secara umum.
   
Meski demikian, berita baiknya adalah bahwa tubuh manusia telah dilengkapi dengan beberapa sistem yang mampu menonaktifkan radikal-radikal bebas yang dihasilkan sebagai akibat dari metabolisme erobik, dan mendisipasi energinya tanpa membahayakan. Sistem ini dikenal sebagai sistem pertahanan antioksidan, dimana sistem-sistem ini menggunakan enzim-enzim antioksidan (molekul-molekul protein besar yang dibuat dalam tubuh) dan gizi antioksidan (yang dikonsumsi dari makanan) untuk menghilangkan aktivitas radikal bebas yang tidak diinginkan, mengumpulkan energi dari elektron-elektron tidak berpasangan ini dan memutus ranta reaksi radikal bebas, sehingga meminimalisir kerusakan bagi tubuh.
   
Belakangan ini, telah banyak spekulasi bahwa para atlet, yang tidak hanya mengkonsumsi lebih banyak oksigen dibanding lainnya untuk latihan yang mereka lakukan tetapi juga sering latihan mendekat asupan oksigen yang maksimum, bisa mengalami risiko meningkat untuk kerusakan radikal bebas, atau “tekanan oksidatif”.
   
Para atlet tidak hanya mengolah volume oksigen yang lebih besar dibanding orang yang tidak aktif secara fisik – mereka juga mengolahnya pada laju yang lebih tinggi; selama latihan, laju pengolahan oksigen oleh mitokondria (tungku penghasil energi dalam sel) bisa meningkat dengan faktor 20, menggantikan permintaan yang sangat tinggi terhadap sistem-sistem pertahanan antioksidan.
   
Fakta bahwa generasi radikal bebas benar-benar meningkat selama latihan tidak lagi diragukan. Akan tetapi, masih ada ketidakjelasan tentang implikasi peningkatan pembentukan radikal bebas ini. Ada tiga pertanyaan kunci:

1.Apakah tekanan oksidatif yang meningkat ini mengarah pada kerusakan biologis signifikan dalam sel para atlet?

2.Bisakah tubuh seorang atlet beradaptasi terhadap tekanan oksidatif yang meningkat ini dengan menghasilkan kadar enzim antioksidan yang lebih tinggi.

3.Bisakah pertahanan antioksidan atlet diperkaya dengan mencerna jumlah nutrien antioksidan makanan, termasuk beta karoten, vitamin C, vitamin E dan mineral selenium?

Jawaban terhadap pertanyaan pertama belum jelas. Dua teknik handal, yang dikenal sebagai “resonansi magnetik” dan “spektrometri resonansi paramegnetik” sekarang ini memungkinkan para ilmuwan untuk secara langsung mengukur konsentrasi radikal-radikal bebas selama olahraga dan bisa digunakan untuk mendeteksi radikal “superoksida”, salah satu dari spesies radikal yang paling reaktif dan paling merusak. Akan tetapi, kebanyakan dari penelitian ini dilakukan pada hewan dan bukan pada manusia; disamping itu juga, tidak mungkin membuktikan secara konklusif bahwa produksi radikal superoksida yang meningkat secara otomatis mengarah pada kerusakan akibat radikal bebas.
   
Sebuah pendekatan alternatif adalah mencari tanda-tanda kerusakan radikal bebas bukan mencari ada atau tidak adanya radikal bebas itu sendiri. Salah satu metode paling umum adalah mengukur berapa banyak peroksidasi lipid yang terjadi. Apabila radikal-radikal bebas oksigen menyerang membran lipid di sekitar sel, molekul-molekul yang disebut peroksida terbentuk. Peroksida-peroksida  ini tidak dihasilkan pada jalur metabolik yang lain, sehingga peningkatan konsentrasi peroksida bisa dipastikan sebagai tanda bahwa lebih banyak tekanan oksidatif yang telah terjadi. Teknik lain bisa dengan mencari tanda atau fragmen DNA yang dirusak oleh radikal oksigen, seperti 8-hidroksiguanin.
   
Akan tetapi, penting untuk diketahui bahwa pada manusia tes-tes ini rentan mengalami kesalahan. Banyak dari penanda tekanan oksidatif ini yang sangat rapuh dan mudah terdegradasi sebelum analisis, sedangkan zat-zat lainnya bisa mengganggu reagen penguji, yang menghasilkan pembacaan keliru. Dengan bergantung pada satu penanda untuk mengukur tekanan oksidatif pada manusia akan menimbulkan kesulitan dan kemungkinan menjelaskan beberapa hasil bersilangan yang telah muncul dari trial-trial klinis.
   
Sebagai contoh, penignkatan kadar sebuah molekul dalam darah yang disebut monodialdehid (MDA), yang terbentuk dalam tubuh ketika lipid dirusak oleh radikal oksigen, telah ditemukan setelah:

berlari 80k
tes treadmill 30-menit pada 60% sampai 90% penangkapan oksigen maksimal
berlari menurun
uji bersepeda incremental sampai lelah pada laki-laki yang dilatih sedang dan yang tidak aktif secara fisik.
Sebaliknya, tidak ada peningkatan MDA yang ditemukan setelah:

setengah-maraton
60 menit latihan bench-stepping
latihan ergometri sepeda maksimum
latihan ergometri sepeda inkremental pada atlet elit
Implikasi hasil-hasil yang konflik ini adalah bahwa tes untuk tekanan oksidatif dan kerusakan pada manusia perlu diinterpretasi secara hati-hati, khususnya ketika digunakan penanda tunggal.

Adaptasi terhadap tekanan oksidatif
   
Tubuh manusia bisa beradaptasi dengan berbagai pemicu stres lingkungan dan metabolik, sehingga bisakah tubuh kita beradaptasi ke tekanan oksidatif? Pada keadaan keseimbangan, bukti menunjukkan bahwa bisa. Beberapa penelitian telah membandingkan sistem pertahanan antioksidan atlet sebelum dan sesusah peningkatan intensitas atau durasi latihan dan telah menemukan bahwa volume dan intensitas latihan yang meningkat menstimulasi produksi enzim-enzim antioksidan dalam tubuh, yang mencakup glutation peroksidase dan superoksida dismutase.
   
Lebih daripada itu, beberapa penelitian juga telah menunjukkan bahwa peningkatan enzim-enzim antioksidan ini bisa mengurangi kadar penanda tekanan oksidatif dalam darah setelah pelatihan, sehingga tampak memberikan perlindungan terhadap kerusakan oksidatif.
   
Akan tetapi, hasil-hasil ini masih perlu diinterpretasi dengan hati-hati karena banyak penelitian yang telah menggunakan penanda status antioksidan berbeda dan tingkat latihan subjek yang berbeda. Yang lebih penting lagi, masih diperdebatkan apakah peningkatan produksi enzim antioksidan yang ditemukan cukup untuk melawan peningkatan tekanan oksidatif dari muatan latihan yang berat, yang telah menyebabkan dianjurkannya agar para atlet harus melakukan tahapan-tahapan untuk meningkatkan ketahanan mereka dengan suplementasi diet dengan gizi antioksidan.
   
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa gizi antioksidan tertentu bisa mengurangi tekanan oksidatif ketika disuplementasi pada tingkat yang lebih tinggi dari yang biasanya ditemukan pada diet. Sebagai contoh, kelompok yang disuplementasi dengan selenium dari laki-laki sejhat menghasilkan kadar glutation peroksidase yang secara signifikan lebih tinggi (salah satu enzim antioksidan utama pada tubuh) sebagai respons terhadap aktivitas berlakir mendaki dan bersepeda pada intensitas berbeda (65-100% VO2maks) dibanding sebuah kelompok kontrol.

Efek bermanfaat dari vitamin E
   
Efek bermanfaat yang serupa telah ditemukan untuk vitamin E. Dalam sebuah penelitian jangka panjang terhadap pembalap sepeda yang memerlukan stamina tinggi, sebuah kelompok yang disuplementasi dengan vitamin E pada 10 kali tingkat normal menunjukkan peningkatan MDA darah yang lebih kecil setelah latihan dibanding kelompok plasebo. Pembalap sepeda yang disuplementasi juga memiliki kadar kreatinin kinase darah yang lebih rendah (sebuah protein yang normalnya ditemukan dalam otot, yang bisa masuk ke dalam darah setelah kerusakan membran), sehingga menandakan adanya efek protektif vitamin E terhadap kerusakan otot yang ditimbulkan oleh tekanan oksidatif.
   
Penelitian-penelitian lain juga telah menandakan bahwa suplementasi vitamin e bisa membantu mengurangi kerusakan oksidatif selama latihan. Apabila pembalap sepeda disuplementasi dengan vitamin E pada laju 40 kali RDA, jumlah pentana yang mereka hembuskan dari paru-paru mereka (pentana adalah sebuah gas yang dihasilkan oleh peroksidasi lipid) berkurang signifikan.

Perlindungan dari vitamin C
   
Juga ada beberapa bukti, meskipun kurang meyakinkan, bahwa vitamin C memberikan proteksi antioksidan, khususnya apabila diberikan bersama dengan vitamin E. Sebagai contoh,  400IU (Unit Internasional) dari vitamin E dan 200 mg vitamin C yang diminum selama empat pekan sebelum lari maraton menghasilkan pengurangan kadar MDA darah dengan ceppat setelah kejadian yang berlangsung 24 jam.
   
Akan tetapi, penelitian-penelitian lainnya telah menimbulkan ekraguan terhadap efikasi suplementasi gizi antioksidan. Para atlet yang mengkonsumsi baik 2.000mg per hari vitamin C atau plasebo karbohidrat diminta untuk berlari 270k, setelah mana kadar diena (sebuah penanda peroksidasi lipid) dalam darah mereka diukur. Tidak ada perbedaan yang ditemukan diantara kelompok.
   
Penelitian lain yang membandingkan para atlet yang disuplementasi dengan kombinasi gizi-gizi antioksidan (249mg vitamin E, 1.000mg vitamin C dan 60 mg koenzim Q10) dan plasebo sebelum berlari 31k menemukan bahwa potensial antioksidan darah (sebuah ukuran total aktivitas antioksidan) meningkat substansial pada kelompok yang disuplementasi; akan tetapi, tidak pengurangan jumlah konyugasi diena lipoprotein berkepadatan rendajh (sebuah ukuran tekanan oksidatif dalam aliran darah).
   
Sebuah penelitian di Amerika yang menguji efek vitamin C suplemental (500mg per hari) dan vitamin E (400IU per hari) selama dua bulan terhadap kerusakan oksidatif pada DNA dengan mengukur kadar sebuah zat penanda yang disebut 8-hidroksi-2'-deoksiguanosin (8-OHdG) yang diekskresikan dalam urin. Para peneliti ini juga mengumpulkan informasi yang rinci tentang diet dari masing-masing 184 subjek dalam penelitian. Mereka menemukan bahwa, melalui perbandingan dengan plasebo, tidak ada dari vitamin ini yang mengurangi jumlah 8-OHdG yang diekskresikan. Mereka juga menemukan bahwa semakin besar tingkat olahraga, semakin rendah tingkat kerusakan penanda DNA, sehingga mendukung hipotesis bahwa tubuh bisa meningkatkan sistem pertahanan antioksidannya sebagai respons terhadap tekanan oksidatif yang meningkat.
   
Walaupun asupan buah dan sayuran yang meningkat terkait dengan peningkatan asupan vitamin C pada makanan (buah dan sayuran sangat kaya akan vitamin ini), namun para peneliti tidak yakin bahwa kadar vitamin yang lebih tinggi ini menyebabkan pengurangan kerusakan DNA (justru pengurangan ini harus terlihat pada kelompok yang disuplementasi, tetapi kenyataannya tidak). Mereka justru menyimpulkan bahwa harus ada zat-zat aktif biologis lainnya dalam buah dan sayuran yang bertanggung jawab terhadap efek protektif ini.

Kasus untuk suplemen
   
Dengan ketidakpastian sekarang ini tentang efektifitas suplementasi gizi antioksidan, maka apakah tidak wajar bagi para atlet untuk meminum suplemen yang mengandung campuran gizi-gizi antioksidan yang aman? Mungkin tidak, karena sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa, beberapa gizi antioksidan bisa saling menghambat satu sama lain. Tujuh pembalap sepeda laki-laki yang dilatih diobati dengan empat resimen suplementasi berbeda, sebagai berikut:

plasebo
1.000mg vitamin C
400IU vitamin
1.000 vitamin C plus 400IU vitamin E

Setelah menyelesaikan latihan pada ergometer, sampel-sampel darah diambil dan  dianalisis untuk MDA (sebuah penanda peroksidasi lipid). Seperti yang diharapkan, tidak ada perbedaan dalam hal manfaat kinerja diantara resim-resim suplementasi berbeda. Sejalan dengan penelitian-penelitian lain, juga ditemukan bahwa kombinasi vitamin C dan E mengurangi kadar MDA darah.
   
Akan tetapi, para peneliti dikejutkan dengan temuan bahwa suplementasi vitamin E saja mengurangi kadar MDA daerah pra-olahraga jauh lebih besar dibanding suplemen yang dikombinasikan 0 sekitar 40% - dan juga secara substansial mengurangi kadar MDA pasca-olahraga.

Risiko kerusakan seluler
   
Yang lebih mengkhawatirkan adalah temuan bahwa suplementasi vitamin C saja sebenarnya meningkatkan kadar MDA; dengan kata lain, dia bertindak sebagai sebuah pro-oksidan bukan antioksidan. Para peneliti menyimpulkan bahwa, meskipun 400IU vitamin E setiap hari dapat memberikan perlindungan, 1.000 mg vitamin C setiap hari tampak mempromosikan kerusakan seluler. Ini tentunya mendukung secara teori, karena jika berlebih, vitamin C diketahui menunjukkan fenomena yang dikenal sebagai “kimia Fenton”, dimana dia bertindak sebagai sebuah katalis untuk menstimulasi produksi radikal hidroksil yang merusak dari mineral (seperti zat besi) dan zat-zat alami (seperti hidrogen peroksida) dalam tubuh.
   
Walaupun kadar suplementasi antioksidan yang tepat bisa memberikan perlindungan jangka panjang untuk para atlet, dan walaupun masih sedikit bukti bahwa vitamin C membantu mengurangi kerusakan otot pasca-latihan, tidak ada bukti sampai sekarang bahwa gizi antioksidan bisa meningkatkan kinerja jangka pendek pada atlet. Justru, beberapa ilmuwan bahkan telah mengusulkan bahwa suplementasi antioksidan yang berlebih bisa tidak produktif karena tekanan oksidatif dan beberapa kerusakan radikal bebas sebetulnya bisa menjadi bagian penting dari proses adaptasi dalam otot-otot.
   
Disamping itu, penelitian-penelitian hewan terbaru telah memberikan dukungan bagi pendapat bahwa “lebih banyak tidak selamanya lebih baik”. Pada salah satu dari penelitian ini, hewan diperlakukan dengan tiga resim suplementasi berbeda, sebagai berikut:

plasebo
1.000 mg vitamin C setiap hari dengan makanan
1.000mg yang diberikan lewat mulut satu jam sebelum latihan pada hari latihan dan dengan makanan pada hari yang bukan hari latihan

Hasil menunjukkan bahwa, terlepas dari kapan vitamin C diberikan, hewan yang disuplementasi berlari 0,2 detik lebih lambat sejauh 500m dibanding lawannya yang tidak dusuplementasi – sebuah perbedaan yang kecil tetapi signifikan menurut statistik. Hasil ini mendukung hasil dari penelitian terdahulu, yang menunjukkan bahwa, meskipun dosis 100IU vitamin E sedang setiap hari tidak memengaruhi kinerja berlari, dosis yang lebih tinggi dari 1.000IU menyebabkan hewan berlari lebih lambat.
   
Penelitian terbaru lainnya kelihatannya menandakan bahwa dosis gizi antioksidan tinggi sebetulnya bisa membahayakan kinerja. Sebagai contoh, mencit yang memakan dosis vitamin E tinggi tidak mampu menghasilkan gaya otot sebanyak yang dihasilkan kelompok yang tidak disuplementasi selama stimulasi frekuensi rendah; dan pada sebuah penelitian manusia, vitamin C dan N-asetil sistein (jenis antioksidan lain) yang diberikan selama respons inflamasi fase akut pada cedera lengan eksentrik meningkatkan jumlah lipid yang rusak secara oksidatif, menghasilkan peningkatan kerusakan jaringan yang bersifat sementara.
   
Dengan informasi yang tersedia ini, nasehat apa yang terbaik untuk para atlet yang ingin mencapai kinerja maksimum sekarang ini dan perlindungan optimal untuk hari esok? Pertama, bukti adalah bahwa pada kondisi keseimbangan, meskipun tidak meningkatkan kinerja jangka pendek, dosis gizi antioksidan sedang kelihatannya memberikan beberapa perlindungan. Akan tetapi, lebih banyak tidak berarti lebih baik dan dosis yang lebih tinggi sebetulnya bisa meningkatkan kerusakan oksidatif dan bahkan mengganggu kinerja.
   
Kedua, karena gizi-gizi antioksidan bekerja bersama secara sinergis, satu sama lain dan dengan enzim oksida tubuh, setiap suplementasi harus dalam bentuk kompleks (misalnya yang mengandung beta-karoten, vitamin C, vitamin E dan selenium) dan bukan gizi tunggal. Walaupun sulit untuk memberikan rekomendasi yang tepat dan cepat, bukti menunjukkan bahwa total asupan vitamin C harian tidak boleh melebihi 500mg per hari, dengan 300-400 mg per hari yang merupakan batas suplementasi tertinggi untuk kebanyakan orang.
   
Walaupun sedikit bukti untuk efek berbahaya dari suplementasi vitamin E tinggi, banyak penelitian yang menunjukkan efek protektif telah digunakan sekitar 400IU per hari, dan ini kelihatannya tidak melebihi nilai ini.
   
Agensi Standar Makanan Inggris menganjurkan batas atas yang lebih aman yakni 350mcg per hari untuk suplementasi selenium, tetapi tanpa adanya kekurangan yang terbukti kebanyakan penelitian telah menunjukkan sedikit atau tidak ada manfaat jika melebihi 200mcgs per hari.
   
Terakhir – dan mungkin yang paling penting untuk semua – jangan lupa tentang buah dan sayuran. Belakangan ini, telah banyak penelitian tentang zat-zat alami pada tanaman (yang seringkali memberikan karakteristik warna dan rasa bagi tanaman) yang disebut fitokimia. Banyak dari senyawa ini menunjukkan kapasitas antioksidan kuat, terkadang puluhan atau bahkan ratusan kali lebih besar dibanding gizi antioksidan.
   
Contohnya mencakup famili karotenoid yang ditemukan pada buah dan sayuran merah dan hijau, famili flavenoid yang ditemukan pada buah jeruk, dan famili tokotrienol yang ditemukan pada kacang-kacangan, biji-bijian, dan gandum, dan beberapa senyawa yang mengandung sulfur, seperti sulforan, yang ditemukan pada brokoli, dan allicin yang ditemukan pada bawang.
   
Sudah menjadi aturan umum, semakin berwarna buah atau sayuran, semakin tinggi kandungan fitokimianya. Hampir bisa dipastikan bahwa asupa fitokimia yang lebih tinggi oleh para pecinta buah dan syuran dalam penelitian tentang kerusakan DNA yang menyebabkan mereka terlindungi. Sehingga jika anda serius ingin mendapatkan proteksi yang maksimum, pastikan anda mengkonsumsi sekurang-kurangnya kadar buah dan sayuran yang direkomendasian per hari – atau lebih dari itu.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Relationship between glycemic index and weight loss

Cheerleaders are associated with many diet disorders