Urea sebagai tolok ukur fungsi ginjal

Urea adalah produk buangan utama dari zat-zat kimia yang mengandung nitrogen dalam tubuh. Urea memiliki berat molekul 60 Da. Akan tetapi, lazimnya, konsentrasi urea hanya dinyatakan sebagai kandungan nitrogen dari urea. Untuk alasan inilah istilah nitrogen urea serum atau urin jauh lebih umum digunakan. Seperti disebutkan pada bagian osmolalitas di atas, sebuah molekul urea mengandung dua atom nitrogen, sehingga, berat molekul nitrogen urea adalah 28 Da.
   
Urea serum banyak digunakan sebagai tolok-ukur disfungsi ginjal, tetapi kegunaannya sebagai tolok-ukur GFR (laju filtrasi glomerular) tidak cukup baik karena beberapa asalan. Pertama, konsentrasi urea dalam darah tergantung bukan hanya pada fungsi ginjal tetapi juga pada laju produksi urea, yang sebagian besar bergantung pada asupan protein. Jumlah asupan protein berbeda-beda diantara setiap orang. Urea disaring secara bebas pada glomerulus, tetapi diserap kembali dalam tubula proksimal dan dalam saluran penampung medullary dalam (Oh, 1997). Jumlah yang diserap kembali dalam tubula proksimal berbeda-beda tergantung pada status volume vaskular efektif. Lebih jauh, jumlah yang diserap ulang dalam penampung medullary dalam tergantung pada laju aliran urin. Meskipun dengan kekurangan ini nitrogen urea serum masih banyak digunakan sebagai tolok-ukur disfungsi ginjal. Jika fungsi ginjal normal tanpa pengurangan volume, bersihan urea adalah sekitar 50% dari bersihan kreatinin, tetapi jika terjadi penurunan volume signifikan, bersihan urea bisa hanya mencapai 10% dari bersihan kreatinin. Saat gagal ginjal bertambah parah, bersihan urea hampir sama dengan bersihan kreatinin.

Pengukuran urea
   
Pada dasarnya ada tiga metode pengukuran urea. Metode standar, yang hanya digunakan sebagai metode referensi karena biayanya yang tinggi, adalah spektrometri massa pengenceran isotop (Kessler, 1999). Dalam laboratorium klinis, urea diukur baik dengan metode kolorimetri berdasarkan reaksi urea dengan diasetil monoksima atau dengan metode enzimatis. Pada metode kolorimetri, urea bereaksi secara langsung dengan diasetil monoksim dibawah kondisi asam kuat menghasilkan produk kondensasi berwarna kuning. Reaksi diintensifkan dengan penambahan ion feri (ferric) dan tiosemikarbazida. Warna merah tua yang terbentuk diukur pada panjang gelombang 540 nm.
   
Reaksi awal pada semua metode enzimatis adalah hidrolisis urea oleh urease, yang menghasilkan amonia dan CO2. Amonia dan CO2 yang dihasilkan diukur dengan berbagai metode untuk untunk menghitung konsentrasi urea dalam sampel awal. Pengukuran amonia palign sering digunakan. Pada salah satu dari metode ini, amonia yang dihasilkan oleh urease mengkonversi glutamat dan ATP menjadi glutamin dan ADP. ADP yang dihasilkan ini dipakai dalam reaksi yang dikatalisis oleh piruvat kinase dan piruvat dioksidase untuk menghasilkan hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida kemudian diukur sebagai dugaan tidak langsung dari konsentrasi urea. Pada metode enzimatis lainnya seperti yang digunakan untuk kreatinin, amonia yang dihasilkan dari hidrolisis urea bereaksi dengan lafa-ketoglutarat dan NADH menghasilkan asam glutamat dan NAD+ oleh glutamat dehidrogenase. Jumlah NADH yang dipakai diukur secara fotometri untuk menentukan konsentrasi urea. Metode urease lainnya melibatkan metode indofenol, dimana amonium yang dihasilkan oleh urease bereaksi dengan hipoklorit untuk membentuk monokloramin. Jika terdapat fenol dan hipoklorit berlebih, monokloramin membentuk sebuah senyawa yang berwarna biru, indofenol, yang konsentrasinya ditentukan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm. Pada metode enzimatis lainnya lagi, CO2 yang dihasilkan oleh urease diukur dengan metode kromatografi gas konduktif termal.

Bersihan Urea dan Rasio Urea/Kratinin dalam Serum
   
Jika tidak ada disfungsi ginjal dan dehidrasi parah, bersihan urea adalah sekitar 50% dari bersihan kreatinin, dan dengan demikian sekitar 50% dari GFR, karena sekitar 50% dari urea yang disaring diserap ulang. Curahan reabsorbsi urea terjadi dalam tubula proksimal, sekitar 40% dari muatan yang disaring. Diantara tempat-tempat nefron distal, duktus medullary dalam menyerap ulang urea secara ekstensif di sepanjang gradien konsentrasi ketika urin dipekatkan. Beberapa urea yang diserap ulang dari medula dalam memasuki kembali tubula pada descending thin limb; pemasukan ulang ini mewakili siklus ulang urea intrarenal. Pemasukan ulang urea terjadi utamanya pada simpal (pool) yang pendek dari Henle. Beberapa urea yang diserap ulang dari duktus penampung medula dalam dibawa keluar dari medula melalui vasa recta; jumlah ini mewakili sekitar 10% dari muatan yang disaring dengan aliran urin normal, tetapi dengan konsentrasi urin yang tinggi jumlah ini bisa meningkat tajam (Lyman, 1986).
   
Pengurangan bersihan urea yang signifikan terjadi ketika penyerapan ulang urea proksimal meningkat akibat pengurangan volume vaskular yang efektif. Penyerapan ulang urea dalam tubula proksimal berlangsung pasif dan tergantung pada gradien konsentrasi urea yang mendukung. Gradien ini dibentuk oleh reabsorpsi air dalam tubula proksimal. Normalnya, sekitar dua per tiga dari air yang disaring diserap ulang daam tubula proksimal sebagai hasil dari penyerapan ulang garam (utamanya natrium klorida). Kehilangan dua per tiga air dalam tubula meningkatkan konsentrasi urea dalam tubula tiga kali lipat, sehingga menghasilkan gradien untuk difusi urea keluar dari tubula. Ketika penyerapan ulang air adalah 90% dari muatan yang disaring, konsentrasi urea akan meningkat sampai 10 kali lipat konsentrasi plasma. Pengurangan volume dan aliran plasma ginjal yang menurun tnapa pengurangan volume, misalnya stenosis arteri ginjal, juga mengurangi laju filtrasi glomerular, sehingga mengurangi bersihan kreatinin dan urea. Dengan demikian, penyusutan volume mengurangi bersihan kreatinin hanya melalui filtrasi yang berkurang, dan bersihan urea oleh filtrasi yang berkurang dan reabsorpsi yang meningkat. Dengan demikian, pada penyusutan volume, bersihan urea berkurang lebih banyak dibanding pada bersihan kreatinin. Normalnya, rasio nitrogen urea plasma dengan kreatinin plasma adalah sekitar 10 berbanding 1, tetapi pada penyusutan volume rasio ini biasanya lebih besar dibanding 20 berbanding 1. Prediksi status volume dengan rasio urea/kreatinin didasarkan pada asumsi kekonstanan produksi urea dan kreatinin, yang sering tidak demikian. Glukokortikoid dan diet berprotein tinggi meningkatkan produksi urea, sedangkan malnutrisi protein kronis menguranginya. Produksi kreatinin juga sangat berbeda-beda; peletihan otot yang signifikan bisa mengurangi produksinya menjadi kurang dari sepertiga nilai biasa. Sekarang ini, penyebab utama tingginya rasio BUN/kreatinin di rumah sakit bukan dehidrasi, tetapi asupan protein yang memadai (seringkali dengan pemberian lewat tabung) pada pasien yang mengalami peletihan otot parah. Sehingga, ekskresi urea fraksional akan menjadi status indeks volume yang lebih baik dibanding rasio urea/kreatinin (Carvounis, 2002). Mekanisme-mekanisme yang digunakan oleh volume vaskular efektif untuk meningkatkan reabsorpsi proksimal garam dan air telah dijelaskan sebelumnya.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Relationship between glycemic index and weight loss

Cheerleaders are associated with many diet disorders