Penjelasan tentang Urea

Katabolisme protein dan asam-asam amino menghasilkan pembentukan urea, yang sebagian besar dibersihkan dari tubuh oleh ginjal.

Protein
|
| Proteolisis, dilakukan oleh enzim
|
Asam amino
|
| Transaminasi dan deaminasi oksidatif
|
Amonia
|
| Sintesis enzimatis dalam “siklus urea”
|
Urea



Biokimia dan Fisiologi

Urea (CO[NH2]2) merupakan produk metabolik mengandung nitrogen dari katabolisme protein pada manusia, yang mewakili lebih dari 75% nitrogen non-protein yang dieksresikan. Biosintesis urea dari amonia asal nitrogen-asam-amino dilakukan oleh enzim hepatik pada siklus urea. Selama proses katabolisme protein, nitrogen asam amino dikonversi menjadi urea dalam hati melalui enzim siklus urea (Gbr. 21-2).

Lebih dari 90% urea diekskresikan melalui ginjal, dan sebagian melalui saluran gastrointestinal dan kulit. Akibatnya, penyakit ginjal terkait dengan penumpukan urea dalam darah. Peningkatan konsentrasi urea plasma menandai kondisi uremik (azotemik). Urea diserap ulang secara aktif atau disekresikan oleh tubula-tubula tetapi disaring secara bebas oleh glomerulus. Pada ginjal normal, 40% sampai 70% urea yang sangat difusif bergerak secara pasif keluar dari tubula ginjal dan ke dalam interstitium, yang pada akhirnya memasuki plasma kembali. Difusi urea yang baik juga tergantung pada laju aliran urin, dengan lebih sedikit yang memasuki interstitium pada keadaan aliran-tinggi (seperti, saat hamil) dan sebaliknya. Akibatnya, bersihan urea pada umumnya menjadi ukuran GFR (laju filtrasi glomerular) yang kurang tepat. Pada ESRD, diuresis osmotik pada nefron-nefron yang tetap fungsional membatasi difusi balik urea sehingga bersihan urea mendekati bersihan inulin (dengan mempertimbangkan metode referensi untuk penilaian GFR).

Signifikansi Klinis

Pengukuran kadar urea darah dan plasma telah bertahun-tahun digunakan sebagai indikator fungsi ginjal. Akan tetapi, sekarang ini umumnya disepakati bahwa pengukuran kreatinin memberikan informasi yang lebih baik dalam hal ini. Meskipun demikian, pengukuran urea plasma dan urin mungkin masih memberikan informasi klinis yang bermanfaat pada kondisi-kondisi tertentu, dan pengukuran urea dalam cairan-cairan dialisis banyak digunakan dalam menilai kelayakan terapi penggantian ginjal. Beberapa faktor eksternal mempengaruhi konsentrasi urea yang bersirkulasi, sehingga membatasi manfaatnya sebagai sebuah uji fungsi ginjal. Sebagai contoh, konsentrasi urea plasma meningkat dengan (1) diet berprotein tinggi, (2) katabolisme protein yang meningkat, (3) reabsorpsi protein darah setelah perdarahan gastrointestinal, (4) pengobatan dengan kortisol atau analog-analog sintetiknya, (5) dehidrasi, dan dengan (6) perfusi ginjal yang menurun (seperti gagal jantung). Pada kondisi-kondisi pra-renal ini, konsentrasi kreatinin plasma bisa normal. Pada kondisi pasca-renal obstruktif (seperti tumor ganas, nefrolithiasis, dan prostatisme), kreatinin plasma dan konsentrasi urea akan meningkat, walaupun pada situasi-situasi ini sering terdapat peningkatan urea plasma yang lebih besar dibanding kreatinin karena difusi balik yang meningkat. Pertimbangan-pertimbangan ini menghasilkan pemanfaatan urea plasma secara klinis, yakni pengukuran kadarnya dalam kaitannya dengan kreatinin plasma untuk perhitungan rasio nitrogen urea/kreatinin selanjutnya. Rasio ini telah digunakan sebagai sebuah pembeda antara azotemia pra-renal dan pasca-renal. Sebagai contoh, untuk individu normal yang tidak melakukan diet, interval referensi untuk rasio ini adalah antara 12 sampai 20 mg urea/mg kreatinin (49 sampai 81 mol urea/mol kreatinin). Rasio yang secara signifikan lebih rendah biasanya menunjukkan (1) nekrosis tubular akut, (2) asupan protein rendah, (3) kelaparan, atau (4) penyakit hati parah (sintesis urea menurun). Urea plasma yang meningkat dengan konsentrasi kreatinin normal sehingga menghasilkan rasio tinggi bisa ditemukan pada kondisi-kondisi pra-renal manapun yang disebutkan di atas. Rasio tinggi yang terkait dengan konsentrasi kreatinin yang meningkat bisa menunjukkan obstruksi pasca-renal atau azotemia pra-renal yang menyertai penyakit ginjal.

Bersihan urea merupakan sebuah indikator GFR yang lebih baik, karena tingkat produksinya tergantung pada beberapa faktor yang tidak berkaitan dengan ginjal, termasuk diet dan aktivitas enzim siklus urea. Diet berprotein tinggi menyebabkan peningkatan eksresi urea dalam urin secara signifikan. Disamping itu, jumlah difusi balik yang bervariasi akan mempengaruhi konsentrasi urea dalam plasma dan urin. Pengukuran urea urin hanya sedikit membantu dalam diagnosis klinis dan penatalaksanaan pasien. Akan tetapi, pengukuran urea memberikan indeks kasar tentang keseimbangan nitrogen secara keseluruhan dan bisa digunakan sebagai sebuah panduan untuk terapi penggantian (replacement therapy) pada pasien-pasien yang mendapatkan gizi parenteral. Pada diet berprotein rata-rata, ekskresi urin yang dinyatakan sebagai nitrogen urea adalah 12 sampai 20 g/hari.

Metodologi Analitik

Metode kimia dan enzimatis digunakan untuk menghitung urea dalam cairan tubuh.

Metode Kimia

Kebanyakan metode kimia untuk urea didasarkan pada reaksi Fearon dimana diasetil berkondensasi dengan urea membentuk diazon kromogen, yang menyerap kuat pada panjang gelombang 540 nm.

Karena tidak stabil, diasetil biasanya dihasilkan dalam sistem reaksi dari diasetil monoksida dan asam. Walaupun pernah banyak digunakan, metode ini telah digantikan oleh pendekatan-pendekatan enzimatis.

Metode-Metode Enzimatis

Metode-metode enzimatis untuk pengukuran urea didasarkan pada hidrolisis pendahuluan urea dengan urease (urea amidohidrolase, EC 3.5.1.5) untuk menghasilkan amonia, yang kemudian dihitung. Pendekatan ini telah digunakan dalam (1) fotometri kesetimbangan, (2) fotometri kinetik, (3) konduktimetri, dan (4) sistem kimia kering.

Pendekatan-pendekatan spektrofotometri untuk penghitungan amonia mencakup reaksi Berthelot dan uji enzimatis dengan glutamat dehidrogenase [L-glutamat:NAD(P) oksidoreduktase (deaminasi), EC 1.4.1.3]. Pendekatan terakhir ini telah diterima sebagai sebuah metode referensi dan diadaptasikan dengan berbagai platform analitik.

Untuk uji plasma, sistem reaksi mengandung urease sehingga penambahan sampel yang mengandung urea memulai reaksi. Penurunan absorbansi yang disebabkan oleh reaksi glutamat dehidrogenase dipantau pada panjang gelombang 340 nm. Pada contoh lain dari sistem uji enzim-berpasangan untuk urea, amonia yang dihasilkan dari urea oleh urease kemudian bereaksi dengan glutamat dan adenosin trifosfat (ATP) dengan adanya glutamin sintetase (EC 6.3.1.2). Adenosin triposfat (ADP) yang dihasilkan pada reaksi enzimatis kedua ini kemudian dihitung dalam tahap ketiga dan keempat dengan menggunakan piruvat kinase (EC 2.7.1.40) dan piruvat oksidase (EC 1.2.3.3), masing-masing, sehingga menghasilkan peroksida. Pada tahap akhir, peroksida bereaksi dengan fenol dan 4-aminofenazon, yang dikatalisis oleh peroksidase horseradish (donor:hidrogen-peroksida oksidoreduktase; EC 1.11.1.7), untuk menghasilkan zat warna kuinon-monoamida yang dihitung secara spektrofotometri.

Metode-metode untuk pengukuran urea dengan menggunakan sistem kimia kering telah dilaporkan dengan menggunakan pendekatan urease dan berbagai metode pendeteksian. Pada salah satu pendekatan, sebuah membran semi-permeabel memisahkan tahapan pertama dari reaksi yang melibatkan urease, dan amonia dideteksi dengan menggunakan reaksi indikator pH sederhana. Urea juga telah diukur dengan menggunakan metode konduktimetri dimana sebuah sampel dan reagen yang mengandung urease diinkubasi dalam sebuah sel konduktivitas dengan laju perubahan produktivitas yang dipantau pada saat urea dikonversi menjadi spesies ionik. Pada sebuah pendekatan potensiometri, sebuah elektroda selektif-ion amonium digunakan dan urease diimobilisasi pada sebuah membran; prinsip ini telah diterapkan pada beberapa alat penguji perawatan.

Spesifitas semua metode ini pada umumnya berterima, khususnya untuk prosedur dehidrogenase urease-glutamat; akan tetapi, interferensi amonia endogen harus diantisipasi ketika protokol yang digunakan memanfaatkan sampel untuk menginisiasi reaksi. Ini bisa relevan pada sampel-sampel lama, pada beberapa urin, dan pada gangguan metabolik tertentu. Lazimnya, nilai CV intra-analisis yang kurang dari 3,0% dengan nilai harian yang kurang dari 4,0% dapat dicapai dalam rentang konsentrasi 14 sampai 20 mg/dL (5,0 sampai 7,0 mmol/L). Dengan variasi biologis intrinsik yang tinggi dari urea plasma, ini masih berada dalam standar kinerja analitis yang diinginkan.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Relationship between glycemic index and weight loss

Cheerleaders are associated with many diet disorders