Onycho-pachydermo periostitis psoriatik

Abstrak
   
Seorang wanita berusia 46 tahun mengalami onycholisis dan jari-jari tangan yang membengkak dan terasa nyeri. Tidak ada tanda-tanda lain dari psoriasis yang terlihat. Pemeriksaan dengan MRI pada tangan menunjukkan reaksi periosteal yang ekstensif pada tumpukan falangeal. Onycho-pachydermo periostitis psoriatik (POPP) merupakan jenis arthritis psoriatik yang langka, yang ditandai dengan onychodistropy psoriatik, penebalan jaringan konektif di atas tulang jari distal, dan sebuah reaksi periosteal. Pengobatan POPP cukup sulit; akan tetapi, agen-agen metotreksat dan anti-TNF-alfa dosis rendah bisa membantu. Pada pasien yang tidak merespon atau tidak mentolerir obat-obat ini, obat-obat pemodifikasi penyakit biologis dan non-biologis lainnya perlu dipertimbangkan.



Gambaran klinis
   
Seorang wanita berusia 46 tahun dengan riwayat neuritis optik, infeksi Shigella, fenomena Raynaud, nefrolitiasis, dan asma di masa lalu datang ke New York University Dermatologic Associates pada bulan Agustus 2004 dengan jari-jari yang membesar, kekakuan di pagi hari, dan perubahan kuku. Riwayat keluarga negatif untuk penyakit-penyakit kulit. Setelah menegakkan diagnosis dengan pemeriksaan radiografi yang sesuai, pasien mulai diberikan metotreksat 12,5 mg setiap pekan. Meskipun dosis metotreksat ditingkatkan sampai 17,5 mg, hanya ada sedikit perbaikan pada gejala-gejala persendiannya. Dia selanjutnya diberikan alfacept 15 mg dengan 12 injeksi intramuskular selama 12 pekan tetapi hasilnya tidak efektif. Pengobatan selanjutnya dengan etanersept 50 mg setiap pekan harus dihentikan setelah 3 bulan, karena terjadinya neuropati. Gejala-gejalanya sembuh dan pemeriksaan MRI dan elektromiogram tidak menunjukkan adanya bukti penyakit demyelinasi. Akan tetapi, karena adanya riwayat sklerosis ganda dalam keluarga yakni pada ibu pasien, maka diputuskan untuk tidak menggunakan inhibitor TNF-α sebagai opsi terapeutik. Pada januari 2006 siklosporin 3mg/kg ditambahkan ke metotreksat 15 mg per pekan. Pasien tidak mentolerir siklosporin, akibat nausea dan rasa lelah. Lebih lanjut, penyakit persendian pasien terus bertambah parah dengan keterlibatan lebih banyak persendian. Siklosporin dihentikan. Pasien baru-baru ini dirujuk ke sebuah konsultasi rematologi untuk evaluasi lebih lanjut dan opsi-opsi pengobatan. Dia mulai lagi menggunakan 6-merkaptopurin 50 mg per hari disamping metotreksat dan prednison 5 mg per hari. Jika dia gagal terapi dengan 6-merkaptopurin, percobaan-percobaan dengan rituximab atau abatasept akan dipertimbangkan.
   
Penonjolan kuku dan onycholisis distal terdapat pada jari-jari tangan dan jari-jari kaki. Kulit kepala, wajah, dada, punggung, ekstremitas, dan inguinal bersih. Penebalan difus tendon fleksor tangan ditemukan. Kelunakan 18 sendi metakarpofalangeal dan interfalangeal proksimal dan trochanter yang lebih besar juga ada. Rentang gerakan berkurang pada bahu kiri dan tulang belakang.
   
Uji jumlah sel darah lengkap, elektrolit, dan uji fungsi hati menunjukkan hasil normal. Uji MRI pada tangan menunjukkan periostitis ekstensif pada falangeal distal.
Komentar
   
Onycho-pachydermo-periostitis psoriatik (POPP) pertama kali ditemukan pada tahun 1989. Penyakit ini dianggap sebagai bentuk langka dari arthritis psoriatik yang ditandai dengan onychodistropi, onycholysis, penebalan jaringan konektif di atas tulang jari distal dan sebuah reaksi periosteal. Perubahan-perubahan kuku, tulang, dan jaringan konektif ini secara klinis menghasilkan deformitas mirip stik drum pada jari-jari tangan. Pasien-pasien biasanya memiliki kelunakan sendi-sendiri yang terlibat, dengan gangguan fungsional. Setiap dari kuku ini bisa menunjukkan onycholysis; akan tetapi, pada kebanyakan kasus, jari-jari kaki yang besar juga terlibat.
   
Walaupun POPP dianggap sebagai salah satu jenis arthritis psoriatik, patologi dan patofisiologinya masih belum dipahami dengan baik. Pada sekurang-kurangnya tujuh kasus POPP yang dilaporkan, HLA-B27 ditemukan ada, yang menunjukkan adanya kemiripan antara POPP dan spondyloarthropati lainnya. Telah diduga bahwa pada spondyloarthropati inflamasi utama dari enthesis ditransmisikan ke struktur artikular dan menghasilkan patologi. Ada kemungkinan bahwa sebuah mekanisme paralel terjadi pada POPP, dimana inflamasi menyebar dari struktur-struktur subungual melalui area-area berserat antara tendon dan tulang ke tulang jari terminal.
   
Pengobatan POPP cukup sulit. Terapi didasarkan pada pengalaman-pengalaman klinis dengan arthritis psoriatik. Respons terhadap obat-obat NSAID dan sulfasalazin tidak konsisten, dan sering tidak efektif. Sebuah laporan terbaru menujukkan efikasi metotreksat 4 mg per pekan pada salah seorang pasien. Penyembuhan POPP secara klinis dan radiologis dilaporkan pada seorang pasien yang diobati dengan adalimumab selama 4 bulan.
   
Opsi-opsi pengobatan bahkan menjadi lebih sulit ketika ada kontraindikasi untuk menggunakan obat-obat yang menjanjikan lainnya. Pasien ini memiliki riwayat sklerosis ganda dalam keluarga yakni ibunya. Walaupun trial singkat dengan etanersept telah diupayakan, namun efek samping neurologis membuat penggunaan inhibitor TNF-α tidak memungkinkan. Terapi obat anti-rematik pemodifikasi penyakit lainnya yang mencakup metotreksat dan siklosporin tidak efektif atau tidak dapat ditolerir oleh pasien.
   
Jika pasien gagal atau tidak toleran terhadap terapi-terapi yang lebih bersifat tradisional, obat-obat lain yang telah berhasil dalam pengobatan arthritis psoriatik atau arthritis rheumatoid perlu dipertimbangkan. Pasien saat ini sedang dobati dengan 6-merkatopurin. Salah satu penelitian menunjukkan bahwa 11 dari 13 pasien dengan arthritis psoriatik yang diobati dengan 6-merkaptopurin menunjukkan perbaikan penyakit kulit dan penyakit sendi dalam 3 pekan dimulainya terapi pada dosis 1mg/kg dengan efek samping yang minimal. Leflunomida merupakan obat anti-rematik pemodifikasi penyakit lainnya yang telah terbukti dalam pengobatan arthritis psoriatik.
   
Terapi-terapi baru yang disetujui dalam pengobatan arthritis rheumatoid yang sedang dipertimbangkan sebagai opsi pengobatan bagi pasien ini mencakup abatasept dan rituximab. Abatasept merupakan sebuah modulator kostimulasi yang mencegah aktivasi penuh sel-T. Rituximab merupakan sebuah antibodi monoklonal chimerik terhadap limfosit-B CD20+. Kedua obat ini telah menunjukkan efikasi pada pasien-pasien yang mengalami arthritis rheumatoid, bahkan yang telah gagal dengan pengobatan inhibitor TNF-α.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Relationship between glycemic index and weight loss

Cheerleaders are associated with many diet disorders