Mekanisme-Mekanisme Fotoaging dan Penuaan Kulit Kronologis

Kulit manusia, seperti semua organ tubuh yang lain, mengalami penuaan kronologis. Disamping itu, berbeda dengan organ-organ lain, kulit berinteraksi langsung dengan lingkungan sehingga mengalami penuaan sebagai dampak dari kerusakan akibat lingkungan. Faktor lingkungan utama yang menyebabkan kulit manusia menua adalah radiasi ultraviolet dari matahari. Akan tetapi, berbeda dengan penuaan kronologis, yang tergantung pada waktu semata, fotoaging sebagian besar tergantung pada derajat keterpaparan sinar matahari dan pigmen kuit. Orang-orang yang memiliki gaya hidup sering di luar rumah, tinggal di daerah beriklim panas, dan memiliki kulit berpigmen terang akan mengalami derajat fotoaging yang paling besar. Selama sepuluh tahun terakhir, kemajuan pesat telah dicapai dalam memahami mekanisme-mekanisme seluler dan molekuler yang menghasilkan penuaan kronologis dan fotoaging. Informasi yang didapatkan ini menunjukkan bahwa penuaan kronologis dan fotoaging (penuaan akibat sinar matahari) memiliki jalur-jalur molekuler mendasar yang sama. Pengetahuan baru tentang kesamaan basis molekuler penuaan kronologis dan fotoaging ini memberikan peluang-peluang baru bagi pembuatan terapi-terapi anti-penuaan yang baru. Artikel ini mereview pemahaman terbaru kita dan menyajikan data-data baru tentang jalur-jalur molekuler yang memperantarai kerusakan kulit akibat radivasi UV dan waktu.

Radiasi ultraviolet dari sinar matahari merusak kulit manusia, menyebabkannya menua secara dini. Proses penuaan secara dini ini (fotoaging) bersifat kumulatif seiring dengan keterpaparan matahari, dan lebih umum mengenai orang-orang yang memiliki warna kulit lebih terang. Selama 10 tahun terakhir, kemajuan pesat telah dicapai dalam memahami mekanisme-mekanisme molekuler yang bertanggungjawab atas fotoaging pada kulit manusia. Salah satu kemajuan utama yang didapatkan adalah pemahaman bahwa radiasi UV melibatkan proses molekuler spesifik yang kompleks dan merusak jaringan konektif kulit. Proses-proses molekuler ini terjadi karena kemampuan radiasi UV untuk mengeksploitasi komponen seluler yang meregulasi respons-respons sel terhadap stimuli ekstraseluler lingkungan dan fisiologis. Mekanisme seluler yang memperantarai kerusakan akibat UV pada jaringan kulit manusia mencakup reseptor-reseptor permukaan sel, jalur transduksi sinyal protein kinase, faktor-faktor transkripsi, dan enzim-enzim yang mensintesis dan mendegradasi protein-protein struktural dalam dermis yang memberikan kekuatan dan kelenturan bagi kulit. Perekrutan komponen-komponen seluler oleh radiasi UV yang merusak jaringan kulit diawali oleh pembentukan spesies oksigen reaktif (ROS) secara fotokimia. ROS yang ditimbulkan ultraviolet juga menyebabkan modifikasi kimiawi langsung yang berbahaya pada komponen-komponen seluler (yaitu, DNA, protein, dan lipid). Oksidasi komponen-komponen seluler secara kimiawi dan aktivasi komponen-komponen seluler, yang keduanya ditimbulkan oleh tekanan oksidatif imbas UV, berlangsung hingga menyebabkan fotoaging. Pengetahuan yang didapat tentang basis molekuler dari fotoaging memberikan peluang-peluang baru untuk intervensi terapeutik yang ditujukan untuk pencegahan.

JALUR-JALUR TRANSDUKSI SINYAL IMBAS-UV MEMPERANTARAI KERUSAKAN PADA JARINGAN KONEKTIF KULIT

Radiasi UV Mengaktivasi Faktor Pertumbuhan Permukaan Sel dan Reseptor-Reseptor Sitokin
   
Jalur-jalur transduksi sinyal yang diaktivasi oleh radiasi UV pada kulit manusia diagambarkan pada Gambar 1. Radiasi ultraviolet menyebabkan aktivasi sitokin-sitokin permukaan sel dan reseptor-reseptor faktor pertumbuhan. Faktor pertumbuhan epidermal (EGF), reseptor interleukin (IL) 1, dan faktor nekrosis tumor α (TNF-α) diaktivasi dalam waktu 15 menit setelah keterpaparan UV (dua kali dosis eritema minimal) pada kulit manusia secara in vivo. Aktivasi fungsional reseptor-reseptor ini memerlukan stimulasi aktivitas-aktivitas tirosin kinase berbeda. Penambahan gugus fosfat ke dalam residu-residu tirosin ini pada reseptor dan protein adaptor terkaitnya merupakan kejadian biokimiawi awal dalam aktivasi reseptor dan memberikan tempat-tempat penampung spesifik untuk molekul-molekul yang terlibat dalam propagasi sinyal dalam sel.
   
Mekanisme utama yang digunakan oleh radiasi UV untuk menimbulkan respons molekuler pada kulit manusia adalah melalui pembentukan ROS secara fotokronis. ROS ini mencakup anion superoksida, peroksida, dan oksigen tunggal. Mekanisme aktivasi reseptor oleh radiasi UV belum dipahami dengan baik. Salah satu kemungkinan, yang didukung oleh bukti eksperimen tidak langsung, adalah bahwa pembentukan ROS secara fotokimia mengoksidasi, sehingga menghambat, fosfatase protein-tirosin spesifik, yang berfungsi dalam melawan kinase protein-tirosin teraktivasi reseptor dengan menghilangkan gugus fosfat dari reseptor atau protein adaptor terkaitnya. Hasilnya adalah peningkatan fosforilasi reseptor (aktivasi). Mekanisme aktivasi reseptor permukaan sel oleh UV ini didukung oleh beberapa publikasi, walaupun bukti langsung bahwa fopsfatase tirosin protein meregulasi keadaan aktivasi reseptor-reseptor permukaan sel masih kurang.

Radiasi UV Mengaktivasi NADPH Oksidase, Yang Menghasilkan Hidrogen Peroksida
   
Tanpa tergantung dengan mekanisme, radiasi UV mengaktivasi reseptor-reseptor permukaan sel, begitu juga dengan pengikatan ligan, dan memicu jalur transduksi sinyal ke bawah. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa radiasi UV menstimulasi produksi hidrogen peroksida, yang menimbulkan banyak jalur pensinyalan, walaupun mekanisme-mekanisme yang digunakan hidrogen peroksida untuk beraksi masih belum jelas. Pada kulit manusia yang diuji secara in vivo dan keratinosit manusia, kadar hidrogen peroksida meningkat dalam 15 menit setelah keterpaparan radiasi UV dan terus terakumulasi selama sekitar 60 menit setelah keterpaparan UV (Gambar 2A). Penting untuk dipahami bahwa pembentukan hidrogen peroksida setelah keterpaparan UV berbeda dengan pembentukan ROS fotokimia yang disebutkan di atas, yang terjadinya hanya selama keterpaparan UV dan mereda setelah keterpaparan UV.
   
Fagosit-fagosit mengandung kompleks multi-subunit, nikotinamida adenin dinukleotida fosfat (NADPH) oksidase, yang mengkatalisis reduksi oksigen molekuler menjadi anion superoksida. Superoksida yang dihasilkan dikonversi secara kuantitatif menjadi hidrogen peroksida, yang kurang merusak bagi sel dan berfungsi sebagai substrat-pendamping untuk peroksidase. Selanjutnya, hidrogen peroksida bisa dikonversi menjadi ROS yang lain, termasuk radikal hidroksil dan oksigen tunggal. Kulit manusia dan keratinosit manusia juga mengekspresikan subunit-subunit NADPH oksidase, dan mengandung aktivitas NADPH oksidase yang diinduksi setelah keterpaparan UV. Pada keratinosit, aktivitas NADPH oksidase diinduksi 2 kali lipat dalam waktu 20 menit setelah keterpaparan UV (Gambar 2B). Menariknya, inhibisi NADPH oksidase imbas UV secara farmakologi secara sempurna menghentikan pembentukan hidrogen peroksidase. Dengan demikian, NADPH oksidase merupakan sumber enzimatik utama untuk produksi hidrogen peroksida setelah radiasi UV pada keratinosit manusia. Peranan fungsional dari hidrogen peroksida dalam memediasi respons UV pada kulit manusia masih perlu diteliti.

Radiasi UV Mengaktivasi Jalur-Jalur Pensinyalan
   
Radiasi ultraviolet mengaktivasi jalur-jalur pensinyalan berperantara protein kinase dalam waktu 1 jam. Jalur-jalur pensinyalan ini maksimal dalam 4 jam setelah keterpaparan UV. Pada waktu ini, pemeriksaan imunohistologi yang dilakukan menunjukkan aktivasi (fosforilasi) beberapa kinase pensinyalan dalam sel-sel epidermis (Gambar 3). Kinase-kinase teraktivasi meningkatkan ekspresi dan aktivasi fungsional faktor transkripsi nuklear, AP-1 (yang tersusun atas protein Jun dan Fos), yang kemudian menstimulasi transkripsi gen-gen untuk enzim-enzim pendegradasi matrik seperti metaloproteinase (MMP) 1 (kolagenase), MMP-3 (stromelysin 1), dan MMP-9 (92-kd gelatinase). Faktor transkripsi AP-1 juga mengganggu ekspresi gen pada fibroblast dermal manusia (lihat bagian berikut). Radiasi ultraviolet juga mengaktivasi faktor transkripsi NF-kB yang menstimulasi transkripsi gen-gen sitokin proinflammatory, termasuk IL-1β, TNF-α, IL-6, dan IL-8, dan molekul-molekul adhesi termasuk molekul adhesi interseluler-1. Produk-produk gen sitokin imbas ultraviolet kemudian beraksi pada reseptor-reseptor permukaan selnya untuk mengaktivasi AP-1 dan NF-kB dan dengan demikian memperkuat respons UV.

MMP Imbas-UV Mendegradasi Kolagen Kulit
   
MMP-1 imbas ultraviolet memulai penguraian kolagen fibrillar (tipe I dan III pada kulit) pada sebuah tempat tunggal dalam heliks tripel sentralnya. Jika telah dipecah oleh MMP-1, kolagen selanjutnya bisa didegradasi oleh kadar MMP-3 dan MMP-9 yang meningkat. Aktivitas metalloproteinase 1, MMP-3, dan MMP-9 telah dibuktikan berkolokalisasi dengan kolagen dalam dermis, setelah radiasi UV pada kulit manusia secara in vivo. Molekul-molekul kolagen tipe I distabilkan oleh ikatan-ikatan silang kovalen antar-molekuler. Dengan tergantung pada besarnya degradasi, kolagen yang terdegradasi parsial bisa tetap berikatan silang dalam matriks kolagen yang tidak larut. Fragmen-fragmen kolagen yang tidak larut ini rentan terhadap perpecahan proteolitik, secara in vitro, melalui protease yang memiliki spesifitas luas seperti chymotrypsin. Ketika kulit manusia yang terlindungi dari sinar matahari disinari dan dilakukan biopsi, hasilnya menunjukkan kadar kolagen terdegradasi parsial 24 jam setelah radiasi UV meningkat 3 kali lipat (Gambar 4). Dengan demikian, MMP imbas UV mendegradasi kolagen kulit sehingga mengganggu integritas struktural dermis. Tanpa adanya reparasi yang sempurna, kerusakan kolagen berperantara MMP diduga berakumulasi dengan masing-masing keterpaparan UV selanjutnya. kerusakan kolagen kumulatif seperti ini kemungkinan menjadi kontributor utama untuk fenotip kulit manusia yang menua.

RADIASI UV MENGHAMBAT PRODUKSI PROKOLAGEN TIPE I

DAN TIPE III
   
Disamping mendegradasi kolagen dermal yang sudah matang, radiasi UV mengganggu sintesis kolagen yang kontinyu, utamanya melalui penghambatan ekspresi gen prokolagen tipe I dan tipe III. Dua mekanisme yang berkontribusi bagi ekspresi gen prokolagen yang berkurang. Seperti disebutkan sebelumnya, radiasi UV menginduksi faktor transkripsi AP-1. Dengan faktor-faktor pengikat dan penyita yang merupakan bagian dari kompleks transkripsional yang diperlukan untuk transkripsi prokolagen, AP-1 mengganggu produksi kolagen. Faktor transkripsi AP-1 juga telah terbukti mengurangi sintesis kolagen dengan menghambat efek faktor pertumbuhan pentransformasi β (TGF-β), sebuah sitokin profibrotik utama, dan menyita protein-protein pensinyalan yang diaktivasi secara langsung dan tidak langsung.
   
Radiasi ultraviolet mengganggu ekspresi gen prokolagen tipe I yang dependen TGF-β, dalam waktu 8 jam radiasi, dengan menyebabkan sel tidak merespon terhadap efek TGF-β. Pada fibroblast manusia yang dikulturkan. Penghambatan reseptor TGF-β tipe II imbas-UV dan kehilangan daya respon TGF-β yang terjadi selanjutnya menghasilkan pengurangan ekspresi gen prokolagen tipe I secara substansial. Data-data ini menunjukkan bahwa penghambatan reseptor TGF-β tipe II, disamping represi transkripsional berperantara AP-1, memberikan kontribusi bagi berkurangnya ekspresi gen prokolagen yang diamati pada kulit manusia secara in vivo, setelah radiasi UV.

PIGMEN KULIT MELINDUNGI TERHADAP RESPONS IMBAS UV YANG MENGARAH PADA DEGARADASI KOLAGEN
   
Telah diketahui bawa pigmen kulit memberikan proteksi yang signifikan terhadap kerusakan akibat sinar matahari. Untuk keterpaparan tertentu terhadap radiasi UV, orang yang kurang berpigmen (berkulit lebih terang) akan menunjukkan eritema yang lebih besar dan lebih sedikit penyamakan (tanning) dibanding orang-orang yang memiliki lebih banyak pigmen (berkulit ebih gelap). Hubungan terbalik antara warna kulit dan kemerahan kulit imbas-UV ini (sunburn) menjadi dasar sistem klasifikasi fototipe kulit. Sistem klasifikasi ini mengidentifikasi 6 fototipe kulit, dimana orang berkulit terang yang mudah mengalami sunburn dan tidak menyamak (dikelompokkan sebagai kulit fototipe I) dan orang berkulit gelap yang tidak mudah mengalami sunburn dan mudah tersamak dikelompokkan sebagai kulit fototipe VI. Akan tetapi, penilaian kuantitatif terhadap efek-efek fototipe yang terkait pigmen ini berdasarkan respons molekuler kulit terhadap radiasi UV masih kurang. Dengan demikian, efek warna kulit terhadap ekspresi gen MMP-1 imbas UV dan pembentukan dimer-dimer thimin diteliti pada kulit manusia secara in vivo.
   
Subjek-subjek dimasukkan ke dalam salah satu dari dua kelompok berdasarkan ukuran kuantitatif warna kulit permukaannya, sebagaimana ditentukan dengan color meter. Orang yang memiliki nilai lebih dari 65 dimasukkan dalam salah satu kelompok (berpigmen terang), dan orang yang memiliki nilai kurang dari 55 dimasukkan dalam kelompok terpisah (berpigmen gelap). Kedua kelompok ini hampir sesuai dengan kulit fototipe I dan II dan fototipe V dan VI, masing-masing. Subjek-subjek dipaparkan baik terhadap sumber UV-B/UV-A2 (λmaks = 311 nm, disaring untuk menghilangkan UV-C) atau terhadap sumber UV-A1 (λmaks = 359 nm, 366 nm, dan 374 nm). Subjek-subjek yang berpigmen terang dipaparkan terhadap dua kali dosis eritema minimal dari sumber UVB-UV-A2 (dosis eritema minimal rata-rata adalah 640 mJ/cm2 total radiasi UV). Subjek-subjek yang berpigmen gelap dipaparkan terhadap 2 dan 4 kali dosis reitema minimal rata-rata dari kelompok yang berpigmen terang (640 mJ/cm2 sampai 1280 mJ/cm2). Sampel-sampel kulit didapatkan 24 jam setelah radiasi UV untuk penentuan kadar RNA duta (mRNA) MMP-1 dan fotoproduk DNA. Keterpaparan Ultraviolet-B/UV-A2 menghasilkan induksi mendasar terhadap mRNA MMP-1 (Gambar 5) dan pembentukan dimer-dimer thymin (Gambar 5) pada subjek-subjek yang berpigmen terang. Sebaliknya, dua kali keterpaparan rata-rata kelompok berpigmen terang hanya menghasilkan induksi mRNA MMP-1 yang sedang (Gambar 5) atau kerusakan DNA (Gambar 5) pada kelompok berpigmen gelap.
   
Efek pigmen kulit terhadap induksi mRNA MMP-1 dan fotoproduk DNA oleh keterpaparan UV-A1 diteliti selanjutnya. Pada kelompok berpigmen terang, 110 mJ/cm2 UV-A1 menyebabkan induksi ekspresi mRNA MMP-1 yang substansial dan fotoproduk DNA (Gambar 6). Respons terhadap UV-A1 cukup mirip dengan yang diamati pada saat merespon terhadap UV-B/UV-A2 seperti dijelaskan di atas (Gambar 5). Sebaliknya, 110 mJ/cm2 UV-A1 memiliki sedikit efek terhadap kadar ekspresi gen MMP-1 atau fotoproduk DNA (Gambar 6) pada kelompok berpigmen gelap. Data-data ini menunjukkan bahwa pigmentasi memberikan proteksi signifikan  terhadap efek-efek berbahaya dari UV-B/UV-A2 dan UV-A1 atau paling tidak berkorelasi dengan proteksi yang meningkat. Temuan-temuan ini memberikan dukungan kuantitatif untuk pengamatan klinis bahwa fotoaging kurang parah pada populasi berpigmen gelap dibanding populasi berpigmen terang. Data-data ini juga konsisten dengan rendahnya kejadian kanker kulit pada populasi yang berpigmen gelap.
   
Perlu disebutkan perbedaan antara populasi berpigmen terang dan populasi berpigmen gelap secara mendalam dari permukaan ketika fotoproduk DNA diamati. Pada kelompok berpigmen terang, fotoproduk DNA diamati pada sel-sel di seluruh lapisan epidermis dan dalam dermis atas (Gambar 5 dan 6). Pada kelompok berpigmen gelap, kadar fotoproduk sedang dibatasi pada sel-sel post-mitotik dalam epidermis atas. Karena fotoparoduk DNA imbas UV-B dihasilkan oleh absorpsi langsung radiasi UV-B  oleh DNA, maka data-data ini menandakan bahwa pigmen kulit secara substansial memperkecil penetrasi radiasi UV ke dalam kulit, yang diduga telah menyebabkan spektrum absorpsi UV yang luas dan distribusi yang lebih cenderung pada “tutup” supranuklear dalam jalur radiasi UV insiden.
   
Berdasarkan sifat-sifat optik kulit, seringkali disebutkan bahwa penetrasi UV-B dibatasi pada epiderims, sedangkan penetrasi radiasi UV-A1 dengan panjang gelombang yang lebih panjang meluas sampai ke dalam dermis. Meskipun perbedaan penetrasi kulit antara radiasi UV-B dan UV-A ini bisa benar secara umum, namun data yang ada tentang lokalisasi pembentukan fotoproduk menunjukkan bahwa pada individu berpigmen terang, penetrasi radiasi UV-B/UV-A2 meluas sampai ke dermis atas, sebuah tempat utama terjadinya perubahan pada fotoaging.

REPARASI RETINOID DAN PENCEGAHAN FOTOAGING
   
Banyak produk kosmetik dan kosmeseutik yang mengklaim dapat memperbaiki penampilan kulit yang menua. Akan tetapi, secara umum bukti objektif yang memungkinkan evaluasi klaim-klaim ini tidak tersedia. Sebaliknya, banyak studi klinis terkontrol yang dipublikasikan menunjukkan bahwa pengaplikasian asam retinoat all-trans (tRA) 0,025% sampai 0,1% memperbaiki penampilan kulit yang menua. Meskipun telah banyak yang diketahui tentang mekanisme-mekanisme molekuler yang digunakan tRA untuk meregulasi ekspresi gen tertentu, namun rincian tentang basis molekuler dari aksi tRA dalam fotoaging masih banyak yang tidak diketahui. Kolagen tipe I adalah protein yang paling melimpah pada kulit, dan fibril kolagen tipe I dan tipe III memberikan kekuatan dan kelenturan kepada kulit. Kulit yang menua mengandung banyak fibril kolagen yang terdegaradasi dan tidak terorganisir dan memiliki prokolagen tipe I dan tipe III yang berkurang. Asam retinoat all-trans telah terbukti menginduksi ekspresi gen prokolagen tipe I dan tipe III pada kulit manusia yang menua. Karena prokolagen adalah prekursor bagi kolagen, ada kemungkinan bahwa produksi prokolagen yang meningkat menghasilkan deposisi fibril kolagen yang meningkat. Ini menghasilkan fibril-fibril kolagen yang baru disintesis yang bisa berperan penting dalam kemampuan tRA untuk memperbaiki penampilan kulit yang menua.
   
Jika demikian, maka bagaimanakah tRA mempengaruhi sintesis kolagen baru? Salah satu petunjuk adalah pengamatan bahwa tRA topikal menginduksi TGF-β pada kulit manusia dan kulit mencit. Seperti yang disebutkan sebelumnya, TGF-β menginduksi produksi prokolagen tipe I dan tipe III dan komponen-komponen lain dari matriks ekstraseluler dermal. Sehingga, cukup wajar untuk menganggap bahwa induksi TGF-β oleh tRA memegang peranan utama dalam mekanisme aksi tRA pada fotoaging. Akan tetapi, kemungkinan ini masih perlu diteliti.
   
Kendala utama dalam memahami aksi tRA dalam fotoaging adalah kurangnya kecocokan model in vitro. Pada kultur-kultur lapisan tunggal, fibroblast kulit manusia terus menghasilkan kadar prokolagen tipe I yang tinggi dan TGF-β1. Kultur-kultur ini sangat tidak sensitif terhadap TGF-β eksogen dan tRA. Pada kultur gel kolagen 3-dimensi, fibroblas kulit manusia mengekspresikan prokolagen lebih sedikit dibanding pada kultur monolayer, tetapi merespon sama buruknya terhadap TGF-β eksternal dan tRA. Baru-baru ini ditemukan bahwa fibroblast yang dikulturkan dari kulit yang menua menghasilkan jumlah prokolagen tipe I yang sebanding dengan fibroblast dari kulit yang terlindungi sinar matahari. Data-data ini menunjukkan bahwa ekspresi prokolagen tipe I yang berkurang diamati pada kulit fotoaging secara in vivo berakar dari pengaruh-pengaruh kontekstual, yang terhindarkan pada kultur in vitro. Pengamatan ini menunjukkan bahwa model in vitro yang cocok untuk meneliti mekanisme dimana tRA meregulasi sintesis prokolagen tipe I pada kulit yang menua karena sinar matahari bisa sulit dicapai tanpa pengetahuan tambahan tentang bagaimana perubahan epidermis dan/atau matriks ekstraseluler pada kulit yang rusak akibat matahari mempengaruhi fungsi fibroblast.
   
Fotoaging melibatkan perubahan kompleks terhadap berbagai komponen struktural yang penting pada matriks ekstraseluler dermal disamping kolagen. Jaringan serat elastis mengalami kerusakan, dan modifikasi-modifikasi struktur dan komposisi fibril penjangkar, proteoglikan, dan glikoaminoglikan telah dilaporkan. Ada kemungkinan bahwa mekanisme yang digunakan tRA untuk memperbaiki kulit yang menua akibat sinar matahari melibatkan aksi-aksi pada komponen-komponen dermal yang lain serta kolagen. Disamping kemampuannya untuk memperbaiki fotoaging yang telah ada, tRA juga telah dibuktikan mengganggu respons kulit terhadap radiasi UV akut yang menyebabkan degradasi kolagen. Pengobatan kulit manusia atau mencit dengan tRA sebelum keterpaparan terhadap UV menghambat induksi faktor transkripsi c-Jun. c-Jun diperlukan untuk membentuk sebuah kompleks AP-1 aktif, yang, seperti disebutkan di atas, menstimulasi transkripsi MMP-1, MMP-3, dan MMP-9, dan menghambat ekspresi prokolagen tipe I dan prokolagen tipe III. Asam retinoat all-trans tidak menghambat ekspresi prokolagen tipe I dan prokolagen tipe III. Semua asam retinoat all-trans tidak menghambat induksi mRNA c-JUN oleh UV, tetapi justru menghambat akumulasi protein c-Jun. apakah tRA menghambat sintesis protein c-Jun dan/atau menstimulasi degradasi protein c-Jun masih belum diketahui.
   
Tanpa memperhatikan mekanisme, penekanan induksi protein c-Jun imbas-UV oleh tRA mengurangi aktivitas MMP yang mendegradasi jaringan konektif kulit dan mencegah kehilangan ekspresi prokolagen. Intinya, tRA diprediksikan merintaingi fotoaging dengan meredakan gangguan homeostasis kolagen yang ditimbulkan radiasi UV. Prekursor metabolik dari tRA adalah vitamin A (retinol all-trans [tROL]). Keratinosit dan fibroblast kulit, serta kebanyakan tipe sel lainnya, memiliki kemampuan untuk mengubah vitamin A (yang diambil dari sirkulasi) ke dalam tRA. Akan tetapi, kadar tRA seluler dihambat oleh penonaktifan katabolik yang diperantarai oleh anggota-anggota khusus dari family sitokrom P450. Keratinosit manusia juga memiliki kemampuan unutk mengesterifikasi tROL. Ester retinol all-trans tinggal dalam membran-membran seluler dan dianggap sebagai bentuk tersimpan dari tROL. Pada kondisi yang cocok, ester-ester tROL bisa dihidrolisis ecara enzimatis menghasilkan substrat untuk konversi menjadi tRA, yang mengikat reseptor-reseptor asam retinoat nuklear yang tidak diikat oleh tROL.
   
Menariknya, fibroblast manusia memiliki sedikit kapasitas, jika ada, untuk mengesterifikasi tROL sehingga harus tergantung pada penangkapan tROL dari sirkulasi untuk biosintesis tRA. Pada keratinosit manusia, laju dan kapasitas esterifikasi tROL beratus-ratus kali lebih besar dibanding oksidasi menjadi tRA. Sehingga, esterifikasi berfungsi untuk menghalangi tROL dari konversi menjadi tRA. Kurangnya aktivitas esterifikasi pada fibroblast semestinya memungkinkan laju sintesis tRA yang lebih tinggi dibanding pada keratinosit. Dengan kapasitas kulit manusia untuk mengkonversi secara metabolik tROL topikal menjadi tRA, maka konsentrasi tROL yang cukup (sekitar 0,25% - 0,5%) semestinya memberikan manfaat terapeutik dan preventatif dibanding tRA. Perbandingan konsentrasi tROL topikal dan tRA yang aktif secara biologis (dalam jumlah sama) menunjukkan lebih sedikit eritema dan scaling dengan tROL dibanding dengan tRA. Karena keparahan dari efek berbahaya tRA tergantung pada konsentrasinya, maka kontrol konversi tROL yang cermat menjadi tRA, sebagai disebutkan sebelumnya, kemungkinan telah menyebabkan perbedaan yang diamati.

PERSAMAAN ANTARA PENUAAN KRONOLOGIS DAN PENUAAN KARENA SINAR MATAHARI (FOTOAGING)
   
Kulit, seperti semua organ tubuh, menua seiring dengan waktu. Jika dibandingkan dengan kulit yang menua akibat sinar matahari, kulit menua yang terlindungi dari sinar matahari tampak lebih tipis, berpigmentasi lebih merata, lebih halus, dan lebih mulus. Seringkali, fotoaging dan penuaan kronologis dianggap sebagai dua kondisi yang terpisah. Akan tetapi, bukti terbaru menunjukkan bahwa keduanya memiliki beberapa sifat molekuler penting yang sama. Fotoaging adalah superposisi sinar UV dari matahari terhadap penuaan intrinsik. Untuk menimbulkan efek biologisnya, radiasi UV harus diserap oleh molekul-molekul (kromofor) dalam kulit, dan energi yang diserap harus diubah menjadi reaksi-reaksi kimia. Dengan tergantung pada kromofor, energi yang diserap bisa menyebabkan modifikasi kimiawi langsung terhadap kromofor itu sendiri, atau energi bisa ditransfer dari kromofor ke molekul lain, yang mengalami modifikasi kimiawi. Sebagai contoh, penyerapan UV-B oleh DNA menyebabkan pengikatan silang pyrimidin-pyrimidin di sekitarnya, sedangkan kromofor-kromofor kulit yang menyerap UV-A mentrasfer energi ke oksigen untuk menghasilkan ROS, yang mengoksidasi konsituen-konstituen seluler termasuk protein, lipid, dan DNA. Fotoaging diperantarai oleh penyerapan UV langsung dan reaksi fotokimia berperantara ROS. Penyebab penuaan kronis masih belum jelas dibanding fotoaging. Banyak teori yang telah dikembangkan untuk menjelaskan penuaan kronologis. Salah satunya, teori radikal bebas, menyatakan bahwa penuaan yang dihasilkan dari akumulasi kerusakan seluler yang terjadi karena ROS berlebihan dihasilkan sebagai akibat dari ROS berlebih yang dihasilkan sebagai dampak dari metabolisme oksidatif. Kerusakan seluler yang terkait usia mencakup oksidasi DNA yang menghasilkan mutasi, oksidas protein yang menghasilkan berkurangnya fungsi, dan oksidasi lipid-lipid membran yang menghasilkan berkurangnya efisiensi transport dan kemungkinan merubah pensinyalan transmembran. Sumber utama ROS berlebih yang berdampak dalam penuaan adalah pembentukan energi oksidatif mitokondria. Sebagai akibat dari kerusakan yang terakumulasi, sel-sel yang menua memiliki kapasitas antioksidan yang berkurang, sehingga lebih memperburuk kerusakan berperantara ROS dan fenotip yang menua.
   
Dengan peranan ROS dalam fotoaging dan penuaan kronis, ada kemungkinan bahwa kedua proses ini memiliki mediator molekuler yang umum. Seperti dijelaskan sebelumnya, faktor transkripsi AP-1 merupakan mediator penting untuk kerusakan akut akibat cahaya yang terlibat dalam ekspresi berlebihan MMP dan reduksi prokolagen tipe I. Pada kulit manusia, aktivitas AP-1 dibatasi oleh ekspresi c-Jun, sedangkan ekspresi c-Fos pada orang muda (18-28 tahun) dan orang tua (>80 tahun) tidak berbeda, ekspresi c-Jun meningkat pada kulit menua dibanding pada kulit muda. MRNA c-Jun dan kadar proteinnya meningkat pada kulit yang menua, sebuah temuan yang mirip dengan yang ditemukan pada kulit yang tersinari UV. Disamping itu, aktivitas aktivator atas dari c-Jun, c-Jun N-terminal kinase, juga meningkat pada kulit yang menua dibanding pada kulit yang muda. Data-data ini menunjukkan bahwa aktivitas AP-1 meningkat pada kulit yang menua. Dalam mendukung kemungkinan ini, aktivitas MMP-1 dan MMP-9 yang diregulasi oleh AP-1 juga meningkat pada kulit manusia yang menua secara in vivo.
   
Aktivitas MMP yang meningkat juga diduga, dari waktu ke waktu, untuk mendegradasi jaringan konektif dermal. Sejalan dengan pandangan ini, kolagen tidak larut yang terdegradasi parsial, sebagai sebuah persentase kolagen total, meningkat 4 kali lipat pada kulit manusia yang menua dibanding pada kulit manusia muda. Presentasei kolagen terdegaradasi parsial yang meningkat ini pada kulit yang menua cukup mirip dengan yang diamati pada kulit fotoaging jika dibandingkan dengan kulit yang terlindungi dari sinar matahari. Data-data ini menunjukkan bahwa reparasi penguraian kolagen berparantara MMP meningkat yang tidak sempurna, seperti pada kulit yang tersinari UV, menghasilkan akumulasi fragmen-fragmen kolagen, mikroskop elektron transmisi menunjukkan sifat terfragmentasi dari fibril-fibril kolagen pada kulit manusia yang menua dan kulit fotoaging secara in vivo (Gambar 7).

KOLAGEN YANG RUSAK SEBAGAI SEBUAH PENGATUR SINTESIS PROKOLAGEN TIPE I: IMPLIKASI TERHADAP FOTOAGING DAN PENUAAN KRONOLOGIS
   
Disamping pengurangan sintesis prokolagen tipe I setelah radiasi UV sebagaimana dijelaskan sebelumnya, sintesis prokolagen yang terus menerus secara signifikan berkurang pada kulit yang menua secara kronologis dan menua karena cahaya, tanpa tergantung pada keterpaparan UV terbaru. Mekanisme-mekanisme yang mendasari reduksi berkelanjutan pada sintesis prokolagen tidak sepenuhnya dipahami. Pada kulit fotoaging seluruh lapisan, kandungan kolagen total hanya sedikit berkurang. Akan tetapi, gen prokolagen dan ekspresi protein secara substansial berkurang pada sekitar sepertiga bagian atas dermis. Loakalisasi yang terbatas dari reduksi prokolagen ini kemungkinan mencerminkan kedalaman penetrasi radiasi UV ke dalam kulit, yang menghambat reduksi total kolagen yang lebih ekstensif. Pada kulit yang menua karena cahaya, jumlah fibroblast in vitro cukup mirip dengan yang ada pada kulit yang terlindungi matahari pada subjek yang sama, dan kapasitas untuk mensintesis prokolagen tipe I sama untuk fibroblast-fibroblast yang dikulturkan dari kedua daerah. Sehingga, pengurangan prokolagen yang diamati pada kulit yang menua karena cahaya kemungkinan disebabkan oleh penghambatan sintesis prokolagen fibroblast oleh faktor-faktor dalam lingkungan dermal dan bukan dari perubahan mendasar pada fibroblast.
   
Menariknya, keterpaparan fibroblast yang dikulturkan dari kulit yang rusak akibat matahari atau yang terlindungi matahari terhadap kolagen tipe I yang terdegradasi, yang dihasilkan oleh pengobatan kolagen secara in vitro dengan campuran MMP dari kulit manusia, menghambat sintesis prokolagen. Hasil-hasil ini menunjukkan bahwa kadar kolagen terdegradasi yang meningkat diamati pada kulit fotoaging bertindak sebagai penghambat sintesis prokolagen tipe I. Dari beberapa MMP, MMP-1 merupakan kolagenase yang paling efektif, diikuti oleh MMP-8 dan MMP-13. Sebagaimana yang diharapkan, enzim-enzim gelatinolitik (MMP-2 dan MMP-9) tidak mendegradasi kolagen utuh dan tidak menghambat sintesis prokolagen, tetapi kombinasi MMP-1 dan MMP-9 mengurai kolagen  menjadi peptida-peptida kecil. Menariknya, fragmen-fragmen yang kecil ini tidak menghambat sintesis prokolagen, tetapi justru fragmen yang lebih besar dari kolagen tipe I meregulasi secara negatif sintesisnya. Secara bersama-sama, data-data ini menunjukkan bahwa fragmen-fragmen berbobot molekul tinggi dari kolagen tipe I berfungsi sebagai regulator negatif dari sintesis kolagen tipe I dan lebih lanjut pengurangan kolagen yang dipecah MMP-1 oleh MMP-9 bisa menghindari inhibisi ini. Sehingga, MMP imbas UV merusak dermis melalui 2 mekanisme terkait: degradasi kolagen secara langsung dan penghambat sintesis kolagen secara tidak langsung oleh produk-produk degradasi kolagen yang dihasilkan MMP.
   
Berbeda dengan kulit yang menua akibat cahaya, pada kulit yang menua yang terlindungi dari sinar matahari, jumlah fibroblast dan kapasitasnya untuk mensteinsis prokolagen tipe I berkurang dibanding dengan kulit yang muda. Disamping itu, kulit yang menua, mirip dengan kulit fotoaging, mengandung kadar kolagen terdegradasi parsial yang meningkat. Dengan demikian, ada kemungkinan bahwa efek inhibitory dari fragmen-fragmen kolagen yang diamati pada kulit yang menua karena cahaya juga berkerja pada kulit yang menua alami dan berdampak pada penurunan aktivitas sintetik kolagen intrinsik.

Tensi mekanis yang berkurang juga bisa berkontribusi bagi berkurangnya jumlah firboblast pada kulit yang menua karena kehilangan tensi mekanis menghasilkan apoptosis yang meningkat pada sistem-sistem sel model. Bagaimana fungsi kolagen yang dirusak MMP menghambat sintesis kolagen baru secara in vivo belum diketahui, tetapi aktivitas sintetik kolagen diregulasi oleh tensi mekanis pada fibroblast-fibroblast yang dihasilkan dari perlekatan ke sebuah substratum yang kuat. Fibroblast melahirkan gaya kontraktil pada matriks ekstraseluler kolagen, dan resistensi fisik matriks terhadap kontraksi ini menghasilkan tensi mekanis pada fibroblast. Laju sintesis kolagen sebanding dengan level tensi mekanis. Kami menduga bahwa fibril-fibril kolagen yang rusak lebih lentur dibanding fibril asli. Ketika fibroblast berinteraksi dengan fibril kolagen yang rusak, sel-sel mengalami lebih sedikit resistensi sehingga lebih sedikit tensi mekanis, menghasilkan sintesis prokolagen yang berkurang. Bagaimana tensi mekanis meregulasi sintesis prokolagen masih belum dipahami dengan baik, walaupun banyak fungsi seluler dipengaruhi oleh tensi mekanis, termasuk aktivasi reseptor permukaan sel, transduksi sinyal, ekspresi gen, dan pertumbuhan sel. Gangguan yang diamati pada struktur matriks ekstraseluler berkolagen dan reduksi tensi mekanis yang ada pada fibroblast memberikan sebuah penjelasan menarik untuk ekspresi prokolagen yang berkurang pada kulit manusia yang menua alami dan yang menua karena cahaya.

KESIMPULAN
   
Proses patologi dari fotoaging dan penuaan kulit sebagian besar berasal dari regulasi yang menyimpang untuk berbagai mekanisme molekuler, yang berfungsi untuk mempertahankan integritas struktural jaringan konektif kulit. Mekanisme-mekanisme molekuler memungkinkan sel-sel kulit untuk berkomunikasi satu sama lain dan dengan lingkungannya. Pengetahuan tentang jalur-jalur transduksi sinyal yang relevan dan efektor-efektornya memberikan peluang menarik untuk intervensi terapeutik dalam mencegah dan mereparasi kerusakan kulit yang terkait usia. Dua mediator penting dari penuaan kulit adalah faktor transkripsi AP-1 dan MMP teregulasi AP-1, keduanya memegang peranan penting dalam pembentukan tumor, inflamasi, dan fibrosis, yang merupakan fokus dari semua penelitian dasar dan penelitian klinis intensif. Dampak penelitian ini adalah pembuatan obat-obat baru yang menargetkan mediator-mediator penting ini dari penyakit. Tantangan terletak pada pengaplikasian terapi-terapi baru ini untuk penuaan kulit.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Relationship between glycemic index and weight loss

Cheerleaders are associated with many diet disorders