Manifestasi Klinis Lesi-Lesi Kulit ACLE, SCLE, dan CCLE (DLE klasik)

Penting untuk membedakan beberapa sub tipe penyakit kulit yang spesifik LE, karena tipe keterlibatan kulit pada LE bisa mencerminkan pola aktivitas SLE yang mendasari. Pada kenyataannya, penyebutan akut, subakut,  dan kronis, untuk LE kutaneous, menunjuk pada perjalanan dan keparahan SLE terkait dan tidak harus terkait dengan berapa lama lesi individual telah diderita. Misalnya, ACLE paling sering terjadi dalam setting SLE menyuar yang akut, sedangkan CCLE sering terjadi tanpa adanya SLE atau dengan adanya SLE ringan. SCLE menempati posisi intermediet pada spektrum klinis ini. Subklasifikasi, walaupun penting untuk menetapkan risiko, terkadang sulit, karena kita tidak umum menemukan lebih dari satu sub-tipe penyakit kulit spesifik-LE pada pasien sama, khususnya pada pasien yang menderita SLE.

ACLE
   
Walaupun ACLE terlokalisasi pada wajah dan merupakan pola presentasi yang lazim, ACLE bisa memiliki distribusi menyeluruh. ACLE terlokalisasi telah umum disebut sebagai ruam kupu-kupu klasik atau ruam pipi SLE (gbr. 171-2). Pada ACLE terlokalisasi, eritema simetris yang bergabung terpusat pada daerah pipi dan bersambung lewat hidung (keterlibatan unilateral dengan ACLE telah ditemukan). Lipatan-lipatan nasolabial tidak terkena. Dahi, dagu, dan daerah V pada leher bisa terkena, dan pembengkakan wajah yang parah bisa terjadi. Terkadang, ACLE dimulai sebagai makula-makula kecil dan/atau papula-papula pada wajah dan selanjutnya menjadi menyatu dan hiperkeratotik. ACLE menyeluruh terdapat sebagai erupsi eksantematosa atau morbiliformis yang tersebar luas sering berfokus pada aspek ekstensor dari lengan dan tangan dan tidak mengenai daerah persendian (Gbr. 171-3A). Walaupun eritema lipatan kuku perivaskular dan telangiektasia bisa terjadi (Gbr. 171-3B), namun lebih umum dan terjadi dalam bentuk lebih parah pada dermatomyositis (lihat Gbr. 172-3). ACLE menyeluruh disebut juga sebagai ruam makulopapular dari SLE, dermatitis lupus fotosensitif, dan ruam SLE. Bentuk yang sangat akut dari ACLE jarang ditemukan yang bisa menstimulasi nekrolisis epidermal toksik. Bentuk LE bulosa ini dihasilkan oleh putusnya lapisan sel basal epidemis akibat inflamasi lichenoid yang sangat intens. ACLE biasanya ditimbulkan atau diperburuk oleh keterpaparan terhadap sinar UV. Bentuk LE kutaneous ini bisa berlangsung sementara, hanya beberapa jam, hari, atau pekan; akan tetapi, beberapa pasien mengalami periode aktivitas yang lebih lama. Perubahan pigmen postinflammatory paling menonjol pada pasien-pasien yang memiliki kulit berpigmen gelap. Scarring tidak terjadi pada  ACLE selama proses ini tidak diperumit oleh infeksi bakteri sekunder. ACLE terkadang terjadi bersama dengan  SCLE; akan tetapi, kejadian ACLE dan DLE aktif secara simultan tidak lazim. ACLE terlokalisasi dan ACLE menyeluruh bertambah dan berkurang seiring dengan aktivitas penyakit SLE yang bersangkutan, termasuk nefritis LE.

SCLE
   
Beberapa nama telah digunakan untuk menunjuk pada lesi-lesi kulit SCLE; sentrifugum eritema simetris; DLE diseminata; eritema diseminata autoimun; LE diseminata subakut; LE diseminata superfisial; LE psoriasiform; LE pityriasiform; LE fotosensitif makulopapular; dan lupus eritematosys gyratum tidak digunakan lagi. Sebuah presentasi penyakit yang didominasi oleh lesi-lesi SCLE menandai adanya sub-set LE berbeda yang memiliki gambaran klinis, serologis, dan genetik yang khas. Walaupun temuan autoantibodi bersirkulasi terhadap partikel ribonukleoprotein Ro/SS-A sangat mendukung diagnosis SCLE, keberadaan spesifitas autoantibodi ini tidak diperlukan untuk menegakkan diagnosis SCLE.
   
SCLE pada awalnya tampak sebagai makula-makula eritematosa dan/atau plak-plak anular/polisiklik (Gbr. 171-4). Sekalipun kebanyakan pasien mengalami baik SCLE anular maupun SCLE papuloskuamous, namun beberapa menunjukkan unsur-unsur dari kedua varietas morfologi ini. Lesi-lesi SCLE secara khas sensitif cahaya dan terjadi pada daerah-daerah yang utamanya terpapar sinar matahari (seperti punggung atas, bahu, aspek ekstensor dari lengan, daerah V paa leher, dan terkadang wajah). Lesi-lesi SCLE biasanya sembuh tanpa scarring tetapi bisa sembuh disertai leukoderma mirip vitilogi yang lama atau jika tidak permanen dan telangiektasia.
   
Beberapa varian SCLE telah ditemukan. Terkadang, lesi SCLE tampak pada awalnya dengan kenampakan eritema multiformis, dan kasus-kasus seperti ini bisa menstimulasi kenampakan sindrom Rowell (lesi-lesi mirip eritema multiformis yang terjadi pada pasien-pasien SLE dengan adanya autoantibodi La/SS-B). Sebagai akibat dari cedera intens pada sel-sel basal epidermal, pinggir aktif dari lesi SCLE anular terkadang mengalami perubahan vesikulobulosa yang selanjutnya bisa menghasilkan kenampakan yang mengerak. Lesi-lesi seperti ini menyerupai nekrolisis epidermal toksik. Cukup jarang, SCLE tampak dengan eritroderma eksfoliatif atau menampilkan sebuah distribusi lesi anular akral yang terlihat ganjil. Varian pityriasiform dan eksatematosa dari SCLE telah dilaporkan. Pada salah satu kasus, lesi-lesi SCLE anular diamati terjadi dari waktu ke waktu menjadi plak-plak morfea. Lesi-lesi kulit pada LE neonatal (sementara, fotosensitif, lesi kulit spesifik LE non-scarring pada neonatus yang telah mendapatkan IgG anti-Ro/SS-A, dan, terkadang, spesifitas autoantibodi lainnya secara transplasenta) memiliki banyak kesamaan sifat dengan SCLE.
   
Antara 15 sampai 20 persen pasien dengan lesi SCLE juga bisa mengalami ACLE atau DLE klasik pada beberapa titik. Lesi-lesi kulit ACLE cenderung lebih sementara dibanding lesi-lesi SCLE dan sembuh dengan sedikit perubahan pigmen. Lesi-lesi ini juga lebih edematosa dan kurang hiperkeratotik dibanding lesi-lesi SCLE. ACLE lebih umum mengenai daerah pipi dari wajah, sedangkan ACLE lebih terfokus pada leher, bahu, ekstremitas atas, dan trunkus. Lesi-lesi DLE yang terjadi dalam konteks SCLE umumnya terkait dengan derajat hiperpigmentasi atau hipopigmentasi yang lebih dalam, scarring dermal atropi, penyumbatan folikular, dan sisik adherent. Perbedaan klinis yang konsisten adalah bahwa lesi-lesi DLE memiliki ciri khas melepuh, sedangkan lesi-lesi SCLE tidak; perbedaan ini mencerminkan kedalaman inflamasi yang lebih besar yang diamati secara histopatoogi pada lesi-lesi DLE.    
   
Sekitar setengah pasien yang mengalami SCLE memenuhi kriteria American College of Rheumatologi versi revisi untuk klasifikasi SLE. Akan tetapi, manifestasi-manifestasi SLE parah seperti nefritis, penyakit sistem saraf pusat, dan vaskulitis sistemik terjadi pada hanya 10 sampai 15 persen pasien yang mengalami SCLE. Telah diduga bahwa tipe papuloskuamous dari SCLE, leukopenia, titer antibodi antinuklear (ANA) yang tinggi (>1:640), dan antibodi anti-DNA berantai ganda adalah faktor-faktor risiko untuk terjadinya SLE pada seorang pasien yang menampakkan lesi-lesi SCLE.
   
SCLE bisa bertimpang tindih dengan penyakit autoimun lainnya termasuk sindrom Sjogren, arthritis rheumatoid, dan tiroiditis Hashimoto. Gangguan-gangguan lain yang telah dikaitkan dengan SCLE adalah sindrom Sweet, porfiria kutane tarda, enteropati sensitif-gluten, dan penyakit Crohn. Juga ada anjuran bahwa SCLE bisa terkait dengan keganasan internal (karsinoma payudara, paru-paru, saluran gastrointestinal, uterus; penyakit Hogkin).

CCLE
   
Lesi-lesi DLE klasik, yang merupakan bentuk paling umum dari CCLE, mulai terbentuk sebagai makula-makula merah-ungu, papula, atau plak-plak kecil dan dengan cepat berkembang menjadi permukaan hiperkeratotik. Lesi-lesi DLE klasik dini biasanya berkembang menjadi plak-plak eritematosa berbatas tegas dan berbentuk koin (seperti diskoid) yang ditutupi oleh sebuah sisik yang prominen dan adheren yang meluas ke dalam lubang-lubang folikel rambut yang membesar (Gbr. 171-5).
   
Lesi-lesi DLE dini biasanya berekspansi dengan eritema dan hiperpigmentasi pada perifer, meninggalkan scarring sentral atropik, telangiektasia, dan hipopigmentasi (Gbr. 171-6). Lesi-lesi DLE pada tahapan ini bisa bergabung membentuk plak-plak yang besar, konfluen dan merusak penampilan. DLE pada orang-orang yang memiliki latar belakang etnis tertentu, seperti Indian Asia, bisa tampak secara klinis sebagai daerah-daerah hiperpigmentasi makular yang terisolasi. Keterlibatan folikular merupakan sebuah ciri yang menonjol. Sumbatan-sumbatan keratotik terakumulasi dalam folikel-folikel yang membesar yang segera menjadi kehilangan rambut. Ketika sisik adheren diangkat dari lesi yang lebih menonjol, tonjolan-tonjolan tajam keratotik yang mirip kenampakannya dengan paku karpet bisa dilihat berporyeksi dari permukaan bawah sisik (yakni tanda “paku karpet”). Lesi-lesi DLE paling sering ditemukan pada daerah leher, dan aspek-aspek ekstensor dari lengan. Setiap daerah wajah yang mencakup kelopak mata, alis mata, hidung dan bibir  bisa terkena. Sebuah plak DLE yang berbentuk kupu-kupu, hiperkeratotik, dan simetris terkadang ditemukan pada daerah pipi dari wajah dan menjembatani hidung. Lesi-lesi seperti ini tidak boleh disamakan dengan reaksi-reaksi eritema ACLE bersisik minimal yang edematosa dan bersifat lebih sementara yang dapat terjadi pada daerah-daerah yang sama. DLE, seperti ACLE dan SCLE, biasanya tidak mengenai lipatan-lipatan nasolabial. Ketika lesi-lesi DLE terjadi secara perioral, mereka sembuh dengan pola acneiform yang tidak beraturan berupa scarring berlubang. DLE secara khas mengenai telinga dalam termasuk bagian luar dari kanal auditori eksternal (Gbr. 171-7A). lesi-lesi seperti ini sering tampak pada awalnya sebagai folikel-folikel yang membesar dan berhiperpigmentasi. Kulit kepala terlibat pada 60 persen pasien yang mengalami DLE; alopesia scarring yang disebabkan oleh DLE berbeda dengan alopecia nonscarring yang sering dialami pasien SLE selama periode aktivitas penyakit. Tipe kehilangan rambut ini, yang disebut “lupus rambut”, bisa berupa telogen effluvium yang terjadi sebagai akibat dari penyakit sistemik yang menyuar (flared).
   
Lesi-lesi DLE terlokalisasi hanya terjadi pada leher atau kepala, sedangkan lesi DLE menyeluruh terjadi di atas dan di bawah leher. Lesi-lesi DLE di bawah leher paling umum terjadi pada aspek-aspek ekstensor dari lengan, lengan bawah, dan tangan, walaupun bisa juga terjadi pada hampir semua bagian tubuh. Telapak tangan dan telapak kaki bisa menjadi tempat yang nyeri, dan terkadang mengalami lesi-lesi DLE erosif yang menyebabkan tidak bisa berfungsi. Terkadang, lesi-lesi DLE kecil yang terjadi hanya di sekitar lubang folikular tampak pada siku dan tempat lain (DLE folikular). Aktivitas DLE bisa terlokalisasi ke unit kuku. Kuku bisa dikenai oleh bentuk LE kutaneous yang lain serta SLE, menghasilkan eritema lipatan kuku dan telangiektasia, lunula merah, clubbing, paronychia, pitting, leukonychia striata, dan onycholysis.
   
Lesi-lesi DLE bisa dipicu oleh keterpaparan sinar matahari tetapi dengan derajat yang lebih kecil dibanding lesi-lesi ACLE dan SCLE. DLE, serta bentuk-bentuk aktivitas penyakit kulit LE yang lain, bisa dipicu oleh trauma kutaneous (seperti respons Koebner atau respons isomorfis).
   
Hubungan antara DLE klasik dan SLE telah diperdebatkan. Poin-poin ringkasan berikut bisa dibuat: (1) 5 persen pasien yang mengalami lesi-lesi DLE klasik selanjutnya mengalami bukti SLE; dan (2) pasien yang mengalami DLE menyeluruh (yaitu lesi-lesi di atas dan di bawah leher) memiliki jumlah abnormalitas imunolog yang lebih tinggi, risiko yang lebih tinggi untuk berkembang menjadi SLE, dan risiko yang lebih tinggi untuk berkembang menjadi manifestasi SLE yang lebih parah dibanding pasien yang mengalami DLE terlokalisasi.
   
Hal-hal berikut telah diduga sebagai faktor-faktor risiko untuk terjadinya SLE pada pasien yang mengalami DLE: alopesia non-scarring difus; limfadenopati menyeluruh; telangiektasia lipatan kuku periungual; fenoma Raynaud; lesi kulit SCLE/ACLE; lesi-lesi kulit non-spesifik LE seperti vaskulitis; anemia yang tidak diketahui penyebabnya; leukopenia parah; uji false-positive untuk syphilis; uji ANA titer tinggi positif yang persisten; antibodi anti-DA berantai tunggal; hipergammaglobulinemia; dan laju sedimentasi eritrosit yang meningkat (khususnya > 50 mm/jam); uji berkas lupus non-lesi, terproteksi-matahari, yang positif; dan kadar reseptor IL-2 terlarut yang meningkat.
   
Sekitar seperempat pasien SLE mengalami lesi DLE pada beberapa titik waktu dalam perjalanan penyakitnya, dan pasien seperti ini cenderung memiliki bentuk SLE yang kurang parah. Gambar 171-8 mengilustrasikan risiko-risiko relatif untuk aktivitas penyakit sistemik yang terkait dengan varietas-varietas klinis dari penyakit kulit spesifik LE.
   
DLE hipertropi, yang juga disebut sebagai DLE hiperkeratotik atau DLE verrucous, merupakan varian yang jarang dari CCLE dimana hiperkeratosis yang normalnya ditemukan pada lesi-lesi DLE klasik sangat signifikan. Aspek-aspek ekstensor dari lengan, punggung atas, dan wajah adalah daerah-daerah yang paling sering terkena. Sifat-sifat yang sama antara LE hipertropi dan lichen planus dibahas dalam rubrik lupus planus. Entitas lupus eritematosys hipertropikus et profundus tampak sebagai bentuk DLE hipertropi yang langka, yang mengenai wajah disertai karakteristik tambahan berupa batas-batas yang bulat, melepuh dan merah buram/keungu-unguan. Nama untuk entitas klinis ini terkadang membingungkan karena LE panniculitis tidak menjadi ciri khas histopatologinya. Pasien yang mengalami DLE hipertropi kemungkinan tidak memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami SLE dibanding pasien yang mengalami lesi-lesi DLE klasik.
   
Pasien yang mengalami DLE pada konfigurasi linear mengikuti garis-garis Blaschko telah ditemukan. Sub-tipe DLE yang langka ini tampak paling sering pada anak-anak dan kemungkinan terkait dengan kejadian SLE terkait yang rendah.
   
DLE mukosal terjadi pada sekitar 25 persen pasien yang mengalami CCLE. Mukosa mulut paling sering terkena; akan tetapi, permukaan-permukaan mukosa hidung, konjungtiva, dan genital bisa terkena. Dalam mulut, permukaan-permukaan mukosa bukal paling umum terlibat, disertai palatal (Gbr. 171-7C), proses-proses alveolar, dan lidah merupakan tempat yang lebih sedikit terlibat. Lesi-lesi mulai tampak sebagai bercak-bercak eritematosa nyeri yang berkembang menjadi plak-plak kronis yang bisa disalahartikan sebagai lichen planus. Plak-plak mukosa bukal kronis berbatas tegas dan memliki batas-batas putih berlekuk-lekuk tidak beraturan disertai striae putih dan telangiektasia. Permukaan-permukaan plak ini yang berada di atas mukosa palatal sering memiliki kenampakan seperti sarang lebah. Depresi sentral sering terjadi pada lesi-lesi lama, dan ulserasi nyeri bisa terjadi. Lesi-lesi DLE mukosal bisa berdegenerasi menjadi karsinoma sel skuamous, mirip dengan lesi-lesi DLE kutaneous yang berlangsung lama. Setiap asimetri nodular dalam sebuah lesi DLE mukosal harus dievaluasi untuk menyelidiki kemungkinan degenerasi maligna. Plak-plak DLE kronis juga tampak pada batas vermilion bibir. Terkadang, keterlibatan bibir bisa tampak sebagai cheilitis difus, khususnya pada bibir bawah yang lebih terpapar sinar matahari.
   
Mukosa hidung, konjungtiva, dan anogenital bisa menjadi tempat lesi DLE. Perforasi septum hidung lebih sering terkait dengan SLE dibanding DLE. Lesi-lesi DLE konjungtiva mengenai kelopak bawah lebih sering dibanding kelopak atas. Dimulai sebagai daerah-daerah inflamasi non-deskrip memusat yang paling umum mengenai konjungtiva palpebral atau batas kelopak. Scarring terlihat ketika lesi telah dewasa, dan kehilangan bulu mata secara permanen dan ektropion bisa terjadi, menghasilkan kecacatan yang signifikan.
   
Risiko aktivitas penyakit sistemik pada pasien-pasien yang mengalami LE dan keterlibatan mukosa merupakan sebuah fungsi dari jenis lesi mukosal yang ada. Plak-pla DLE mukosa kronis terlihat paling umum pada pasien-pasien LE yang tidak memiliki manifestasi-manifestasi LE yang membahayakan nyawa. Akan tetapi, ulserasi mukosa hidung atau oral superfisial yang bersifat sementara dengan histopatologi yang relatif non-spesifik terjadi pada pasien-pasien yang mengalami SLE aktif. Lesi-lesi mukosa pada tipe ini mewakili 1 dari 11 kriteria klasifikasi revisi untuk SLE yang dikeluarkan oleh American College of Rheumatology.

JENIS-JENIS PENYAKIT KULIT SPESIFIK-LE YANG KURANG UMUM
   
LE profundus/LE panniculitis (penyakit Kaposi-Irgang) merupakan sebuah bentuk CCLE yang langka ditandai dengan lesi-lesi inflammatory dalam dermis bawah dan jaringan subkutan. Sekitar 70 persen pasien yang mengalami tipe CCLE ini juga memiliki leis-lesi DLE tipikal, yang sering mengalahkan kuantitas lesi-lesi panniculitis. Istilah LE profundus digunakan untuk pasien-pasien yang memiliki LE panniculitis dan lesi DLE, sedangkan LE panniculitis menunjuk pada pasien yang hanya memiliki keterlibatan subkutan. Lesi-lesi subkutan yang tipikal tampak sebagai nodula-nodula yang jelas, dengan diameter 1 sampai 3 cm. Kulit yang bersangkutan sering melekat pada nodul-nodul subkutan dan tertarik ke dalam menghasilkan depresi yang cekung dan dalam (Gambar 171-9). Kepala, lengan atas proksimal, dada, punggung, payudara, bokong, dan paha adalah tempat-tempat yang sering terkena. LE panniculitis, tanpa adanya DLE, bisa menghasilkan nodul-nodul payudara yang mungkin menyerupai karsinoma secara klinis dan radiologis (lupus mastitis). Keterlibatan yang menyatu pada wajah bisa menstimulasi kenampakan lipoatropi. Kalsifikasi distropi sering terjadi pada lesi-lesi LE profundus/LE panniculitis yang lebih lama, dan nyeri yang terkait dengan kalsifikasi semacam ini terkadang bisa menjadi masalah klinis yang dominan. Sekitar 50 persen pasien yang mengalami LE profundus/panniculitis memiliki bukti SLE. Gambaran sistemik pasien dengan LE panniculits/profundus cenderung kurang parah, mirip dengan pasien SLE yang memiliki lesi kulit DLE.
    Lesi LE chilblain/LE perniotik pada awalnya terjadi sebagai bercak-bercak ungu-merah, papula, dan plak-plak pada jari kaki, jari tangan, dan wajah yang dipicu oleh cuaca lembab dan dingin serta secara klinis dan histologis mirip dengan chiblain idiopati (pernio). Pada saat berkembang, lesi-lesi ini biasanya memiliki kenampakan berupa plak-plak atropi disertai telangiektasia terkait. Mereka bisa menyerupai lesi-lesi DLE lama atau bisa menyerupai lesi-lesi vaskulitis pembuluh kecil acral. Temuan-temuan histologis mencakup reaksi vaskular superfisial dan limfositik dalam disamping deposisi fibrin pada pembuluh-pembuluh darah yang berbasis dermal retikular. Pasien dengan LE chilblain sering memiliki lesi-lesi DLE tipikal pada wajah dan kepala. LE chilblain tampaknya terkait dengan antibodi anti-Ro/SSA. Sebuah penelitian terbaru menunjukkan bahwa persistensi lesi di luar bulan-bulan musim panas, ANA positif, atau keberadaan satu dari beberapa kriteria untuk SLE pada saat diagnosis lesi-lesi chilblan membantu membedakan LE chilblain dari chilbalin idiopati. Sekitar 20 persen dari pasien yang memiliki LE chilblain selanjutnya mengalami SLE.
   
Lupus eritematoss tumidus (LET: LE tumid) merupakan varian yang langka dari CCLE dimana temuan-temuan dermal yang merupakan ciri khas DLE, yakni deposisi mucin berlebihan dan inflamasi periadneksal dan perivaskular superfisial, ditemukan pada evaluasi histologis. Perubahan-perubahan histologis epidermal dari penyakit kulit spesifik LE hanya sedikit yang tampak. Ini menghasilkan plak-plak yang tampak seperti urikaria, edematosa dan basah disertai perubahan kecil pada permukaan (Gbr. 171-10. kekurangan perubahan epidermal sering menghasilkan kerancuan tentang diagnosis LET sebagai bentuk LE kutaneous. Baru-baru ini, telah ada beberapa laporan pasien dengan presentasi klinikopatologi ini yang telah membantu menghindari beberapa kerancuan ini. Ruiz dan  Sanchez melaporkan empat pasien yang memiliki diagnosis DLE klasik dan/atau SLE disamping plak-plak merah-violet pada badan atas; pemeriksaan histologi menunjukkan perubahan-perubahan dermal yang terjadi pada penyakit kulit spesifik LE. Kuhn dkk. melaporkan sebuah kohort pasien dengan gambaran klinis dan histologis sama yang sangat sensitif cahaya dan yang memiliki tingkat respons tinggi terhadap terapi antimalaria. Kohort ini memiliki kejadian SLE yang sangat rendah, sehingga juga mendukung bahwa LET adalah sebuah varian dari CCLE. Para peneliti menebutkan bahwa akan tetapi, berbeda dengan DLE klasik, lesi-lesi LET cenderung sembuh sempurna tanpa scarring atau atropi.

Perubahan Kulit Vesikulobulosa pada LE
   
Perubahan kulit vesikulobulosa pada LE merupakan subjek yang sangat membingungkan. Seperti penyakit kulit LE nonbulosan, lesi-lesi kulit vesikulobulosa pada pasien yang mengalami LE bisa dibagi berdasarkan histopatologi menjadi yang spesifik LE dan yang tidak spesifik LE (Tabel 171-5). Bula bisa terjadi pada ACLE dan SCLE sebagai manifestasi degenerasi liquefaktif agresif dari lapisan basal epidermal, yag menghasilkan pemutusan sel dan menstimulasi kenampakan klinis dan histopatologis dari nekrolisis epidermal toksik. Perubahan-perubahan vesikulobulosa bisa terjadi pada sisi aktif dari lesi-lesi SCLE anular, dan perubahan bulosa subepidermal terkadang terjadi pada lesi-lesi DLE.
   
Entitas kutanenous yang disebut sebagai SLE bulosa adalah contoh perubahan kulit bulosa non-spesifik. Pasien yang biasanya memiliki atau selanjutnya mengalami SLE aktif yang mencakup nefritis terkadang mengalami erupsi vesikulobulosa parah. Secara histopatologi. Infiltrasi neutrofilik yang jelas disertai pembentukan mikroabses papillary tampak mirip dengan dermatitis herpetiformis (DH) dan varian inflammatory dari edpiermolosis bulosa acquisita (EBA). Akan tetapi, temuan imunofluoresensi langsung lebih menunjukkan tipikal dari LE. Autoantibodi kolagen tipe VII terdapat pada beberapa pasien. Walaupun istilah SLE bulosa paling sering digunakan untuk menjelaskan lesi-lesi seperti ini, istilah yang lebih deskriptif seperti LE kutaneous mirip-DH atau LE kutaneous mirip EBA tampak lebih cocok untuk menunjukkan bentuk-bentuk lesi kulit bulosa lainnya yang terjadi pada pasien SLE, seperti disebutkan di atas.

Tabel 171-4 membandingkan gambaran-gambaran klinis, histopatologis, dan gambaran laboratorium pasien-pasien yang mengalami leis-lesi kulit ACLE, SCLE, dan CCLE (DLE klasik). Penting untuk membedakan beberapa sub tipe penyakit kulit yang spesifik LE, karena tipe keterlibatan kulit pada LE bisa mencerminkan pola aktivitas SLE yang mendasari. Pada kenyataannya, penyebutan akut, subakut,  dan kronis, untuk LE kutaneous, menunjuk pada perjalanan dan keparahan SLE terkait dan tidak harus terkait dengan berapa lama lesi individual telah diderita. Misalnya, ACLE paling sering terjadi dalam setting SLE menyuar yang akut, sedangkan CCLE sering terjadi tanpa adanya SLE atau dengan adanya SLE ringan. SCLE menempati posisi intermediet pada spektrum klinis ini. Subklasifikasi, walaupun penting untuk menetapkan risiko, terkadang sulit, karena kita tidak umum menemukan lebih dari satu sub-tipe penyakit kulit spesifik-LE pada pasien sama, khususnya pada pasien yang menderita SLE.

ACLE
   
Walaupun ACLE terlokalisasi pada wajah dan merupakan pola presentasi yang lazim, ACLE bisa memiliki distribusi menyeluruh. ACLE terlokalisasi telah umum disebut sebagai ruam kupu-kupu klasik atau ruam pipi SLE (gbr. 171-2). Pada ACLE terlokalisasi, eritema simetris yang bergabung terpusat pada daerah pipi dan bersambung lewat hidung (keterlibatan unilateral dengan ACLE telah ditemukan). Lipatan-lipatan nasolabial tidak terkena. Dahi, dagu, dan daerah V pada leher bisa terkena, dan pembengkakan wajah yang parah bisa terjadi. Terkadang, ACLE dimulai sebagai makula-makula kecil dan/atau papula-papula pada wajah dan selanjutnya menjadi menyatu dan hiperkeratotik. ACLE menyeluruh terdapat sebagai erupsi eksantematosa atau morbiliformis yang tersebar luas sering berfokus pada aspek ekstensor dari lengan dan tangan dan tidak mengenai daerah persendian (Gbr. 171-3A). Walaupun eritema lipatan kuku perivaskular dan telangiektasia bisa terjadi (Gbr. 171-3B), namun lebih umum dan terjadi dalam bentuk lebih parah pada dermatomyositis (lihat Gbr. 172-3). ACLE menyeluruh disebut juga sebagai ruam makulopapular dari SLE, dermatitis lupus fotosensitif, dan ruam SLE. Bentuk yang sangat akut dari ACLE jarang ditemukan yang bisa menstimulasi nekrolisis epidermal toksik. Bentuk LE bulosa ini dihasilkan oleh putusnya lapisan sel basal epidemis akibat inflamasi lichenoid yang sangat intens. ACLE biasanya ditimbulkan atau diperburuk oleh keterpaparan terhadap sinar UV. Bentuk LE kutaneous ini bisa berlangsung sementara, hanya beberapa jam, hari, atau pekan; akan tetapi, beberapa pasien mengalami periode aktivitas yang lebih lama. Perubahan pigmen postinflammatory paling menonjol pada pasien-pasien yang memiliki kulit berpigmen gelap. Scarring tidak terjadi pada  ACLE selama proses ini tidak diperumit oleh infeksi bakteri sekunder. ACLE terkadang terjadi bersama dengan  SCLE; akan tetapi, kejadian ACLE dan DLE aktif secara simultan tidak lazim. ACLE terlokalisasi dan ACLE menyeluruh bertambah dan berkurang seiring dengan aktivitas penyakit SLE yang bersangkutan, termasuk nefritis LE.

SCLE
   
Beberapa nama telah digunakan untuk menunjuk pada lesi-lesi kulit SCLE; sentrifugum eritema simetris; DLE diseminata; eritema diseminata autoimun; LE diseminata subakut; LE diseminata superfisial; LE psoriasiform; LE pityriasiform; LE fotosensitif makulopapular; dan lupus eritematosys gyratum tidak digunakan lagi. Sebuah presentasi penyakit yang didominasi oleh lesi-lesi SCLE menandai adanya sub-set LE berbeda yang memiliki gambaran klinis, serologis, dan genetik yang khas. Walaupun temuan autoantibodi bersirkulasi terhadap partikel ribonukleoprotein Ro/SS-A sangat mendukung diagnosis SCLE, keberadaan spesifitas autoantibodi ini tidak diperlukan untuk menegakkan diagnosis SCLE.
   
SCLE pada awalnya tampak sebagai makula-makula eritematosa dan/atau plak-plak anular/polisiklik (Gbr. 171-4). Sekalipun kebanyakan pasien mengalami baik SCLE anular maupun SCLE papuloskuamous, namun beberapa menunjukkan unsur-unsur dari kedua varietas morfologi ini. Lesi-lesi SCLE secara khas sensitif cahaya dan terjadi pada daerah-daerah yang utamanya terpapar sinar matahari (seperti punggung atas, bahu, aspek ekstensor dari lengan, daerah V paa leher, dan terkadang wajah). Lesi-lesi SCLE biasanya sembuh tanpa scarring tetapi bisa sembuh disertai leukoderma mirip vitilogi yang lama atau jika tidak permanen dan telangiektasia.
   
Beberapa varian SCLE telah ditemukan. Terkadang, lesi SCLE tampak pada awalnya dengan kenampakan eritema multiformis, dan kasus-kasus seperti ini bisa menstimulasi kenampakan sindrom Rowell (lesi-lesi mirip eritema multiformis yang terjadi pada pasien-pasien SLE dengan adanya autoantibodi La/SS-B). Sebagai akibat dari cedera intens pada sel-sel basal epidermal, pinggir aktif dari lesi SCLE anular terkadang mengalami perubahan vesikulobulosa yang selanjutnya bisa menghasilkan kenampakan yang mengerak. Lesi-lesi seperti ini menyerupai nekrolisis epidermal toksik. Cukup jarang, SCLE tampak dengan eritroderma eksfoliatif atau menampilkan sebuah distribusi lesi anular akral yang terlihat ganjil. Varian pityriasiform dan eksatematosa dari SCLE telah dilaporkan. Pada salah satu kasus, lesi-lesi SCLE anular diamati terjadi dari waktu ke waktu menjadi plak-plak morfea. Lesi-lesi kulit pada LE neonatal (sementara, fotosensitif, lesi kulit spesifik LE non-scarring pada neonatus yang telah mendapatkan IgG anti-Ro/SS-A, dan, terkadang, spesifitas autoantibodi lainnya secara transplasenta) memiliki banyak kesamaan sifat dengan SCLE.
   
Antara 15 sampai 20 persen pasien dengan lesi SCLE juga bisa mengalami ACLE atau DLE klasik pada beberapa titik. Lesi-lesi kulit ACLE cenderung lebih sementara dibanding lesi-lesi SCLE dan sembuh dengan sedikit perubahan pigmen. Lesi-lesi ini juga lebih edematosa dan kurang hiperkeratotik dibanding lesi-lesi SCLE. ACLE lebih umum mengenai daerah pipi dari wajah, sedangkan ACLE lebih terfokus pada leher, bahu, ekstremitas atas, dan trunkus. Lesi-lesi DLE yang terjadi dalam konteks SCLE umumnya terkait dengan derajat hiperpigmentasi atau hipopigmentasi yang lebih dalam, scarring dermal atropi, penyumbatan folikular, dan sisik adherent. Perbedaan klinis yang konsisten adalah bahwa lesi-lesi DLE memiliki ciri khas melepuh, sedangkan lesi-lesi SCLE tidak; perbedaan ini mencerminkan kedalaman inflamasi yang lebih besar yang diamati secara histopatoogi pada lesi-lesi DLE.    
   
Sekitar setengah pasien yang mengalami SCLE memenuhi kriteria American College of Rheumatologi versi revisi untuk klasifikasi SLE. Akan tetapi, manifestasi-manifestasi SLE parah seperti nefritis, penyakit sistem saraf pusat, dan vaskulitis sistemik terjadi pada hanya 10 sampai 15 persen pasien yang mengalami SCLE. Telah diduga bahwa tipe papuloskuamous dari SCLE, leukopenia, titer antibodi antinuklear (ANA) yang tinggi (>1:640), dan antibodi anti-DNA berantai ganda adalah faktor-faktor risiko untuk terjadinya SLE pada seorang pasien yang menampakkan lesi-lesi SCLE.
   
SCLE bisa bertimpang tindih dengan penyakit autoimun lainnya termasuk sindrom Sjogren, arthritis rheumatoid, dan tiroiditis Hashimoto. Gangguan-gangguan lain yang telah dikaitkan dengan SCLE adalah sindrom Sweet, porfiria kutane tarda, enteropati sensitif-gluten, dan penyakit Crohn. Juga ada anjuran bahwa SCLE bisa terkait dengan keganasan internal (karsinoma payudara, paru-paru, saluran gastrointestinal, uterus; penyakit Hogkin).

CCLE
   
Lesi-lesi DLE klasik, yang merupakan bentuk paling umum dari CCLE, mulai terbentuk sebagai makula-makula merah-ungu, papula, atau plak-plak kecil dan dengan cepat berkembang menjadi permukaan hiperkeratotik. Lesi-lesi DLE klasik dini biasanya berkembang menjadi plak-plak eritematosa berbatas tegas dan berbentuk koin (seperti diskoid) yang ditutupi oleh sebuah sisik yang prominen dan adheren yang meluas ke dalam lubang-lubang folikel rambut yang membesar (Gbr. 171-5).
   
Lesi-lesi DLE dini biasanya berekspansi dengan eritema dan hiperpigmentasi pada perifer, meninggalkan scarring sentral atropik, telangiektasia, dan hipopigmentasi (Gbr. 171-6). Lesi-lesi DLE pada tahapan ini bisa bergabung membentuk plak-plak yang besar, konfluen dan merusak penampilan. DLE pada orang-orang yang memiliki latar belakang etnis tertentu, seperti Indian Asia, bisa tampak secara klinis sebagai daerah-daerah hiperpigmentasi makular yang terisolasi. Keterlibatan folikular merupakan sebuah ciri yang menonjol. Sumbatan-sumbatan keratotik terakumulasi dalam folikel-folikel yang membesar yang segera menjadi kehilangan rambut. Ketika sisik adheren diangkat dari lesi yang lebih menonjol, tonjolan-tonjolan tajam keratotik yang mirip kenampakannya dengan paku karpet bisa dilihat berporyeksi dari permukaan bawah sisik (yakni tanda “paku karpet”). Lesi-lesi DLE paling sering ditemukan pada daerah leher, dan aspek-aspek ekstensor dari lengan. Setiap daerah wajah yang mencakup kelopak mata, alis mata, hidung dan bibir  bisa terkena. Sebuah plak DLE yang berbentuk kupu-kupu, hiperkeratotik, dan simetris terkadang ditemukan pada daerah pipi dari wajah dan menjembatani hidung. Lesi-lesi seperti ini tidak boleh disamakan dengan reaksi-reaksi eritema ACLE bersisik minimal yang edematosa dan bersifat lebih sementara yang dapat terjadi pada daerah-daerah yang sama. DLE, seperti ACLE dan SCLE, biasanya tidak mengenai lipatan-lipatan nasolabial. Ketika lesi-lesi DLE terjadi secara perioral, mereka sembuh dengan pola acneiform yang tidak beraturan berupa scarring berlubang. DLE secara khas mengenai telinga dalam termasuk bagian luar dari kanal auditori eksternal (Gbr. 171-7A). lesi-lesi seperti ini sering tampak pada awalnya sebagai folikel-folikel yang membesar dan berhiperpigmentasi. Kulit kepala terlibat pada 60 persen pasien yang mengalami DLE; alopesia scarring yang disebabkan oleh DLE berbeda dengan alopecia nonscarring yang sering dialami pasien SLE selama periode aktivitas penyakit. Tipe kehilangan rambut ini, yang disebut “lupus rambut”, bisa berupa telogen effluvium yang terjadi sebagai akibat dari penyakit sistemik yang menyuar (flared).
   
Lesi-lesi DLE terlokalisasi hanya terjadi pada leher atau kepala, sedangkan lesi DLE menyeluruh terjadi di atas dan di bawah leher. Lesi-lesi DLE di bawah leher paling umum terjadi pada aspek-aspek ekstensor dari lengan, lengan bawah, dan tangan, walaupun bisa juga terjadi pada hampir semua bagian tubuh. Telapak tangan dan telapak kaki bisa menjadi tempat yang nyeri, dan terkadang mengalami lesi-lesi DLE erosif yang menyebabkan tidak bisa berfungsi. Terkadang, lesi-lesi DLE kecil yang terjadi hanya di sekitar lubang folikular tampak pada siku dan tempat lain (DLE folikular). Aktivitas DLE bisa terlokalisasi ke unit kuku. Kuku bisa dikenai oleh bentuk LE kutaneous yang lain serta SLE, menghasilkan eritema lipatan kuku dan telangiektasia, lunula merah, clubbing, paronychia, pitting, leukonychia striata, dan onycholysis.
   
Lesi-lesi DLE bisa dipicu oleh keterpaparan sinar matahari tetapi dengan derajat yang lebih kecil dibanding lesi-lesi ACLE dan SCLE. DLE, serta bentuk-bentuk aktivitas penyakit kulit LE yang lain, bisa dipicu oleh trauma kutaneous (seperti respons Koebner atau respons isomorfis).
   
Hubungan antara DLE klasik dan SLE telah diperdebatkan. Poin-poin ringkasan berikut bisa dibuat: (1) 5 persen pasien yang mengalami lesi-lesi DLE klasik selanjutnya mengalami bukti SLE; dan (2) pasien yang mengalami DLE menyeluruh (yaitu lesi-lesi di atas dan di bawah leher) memiliki jumlah abnormalitas imunolog yang lebih tinggi, risiko yang lebih tinggi untuk berkembang menjadi SLE, dan risiko yang lebih tinggi untuk berkembang menjadi manifestasi SLE yang lebih parah dibanding pasien yang mengalami DLE terlokalisasi.
   
Hal-hal berikut telah diduga sebagai faktor-faktor risiko untuk terjadinya SLE pada pasien yang mengalami DLE: alopesia non-scarring difus; limfadenopati menyeluruh; telangiektasia lipatan kuku periungual; fenoma Raynaud; lesi kulit SCLE/ACLE; lesi-lesi kulit non-spesifik LE seperti vaskulitis; anemia yang tidak diketahui penyebabnya; leukopenia parah; uji false-positive untuk syphilis; uji ANA titer tinggi positif yang persisten; antibodi anti-DA berantai tunggal; hipergammaglobulinemia; dan laju sedimentasi eritrosit yang meningkat (khususnya > 50 mm/jam); uji berkas lupus non-lesi, terproteksi-matahari, yang positif; dan kadar reseptor IL-2 terlarut yang meningkat.
   
Sekitar seperempat pasien SLE mengalami lesi DLE pada beberapa titik waktu dalam perjalanan penyakitnya, dan pasien seperti ini cenderung memiliki bentuk SLE yang kurang parah. Gambar 171-8 mengilustrasikan risiko-risiko relatif untuk aktivitas penyakit sistemik yang terkait dengan varietas-varietas klinis dari penyakit kulit spesifik LE.
   
DLE hipertropi, yang juga disebut sebagai DLE hiperkeratotik atau DLE verrucous, merupakan varian yang jarang dari CCLE dimana hiperkeratosis yang normalnya ditemukan pada lesi-lesi DLE klasik sangat signifikan. Aspek-aspek ekstensor dari lengan, punggung atas, dan wajah adalah daerah-daerah yang paling sering terkena. Sifat-sifat yang sama antara LE hipertropi dan lichen planus dibahas dalam rubrik lupus planus. Entitas lupus eritematosys hipertropikus et profundus tampak sebagai bentuk DLE hipertropi yang langka, yang mengenai wajah disertai karakteristik tambahan berupa batas-batas yang bulat, melepuh dan merah buram/keungu-unguan. Nama untuk entitas klinis ini terkadang membingungkan karena LE panniculitis tidak menjadi ciri khas histopatologinya. Pasien yang mengalami DLE hipertropi kemungkinan tidak memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami SLE dibanding pasien yang mengalami lesi-lesi DLE klasik.
   
Pasien yang mengalami DLE pada konfigurasi linear mengikuti garis-garis Blaschko telah ditemukan. Sub-tipe DLE yang langka ini tampak paling sering pada anak-anak dan kemungkinan terkait dengan kejadian SLE terkait yang rendah.
   
DLE mukosal terjadi pada sekitar 25 persen pasien yang mengalami CCLE. Mukosa mulut paling sering terkena; akan tetapi, permukaan-permukaan mukosa hidung, konjungtiva, dan genital bisa terkena. Dalam mulut, permukaan-permukaan mukosa bukal paling umum terlibat, disertai palatal (Gbr. 171-7C), proses-proses alveolar, dan lidah merupakan tempat yang lebih sedikit terlibat. Lesi-lesi mulai tampak sebagai bercak-bercak eritematosa nyeri yang berkembang menjadi plak-plak kronis yang bisa disalahartikan sebagai lichen planus. Plak-plak mukosa bukal kronis berbatas tegas dan memliki batas-batas putih berlekuk-lekuk tidak beraturan disertai striae putih dan telangiektasia. Permukaan-permukaan plak ini yang berada di atas mukosa palatal sering memiliki kenampakan seperti sarang lebah. Depresi sentral sering terjadi pada lesi-lesi lama, dan ulserasi nyeri bisa terjadi. Lesi-lesi DLE mukosal bisa berdegenerasi menjadi karsinoma sel skuamous, mirip dengan lesi-lesi DLE kutaneous yang berlangsung lama. Setiap asimetri nodular dalam sebuah lesi DLE mukosal harus dievaluasi untuk menyelidiki kemungkinan degenerasi maligna. Plak-plak DLE kronis juga tampak pada batas vermilion bibir. Terkadang, keterlibatan bibir bisa tampak sebagai cheilitis difus, khususnya pada bibir bawah yang lebih terpapar sinar matahari.
   
Mukosa hidung, konjungtiva, dan anogenital bisa menjadi tempat lesi DLE. Perforasi septum hidung lebih sering terkait dengan SLE dibanding DLE. Lesi-lesi DLE konjungtiva mengenai kelopak bawah lebih sering dibanding kelopak atas. Dimulai sebagai daerah-daerah inflamasi non-deskrip memusat yang paling umum mengenai konjungtiva palpebral atau batas kelopak. Scarring terlihat ketika lesi telah dewasa, dan kehilangan bulu mata secara permanen dan ektropion bisa terjadi, menghasilkan kecacatan yang signifikan.
   
Risiko aktivitas penyakit sistemik pada pasien-pasien yang mengalami LE dan keterlibatan mukosa merupakan sebuah fungsi dari jenis lesi mukosal yang ada. Plak-pla DLE mukosa kronis terlihat paling umum pada pasien-pasien LE yang tidak memiliki manifestasi-manifestasi LE yang membahayakan nyawa. Akan tetapi, ulserasi mukosa hidung atau oral superfisial yang bersifat sementara dengan histopatologi yang relatif non-spesifik terjadi pada pasien-pasien yang mengalami SLE aktif. Lesi-lesi mukosa pada tipe ini mewakili 1 dari 11 kriteria klasifikasi revisi untuk SLE yang dikeluarkan oleh American College of Rheumatology.

JENIS-JENIS PENYAKIT KULIT SPESIFIK-LE YANG KURANG UMUM
   
LE profundus/LE panniculitis (penyakit Kaposi-Irgang) merupakan sebuah bentuk CCLE yang langka ditandai dengan lesi-lesi inflammatory dalam dermis bawah dan jaringan subkutan. Sekitar 70 persen pasien yang mengalami tipe CCLE ini juga memiliki leis-lesi DLE tipikal, yang sering mengalahkan kuantitas lesi-lesi panniculitis. Istilah LE profundus digunakan untuk pasien-pasien yang memiliki LE panniculitis dan lesi DLE, sedangkan LE panniculitis menunjuk pada pasien yang hanya memiliki keterlibatan subkutan. Lesi-lesi subkutan yang tipikal tampak sebagai nodula-nodula yang jelas, dengan diameter 1 sampai 3 cm. Kulit yang bersangkutan sering melekat pada nodul-nodul subkutan dan tertarik ke dalam menghasilkan depresi yang cekung dan dalam (Gambar 171-9). Kepala, lengan atas proksimal, dada, punggung, payudara, bokong, dan paha adalah tempat-tempat yang sering terkena. LE panniculitis, tanpa adanya DLE, bisa menghasilkan nodul-nodul payudara yang mungkin menyerupai karsinoma secara klinis dan radiologis (lupus mastitis). Keterlibatan yang menyatu pada wajah bisa menstimulasi kenampakan lipoatropi. Kalsifikasi distropi sering terjadi pada lesi-lesi LE profundus/LE panniculitis yang lebih lama, dan nyeri yang terkait dengan kalsifikasi semacam ini terkadang bisa menjadi masalah klinis yang dominan. Sekitar 50 persen pasien yang mengalami LE profundus/panniculitis memiliki bukti SLE. Gambaran sistemik pasien dengan LE panniculits/profundus cenderung kurang parah, mirip dengan pasien SLE yang memiliki lesi kulit DLE.
   
Lesi LE chilblain/LE perniotik pada awalnya terjadi sebagai bercak-bercak ungu-merah, papula, dan plak-plak pada jari kaki, jari tangan, dan wajah yang dipicu oleh cuaca lembab dan dingin serta secara klinis dan histologis mirip dengan chiblain idiopati (pernio). Pada saat berkembang, lesi-lesi ini biasanya memiliki kenampakan berupa plak-plak atropi disertai telangiektasia terkait. Mereka bisa menyerupai lesi-lesi DLE lama atau bisa menyerupai lesi-lesi vaskulitis pembuluh kecil acral. Temuan-temuan histologis mencakup reaksi vaskular superfisial dan limfositik dalam disamping deposisi fibrin pada pembuluh-pembuluh darah yang berbasis dermal retikular. Pasien dengan LE chilblain sering memiliki lesi-lesi DLE tipikal pada wajah dan kepala. LE chilblain tampaknya terkait dengan antibodi anti-Ro/SSA. Sebuah penelitian terbaru menunjukkan bahwa persistensi lesi di luar bulan-bulan musim panas, ANA positif, atau keberadaan satu dari beberapa kriteria untuk SLE pada saat diagnosis lesi-lesi chilblan membantu membedakan LE chilblain dari chilbalin idiopati. Sekitar 20 persen dari pasien yang memiliki LE chilblain selanjutnya mengalami SLE.
   
Lupus eritematoss tumidus (LET: LE tumid) merupakan varian yang langka dari CCLE dimana temuan-temuan dermal yang merupakan ciri khas DLE, yakni deposisi mucin berlebihan dan inflamasi periadneksal dan perivaskular superfisial, ditemukan pada evaluasi histologis. Perubahan-perubahan histologis epidermal dari penyakit kulit spesifik LE hanya sedikit yang tampak. Ini menghasilkan plak-plak yang tampak seperti urikaria, edematosa dan basah disertai perubahan kecil pada permukaan (Gbr. 171-10. kekurangan perubahan epidermal sering menghasilkan kerancuan tentang diagnosis LET sebagai bentuk LE kutaneous. Baru-baru ini, telah ada beberapa laporan pasien dengan presentasi klinikopatologi ini yang telah membantu menghindari beberapa kerancuan ini. Ruiz dan  Sanchez melaporkan empat pasien yang memiliki diagnosis DLE klasik dan/atau SLE disamping plak-plak merah-violet pada badan atas; pemeriksaan histologi menunjukkan perubahan-perubahan dermal yang terjadi pada penyakit kulit spesifik LE. Kuhn dkk. melaporkan sebuah kohort pasien dengan gambaran klinis dan histologis sama yang sangat sensitif cahaya dan yang memiliki tingkat respons tinggi terhadap terapi antimalaria. Kohort ini memiliki kejadian SLE yang sangat rendah, sehingga juga mendukung bahwa LET adalah sebuah varian dari CCLE. Para peneliti menebutkan bahwa akan tetapi, berbeda dengan DLE klasik, lesi-lesi LET cenderung sembuh sempurna tanpa scarring atau atropi.

Perubahan Kulit Vesikulobulosa pada LE
   
Perubahan kulit vesikulobulosa pada LE merupakan subjek yang sangat membingungkan. Seperti penyakit kulit LE nonbulosan, lesi-lesi kulit vesikulobulosa pada pasien yang mengalami LE bisa dibagi berdasarkan histopatologi menjadi yang spesifik LE dan yang tidak spesifik LE (Tabel 171-5). Bula bisa terjadi pada ACLE dan SCLE sebagai manifestasi degenerasi liquefaktif agresif dari lapisan basal epidermal, yag menghasilkan pemutusan sel dan menstimulasi kenampakan klinis dan histopatologis dari nekrolisis epidermal toksik. Perubahan-perubahan vesikulobulosa bisa terjadi pada sisi aktif dari lesi-lesi SCLE anular, dan perubahan bulosa subepidermal terkadang terjadi pada lesi-lesi DLE.
   
Entitas kutanenous yang disebut sebagai SLE bulosa adalah contoh perubahan kulit bulosa non-spesifik. Pasien yang biasanya memiliki atau selanjutnya mengalami SLE aktif yang mencakup nefritis terkadang mengalami erupsi vesikulobulosa parah. Secara histopatologi. Infiltrasi neutrofilik yang jelas disertai pembentukan mikroabses papillary tampak mirip dengan dermatitis herpetiformis (DH) dan varian inflammatory dari edpiermolosis bulosa acquisita (EBA). Akan tetapi, temuan imunofluoresensi langsung lebih menunjukkan tipikal dari LE. Autoantibodi kolagen tipe VII terdapat pada beberapa pasien. Walaupun istilah SLE bulosa paling sering digunakan untuk menjelaskan lesi-lesi seperti ini, istilah yang lebih deskriptif seperti LE kutaneous mirip-DH atau LE kutaneous mirip EBA tampak lebih cocok untuk menunjukkan bentuk-bentuk lesi kulit bulosa lainnya yang terjadi pada pasien SLE, seperti disebutkan di atas.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Relationship between glycemic index and weight loss

Cheerleaders are associated with many diet disorders