Klasifikasi Lesi-Lesi Kutaneous

Klasifikasi lesi kutaneous yang paling umum digunakan pada lupus eritematosus adalah sistem klasifikasi Professor James Gilliam. Dia mengelompokkan lesi-lesi kulit menjadi lesi kulit yang spesifik dan yang tidak spesifik untuk lupus. Dalam kategori lesi-lesi kutaneous spesifik, dia membagi lagi menjadi akut, subakut, dan kronis. Klasifikasi yang disajikan disini adalah modifikasi klasifikasi Gilliam. Perbedaan antara lesi spesifik dan non-spesifik tetap ada, tetapi lesi-lesi spesifik dibedakan sebagian besar berdasarkan lokasi infiltrat inflammatory dan bukan berdasarkan kekronisan lesi (Gbr. 43.3).

Lupus Kutaneous Akut
   
Lesi-lesi lupus kutaneous akut biasa disebut sebagai ruam pipi 'kupu-kupu' (Gbr. 43.4). Lesi-lesi cenderung bersifat sementara, mengikuti keterpaparan matahari, dan sembuh tanpa scarring (tetapi terkadang disertai dispigmentasi). Hubungan dengan antibodi anti-dsDNA dan nefritis lupus telah diusulkan dan memang memungkinkan, walaupun beberapa pasien yang mengalami ruam pipi tidak memiliki antibodi anti-dsDNA tidak juga lupus nefritis. Pasien-pasien yang menampakkan tipe erupsi ini harus dievaluasi secara cermat untuk mencari bukti adanya penyakit internal.
   
Morfologi lesi berkisar mulai dari eritema ringan sampai edema intens. Poikiloderma (yakni hiperpigmentasi, hipopigmentasi, telangiektasia, dan atropi epidermal) membedakan eritema lupus kutaneous akut pada pipi dari erupsi wajah yang umum seperti dermatitis seborheik. Terkadang, ada komponen papular, dan terkadang lesi membentuk sisik. Durasinya bisa berkisar antara beberapa jam sampai beberapa pekan. Wajah, khususnya daerah pipi, paling umum terkena, tetapi terkadang lesi bisa lebih luas penyebarannya (Gbr. 43.5). Apabila lesi-lesi terjadi pada tangan, persendian biasanya tidak terkena. Erupsi kutaneous akut tidak lazim disertai oleh ulserasi oral.
   
Cukup jarang, pasien dengan lupus mengalami erupsi akut yang secara klinis mirip dengan nekrolisis epidermal toksik atau eritema multiformis major. Keberadaan lesi mirip eritema multiformis pada pasien lupus telah disebut sebagai sindrom Rowell. Menurut beberapa definisi, pasien harus selalu memiliki antibodi terhadap Ro/La, tetapi apakah pasien harus positif anti-Ro/La masih dipertanyakan. Walaupun pengklasifikasian lesi mirip eritema multiformis yang terjadi pada pasien dengan lupus tidak jelas, namun lesi-lesi ini merupakan sebuah varian parah dari lupus kutaneous akut atau, pada beberapa kasus, lupus kutaneous subakut.
   
Seperti untuk semua bentuk lupus kutaneous, pada pasien tertentu, lebih dari satu tipe lesi kutaneous bisa terjadi.

Lupus Kutaneous Subakut
   
Lupus kutaneous subakut (SCLE) dikenali sebagai sebuah entitas berbeda oleh Sontheimer, Thomas, dan Gilliam pada tahun 1979. Tipe lupus kutaneous ini biasanya sensitif cahaya, dengan lesi-lesi yang terbatas pada kulit yang terpapar sinar matahari. Walaupun hubungan lesi-lesi SCLE dengan sinar matahari belum begitu jelas, juga ditemukan bahwa kulit wajah bagian tengah biasanya tidak terkena, sedangkan sisi-sisi wajah, daerah V pada leher, dan lengan bawah ekstensor umumnya terlibat (Gbr. 43.6-43.8). Pada beberapa pasien, penyakit ini bisa ringan, dengan hanya beberapa bercak bersisik kecil yang tampak setelah keterpaparan sinar matahari.
   
Lesi-lesi SCLE bisa memiliki konfigurasi melingkar, dengan batas-batas merah yang menonjol dan bagian tengah yang bersih, atau kenampakan papuloskuamosa, disertai penampilan eczematosa atau psoriasiformis. Lesi-lesi SCLE secara khas memiliki infiltrat inflammatory permukaan yang relatif jarang, akibatnya, biasanya tidak terjadi pelepuhan. Lesi-lesi sering menghasilkan dispigmentasi, khususnya hipopigmentasi atau bahkan depigmentasi, tetapi tidak ada scar.
   
Pada beberapa kasus, lesi-lesi SCLE telah muncul pada pasien-pasien yang mendapatkan obat tertentu, khususnya hidroklorothiazida dan obat-obat anti-inflammatory non-steroid (NSAID), disamping juga diltiazem hidroklorida dan terbinafin (terbinafin hidroklorida). Lesi-lesi bisa bersih atau mungkin tidak bersih ketika pengobatan dihentikan.
   
Prognosis jangka-panjang pasien yang mengalami SCLE belum diketahui secara secara lengkap, sebagian besar karena sub-kelompok lupus kutaneous ini baru saja dikenali akhir-akhir ini. Jelas bahwa persentase pasien tertentu, mungkin 15%, akan terus mengalami penyakit dalam yang signifikan, termasuk nefritis.
   
Salah satu ciri penting dari SCLE, ditinjau dari sudut pandang pemahaman patogenesis lupus, adalah hubungannya yang beraturan dengan auto-antibodi anti-Ro (lihat Bab 42). Walaupun para peneliti berbeda pendapat tentang prevalensi anti-Ro pada SCLE, ada kemungkinan bahwa kebanyakan pasien yang mengalami kondisi ini memiliki antibodi anti-Ro. Perbedaan pendapat berkenaan dengan prevalensi antibodi anti-Ro pada SCLE bisa sebagian disebabkan oleh kesulitan untuk menegakkan diagnosis klinis definitif dari SCLE (berbeda dengan bentuk lupus kutaneous lainnya) dan sebagiannya disebabkan oleh perbedaan uji-uji laboratorium untuk pendeteksian antibodi anti-Ro.

Lupus Eritematosus Kutaneous (Diskoid) Kronis
   
Lesi-lesi diskoid merupakan salah satu dari manifestasi lupus pada kulit yang paling umum, dan merupakan tipe lupus kutaneous paling umum yang memerlukan upaya para ahli dermatologi untuk mengevaluasinya. Lesi-lesi diskoid ditemukan paling sering pada wajah, kulit kepala, dan telinga, meski bisa juga terdapat pada daerah yang lain (Gbr. 43.9). Akan tetapi, lesi-lesi diskoid tidak lazim ditemukan pada permukaan-permukaan mukosal, termasuk bibir, permukaan mukosa oral lainnya, mukosa nasal, konjungtiva, dan mukosa genital.
   
Beberapa pasien yang mengalami lupus eritematosus kutaneous kronis (CCLE) memiliki lesi pada kulit yang terpapar sinar matahari, dan keterpaparan matahari tampaknya memiliki peranan dalam terjadinya lesi-lesi ini. Akan tetapi, banyak pasien yang mengalami lesi pada bagian tubuh yang terlindungi dari sinar matahari, dan belum ada hubungan yang jelas antara keterpaparan matahari dan terjadinya lesi.
   
Lesi-lesi diskoid memiliki potensi untuk menghasilkan scarring, dan seiring dengan waktu, kebanyakan pasien dengan lesi diskoid mengalami scarring yang merusak penampilan. Lesi-lesi aktif sangat inflammatory, dengan infiltrat inflammatory yang jelas pada dermis permukaan dan dermis dalam. Akibatnya, lesi-lesi aktif cenderung terasa melepuh. Adneksa sebagian besar terlibat pada lupus kutaneous kronis, disertai penyumbatan folikular dan alopecia scarring umum ditemukan. Dispigmentasi diduga terjadi pada lesi-lesi yang berlangsung lama, biasanya disertai hipopigmentasi pada bagian sentral dan hiperpigmentasi pada daerah perifer, tetapi terkadang disertai depigmentasi mirip vitiligo (Gbr. 43.10). Cukup jarang karsinoma sel skuamous terjadi pada lesi diskoid yang berlangsung lama.
   
Pasien-pasien yang mengalami CCLE memiliki arthralgia terkait, tetapi hanya 5-10% pasien CCLE yang pada akhirnya mengalami SLE yang jelas. Risiko bisa lebih tinggi pada pasien yang memiliki lesi-lesi ekstensif.
   
Varian yang tidak lazim dari CCLE adalah CCLE hipertropi, ditandai dengan scaling menebal yang mendasari lesi diskoid atau yang terjadi pada perifer lesi diskoid. Lesi-lesi hiperkeratotik yang intensif sering menonjol pada lengan ekstensor, tetapi wajah dan trunkus atas juga bisa terlibat. Seringkali, ada lesi-lesi diskoid tipikal yang terdapat pada lokasi-lokasi lain. Penting untuk mengenali bahwa lesi-lesi diskoid, yang merupakan penanda CCLE, juga merupakan manifestasi yang umum dari SLE.

Lupus Eritematosus Tumidus
   
Beberapa pasien yang mengalami lesi lupus kutaneous memiliki lesi-lesi yang ditandai dengan pelepuhan dan eritema tetapi tidak ada sisik atau penyumbatan folikular. Epidermis tampak tidak terlibat dalam proses penyakit, walaupun ada infiltrat inflammatory dermal yang intens. Lesi-lesi lupus tumid bisa sama seperti “plak-plak urtikaria” seperti yang ditemukan pada pasien-pasien lupus. Beberapa peneliti menyatakan bahwa lesi-lesi paling umum pada wajah, walaupun menurut pengalaman kami, lesi-lesi ini sedikit umum pada trunkus (Gbr. 43.11). Secara morfologi, lesi-lesi mirip dengan infiltrat limfositik Jessner (lihat Bab 122), dan beberapa meyakini bahwa infiltrat limfosit Jessner dan lupus tumid sangat terkait atau adalah penyakit yang sama. Lupus tumid telah dilaporkan dapat ditimbulkan dengan fototesting pada kebanyakan pasien.

Lupus Panniculitis
   
Inflamasi intensif pada lemak mengarah pada plak-plak melepuh yang bisa terbentuk menjadi daerah yang tertekan dan rusak teksturnya. Lesi-lesi lupus panniculitis memiliki distribusi yang berbeda, yang sebagian besar terjadi pada wajah, lengan atas, trunkus atas, payudara, bokong, dan paha (gambar 43.12). Beberapa pasien memiliki lesi-lesi diskoid yang mendasari panniculitis, dan pada kasus-kasus tersebut, kondisi ini terkadang disebut sebagai lupus profundus. Untuk pembahasan lebih lanjut tentang panniculitis silahkan lihat Bab 101.

Varian-Varian Lupus Kutaneous yang Jarang
   
Dalam setting klinis dari lupus, lesi-lesi bulosa bisa muncul karena beberapa alasan. Terkadang, lesi yang mengerak atau melepuh terjadi sebagai akibat dari intensitas kerusakan sel basal pada lesi ACLE atau SCLE, atau CCLE. Erupsi bluosa yang khas telah ditemukan dimana histopatologinya menyerupai dermatitis herpetiformis, dengan infiltrat yang sebagian besar neutrofilik, imunoreaktan pada zona membran dasar, dan seringkali antibodi terhadap kolagen tipe VII. Bula bisa mewakili kecocokan lupus dengan proses auto-imun kedua, epidermolysis bulosa acquisita. Juga ada beberapa laporan kasus penyakit bulosa autoimun yang timbul pada pasien penderita lupus.
   
Lupus Chilblain (SLE pernio; Gbr. 43.13) terdiri dari plak-plak merah atau ungu kehitaman pada telapak kaki, telapak tangan, dan terkadang pada hidung, siku, lutut, dan kaki bawah. Lesi-lesi ditimbulkan atau diperparah oleh dingin, khususnya cuaca dingin lembab. Lesi-lesi ini bisa mewakili kecocokan childblain biasa dengan lupus, walaupun seiring dengan waktu lesi bisa berkembang menjadi kasar dan kenampakan mikroskopisnya menandakan sebuah lesi diskoid.
   
Sindrom timpang-tindih lupus/lichen planus telah ditemukan, dimana lasi memiliki ciri dari kedua kondisi ini (lupus dan lichen planus).

Lupus Eritematosus Neonatal
   
Sebuah bentuk SCLE neonatal bisa terjadi pada anak-anak yang ibunya memiliki autoantibodi anti-Ro. Pada bayi-bayi yang mengalami lupus eritematosus neonatal (NLE), lesi-lesi mirip SCLE secara histologis identik dengan lesi SCLE pada dewasa, dan ada hubungan kuat dengan antibodi anti-Ro. Faktanya, hampir 100% bayi dengan NLE memiliki antibodi anti-Ro. Berbeda dengan SCLE pada dewasa, lesi-lesi pada anak-anak memiliki kecenderungan pada wajah, khususnya daerah periorbital. Pada sebuah laporan 18 bayi dari sebuah rumah sakit, distribusi lesi dengan jumlah anak yang terlibat adalah sebagai berikut: wajah, 17; kulit periorbital, 14; kulit kepala, 15; lengan dan kaki, 13; trunkus dan inguinal, 6. Fotosensitifitas sangat umum pada NLE, tetapi keterpaparan matahari tidak diperlukan untuk terbentuknya lesi, karena lesi-lesi ini mungkin terjadi pada saat lahir. Lesi-lesi kulit lupus neonatal biasanya sembuh tanpa scarring, walaupun dispigmentasi bisa berlangsung selama beberapa bulan, dan beberapa anak memiliki telangiectasia residual.
   
Anak-anak yang memiliki lesi-lesi kutaneous dari NLE juga bisa menunjukkan temuan-temuan internal. Temuan-temuan ekstrakutaneous utama adalah blok jantung kongenital (dengan atau tanpa kardiomiopati), penyakit hepatobiliari, dan thrombositopenia. Blok jantung hampir selalu ditemukan pada saat lahir, tetapi jarang terjadi setelah kelahiran. Sampai sekarang, kardiomiopati selalu terjadi dalam kaitannya dengan blok jantung bawaan. Akan tetapi, ada kemungkinan bagi kardiomiopati untuk muncul setelah beberapa bulan kelahiran. NLE kardiak terkait dengan mortalitas yang signifikan. Berdasarkan informasi dari Research Registry untuk Neonatal Lupus (USA), ada sekitar 20% mortalitas, dan sekitar dua per tiga anak memerlukan alat pacu jantung.
   
Penyakit hepatobiliary dan trombositopenia bisa terdapat pada saat kelahiran atau bisa terjadi dalam beberapa bulan pertama masa hidup. Pada sebuah review kasus dalam Research Registry for Neonatal Lupus (USA), ditemukan tiga fenotip yang mungkin dari penyakit hepatobiliary NLE.

Gagal jantung parah selama kehamilan atau dalam periode neonatal
Hiperbilirubinemia terkonyugasi, dengan sedikit atau tanpa peningkatan amino-transferase, yang terjadi pada beberapa pekan pertama masa hidup.

Peningkatan ringan aminotransferase yang terjadi pada sekitar 2-3 bulan masa hidup.
Anak-anak yang memiliki tanda-tanda kulit NLE pada umumnya harus dievaluasi maniestasinya pada jantung, hepatobiliary, dan hematologik. Ini bisa dilakukan dengan mendapatkan elektrokardiogram, jumlah sel darah lengkap, dan uji fungsi hati.

Lesi-Lesi Kutaneous Non-Spesifik
   
Lesi-lesi vaskular lebih umum pada pasien yang mengalami lupus, khususnya pada mereka yang memiliki penyakit sistemik. Lesi-lesi ini mencakup fenomena Raynaud (lihat Bab 45), livedo retikularis, eritema palmar, dan periungual telangiektasia. Purpura, papula-papula urtikaria atau ulserasi akibat vaskulitis bisa terjadi, serta infarksi kutaneous yang menyerupai penyakit Dego atau atrophie blanche. Pasien dengan lupus kutaneous yang memiliki salah satu dari temuan-temuan ini harus diperiksa untuk penyakit sistemik. Livedo retikularis, thromboses, ulserasi, dan lesi-lesi yang menyerupai penyakit Dego masing-masing telah terkait dengan antibodi anti-fosfolipid. Hubungan livedo retikularis dengan penyakit CNS ischemik disebut sebagai sindrom Sneddon, dan fenotip sindrom anti-fosfolipid disebut sindrom Hughes.
   
Alopecia sering terjadi sebagai akibat dari lesi-lesi diskoid scarring. Akan tetapi, alopecia non-scarring bisa timbul pada pasien yang mengalami penyakit sistemik. Ini bisa berupa effluvium telogen difus atau bisa melibatkan rambut di sekitar perifer kulit kepala, dimana rambut menjadi tipis dan berfragmentasi dengan mudah ('rambut lupus'). Telah dilaporkan bahwa pasien-pasien dengan lupus memiliki kemungkinan yang meningkat untuk alopesia aerata dibanding populasi umum.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Relationship between glycemic index and weight loss

Cheerleaders are associated with many diet disorders