KEKURANGAN ZAT BESI: Jauh lebih umum dari yang anda bayangkan dan menimbulkan risiko khusus bagi para atlit

Kebanyakan atlet tahu bahwa zat besi merupakan sebuah mineral yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah yang digunakan untuk mentransport oksigen ke otot-otot yang bekerja keras, sehingga ketidakcukupan zat besi menyebabkan anemia, yang ditandai dengan kelelahan, kelesuan, dan kurang energi. Karena hal ini, mereka juga tahu bahwa menjaga status zat besi dan memeriksa kadar sel darah merah atau hemoglobin (Hb) penting untuk performa mereka sebagai atlet.
   
Akan tetapi, kebanyakan atlet tidak menyadari fakta bahwa zat besi merupakan salah satu mineral yang paling sulit diserap, sehingga mereka rentan terhadap pengurangan zat besi selama melakukan latihan, khususnya jika kegiatan-kegiatan mereka melibatkan latihan yang lama. Selain itu, pengukuran zat besi menandakan bahwa ada kemungkinan seseorang memiliki jumlah Hb darah yang normal meskipun di saat yang sama mengalami kekurangan zat besi dalam jaringan. Dan, belum ada penelitian yang menunjukkan bahwa pengurangan zat besi dalam jaringan ini mengganggu kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan latihan yang lama.

  
Agar lebih memahami kompleksitas gizi zat besi, kita perlu memahami sedikit tentang bagaimana zat besi berfungsi dalam tubuh. Banyak dari kita yang sebenarnya menyadari peranan zat besi dalam mentransport molekul-molekul oksigen di sekitar aliran darah ke otot-otot yang bekerja; warna merah oksi-hemoglobin dalam sel darah merah kita merupakan bukti nyata dari zat besi yang sedang bekerja. Ketika tertanam jauh di dalam molekul hemoglobin, sebuah atom zat besi memiliki struktur atomik yang sempurna untuk terikat cukup kuat dengan sebuah molekul oksigen untuk ditransport di sekitar aliran darah (dalam bentuk oksi-hemoglobin) tetapi, cukup longgar untuk melepaskan oksigen terikat ke sebuah otot yang memerlukannya.

Tanda-tanda klasik anemia
   
Jika status zat besi anda menurun drastis (melalui asupan yang tidak memadai, penyerapan buruk, atau kehilangan zat besi), kadar hemoglobin darah anda akan menurun, mengarah pada pengurangan kapasitas pembawaan oksigen. Hasilnya adalah kelelahan dan sesak napas, bahkan setelah aktivitas ringan – tanda-tanda klasik dari anemia. Kebanyakan dokter memeriksa kadar hemoglobin darah ketika mereka mengetes anemia zat besi, walaupun ada tes-tes lain, seperti yang akan kita lihat selanjutnya.
   
Akan tetapi, zat besi juga penting untuk beberapa proses pelepasan energi karena mengaktivasi enzim-enzim yang disebut katalase, diantara yang lainnya. Dalam peran ini, zat besi berfungsi sebagai sebuah “pengangkut elektron”, yang melewatkan elektron ke dan menerima elektron dari molekul-molekul lain, sehingga membantu membuat dan memutus ikatan kimia pada reaksi-reaksi biokimia yang jika tidak demikian tidak akan terjadi.
   
Walaupun sebagai sebuah logam biasa zat besi sangat stabil dan lembam, yang sangat baik untuk membuat mobil dan sebagainya, zat besi tidak baik untuk manusia dalam bentuk tersebut. Sistem-sistem biologis memerlukan zat besi dalam bentuk ionnya. Jika dua elektron bermuatan negatif dilepaskan dari sebuah atom besi maka akan dihasilkan ion zat besi, yang membawa dua muatan positif (disingkat Fe2+); hilangkan elektron ke-tiga dan didapatkan ion zat besi yang membawa tiga muatan positif (Fe3+). Kadar energi dari ion Fe2+ dan Fe3+ tidak jauh beda, yang berarti bahwa kedua ion ini dengan mudah bisa saling berkonversi dengan menyumbangkan dan menerima elektron. Jika sebuah ion Fe3+ menerima satu elektron dari sebuah molekul dalam reaksi biokimia, dia mendapatkan muatan negatif dan menjadi Fe2+. Jika ion Fe2+ ini melewatkan elektron tersebut ke sebuah molekul berbeda, dia akan kembali ke keadaan aslinya yakni Fe3+ (lihat Gambar 1).
   
Muatan positif yang dibawa oleh ion-ion zat besi ini berarti bahwa mereka dengan mudah tertarik ke molekul yang bermuatan negatif, atau bagian-bagian molekul dimana ion-ion ini “terkunci” dan terikat. Ini khusus berlaku dengan ion-ion Fe3+ yang bermuatan sangat kuat, yang tertarik ke dan terikat sangat kuat dengan molekul-molekul yang mengandung atom-atom oksigen bermuatan negatif. Contoh yang baik dari pengikatan kuat ini adalah dengan karbohidrat, yang tersusun dari molekul-molekul yang memiliki banyak fragmen-fragmen yang mengandung oksigen. Meskipun banyak makanan-makanan karbohidrat yang mengandung zat besi, ion-ion zat besi terkkadang terikat sangat kuat sehingga proses pencernaan tidak mampu menariknya. Zat besi ini tetap tergabung dengan karbohidrat-karbohidrat ini ketika melewati saluran pencernaan, dan banyak yang tidak terserap.
   
Jika zat besi berada dalam bentuk Fe3+ yang bermuatan positif, pengikatan ini bahkan lebih kuat dibanding dengan bentuk Fe2+ karena ada lebih banyak gaya-tarik antara oksigen-oksigen negatif dan Fe3+ yang lebih bermuatan positif. Ini menyebabkan rendahnya ketersediaan zat besi pada berbagai makanan yang kaya zat besi: zat besi ada tetapi tidak bisa diserap. Bahkan pada makanan yang tersedia kandungan zat besinya, penyerapan bisa dikurangi oleh konsumsi makanan atau minuman lain secara bersamaan yang mengandung “pemblokir zat besi”. Contoh klasik adalah teh, yang mengandung asam tannic, yang dengan mudah membentuk kompleks dengan zat besi, sehingga tidak tersedia banyak bagi tubuh. Apapun manfaat kesehatan dari teh, meminumnya sebagai teman makanan tidak baik untuk status zat besi.

Penghalang penyerapan zat besi
   
Penghalang lain bagi penyerapan zat besi muncul dari fakta bahwa dinding-dinding sel dari saluran pencernaan netral muatan sedangkan ion-ion zat besi bermuatan sangat positif, sehingga sulit ditransport melintasi dinding usus ke dalam tubuh. Akan tetapi, zat besi yang terikat secara kimiawi ke molekul-molekul protein (seperti haem-besi yang ditemukan pada daging) tidak membawa muatan keseluruhan dan jauh lebih mudah diserap.
   
Karena semua alasan inilah, gizi zat besi menimbulkan sebuah tantangan. Ini tidak hanya sekadar mengkonsumsi zat besi yang cukup tetapi mengkonsumsinya dengan cara yang membuatnya tersedia secara lengkap bagi tubuh anda.
   
Maka ada masalah kehilangan zat besi, yang berpotensi lebih besar dari kehilangan untuk berbagai mineral runut lainnya. Pada wanita menstruasi misalnya, kehilangan zat besi setiap bulannya berjumlah sampai rata-rata 28 mg – dengan mudah menjadi dua kali lipat jika periode-periode yang dialami menjadi ebrat atau jika alat kontrasepsi intraurin digunakan. Yang lebih penting bagi para atlet, semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa latihan berat, khususnya yang lama, merupakan penyebab utama kehilangan zat besi.

Status zat besi pada atlet pembalap sepeda
   
Sebuah penelitian terbaru meneliti efek program latihan intensitas tinggi dengan interval enam pekan, diikuti dengan pemulihan dua pekan, terhadap status zat besi pada pembalap sepeda terlatih. Asupan makanan dipantau untuk memastikan bahwa asupan zat besi tetap konsisten selama penelitian, tetapi pada akhir pekan ke-3, kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah sel darah merah (tiga penanda berbeda untuk status zat besi) cukup berkurang. Lebih daripada itu, ferritin serum (sebuah protein darah yang terlibat dengan penyimpanan zat besi) berkurang signifikan pada pekan ke-5 dan tetap tertekan bahkan pada fase pemulihan. Total kapasitas pengikatan zat besi (TIBC – ukuran protein darah yang mentransport zat besi dari usus ke sel-sel yang menggunakannya) secara signifikan meningkat setelah tiga pekan, sehingga menandakan simpanan zat besi yang rendah. Dan para peneliti menganjurkan bahwa pengurangan ini bisa mencukupi  dari waktu ke waktu untuk memiliki efek berbahaya terhadap performa pembalap sepeda erobik.
   
Kehilangan zat besi sebagai akibat dari latihan yang lama telah dikuatkan pada penelitian-penelitian lain. Sebagai contoh, sebuah penelitian komprehensif berskala besar meneliti efek tipe-tipe olahraga berbeda terhadap status zat besi dari 747 atlet yang dibagi ke dalam tiga kelompok (olahraga kekuatan, olahraga campuran, dan olahraga ketahanan) dibandingkan dengan kontrol yang tidak berlatih. Para peneliti menemukan bahwa atlet yang berolahraga lama memiliki kadar hemoglobin dan hematokrit yang menurun, yang sebagian besar disebabkan oleh ekspansi volume plasma imbas latihan: dengan kata lain, terdapat jumlah zat besi sama yang membawa senyawa, tetapi terencerkan dalam volume plasma yang lebih besar.
   
Akan tetapi, mereka juga menemukan bahwa aktivitas fisik dengan volume dan durasi yang semakin meningkat mengarah pada penurunan ferritin (sebuah protein simpanan zat besi), yang sangat menonjol pada atlet lomba lari. Ini kemungkinan sebagai akibat dari hemolisis – penguraian dan pengrusakan sel darah merah yang disebabkan oleh aksi berlari, yang mengarah pada pelepasan dan kehilangan zat besi.
   
Efek olahraga yang memerlukan stamina ini terhadap status zat besi telah ditunjukkan bahkan pada atlet yang sangat muda. Sebuah penelitian delapan-bulan meneliti perenang-perenang unggulan dalam kategori usia 10-12 tahun dan membandingkannya dengan kontrol yang tidak aktif. Walaupun berenang dianggap sebagai sebuah aktivitas “non-traumatik”, selama fase kompetisi para perenang elit mengalami penurunan ferritin serum yang signifikan dan dan simpanan zat besi melalui perbandingan kontrol.
   
Pada saat yang sama, para perenang menunjukkan kadar indikator status zat besi jaringan sangat sensitif yang lebih tinggi yang dikenal sebagai STFR (konsentrasi reseptor transferrin serum). Ketika sel memerlukan lebih banyak zat besi, sel mensinyalir kebutuhan ini dengan meningkatkan jumlah reseptor transferrin pada permukaannya: sebagian kecil reseptor ini keluar ke permukaan sel dan dibawa ke dalam aliran darah, dimana mereka bisa diukur. Konsentras reseptor transferrin serum yang tinggi dengan demikian, terkait dengan kekurangan zat besi pada tingkat yang paling mendasar – yakni dalam sel atau jaringan.

Tes hemoglobin
   
Dengan ketersediaan zat besi pada makanan yang sering tidak memadai, dan zat besi sulit diserap serta latihan (khususnya latihan yang menguras stamina) bisa mengurangi simpanan zat besi, maka sangat mengherankan bahwa status zat besi pada atlet diketahui dengan penelitian. Di masa lalu, tes hemoglobin lama dianggap cukup untuk menentukan status zat besi seorang atlet, rentang normalnya adalah 12-16 g/dl (gram per desiliter), dengan kadar di bawah 12g/dl menyebabkan anemia.
   
Akan tetapi, penelitian lebih terbaru telah menandakan bahwa anda bisa kekurangan zat besi tanpa didiagnosa mengalami anemia. Ini karena hemoglobin darah yang berkurang merupakan salah satu dari tahapan sangat akhir pada kekurangan zat besi, dan banyak sistem dependen zat-besi yang bisa mengalami gangguan sebelum tahapan akhir ini dapat dideteksi. Sebagai contoh, sebuah penelitian pada populasi Canada menemukan bahwa walaupun 39% dari wanita Ontario telah kekurangan zat besi ketika dinilai dengan uji ferritin serum yang lebih sensitif, kurang dari sepersepuluh yang diidentifikasi mengalami anemia dengan uji hemoglobin konvensional.
   
Lebih daripada itu, penelitian terus menunjukkan bahwa status zat besi yang renda tanpa diikuti penurunan kadar hemoglobin darah masih mengganggu performa fisik. Penelitian lain menemukan bahwa para atlet wanita yang tidak anemia secara konvensional tetapi memiliki penurunan zat besi ringan sebagaimana ditunjukkan dengan uji ferritin serum memiliki nilai VO2maks yang jauh lebih rendah dibanding yang tidak mengalami penurunan zat besi. Para peneliti menyimpulkan bahwa penurunan VO2maks ini disebabkan oleh zat besi tersimpan yang  lebih rendah dan bukan hemoglobin darah yang berkurang. Mereka juga menunjukkan bahwa apabila para wanita ini diberikan suplemen zat besi kadar ferritin serum mereka dan performa mereka membaik tanpa ada perubahan hemoglobin darah.

Atlet elit muda
   
Penelitian lain yang meneliti 40 atlet elit muda yang memiliki kadar hemoglobin normal tetapi memiliki kadar ferritin serum di bawah rata-rata. Para atlet ini dibagi menjadi dua kelompok dan secara acak ditentukan untuk perlakuan 12-pekan baik dengan suplemen zat besi atau plasebo. Sebelum dan setelah perlakuan, kapasitas erobik dan anerobik diukur pada kedua kelmpok dengan menggunakan uji treadmill. Pada akhir periode penelitian, atlet yang disupelementasi dengan zat besi memiliki peningkatan VO2maks dan konsumsi oksigen yang meningkat signifikan dibanding dengan yang mendapatkan plasebo, meskipun fakta bahwa tidak ada perubahan signifikan pada ukuran-ukuran hematologi.
   
Temuan-temuan seperti ini tidak terbatas pada aktivitas-aktivitas yang menguras stamina. Sebuah penelitian enam-pekan terbaru meneliti efek penurunan zat besi jaringan terhadap ekstensi lutut dinamis pada wanita muda. Para partisipan, yang semuanya memiliki ferritin serum yang rendah tetapi kadar hemoglobin yang normal, diobati baik dengan zat besi atau plasebo. Pada kelompok yang disuplementasi dengan zat besi, jumlah kontransi sadar maksimal yang dilakukan pada sebuah uji selanjutnya secara signifikan lebih tinggi dibanding pada kelompok plasebo. Peningkatan ini kelihatannya tidak terkait dengan perubahan indeks status zat besi atau simpanan zat besi dalam jaringan. Menariknya, konsentrasi reseptor transferrin serum meningkat signifikan pada kelompok plasebo, yang menandakan bahwa mereka mengalami penurunan zat besi lebih lanjut.
   
Telah lama diketahui bahwa kekurangan zat besi yang cukup serius untuk menyebabkan penurunan hemoglobin darah juga mengganggu performa erobik dan mengurangi VO2maks; fungsi hemoglobin adalah untuk mentransport oksigen ke otot-otot yang bekerja. Tetapi bagaimana kekurangan zat besi ringan yang tidak disertai anemia memengaruhi performa? Walaupun tipe kekurangan zat besi ini diketahui umum pada masyarakat Barat, masih belum dipahami dengan baik bagaimana ini berdampak pada performa fisik.
   
Penelitian pada hewan telah menandakan bahwa kapasitas stamina dan efek latihan yang menguras stamina berkurang ketika kekurangan zat besi ringan tanpa anemia terjadi, dan sehingga ini kemungkinan terjadi sebagai akibat dari konsentrasi enzim otot dependen zat besi yang berkurang dan protein-protein respirasi yang terlibat dalam jalur-jalur biokimia metabolisme erobik.
   
Akan tetapi, walaupun banyak penelitian terdahulu yang menemukan hubungan antara kekurangan zat besi ringan tanpa anemia dan performa erobik yang berkurang, banyak dari temuan ini yang telah gagal mencapai signifikansi statistik – yakni hasilnya tidak cukup jelas untuk mengambil kesimpulan terpercaya dan kemungkinan dikaburkan oleh dilibatkannya subjek-subjek yang memiliki status zat besi jaringan yang normal dan kurang.
   
Masalah yang timbul adalah bahwa sampai baru-baru ini belum ada tes definitif untuk “kekurangan zat besi jaringan”. Meskipun ukuran-ukuran seperti ferritin serum, total pengikatan zat besi (TIBC) dan kejenuhan transferrin memberikan gambaran yang lebih jelas status zat besi atlet dibanding sebuah uji hemoglobin darah sederhana, namun masih belum lengkap – hanya menentukan apakah seorang atlet memiliki kadar yang berada dalam rentang normal.

Tes definitif untuk kekurangan zat besi
   
Sebuah tes definitif telah muncul dalam upaya untuk mendeteksi penyalahgunaan eritropoietin (EPO) pada para atlet. Penggunaan EPO untuk meningkatkan jumlah sel darah merah secara buatan (dan dengan demikian kapasitas pembawaan oksigen oleh darah) pada atlet-atlet berstamina tinggi diyakini telah tersebar luas selama pertengahan sampai akhir tahun 1980an; dan dalam pencarian tes yang terpercaya untuk penyalahgunaan EPO yang mungkin, sebuah penanda status zat besi baru diidentifikasi – yakni konsentrasi reseptor trasnferrin serum (STFR). Seperti yang kita lihat sebelumnya, STFR merupakan sebuah indikator yang sangat baik untuk status zat besi jaringan karena benar-benar menunjnukkan seberapa “lapar” sel akan zat besi.
   
Penggunaan STFR sebagai sebuah penanda status zat besi merupakan fokus dari beberapa penelitian baru di Amerika Serikat, yang menandakan bahwa kekurangan zat besi tanpa anemia bisa mengganggu tidak hanya performa erobik tetapi juga mempertumpul adaptasi yang terjadi setelah latihan erobik. Pada penelitian pertama, 41 wanita yang kekurangan zat besi tidak terlatih tetapi tidak anemia ditetapkan secara acak untuk mendapatkan suplemen zat besi dua kali sehari atau plasebo selama enam pekan. Dari pekan ketiga penelitian, semua subjek dilatih pada ergometer lima hari sepekan.
   
Seperti yang diharapkan, suplementasi zat besi secara signifikan meningkatkan beberapa penanda status zat besi, yang mencakup ferritin serum, kejenuhan transferrin dan reseptor transferrin (STFR), meskipun ini terjadi tanpa memengaruhi konsentrasi hemoglobin darah atau hematokrit. Dan, meskipun VO2maks rata-rata dan rasio pertukaran respirasi maksimal (sebuah ukuran seberapa efisien oksigen digunakan dalam metabolisme erobik) meningkat pada kedua kelompok setelah latihan, kelompok perlakuan zat besi mengalami perbaikan VO2maks yang jauh lebih tinggi.
   
Ketika para peneliti menganalisis hasil untuk hubungan antara penanda status zat besi dan perbaikan yang diukur, jelas bahwa konsentrasi STFR lah yang memegang peranan kunci. Pada wanita yang memiliki kadar STFR lebih besar dari 8mg per liter, dengan zat besi ekstra yang menghasilkan peningkatan VO2maks signifiakn di atas dan melebihi yang dihasilkan oleh latihan saja; (ingat, kadar STFR yang lebih tinggi menandakan bahwa sel-sel mensinyalir kebutuhan mereka untuk menangkap lebih banyak zat besi). Sebaliknya, pada wanita yang memiliki kadar STFR di bawah 8 mg per liter tidak ada kelebihan signifikan yang terkait dengan suplementasi zat besi.
   
Peneliti yang sama melakukan follow-up dengan penelitian lain yang dirancang untuk menyelidiki peranan status zat besi jaringan dalam gangguan adaptasi stamina, dengan menggunakan STFR sebagai penanda utama kekurangan zat besi jaringan. Dengan menggunakan protokol pengujian yang sangat mirip, 51 wanita yang kekurangan zat besi tetapi tidak anemia diseleksi dan dimasukkan secara acak ke kelompok suplementasi zat besi atau plasebo, yang mengalami latihan lima hari sepekan pada ergometer (antara 75 dan 85% denyut jantung maksimal) dari pekan ketiga periode suplementasi enam pekan. Pada akhir penelitian, semua wanita menyelesaikan tiga trial waktu 5k berturut-turut dengan hanya sedikit istirahat diantara trial. Ukuran STFR diambil pada awal, tengah, dan akhir penelitian.

Perbedaan di kalangan atlet perempuan
   
Para peneliti khususnya tertarik untuk mengamati apa perbedaan yang timbul di kalangan atlet perempuan yang memiliki kadar STFR meningkat dan yang tidak, dan juga bagaimana peningkatan kadar STFR dipengaruhi oleh suplementasi zat besi. Hasilnya menunjukkan bahwa kelompok dengan STFR meningkat yang diuntungkan dari suplementasi zat besi, yang bekerja dengan persentasi kapasitas kerja maksimum yang lebih rendah selama perlombaan 5k pertama dan kedua (sehingga menandakan efisiensi erobik yang membaik) dan menunjukkan perbaikan keseluruhan yang paling tinggi sebagai akibat dari latihan, khususnya jika dibandingkan dengan subjek yang memiliki kadar STFR meningkat pada kelompok plasebo.
   
Kelompok plasebo ini mengurangi waktu trial rata-rata hanya 36 detik, dibanding dengan 3 menit 24 detik untuk kelompok yang disupplementasi dengan zat besi/STFR meningkat. Lebih daripada itu, kelompok plasebo/STFR meningkat harus bekerja dengan persentase Vo2maks yang lebih tinggi dibanding kelompok perlakuan zat besi untuk perbaikan yang relatif dapat diabaikan. Karena semua wanita dalam penelitian ini dinilai sebagai kekurangan zat besi tetapi tidak mengalami anemia, maka para peneliti memiliki dua kesimpulan utama yaitu:

1.Pengurangan zat besi yang diukur menurut kadar ferritin serum tidak merupakan indikator terpercaya dari bagaimana wanita beradaptasi terhadap latihan. Semua wanita dalam kelompok pasebo memiliki penurunan kadar ferritin serum, tetapi hanya mereka yang meningkat STFR nya yang mengalami gangguan respons latihan. Disamping itu, pada kelompok perlakuan zat besi, zat besi ekstra hanya membantu mereka yang memiliki kadar STFR meningkat. Meskipun zat besi meningkatkan kadar ferritin serum, ini tidak menghasilkan peningkatan performa yang signifikan pada wanita-wanita yang kadar STFR nya sebelumnya berada di bawah 8mg per liter. Dengan demikian tampak bahwa STFR merupakan ukuran yang jauh lebih terpercaya untuk kekurangan zat besi jaringan “fungsional:”.

2.Kekurangan zat besi dalam jaringan tidak hanya mengurangi VO2maks tetapi juga mengganggu kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan muatan latihan erobik (kemungkinan akibat menurunnya protein-protein mengandung zat besi pada produksi energi erobik), dengan implikasi serius bagi para atlet.

Menjaga status zat besi optimum
   
Dengan bantuan penelitian terbaru, menjaga status zat besi yang optimum bisa jauh lebih penting bagi para atlet dibanding yang disadari sebelumnya, khususnya karena bahkan penurunan ringan tampak tidak hanya mengurangi kapasitas penyerapan oksigen maksimum dan efisiensi erobik tetapi juga mengganggu respons tubuh terhadap pelatihan erobik. Fakta bahwa zat besi lebih sulit untuk diserap dibanding kebanyakan gizi lainnya dan bahwa pelatihan erobik kuat tampak mudah mengurangi zat besi jaringan kelihatannya hanya berfungsi sebagai faktor penyebab besarnya masalah potensial, khususnya bagi para atlet wanita muda.
   
Pengujian status zat besi juga jauh lebih sederhana. Ukuran kadar Hemoglobin (Hb) darah yang rendah hanya muncul pada tahap kekurangan zat besi parah. Sangat mungkin memiliki kadar Hb normal disamping mengalami efek-efek akibat kekurangan pada jaringan.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Relationship between glycemic index and weight loss

Cheerleaders are associated with many diet disorders