Infeksi-Infeksi Virus

Banyak penyakit yang disebabkan viral melibatkan komponen kulit pada beberapa waktu selama perjalanan penyakit tersebut. Meskipun beberapa dari penyakit ini mudah didiagnosa berdasarkan kenampakannya yang khas, namun beberapa lainnya memerlukan beberapa petunjuk dari riwayat, pemeriksaan fisik, atau data laboratorium untuk menegakkan diagnosisnya. Pada beberapa tahun yang lalu, tidak umum hanya mendiagnosa “eksantema viral”, karena sedikit yang bisa dilakukan selain perawatan suportif. Akan tetapi, dengan munculnya terapi-terapi antiviral baru, pencapaian diagnosis yang tepat menjadi semakin penting, dan hanya mengatakan “eksantema viral” tidaklah cukup.

Virus herpes simpleks 1 dan 2
   
Virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1) dan tipe 2 (HSV-2), walaupun kebanyakan diketahui menyebabkan cold sores dan herpes genital, tetapi juga menyebabkan beberapa infeksi mukokutaneous lainnya yang ditemukan pada manusia. Infeksi-infeksi ini mencakup: gingivostomatis, herpes gladiotorum, ekzema herpetikum, herpes whitlow, herpes lumbosakral, keratokonjungtivitis herpetik dan herpes enchephalitis. Lazimnya, virus-virus ini menyebabkan infeksi mukokutaneous primer, diikuti dengan infeksi laten, ketika virus tetap menjadi pasif dalam ganglia neuronal. Selanjutnya, penyakit rekuren bisa terjadi, dengan reaktivasi viral dan pergerakan ke bawah saraf untuk menghasilkan infeksi mukokutaneous aktif. Meskipun herpes encephalitis berpotensi fatal, kebanyakan infeks herpetik terasa nyeri, memberikan beban sosial atau mengganggu psikologi. Dengan demikian, menemukan sebuah cara untuk mencegah atau mengobati infeksi-infeksi herpes simpleks sangat penting bagi profesi perawatan kesehatan.

Etiologi
   
Virus herpes simpleks 1 dan 2 memiliki genom DNA berantai-ganda, dengan lapisan protein yang mengelilingi dan amplop lipid. Sekitar setengah dari urutan-urutan nukleotida HSV-1 dan HSV-2 identik, tetapi yang lainnya memiliki ciri khas tersendiri. Dari 50 protein spesifik viral yang dikodekan oleh genom, lima sampai enam adalah glikoprotein yang terdapat pada permukaan viral dan permukaan sel yang terinfeksi. Glikoprotein-glikoprotein ini penting dalam memulai respons antibodi pada individu yang terinfeksi.
   
Protein-protein lain yang dikodekan oleh genom digunakan dalam replikasi DNA viral. Enzim-enzim viral ini, seperti DNA polimerase viral, thymidin kinase dan ribonukleotida reduktase, bisa dikenali oleh obat-obat antiviral. Dengan demikian, kemoterapi sering efektif dalam mengobati infeksi viral herpes.

Infeksi Primer
   
Virus herpes simpleks biasanya menyebabkan infeksi primer pada lokasi mukokutaneous, bisa menyebabkan infeksi asimptomatik disamping meluruhkan partikel-partiokel virus dari ganglia neuronal dan selanjutnya bisa muncul kembali sebagai infeksi rekuren. Infeksi primer paling sering disebabkan oleh keterpaparan melalui kontak mukokutaneous dengan individu yang terinfeksi. Penularan bisa terjadi ketika orang yang terinfeksi memiliki penyakit aktif atau asimptomatik tetapi meluruhkan partikel-partikel viral. Pada salah satu penelitian, peluruhan SHV subklinis (asimptomatik) mewakili hampir sepertiga dari total hari reaktivasi infeksi HSV. Penularan lewat pernafasan belum ditemukan, dan belum ada kasus infeksi viral herpes yang ditemukan didapatkan melalui air atau dari permukaan lembab, walaupun virus ini mampu bertahan selama beberapa waktu di luar host yang terinfeksi. Dan juga, telah diketahui bahwa senyawa-senyawa yang berhalogen bisa menonaktifkan virus secara langsung.
   
Infeksi awal baik dengan HSV-1 atau HSV-2 bisa menyebabkan kecacatan, dan bisa melibatkan pelepuhan yang luas, nyeri parah dan waktu penyembuhan yang lama antara 3-4 pekan jika tidak ada pengobatan yang diberikan. Akan tetapi, harus diperhatikan bahwa episode simptimatik pertama individu mungkin bukan merupakan “infeksi primer” sebenarnya, karena virus ini bisa tidak disadari keberadaannya padahal telah berada dalam tubuh orang yang terinfeksi selama beberapa waktu sebelum perjangkitan yang terbukti secara klinis terjadi. Tidak semua orang yang mengalami infeksi primer akan mengalami episode rekuren; virus ini bisa tetap asimptomatik tanpa terapi. Dan juga, antibodi-antibodi terhadap HSV-1 dan HSV-2 yang ditemukan pada jutaan orang dewasa yang menyangkal memiliki perjangkitan baik cold sores maupun herpes genital. Meskipun demikian, kebanyakan orang mengalami infeksi rekuren setelah perjangkitan primer, dan beberapa memerlukan pengobatan antiviral untuk mendorong proses penyembuhan atau untuk mencegah episode-episode ini secara keseluruhan.

Infeksi-infeksi rekuren
   
Seperti disebutkan sebelumnya, HSV-1 dan HSV-2 memiliki kemampuan untuk tetap dorman (pasif) dalam ganglia neuronal setelah infeksi primer, tetapi selanjutnya bisa menyebabkan penyakit rekuren melalui reaktivasi viralnya. Infeksi-infeksi rekuren muncul setelah virus laten dibangkitkan oleh kejadian pemicu tertentu, seperti tekanan emosional atau fisik, manipulasi saraf atau bahkan sinar matahari. Akan tetapi, efek yang memicu bisa tidak diketahui atau tidak jelas. Selanjutnya, partikel-partikel viral baru yang dihasilkan berpindah ke bawah ganglia dan dan memulai proses replikasi, dengan menginduksi sebuah perjangkitan. Kejadian ini umum pada kebanyakan infeksi herpes rekuren. Infeksi-infeksi rekuren biasanya kurang parah dibanding episode awal, dengan lesi-lesi yang sering sembuh dalam waktu kurang dari 2 pekan tanpa terapi, tetapi masih bisa menyusahkan. Pada individu yang tertekan sistem terganggu sistem kekebalannya, seperti mereka yang menderita AIDS, kanker atau transplan organ, rekurensi HSV bisa kronis, dimana salah satu episode tidak sembuh sempurna sebelum episode yang lain mulai terjadi.

Herpes simpleks facial-oral
   
Infeksi herpes facial-oral rekuren, yang juga disebut herpes labialis, cold sores atau lepuh demam, merupakan masalah umum di seluruh dunia yang mengenai 20-40% populasi. Diperkirakan bahwa sekurang-kurangnya 80% orang dewasa memiliki bukti infeksi HSV-1 yang dideteksi melalui serologi. Walaupun sekurang-kurangnya 90% dari herpes facial-oral rekuren disebabkan oleh HSV-1, beberapa diantaranya disebabkan oleh HSV-2. Perjangkitan rekuren bervariasi diantara individu, dengan beberapa yang mengalami banyak episode setiap tahun.
   
Perjalanan klinis herpes labialis biasanya berkembang dari tahap prodromal (luka bakar, gatal-gatal) sampai pembentukan eritema dan papula. Selanjutnya, pappula membentuk sebuah vesikel, yang selanjutnya berulserasi dan terakhir mengerak sebelum sembuh sempurna (Gbr. 5.1). Lesi-lesi ini biasanya terjadi pada bibir, khususnya pada batas vermilion (merah bibir) tetapi bisa juga terjadi pada hidung dan pada area-area lain di dekat bibir. Terkadang, kelenjar getah bening regional terasa nyeri dan membesar. Episode keseluruhan, mulai dari tahap prodromal sampai penyembuhan sempurna, bisa berlangsung beberapa hari sampai beberapa pekan, tetapi biasanya berakhir 8-9 hari. Penting untuk memperhatikan bahwa lesi-lesi terus menjadi infeksi sampai semua kerak hilang. Virus bisa diisolasi dari cold sores selama sekitar 3,5 hari. Beberapa individu mengalami  kejadian pemicu sebelum mengalami sebuah perjangkitan. Kejadian-kejadian ini mencakup stres (fisik dan emosional), trauma pada area tersebut, sinar matahari dan bahkan rasa lelah. Akan tetapi, banyak pasien tidak mengetahui apa yang menyebabkan perjangkitan yang mereka alami dan menyangkal pernah mengalami kejadian-kejadian pemicu tipikal.
   
Karena kebanyakan episode rekuren dai herpes labilias berlangsung ringan dan sembuh sendiri, banyak individu yang tidak mencari pengobatan dan hanya memerlukan antiseptik topikal untuk mencegah infeksi-infeksi sekunder yang mungkin. Selain itu, pengobatan infeksi ringan atau yang infeksi pada akhir perjalanan penyakit dengan kemoterapi antiviral kelihatannya tidak membantu pasien. Akan tetapi, kemoterapi antiviral memiliki peranan dalam mencegah perjangkitan pada pasien yang mengalami rekurensi sering dan pada pasien dengan infeksi dini. Antibodi-antibodi yang dihasilkan oleh infeksi HSV-1 menyebabkan sistem imun tertekan, tetapi individu-individu yang terinfeksi diketahui memiliki jumlah antibodi bersirkulasi yang meningkat selama perjangkitan aktif.
   
Komplikasi herpes facial-oral rekuren mencakup infeksi sekunder, herpes gladiatorum, herpes whitlow, keratokonjungtivitis dan encephalitis yang membahayakan nyawa.

Gingivostomatitis primer
   
Infeksi HSV primer pada anak-anak dan dewasa muda sering bisa tampak sebagai gingivostomatitis akut. Tahun-tahun puncak kejadian biasanya antara usia 1 sampai 5 tahun. Gingivostomatitis primer, biasanya disebabkan oleh HSV-1, yang tampak disertai luka tenggorokan, ulser nyeri, demam dan ulser yang terkelupas pada lidah, palatal, gingiva, mukosa bukal dan bibir. Periode mulai dari keterpaparan sampai onset gejala adalah antara 5 sampai 10 hari. Paling sering infeksi mulai terjadi sebagai kelompok tunggal lesi pada mukosa bukal, yang kemudian menyebar hingga melibatkan banyak mukosa bukal dan area-area lainnya. Walaupun gingivostomatitis herpetik umumnya sembuh sendiri dan jarang memerlukan pengobatan, infeksi ini bisa menyerupai infeksi lain, seperti streptococcal pharyngitis, stomatitis ulseratif, virus difteria atau Coxsackie, dan membedakannya diperlukan untuk tujuan pengobatan.

Herpes genital
   
Penyebab ulserasi genital yang paling umum di seluruh dunia adalah infeksi HSV. Saat ini, herpes genital rekuren mengenai sekitar 25 juta orang dewasa di Amerika Serikat. Herpes genital ditularkan melalui kontak mukokutaneous dengan individu yang terkena, biasanya selama kontak seksual. Akan tetapi, individu-individu asimptomatik, yang tidak memiliki bukti penyakit aktif, bisa meluruhkan HSV dan bisa menularkan virus tersebut. Infeksi ini, paling sering HSV-2, umumnya muncul dalam 3-14 hari setelah keterpaparan. Secara kasar sektiar 85% dari infeksi ini disebabkan oleh HSV-2, dan ini cenderung lebih parah dan kambuh lebih sering dibanding yang disebabkan oleh HSV-1. Pria dengan infeksi HSV-2 memiliki 20% lebih banyak rekurensi dibanding wanita, sebuah faktor yang bisa berkontribusi bagi tingginya penularan HSV-2 dari pria ke wanita dibanding dari wanita ke pria.
   
Infeksi primer tampak sebagai kelompok vesikel yang kecil, yang mengalami ulserasi setelah beberapa hari dan pada akhirnya mengerak setelah 18-21 hari. Lesi-lesi baru terus berkembang selama pekan pertama. Peluruhan viral tipikal berlangsung sekitar 10 hari pada pria dan 8-14 hari pada wanita. Gejala-gejalanya bisa mencakup gatal-gatal, nyeri, disuria, kelenjar getah bening ignuinal lunak dan keluar cairan. Seperti yang disebutkan sebelumnya, episode primer paling menyebabkan kecacatan dan bisa melibatkan pelepuhan luas dan nyeri parah. Komplikasi-komplikasi infeksi herpes genital primer mencakup meningitis aseptik dan disuria parah, yang memerlukan kateterisasi. Sekitar 30% wanita dan 13% pria mengalami meningitis aseptik, disertai demam, kaku leher, fotofobia, sakit kepala dan pleositosis dalam cairan spinal.
   
Infeksi genital rekuren terjadi ketika virus direakvitasi setelah tahapan laten dalam ganglia sacral. Lazimnya episode-episode rekuren ini terjadi tiga sampai empat kali per tahun, tetapi memiliki keparahan yang lebih singkat dan lebih kecil dibanding dengan perjangkitan awal. Lebih dari 35% pasien yang memiliki rekurensi mengalami rekurensi yang sering. Angka-angka ini khususnya tinggi pada individu yang memiliki episode primer yang luas. Banyak pasien mengalami gejala awal seperti nyeri dan gatal-gatal pada paha dan bokong sebelum pembentukan vesikel (Gbr. 5.2). Periode mulai dari pembentukan vesikel sampai pembentukan kerak adalah sekitar 5 hari, dengan penyembuhan lengkap dalam waktu 10 hari. Walaupun virus hanya bisa diisolasi sesekali dari lesi-lesi yang berkerak, pasien harus diinstruksikan untuk menghindari kontak seksual sampai lesi benar-benar sembuh sempurna.
   
Kebanyakan individu memiliki episode-episode rekurensi yang berlangsung hanya beberapa hari dan hanya memerlukan perawatan suportif, seperti air rendaman atau kompres dan analgesik ringan. Akan tetapi, seperti pada infeksi herpetik lainnya, kemoterapi antiviral oral dapat membantu jika diberikan selama tahapan prodromal atau pada saat onset pembentukan gesikel. Sayangnya, pengobatan antiviral topikal belum ditemukan memiliki banyak efek. Penekanan infeksi dengan obat-obat antiviral oral cocok dilakukan apabila rekurensi sering terjadi (> 6 pekan per tahun) atau menyebabkan kecacatan. Pasien-pasien dengan meningitis aseptik harus mendapatkan kemoterapi antiviral parenteral dan paling sering harus berkonsultasi ke neurologis juga.
   
Beberapa komplikasi herpes genital mencakup meningitis aseptik, ompotensi, konstipasi, mati rasa perianal, kandung kemih neurogenik, faringitis dan cervicitis viral; herpes genital juga merupakan sebuah faktor risiko untuk akuisisi virus HIV. Wanita hamil dengan herpes genital bisa memiliki risiko cacat lahir yang meningkat atau bahkan kematian janin, dan harus mendapatkan perawatan prenatal yang sesuai dan konseling jika diperlukan.

Diagnosis
   
Sepanjang waktu diagnosis sebuah infeksi herpes ditegakkan berdasarkan riwayat individual dan temuan-temuan klinis. Akan tetapi, ada sarana-sarana yang dapat membantu dalam mendiagnosa infeksi HSV ketika riwayat dan temuannya tidak tipikal. Uji hapusan Tzanck merupakan sebuah tes yang bermanfaat untuk secara cepat menscreening HSV. Prosedur ini melibatkan pengambilan sampel dari lesi yang dicurigai dan mengoleskannya pada sebuah slide. Slide ini diberi warna dengan warna Giemsa atau Wright, dan kemudian diperiksa untuk melihat sel-sel raksasa epitelium berinti-banyak yang berukuran besar. Temuan ini, yang disebut hapusan Tzanck positif, mewakili infeksi HIV yang mungkin. Akan tetapi, hapusan Tzanck yang false positive juga bisa terjadi. Kultur viral merupakan sebuah metode yang lebih tepat untuk mengidentifikasi HSV, walaupun tidak cepat. Pada sebuah trial klinis khusus, lesi-lesi yang tampak sebagai herpes menghasilkan kultur virus positif sekitar 85-90% dari waktu yang digunakan. Antibodi-antibodi monoklonal terhadap HSV dan teknik-teknik imunofluoresensi juga sedang digunakan untuk menegakkan diagnosis yang cepat dan tepat, dan telah banyak menggantikan metode-metode di atas.

Infeksi herpetik lainnya
   
Virus herpes bisa menyebabkan infeksi-infeksi lain dibanding sekedar herpes facial-oral dan herpes genital. Whitlow herpetik merupakan sebuah infeksi herpes pada tangan atau jari tangan. Infeksi ini terjadi paling sering pada profesional perawatan kesehatan yang bekerja di atau sekitar mulut pasien yang mengalami herpes facial-oral. Akan tetapi, ini juga bisa disebabkan oleh kontak dengan herpes genital. Penularan terjadi ketika virus bersentuhan dengan kulit yang robek di sekitar tangan dan jari. Infeksi primer menyerupai infeksi herpetik tipikal, dengan kenampakan vesikel-vesikel nyeri, eritema yang bisa melibatkan lengan bawah dan terkadang bahkan kelenjar getah bening aksillary. Lesi-lesi pada akhirnya sembuh dalam 6 pekan, tetapi rekurensi umum terjadi, infeksi ini bisa dihindari dengan menggunakan sarung tangan pada saat akan menyentuh cairan tubuh manusia.
   
Herpes gladiatorum merupakan sebuah infeksi herpetik yang ditemukan paling sering pada pegulat. Infeksi ini, yang biasanya disebabkan oleh HSV-1, ditularkan oleh kontak langsung kulit-ke-kulit. Abrasi dan perpecahan pada kulit di tempat inokulasi cukup umum tetapi tidak ditemukan pada semua kasus. Lokasi umum dari lesi-lesi ini adalah kepala, trunkus, dan ekstremitas. Pengidentifikasian individu yang terkena penting untuk menghindari penyebaran cepat ke atlit gulat yang lain.
   
Keratokonjungtivitis herpes saat ini merupakan salah satu penyebab utama kebutaan akibat agen infeksi. Infeksi ini bisa menyebabkan ulserasi berulang dan erosi kornea dan konjungtiva. Rekurensi pada akhirnya bisa menyebabkan scarring stromal, yang mengarah pada kebutaan. Diagnosis memerlukan pemeriksaan slit-lamp. Terapi awal dengan obat-obat antiviral topikal biasanya menyembuhkan dan mencegah scarring stromal.
   
Penyebab encephalitis yang paling umum sekarang ini adalah HSC. Penyakit ini, yang bisa fatal, bisa mengenali semua usia pada waktu kapanpun. Individu yang terkena tidak selamanya memiliki diagnosis infeksi herpes sebelumnya, dan bahkan bisa terlihat sehat. Demam, sakit kepala, rasa pusing dan temuan neurologis lainnya bisa terjadi. Diagnosis dibantu dengan adanya pleositosis dan protein yang meningkat dalam cairan serebrospinal (CSF) atau meningkatnya hasil pencitraan MRI dan CT scan pada otak. Sayangnya, kultur viral dari CSF biasanya negatif. Akan tetapi, biopsi otak dan kultur bisa memastikan diagnosis. Baru-baru ini, metode PRC telah digunakan untuk mengisolasi DNA HSV dalam CSG dan bisa menjadi diagnosis yang cepat. Encephalitis herpes yang tidak diobati memiliki mortalitas yang signifikan; dengan demikian pasien-pasien harus mendapatkan kemoterapi antiviral bahkan sebelum diagnosis definitif ditegakkan.
   
Beberapa individu dengan gangguan kulit mendasar lainnya bisa mengalami infeksi herpetik kutaneous pada area yang sama ini. infeksi kutaneous yang menyebar ini, yang dikenal sebagai eczema herpeticum, terkait dengan demam dan limfadenopati (Gbr. 5.3). Seringkali lesi bergabung dan menjadi terinfeksi sekunder dengan sebuah agen bakteri. Infeksi ini bisa rekuren, tetapi infeksi-infeksi ini akan lebih ringan dan tidak akan memiliki keterlibatan sistemik.
   
Pada sekelompok kecil individu, infeksi herpes rekuren diikuti dengan dengan eritema multiformis. Eritema multiformis biasanya terjadi dalam 10 hari infeksi herpes rekuren. Ruam mulai terbentuk sebagai papula-papula eritematosa, yang berkembang menjadi lesi-lesi targetoid pada kulit dan ulserasi pada mukosa (Gbr. 5.4). Rekurensi cukup bervariasi dan penelitian menunjukkan bahwa terapi antiviral bisa berhasil jika diberikan lebih dini.

Pengobatan
   
Terapi antiviral bisa memperpendek waktu penyembuhan lesi-lesi herpetik. Beberapa episode bisa dicegah jika terapi dimulai lebih dini selama tahapan prodromal (gejala awal) atau jika terapi supresif diberikan ke individu-individu yang mengalami rekuren sering. Saat ini, ada beberapa agen antiviral yang disetujui untuk digunakan terhadap infeksi-infeksi viral herpes, seperti iododeoksiuridin, vidarabin, trifluorotimidin, foscarnet, asiklovir, famsiklovir dan valasiklovir. Dari antiviral-antiviral ini, asiklovir, famsiklovir dan valasiklovir menggunakan tumidin kinase virus untuk memutus rantai DNA virus, dan dengan demikian merupakan obat antiherpetik yang paling aman dan paling efektif. Karena obat-obat ini diaktivasi oleh enzim-enzim spesifik viral, mereka hanya beraksi ketika diperlukan dan memiliki sedikit efek samping. Asiklovir oral dan intravena cukup efektif, tetapi asiklovir topikal memiliki sedikit atau tidak memiliki efek. Kekurangan utama adalah bioavailabiloitas rendah dan dosis sering yang diperlukan dengan asiklovir. Akan tetapi, asiklovir mengurangi waktu penyembuhan dan peluruhan virus. Obat-obat antiviral yang baru-baru ini disetujui, famsiklovir dan valasiklovir, bisa menggantikan asiklovir sebagai pengobatan utama.
   
Pengobatan yang lazim untuk episode-episode awal infeksi virus herpes memerlukan 200mg lima kali per hari selama 10 hari lewat mulut. Episode-episode rekuren memerlukan 200 mg lima kali selama 4 hari lewat mulut. Salah satu alternatif bagi dosis lima-kali-sehari yang tidak nyaman adalah asiklovir 400 mg tiga kali sehari. Bahkan yang lebih nyaman, dan pada beberapa kasus lebih efektif, adalah alternatif asiklovir yang baru-baru ini disetujui, yaitu: valasiklovir 500 mg dua kali sehari atau famsiklovir 125 mg dua kali sehari (yang diminum lewat mulut). Individu-individu yang memerlukan terapi surpesif mengkonsumsi asiklovir 400 mg dua kali sehari. Pasien dengan herpes encephalitis, infeksi herpetik parah atau meningitis aseptik mungkin memerlukan asiklovir 5 mg/kg secara intravena setiap 8 jam selama sekurang-kurangnya 5 hari. Sayangnya, infeksi HSV yang tahan asiklovir semakin menimbulkan masalah, khususnya pada populasi AIDS. Forcarnet intravena merupakan pengobatan yang dipilih saat ini untuk turunan virus yang resisten asiklovir. Vaksinasi HSV rekombinan, baik terapeutik dan preventif, saat ini sedang dalam proses penyelidikan.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Relationship between glycemic index and weight loss

Cheerleaders are associated with many diet disorders