Biologi Kardiovaskular dari Dimetilarginin Asimetri: Jalur Biosintesis Dimetilarginin Dimetilaminohidrolase

Dimetilarginin asimetri (ADMA) merupakan sebuah asam amino alami yang bersirkulasi dalam plasma, diekskresikan dalam urin, dan ditemukan pada jaringan dan sel. Asam amino ini menarik perhatian karena dapat menghambat oksida nitrat sintase (NOS) dan dengan demikian memiliki potensi untuk menghasilkan efek-efek biologis yang signifikan, khususnya dalam sistem kardiovaskular. Baru-baru ini, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa konsentrasi ADMA dalam plasma merupakan penanda (marker) risiko untuk disfungsi endotelium dan penyakit kardiovaskular. Artikel ini menguraikan sifat biologi ADMA dan implikasinya untuk fisiologi dan patofisiologi kardiovaskular.

Bagaimana ADMA Terbentuk?
   
ADMA disintesis ketika residu-residu arginin dalam protein dimetilasi (ditambahkan gugus metil) oleh protein arginin metiltransferase (PRMT). Metilasi arginin protein merupakan sebuah modifikasi pasca-translasi yang menambahkan 1 atau 2 gugus metil ke nitrogen guanidin dari arginin yang direkrut ke dalam protein. Ada 2 tipe umum dari PRMT: tipe 1 mengkatalisis pembentukan ADMA, sedangkan tipe 2 menyumbangkan gugus metil (metilasi) ke nitrogen guanidino sehingga menghasilkan pembentukan dimetilarginin simetri (SDMA; Gambar 1). Kedua tipe PRMT ini, yang memiliki beberapa isoform, juga bisa menyumbangkan hanya satu gugus metil yang menghasilkan pembentukan NG-monometil-L-arginin (L-NMMA). Apabila protein telah dihidrolisis, metilarginin bebas muncul dalam sitosol. Arginin dengan gugus metil asimetris (ADMA dan L-NMMA) merupakan inhibitor NOS, sedangkan SDMA tidak.
   
Terdapat sangat banyak protein substrat untuk PRMT tipe 1, dan enzim serta substratnya terdistribusi secara luas dalam tubuh. Peranan metilasi arginin protein masih belum jelas, tetapi proses ini telah diketahui terlibat dalam regulasi pengikatan RNA, regulasi transkripsional, reparasi DNA, lokalisasi protein, interaksi protein–protein, transduksi sinyal, dan siklus ulang atau desensitisasi reseptor. Akan tetapi, metilarginin bebas hanya muncul dalam sitosol setelah protein didegradasi. Sampai sekarang belum ada rute langsung untuk sintesis ADMA dari arginin bebas. Sehingga, jumlah ADMA yang dihasilkan dalam sebuah sel tergantung pada metilasi arginin dalam protein dan laju turover protein.
   
Karena proses kompleks yang mendasari pembentukan ADMA bebas, masih belum jelas apakah pembentukan ADMA cukup konstan, atau berubah seiring dengan aktivitas PRMT, atau apakah laju turnover protein merupakan pengaruh yang paling penting. Baru-baru ini, penelitian-penelitian dengan inhibitor PRMT potensi-rendah dan relatif tidak spesifik telah menunjukkan bahwa aktivitas PRMT selama 24 hingga 48 jam berkontribusi bagi laju pembentukan ADMA bebas sehingga ada hubungan antara tingkat ekspresi PRMT dan produksi ADMA bebas. Penelitian-penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengidentifikasi secara lebih jelas variasi-variasi yang mungkin dalam tingkat produksi ADMA.
   
Dalam sistem kardiovaskuler, PRMT tipe 1 diekspresikan dalam jantung, sel otot halus, dan sel-sel endotelium. Pola ekspresinya belum diketahui secara rinci, tetapi PRMT – 1, 3, 4, dan 6 (semua PRMT tipe 1) diekspresikan dalam sel-sel vaskular. Menariknya, ekspresi PRMT-1 dalam sel-sel endotelium meningkat sebagai respons terhadap gaya gesek dan efek ini bisa dihambat baik dengan penekanan IkB kinase atau dengan reseptor teraktivasi proliferator peroksisom (PPAR) γ aktivator groglitozon. Ekspresi PRMT-1 yang berubah ini terkait dengan perubahan pelepasan ADMA, sehingga menandakan bahwa laju pembentukan ADMA dalam dinding pembuluh darah bisa diregulasi sebagian melalui perubahan ekspresi PRMT. Ekspresi PRMT-1 juga ditingkatkan oleh ekspresi lipoprotein berkepadatan rendah (LDL), dan lagi efek ini kelihatannya berkorelasi dengan pembentukan ADMA yang berubah.

ADMA YANG BERSIRKULASI
   
Konsentrasi ADMA dalam plasma telah dinilai pada berbagai kondisi kardiovaskular dan kondisi lainnya. Karena ginjal menjadi salah satu rute untuk pembesihan metilarginin, mungkin tidak mengherankan bahwa konsentrasi ADMA dan SDMA meningkat pada pasien yang mengalami gagal ginjal. SDMA meningkat seiring dengan kreatinin dan mencapai tingkat yang lebih tinggi dari ADMA. Ini tidak mengherankan karena ADMA juga dimetabolisasi oleh DDAH, sedangkan SDMA tidak. Pada kondisi-kondisi lain, ADMA kelihatannya meningkat selektif tanpa ada perubahan pada SDMA. Pola peningkatan ini sangat menunjukkan disfungsi DDAH (Gambar 3). Masih belum diketahui apakah ADMA bersirkulasi yang aktif biologis atau apakah konsentrasi ADMA dalam plasma yang merupakan penanda tingginya kadar ADMA dalam sel. Ada pertimbangan bahwa kadar tipikal yang ditemukan pada kondisi sehat (500 nmol/L – 1,2 μmol/L) atau pada banyak kondisi penyakit (hingga sampai ~3 μmol/L) terlalu rendah untuk bisa aktif secara biologis.
   
Pertimbangan tentang ADMA terkait dengan konsentrasi ADMA dan arginin relatif. Konsentrasi arginin dalam plasma berada pada rentang 30 sampai 100 μmol/L, dan konsentrasi arginin dalam sel bisa 1 sampai 2 mmol/L. Dengan kelebihan arginin ini, ADMA akan menjadi lembam (inert) dan diduga menghambat NOS. Akan tetapi, bukti eksperimental menunjukkan bahwa meskipun dengan pertimbangan teoritis tersebut, bahkan konsentrasi metilarginin yang sangat rendah menimbulkan efek yang signifikan. Infusi ADMA pada relawan sehat menunjukkan bahwa peningkatan tekanan darah dan resistensi vaskular dan penurunan output kardiak dan denyut jantung terjadi ketika konsentrasi ADMA dalam plasma berada dalam rentang patofisiologis. Menariknya, penurunan denyut jantung yang ditemukan cukup besar dan sangat cepat, bahkan setelah perubahan resistensi vaskular ditemukan. Ini menunjukkan bahwa efek terhadap denyut jantung bisa merupakan efek langsung terhadap sistem NOS dalam jantung bukan efek refleks yang ditimbulkan efek-efek hemodinami.
   
Proporsi ADMA bersirkulasi yang dihilangkan melalui ekskresi lewat ginjal dan melalui aktivitas DDAH kelihatannya berbeda-beda diantara setiap spesies. Pada mencit, telah diperkirakan bahwa kebanyakan (sekitar 90%) ADMA dimetilisasi dengan hanya sedikit fraksi yang kelihatannya tidak berubah dalam urin. Pada manusia, infusi ADMA mengarah pada peningkatan produksi dimetilamin, sehingga menandakan bahwa terdapat aktivitas DDAH yang substansial. Disamping itu, telah ditemukan bahwa ~260 μmol diekskresikan. Jumlah yang terdapat dalam urin cukup untuk menghasilkan konsentrasi sebesar 20 sampai 30 μmol/L, dan ini bisa signifikan dalam hal aktivitas NOS tubular ginjal. Kegagalan dalam eliminasi sempurna ADMA diduga meningkatkan konsentrasi ADMA plasma sebesar 5 μmol/L setiap hari. Implikasi temuan ini adalah bahwa tidak mungkin kadar ADMA plasma bervariasi signifikan dalam periode waktu yang singkat. Justru, beberapa perubahan cepat yang ditemukan pada penelitian tertentu sulit dipahami selama tidak ada protelisis signifikan yang mengarah pada peningkatan pelepasan ADMA secara tiba-tiba atau fluks ADMA secara mendadak dari jaringan ke dalam plasma.

Efek Kariodvaskular ADMA
   
ADMA menghambat NOS dan menghasilkan efek-efek yang diharapkan dari sebuah inhibitor NOS non-slektif isoform (Tabel 1). Ini meningkatkan tekanan darah, menyebabkan vasokonstriksi, mengganggu relaksasi tergantung kalsium, dan meningkatkan perlekatan sel endotelium. Ekstrapolasi dari inhibitor NOS lain menunjukkan bahwa keterpaparan jangka panjang terhadap ADMA diduga meningkatkan aterogenesis dan menghasilkan kerusakan hipertensif berlanjut pada organ-organ akhir. Disamping itu, pada model hewan, inhibitor NOS lain bisa mereproduksi beberapa efek vaskular dan efek ginjal dari pre-eklampsi. Penelitian pada mencit konockout NOS menunjukkan bahwa inhibisi NOS yang berkepanjangan menyebabkan predisposisi terhadap pembentukan aneurisme, tetapi belum jelas apakah hal yang serupa berlaku untuk inhibisi “farmakologis” yang berkepanjangan dari enzim dengan kadar ADMA yang bersirkulasi.
   
Dalam jantung, ADMA mengurangi denyut jantung dan output kardiak, dan inhibitor NOS lain memiliki efek-efek yang serupa. Hipertropi ventrikular kiri juga merupakan ciri dari inhibisi NOS yang berkepanjangan. Efek-efek ginjal dari inhibisi NOS mencakup ekskresi sodium yang berkurang, dan ini juga bisa berkontribusi bagi hipertensi. Diet dengan garam tinggi bisa terkait dengan respons pressor yang meningkat terhadap inhibitor NOS, khususnya pada orang-orang yang paling sensitif garam.
   
ADMA juga menghambat angiogenesis pada model hewan. Lebih jauh, ekspresi DDAH yang berlebih mempromosikan proses-proses angiogenik dalam sel pada kultur dan pada tumor eksperimental secara in vivo. Ekspresi DDAH yang berlebih juga terkait dengan peningkatan ekspresi faktor pertumbuhan endotelium vaskular, dan ini kelihatannya penting dalam mempromosikan angiogenesis.

Patofisiologi
   
Akumulasi ADMA telah dilaporkan pada berbagai penyakit kardiovaskular. Pada bagian ini, kita membahas beberapa dari penyakit ini dan efek biologis potensial dari ADMA.

Gagal Ginjal
   
Pada saat ginjal gagal, ADMA terakumulasi. Konsentrasi ADMA plasma meningkat antara 1 sampai 3 μmol/L tetapi lebih rendah dibanding kadar SDMA. Terdapat peningkatan ADMA secara bervariasi, kemungkinan karena aktivitas DDAH yang bervariasi dan kemungkinan karena DDAH ginjal  dengan sendirinya berkontribusi bagi eliminasi ADMA secara keseluruhan, dan efek patologi ginjal yang berbeda bisa memiliki efek berbeda terhadap ekspresi DDAH ginjal. ADMA dihilangkan melalui dialisis dengan hemodialisis, yang menghasilkan perubahan kadar ADMA yang secara cepat kembali ke rentang patologi setelah dialisis. Menariknya, ADMA memenuhi banyak kriteria untuk toksin uremik: ADMA berakumulasi ketika ginjal gagal, ADMA merupakan senyawa guanidino, ADMA merupakan sebuah produk metabolisme protein, dan melalui efeknya terhadap NOS memiliki potensi untuk mempengaruhi berbagai fungsi biologis pada pasien-pasien yang mengalami gagal ginjal kronis, termasuk efek terhadap sistem kardiovaskular, tulang, dan pertahanan terhadap infeksi.
   
Terdapat hubungan antara kadar ADMA dalam plasma dan tingkat disfungsi endotelium, dan dalam sebuah kohort pasien yang mengalami hemodialisis, kadar ADMA memberikan indikasi kejadian-kejadian kardiovaskular di masa mendatang dan mortalitas secara keseluruhan. Temuan-temuan ini konsisten dengan ADMA, yang menjadi sebuah penanda risiko kardiovaskular pada pasien-pasien ini, dan terdapat mekanisme biologis sehingga memiliki peranan sebab akibat melalui inhibisi NOS. walaupun efek ADMA bisa dibalikkan dengan menambahkan L-arginin, data tentang efek arginin pada penyakit ginjal tidak konsisten. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa arginin meningkatkan fungsi endotelium pada pasien dengan gagal ginjal tetapi yang lainnya tidak. Masih perlu ditentukan apakah kurangnya efek arginin pada beberapa penelitian adalah karena keterpaparan yang lama terhadap kadar ADMA yang tinggi menghasilkan disfungsi endotelium yang tidak dapat dibalikkan jika ADMA merupakan sebuah penanda dan bukan agen sebab-akibat, jika ADMA menghasilkan beberapa efek yang tidak tergantung pada inhibisi NOS, atau jika pada akhirnya mengarah pada inhibisi NOS yang ireversibel arginin.

Risiko kardiovaskular
   
Ekstrapolasi dari situasi pada penyakit ginjal telah menyebabkan para peneliti berspekulasi bahwa peningkatan ADMA juga bisa berkontribusi bagi risiko kardiovaskular. ADMA yang meningkat telah dideteksi pada berbagai keadaan risiko kardiovaskular, termasuk hiperkolesterolemia, hipertensi, diabetes, hiperhomosistinemia, dan pada orang-orang yang mengalami penyakit ateroskleorsis. Kadar yang bersirkulasi tidak meningkat hingga mencapai kadar yang ditemukan pada gagal ginjal, dan hasilnya tidak konsisten untuk semua faktor risiko. Disamping itu, hanya ada kemungkinan untuk hiperkolesterolemia yang telah ditemukan dalam ltieratur yang dipublikasikan. Kebanyakan artikel yang telah menyelidiki hubungan ini telah menemukan ADMA yang meningkat atau rasio ADMA/L-arginin yang meningkat pada pasien yang memiliki kolesterol tinggi. Akan tetapi, banyak penelitian yang merupakan penelitian skala kecil, sebuah masalah yang sebagian disebabkan oleh metode-metode laboratorium untuk mengukur ADMA.
   
Mekanisme-mekanisme yang mungkin untuk ADMA yang meningkat telah ditunjukkan pada kultur sel, dengan efek LDL terhadap aktivitas DDAH dan ekspresi PRMT. Akan tetapi, jelas bahwa diperlukan untuk membuat metode-metode yang lebih baik dalam pengukuran kadar ADMA agar mampu mengkarakterisasi peranan yang lebih baik untuk ADMA pada risiko kardiovaskular dan kegunaannya sebagai penanda risiko. Pengidentifikasian varian polimorfis fungsional terbaru dari gen DDAH akan memungkinkan dilakukannya studi hubungan genetik.
   
Hubungan antara homosistein dan ADMA cukup menarik karena ada banyak interaksi potensial. Homosistein bisa menghambat aktivitas DDAH, kemungkinan melalui interaksi dengan residu sistein penting dalam sisi aktif enzim. Akan tetapi, homosistein merupakan bagian kunci dari siklus metilasi. S-adenosilmetionin merupakan donor metil yang memungkinkan metilasi arginin dan menghasilkan S-adenosilhomosistein, yang pada gilirannya, bisa dikonversi menjadi homosistein. Perlakuan metionin telah digunakan untuk meningkatkan kadar homosistein, dan ini terkait dengan disfungsi endotelium. Akan tetapi, tantangan metionin juga meningkatkan ADMA, dan dengan demikian ini bisa memberikan penjelasan alternatif. Lagi data tidak konsisten, dan beberapa peneliti tetah gagal menemukan peningkatan ADMA setelah metionin. Meski demikian, penelitian-penelitian ini menimbulkan kemungkinan bahwa setiap hubungan antara homosistein dan risiko kardiovaskular bisa hanya merupakan refleksi dari sebuah hubungan antara ADMA dan risiko kardiovaskular.

Diabetes
   
Kadar ADMA yang meningkat telah ditemukan pada model-model hewan untuk diabetes tipe 1 dan tipe 2 dan pada pasien yang memiliki resistensi insulin atau diabetes tipe 2 parah. Disamping itu, terdapat hubungan kuat antara indeks resistensi insulin dengan kadar ADMA. Glukosa sendiri bisa menekan aktivitas DDAH dan meningkatkan ADMA, tetapi mekanisme-mekanisme yang digunakan diabetes atau resistensi insulin untuk meningkatkan ADMA belum diketahui.
   
Metformin dan tiazolidinedion mengurangi kadar ADMA. Mekanisme yang digunakan obat-obat ini untuk mengurangi kadar ADMA masih belum jelas. Ada tempat reseptor PPAR/retinoid X pada daerah promoter DDAH-2, dan salah satu kemungkinannya adalah bahwa ekspresi DDAH-2 meningkat sebagai respons terhadap agonis PPAR seperti pada asam retinoat. Masih belum diketahui bagaimana metformin bekerja, tetapi menarik untuk ditekankan kemiripan struktural antara metformin dan ADMA (Gambar 4).

Gagal Jantung
   
Kadar ADMA meningkat pada gagal jantung, dan ADMA memiliki kapasitas untuk mengurangi kontraksi ventrikular dan denyut jantung. Masih belum jelas apakah ada peranan sebab-akibat untuk ADMA baik dalam fungsi kardiak atau fungsi endotelium pada gagal ginjal.

Pre-Eklampsi
   
Kadar ADMA cenderung menurun selama kehamilan normal tetapi meningkat pada wanita-wanita dengan pra-eklampsi. Baru-baru ini, telah ditunjukkan bahwa kadar ADMA meningkat bahkan setelah terjadinya pra-eklampsi, sehingga menunjukkan bahwa ADMA mungkin menjadi penanda risiko terbaru untuk pendeteksian dini wanita-wanita yang berisiko tinggi. Belum diketahui dimana ADMA berasal pada kondisi ini, tetapi ADMA dihasilkan oleh janin dan memiliki jumlah yang banyak dalam plasma dan urin janin. Lebih jauh, plasenta mengekspresikan kadar DDAH-2 yang tinggi, yang menghasilkan kemungkinan bahwa kegagalan plasenta untuk membersihkan ADMA yang dihasilkan oleh janin cukup penting. Pada wanita yang memiliki kadar ADMA tinggi di awal kehamilan, terdapat hubungan jelas antara kadar ADMA dan disfungsi endotelium, tetapi ini hanya ditemukan pada wanita-wanita yang selanjutnya mengalami pra-eklampsi. Ini bisa menunjukkan bahwa ADMA yang meningkat saja tidak cukup, tetapi bahwa beberapa individu khususnya rentan terhadap efek-efek ADMA yang meningkat dan mereka berisiko paling tinggi untuk mengalami komplikasi. 

Hipertensi Paru
   
Kadar ADMA meningkat pada anak-anak yang mengalami hipertensi paru, dan pada model eksperimental hipertensi paru, ADMA meningkat dan DDAH terganggu. Ekspresi DDAH menurun pada sebuah model hipertensi paru imbas hipoksia pada mencit, walaupun pada salah satu model, efek ini kelihatannya disebabkan oleh kurangnya DDAH-2, dan pada model lain, DDAH-1 yang berkurang. Sirkulasi paru sangat sensitif terhadap inhibitor NOS, dan L-NMMA menyebabkan peningkatan tekanan arteri paru dengan cepat. Ekspresi DDAH yang berkurang signifikan pada hipertensi paru eksperimental menjadi sebuah mekanisme untuk peningkatan inhibisi NOS, tetapi belum diketahui apakah hipoksia secara langsung mengurangi ekspresi DDAH.

Target-Target Pengobatan
   
Untuk patologi kardiovaskular, tujuan pengobatan yang paling jelas adalah untuk membalikkan efek dari ADMA yang meningkat atau mengurangi kadar ADMA. Secara teori, arginin harus mampu menggeser ADMA dan merestorasi aktivitas NOS. arginin telah dilaporkan meningkatkan fungsi endotelium pada pasien-pasien yang mengalami hiperkolesterolemia dan meningkatkan jarak tempuh pada pasien yang mengalami penyakit vaskular perifer. Akan tetapi, penelitian sampai sekarang masih relatif sedikit, dan efek-efek terapeutik potensial dari arginin masih belum diketahui dengan baik.
   
Pendekatan alternatif bisa berupa meningkatkan ekspresi atau aktivitas DDAH (Tabel 2). Pengamatan yang menarik bahwa thiazolidinedion dan metformin tampak mengurangi kadar ADMA masih memerlukan penelitian lebih lanjut, tetapi masih perlu ditentukan apakah efek terhadap DDAH berkontribusi bagi efeknya atau bagaimana aksi terhadap ADMA bisa berkontribusi bagi efikasi terapeutiknya. Modulasi ekspresi DDAH mungkin dilakukan dengan obat-obatan yang telah ada: estrogen meningkatkan ekspresi DDAH dan mengurangi ADMA pada model-model percobaan, seperti pada asam retinoat. Pada tahapan ini, agen-agen yang merubah ekspresi DDAH kemungkinan merupakan alat eksperimental yang bermanfaat untuk menyelidiki sifat biologi ADMA dan DDAH, tetapi masih terlalu dini untuk mengetahui apakah peningkatan aktivitas DDAH memiliki efek terapeutik yang bermanfaat. Pada kondisi tertentu, inhibisi DDAH jangka pendek bisa bermafaat, misalnya untuk menghambat angiogenesis tumor atau mengurangi produksi NO berlebih pada keadaan inflammatory akut. Akan tetapi, produksi ADMA yang meningkat bisa terjadi secara alami pada situasi-situasi ini karena peralihan protein yang meningkat.

Kesimpulan
   
ADMA merupakan inhibitor alami bagi NOS. Telah diketahui bahwa ADMA dihasilkan oleh berbagai tipe sel berbeda dalam sistem kardiovaskular dan bisa mempengaruhi fungsi vaskular dan kardiak. Korelasi ADMA dengan disfungsi endotelium dan risiko kardiovaskular, bersama dengan hubungan antara faktor risiko kardiak dan kadar ADMA, menunjukkan bahwa ADMA terkait dengan penyakit kardiovaskular, tetapi hubungan sebab-akibat kuat belum ditemukan. Sifat biologi mendasar dari ADMA dan DDAH telah diketahui, dan banyak yang diketahui tentang regulasi DDAH dalam sistem-sistem eksperimental dan model percobaan. Tingkat konservasi jalur PRMT-ADMA-DDAH yang tinggi selama evolusi sangat mendukung peranan biologis esensial dari ADMA. Akan tetapi, untuk menentukan signifikansi klinisnya secara pasti, pertama-tama kita harus menentukan signifikansi ADMA sebagai sebuah penanda dalam kondisi-kondisi dimana dia terlibat. Ini memerlukan metode-metode uji lebih lanjut dan penelitian yang berskala lebih besar. Disamping itu, perbedaan hasil penelitian masih menjadi pertimbangan. Kedua, penting untuk merubah penelitian hubungan menjadi penelitian hubungan sebab akibat. Untuk melakukan ini, diperlukan untuk menggunakan inhibitor atau aktivator khusus untuk DDAH dan manipulasi ekspresi DDAH, khususnya pada model hewan. Penelitian-penelitian yang melakukan pendekatan ini telah menandakan hubungan sebab-akibat yang penting antara ADMA dan fungsi vaskular, dan sekarang ini telah menunjukkan peluang untuk terapi.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Relationship between glycemic index and weight loss

Cheerleaders are associated with many diet disorders