Akumulasi Arsenik dalam Jaringan-Jaringan Tanaman Padi (Oryza sativa L.) dan Distribusinya dalam Fraksi-Fraksi Gabah

Abstrak

Sebuah penelitian dilakukan untuk menyelidiki akumulasi dan distribusi arsenik dalam fraksi-fraksi gabah (Oryza sativa L.) yang dikumpulkan dari kawasan yang tercemar arsenik di Bangladesh. Tanah pertanian di daerah penelitian sangat terkontaminasi dengan arsenik akibat penggunaan air tanah kaya-arsenik (0,070±0,006 mg l-1, n=6) untuk irigasi. Kandungan arsenik pada jaringan tanaman padi dan pada fraksi-fraksi gabah dari dua varietas padi yang banyak ditanam, yaitu BRRI dhan28 dan BRRI hybrid dhan1, ditentukan. Tanpa memperhitungkan varietas-varietas padi, kandungan arsenik adalah sekitar 28 dan 75 kali lipat lebih tinggi pada akar dibanding pada tunas dan gabah, masing-masing. Pada fraksi-fraksi gabah pra-tanak (parboiled) dan non-parboiled dari kedua varietas, urutan konsentrasi arsenik adalah sebagai berikut: sekam padi > lapisan ari sekam > beras merah > beras biasa > beras poles (polish rice). Kandungan arsenik lebih tinggi pada beras non-parboiled dibanding beras parboiled. Konsentrasi arsenik dalam beras merah parboiled varietas BRRI dhan28 adalah 0,8±0,1 dan dalam beras merah non-parboiled adalah 0,5±0,0 mg/kg berat kering, sedangkan varietas BRRI hibdrid dhan1 masing-masing adalah 0,8±0,2 mg/kg berat kering. Akan tetapi, beras poles parboiled dari varietas BRRI dhan28 mengandung 0,4±0,0 mg/kg berat kering arsenik dan beras poles non-parboiled adalah 0,3±0,1 mg/kg berat kering, sedangkan dari varietas BRRI hibdrid dhan1 beras poles parboiled mengandung 0,43±0,1 mg/kg dan non-parboiled mengandung 0,5±0,0 mg arsenik/kg berat kering. Beras merah dan beras poles bisa langsung dimasak untuk dikonsumsi manusia. Konsentrasi arsenik yang ditemukan dalam penelitian kali ini jauh lebih rendah dari batas yang diperbolehkan pada beras (1,0 mg/kg-1) menurut rekomendasi WHO. Sehingga, padi yang tumbuh di kawasan Bangladesh yang terkontaminasi arsenik sebesar 14,5±0,1 kg-1 bisa dianggap aman untuk konsumsi manusia.

Pendahuluan
   
Budidaya tanaman padi di Bangladesh, Bengal Barat, dan India hanya bergantung pada air tanah, khususnya pada musim kering, karena sumber air permukaan seperti sungai, bendungan, kolam dan lainnya di kawasan-kawasan ini menjadi kering selama musim tersebut. Pelepasan arsenik secara alami dari batuan-batuan aquifer telah dilaporkan mengkontaminasi air tanah di Bangladesh dan Bengal Barat, India (Fazal dkk., 2001; Smith dkk., 2000; Nickson dkk., 1998; Nickson dkk., 2000; Charraborty dkk., 2002; Hopenhayn, 2006; Harvey dkk., 2002; Chowdhury dkk., 1999; Chakraborti dan Das, 1997). Penggunaan air tanah terkontaminasi arsenik dalam jangka panjang pada irigasi bisa menghasilkan peningkatan konsentrasi arsenik pada tanah pertanian dan pada akhirnya menyusup sampai ke tanaman pertanian (Ullah, 1998; Imamul Huq dkk., 2003; Rahman dkk., 2007a; Rahman dkk., 2007b). Survei tentang sawah di Bangladesh menunjukkan bahwa konsentrasi arsenik lebih tinggi pada tanah pertanian di daerah dimana sumur-sumur tabung yang dangkal (STD) telah beroperasi selama periode waktu yang lebih lama dan air tanah terkontaminasi arsenik dari STD ini telah dialirkan ke ladang pertanian (Meharg kk., 2003). Onken dan Hossner (1995) melaporkan bahwa tanaman-tanaman yang tumbuh pada tanah yang diperlakukan dengan arsenik memiliki tingkat penyerapan arsenik lebih tinggi dibanding yang tumbuh pada tanah yang tidak diperlakukan dengan arsenik. Beberapa peneliti lain (Abedin dkk., 2002; Rahman dkk., 2004; Rahman dkk., 2007a) juga melaporkan kandungan arsenik yang pada jaringan beras ketika tanaman padi ditumbuhkan pada lahan yang terkontaminasi oleh konsentrasi arsenik yang tinggi. Karena kontaminasi air tanah dengan kadar arsenik tinggi, para ilmuwan dan peneliti telah tertarik untuk menyelidiki efek tanah yang terkontaminasi arsenik dan air irigasi terhadap akumulasi dan metabolisme arsenik pada tanaman padi (Oryza sativa L.). Baru-baru ini, beberapa laporan berfokus pada efek tanah yang terkontaminasi arsenik dan air irigasi ketika logam ini terserap pada akar, tunas, sekam dan biji padi serta metabolismenya pada padi dalam kondisi rumah-kaca (Rahman dkk., 2004; Rahman dkk., 2007a; Abedin dkk., 2002a; Abedin dkk., 2002b). Akan tetapi, penelitian tingkat lapangan tentang aspek ini masih jarang. Keterbatasan literatur tentang akumulasi arsenik pada fraksi-fraksi biji padi berbeda serta waktu-tinggal (retesi) logam arsenik  pada beras yang sudah dimasak setelah metode pemasakan tradisional yang digunakan oleh populasi-populasi di kawasan epidemik arsenik.
   
Karena padi merupakan salah satu tanaman pangan utama di banyak negara, setiap negara juga memiliki cara memasak nasi yang berbeda. Kebanyakan rakyat Bangladesh dan Begal Barat, India, terlebih dahulu memasak gabah sampai setengah masak (parboiled) sebelum menuntaskan penanakannya, sementara di Thailand, Jepang dan Cina orang-orang memasak nasi tanpa parboiling. Disamping itu, total kadar arsenik dalam beras mentah tidak sesuai dengan jumlah definitif arsenik yang tinggal dalam beras yang sudah dimasak.
   
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan distribusi arsenik dalam fraksi-fraksi berbeda untuk beras parboiled dan non-parboiled. Penelitian ini diharapkan dapat membantu menentukan jumlah arsenik yang tinggal dalam beras yang sudah dimasak dan untuk menilai kemungkinan jumlah arsenik yang diserap dari beras oleh populasi yang tinggal di kawasan epidemik arsenik. Sejauh yang kami ketahui, ini merupakan laporan pertama tentang distribusi arsenik pada fraksi-fraksi berbeda dari gabah parboiled dan non-parboiled.

Bahan dan Metode

Pengambilan sampel
   
Sampel dari dua varietas padi yang disebut BRRI djhan28 dan BRRI hybrid dhan1 diambil dari tiga titik sampling berbeda (2m2 area) dari plot yang dipilih di masing-masing kedua lokasi. Sampel tanah juga dikumpulkan dari tiga titik area 2 m2 dan kedalaman 10-15 cm dari plot-plot yang dipilih dengan menggunakan auger tanah, lokasi area sampling ditunjukkan pada Gbr. 1. Sampel-sampel dikumpulkan selama panen dan dikeringkan dibawah sinar matahari segera setelah pengambilan, tetap dibiarkan kedap udara dalam kantung polietilen dan dibawa ke laboratorium untuk dianalisis.
   
Sampel air diambil dari STD di dekat sawah. Air ini telah disalurkan dari STD-STD tersebut untuk budidaya tanaman padi. Populasi di sekitarnya juga meminum air dari STD tersebut. Air dikumpulkan dalam botol-botol polietilen dengan besar lubang pembuangan yang sama, biasanya memerlukan 10-20 menit setelah pemompaan, yang disaring melalui kertas saring 0,45 Milipori. Sekitar 90 ml dari air dikumpulkan dari masing-masing STD dan disimpan dalam refrigerator dengan menambahkan 10 mL asam hidroklorida 2M.

Perlakuan gabah
   
Setiap negara memiliki cara memasak nasi yang berbeda. Dalam penelitian ini, ada dua metode memasak nasi yang diikuti, yakni metode   umum digunakan oleh ppopulasi pada daerah epidemik arsenik di Bangladesh dan Bengal Barat, India. Metode-metode memasak nasi ditunjukkan secara skematis pada Gbr. 2.

1) Perendaman dan pra-tanak (parboiling) gabah
   
Sekitar 800 g gabah yang telah dikeringkan di bawah sinar matahari direndam dalam 1400 ml air selama 36 jam pada suhu kamar (25±2oC). Gabah yang direndam diayak lewat pengayak kawat dan airnya dibuang. Setelah itu, gabah yang sudah direndam dimasukkan ke sebuah panci perak dan sekitar 250 air ditambahkan ke dalamnya sehingga sekitar 25% biji gabah tetap berada di bawah air. Panci dipanaskan pada pemanas listrik suhu 100oC selama sekitar 1,5 jam. Air mulai mendidih dan uap terbentuk. Gabah dipra-tanak (parboiled) dengan air mendidih serta uap yang dihasilkan dari air tersebut. Akhir dari proses pra-tanak ditentukan dengan sedikit membuka lemma dan palea dari beras. Gabah yang dipra-tanak kemudian diayak dengan ayakan kawat dan airnya dibuang. Beras pra-tanak yang sudah diayak kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari sampai memiliki kandungan kelembaban sekitar 14%.

2) Penggilingan
   
Beras pra-tanak (parboiled) dan yang tidak mengalami pra-tanak (non-parboiled) dilepaskan sekamnya dengan menggunakan alat RTM (rice testing mill) untuk menghilangkan lapisan kulit ari. Lapisan kulit ari (bran-polish) dan kulit ari beras dikumpulkan terpisah dan disimpan dalam paket kertas untuk analisis kimia.
   
Beras merah, lapisan kulit ari gabah dan kulit ari beras dari beras pra-tanak (parboiled) dan non-parboiled ditimbang dengan cermat dan data dihitung untuk persen distribusi fraksi-fraksi beras yang disajikan pada Tabel1.

Prosedur pelumatan sampel
   
Sampel tanah dan beras  dilumatkan dengan pelumatan asam setelah prosedur pemanasan. Sekitar 0,5 g sampel dimasukkan ke dalam tabung-tabung pelumatan yang bersih dan kering dan 5 ml konsentrasi asam nitrat ditambahkan ke dalamnya. Campuran ini dibiarkan selama satu malam dalam kamar asam. Pada hari berikutnya, tabung-tabung pelumatan dipanaskan pada suhu 60oC selama 2 jam. Kemudian, tabung-tabung dibiarkan dingin pada suhu kamar. Sekitar 2 ml asam perklorat pekat ditambahkan ke 2 ml asam perklorat. Lagi, tabung dipanaskan pada suhu 160oC selama sekitar 4 sampai 5 jam. Pemanasan dihentikan apabila kabut putih padat dari asam perklorat terbentuk. Hasil pelumatan kemudian diinginkan dan diencerkan sampai 25 ml dengan air sulit terdeionisasi dan disaring melalui kertas saring (kertas Whatman No. 42 untuk sampel-sampel tanah dan keras saring Whatman No. 41 untuk sampel tanaman) dan disimpan pada botol-botol polietilen 30-ml.

Analisis arsenik total
   
Total arsenik ditentukan dengan spektrofotometer absorpsi atomik generasi hibrid (HG-AAS) (Perkin-Elmer Aanalyst 100 yang dipasangkan dengan sistem injeksi alir, FIAS 100, Jerman) dengan menggunakan larutan standar (Welsch dkk., 1990). Pada masing-masing tahapan analisis analitik, sekurang-kurangnya dua larutan blanko pereaksi, spike dan tiga sampel duplikat dimasukkan dalam proses pelumatan asam untuk menilai keakuratan analisis kimiawi. Proses recovery spike adalah 87,4% (n = 6). Presisi analisis juga cocokkan dengan material referensi standar (SRM) (daun tomat 1573a, NIST, USA). Konsentrasi arsenik pada material referensi adalah 0,112±0,004 µg/g sedangkan konsentrasi arsenik yang diukur adalah 0,120±0,009 µg/g. Konsentrasi-konsentrasi yang dideteksi pada semua sampel berada di atas batas deteksi alat (≥ 0,0008 mg/L dalam air). Semua peralatan gelas dan botol plastik sebelumnya telah dicuci dengan air suling dan dikeringkan.

Bahan kimia
   
Asam nitrat (HNO3) (70%), asam sulfat (H2SO4), asam perklorat (HclO4) dan sodium arsenat (Na2HAsO4.7H2O) dibeli dari perusahaan Mark. Zat-zat kimia lain dari AnalaR. Semua reagen adalah reagen kelas analitik.

Analisis statistik
   
Data eksperimental dianalisis secara statistik. Uji signifikansi (ANOVA) dari parameter-parameter berbeda dihitung berdasarkan uji rentang ganda Duncan (DMRT) pada tingkat 5% dan koefisien korelasi dihitung dengan SPSS 10 untuk windows.

Hasil dan Pembahasan

Kandungan arsenik pada jaringan tanaman padi
   
Konsentrasi arsenik pada tanah dan air kawasan penelitian adalah 14,5±0,1 mg/kg dan 0,0070±0,006 mg/L, masing-masing (n=3). Meskipun konsentrasi arsenik tanah berada di bawah batas berterima yang maksimum untuk tanah pertanian yang direkomendasikan oleh European Community (EC) (20,0 mg/kg tanah), namun konsentrasinya dalam air jauh lebih tinggi dibanding batas berterima yang dianjurkan oleh WHO (0,01 mg/L) (O'Neil, 1995; Smith, 1998). Konsentrasi arsenik dalam air minum dan irigasi juga melebihi standar di Bangladesh yakni 0,05 mg/L.
   
Dalam penelitian kali ini, distribusi arsenik dalam jaringan tanaman padi ditemukan sebesar 96% pada akar, 3% pada jerami dan 1% pada gabah varietas BRRI dhan 28. Akan tetapi, jerami BRRI hybrid dhan1 mengandung jumlah arsenik yang sedikit lebih tinggi dibanding BRRI dhan 28 (Gbr. 2). Dari hasil ini kelihatan bahwa translokasi arsenik dari akar ke tunas (jerami) varietas padi hybrid sedikit lebih tinggi dibanding varietas non-hybrid. Translokasi arsenik dari jerami ke biji padi tidak berbeda signifikan untuk variasi-variasi varietas padi. Ini bisa disebabkan karena produksi biomassa jerami segar dari varietasi hybrid yang lebih tinggi dibanding varietas non-hybrid dan bioakumulasi logam dan gizi lainnya terkait dengan porukdi biomassa total. Bioakumulasi logam juga terkait dengan laju transporasi. Biomassa jerami yang lebih besar meningkatkan transporasi air yang lebih banyak, yang mana bisa menghasilkan translokasi jumlah arsenik yang lebih besar bersama dengan unsur-unsur gizi lain pada bagian-bagian tanaman padi di atas tanah.
   
Pada BRRI dhan28, konsentrasi rata-rata arsenik (mg/kg berat kering) adalah 46,3±1,4 pada akar, 1,7±0,1 pada jerami dan 0,6±0,0 pada biji padi. BRRI hybrid dhan1 mengandung masing-masing 51.9+1,3, 1,9±0,1, dan 0,7±0,2 mg/kg berat kering pada akar, jerami dan gabah (n = 3). Hasil menunjukkan bahwa tanpa tergantung pada varietas padi, kebanyakan arsenik berakumulasi dalam jaringan tanaman, tetap tinggal pada akar yang sekitar 28 hingga 75 kali lebih tinggi dibanding pada jerami dan gabah. Abedin dkk. (2002a) juga mengamati bawah banyak arsenik yang tetap tinggal dalam akar padi dibanding pada kandungan dalam jerami dan gabah. Beberapa literatur lain (Rahman dkk., 2004; Rahman dkk., 2007b; Duxbury dkk., 2002; Meharg dkk., 2001; Rahman dkk., 2006) juga melaporkan hasil yang sama. Mengapa jumlah arsenik yang besar seperti ini tetap tinggal dalam akar tanaman padi merupakan hal yang menarik. Meskipun mekanisme akumulasi arsenik dalam tanaman padi belum dipahami dengan baik, Liu dkk (2004) melaporkan bahwa oksida zat besi (plak-plak zat besi), yang terbentuk di sekitar akar padi, mengikat arsenik dan memeriksa translokasinya ke jaringan tanaman yang berada di atas permukaan tanah. Konsentrasi arsenik dalam jaringan tanaman padi pada umumnya mengikut tren berikut: akar > jerami > sekam > biji (Abedin dkk., 2002a; Rahman dkk., 2004; Xie dkk., 1998; Odanaka dkk., 1987; Martin dkk., 1992).

Distribusi arsenik dalam fraksi-fraksi gabah
   
Kandungan arsenik dalam fraksi-fraksi gabah ditunjukkan pada Tabel 4. Kandungan arsenik dalam jerami varietas BRRI dhan28 non-parboiled dan parboiled masing-masing adalah 1,6±0,1 dan 0,8±0,2 mg/kg berat kering (n = 3). Kulit ari telah dihilangkan dari beras merah selama penggilingan untuk membuat beras poles. Beras dengan kulit ari dari varietas BRRI non-parboiled dan parboiled mengandung masing-masing 0,9±0,1 dan 0,6±0,2 mg mg As per kg berat kering. Disisi lain, beras coklat dari varibetas padi non-parboiled dan parboiled masing-masing mengnadung 0,8±0,1 dan 0,5±0,0 mg As per kg berat kering (n = 3) (Tabel 4). Hasil menunjukkan jumlah arsenik yang jauh lebih tinggi pada beras berkulit air dibanding pada meras merah dan fraksi BRRI hibrid dhan1 mengandung jumlah arsenik yang lebih tinggi dibanding BRRI dhan28. Beras poles (polish rice) siap dimasak untuk konsumsi manusia dimana konsentrasi arseniknya ditemukan sebesar 0,4±0,0 dan 0,3±0,1 mg per kg berat kering masing-masing pada beras BRRi dhan28 non-parboiled dan parboiled. Konsentrasi arsenik dalam beras poles non-parboiled dan beras poles parboiled dari varietas BRRI dhan28 masing-masing adalah 0,4±0,1 dan 0,5±0,1 mg per kg berat kerning (Tabel 4). Meskipun tidak ada kadar konsentrasi arsenik standar pada padi-padian pangan di Asia selatan, namun konsentrasi arsenik di atas dalam fraksi-fraksi gabah masih berada di bawah standar yang direkomendasikan oleh Inggris dan Australia (1,0 mg per kg berat kering) (Warren dkk., 2003). Akan tetapi, fraksi-fraksi dari gabah non-parboiled mengnadung jumlah arsenik yang lebih tinggi jika dibanding dengan gabah parboiled sehingga menunjukkan bahwa pra-tanak (parboiling) gabah bisa menyebabkan pengurangan konsentrasi arsenik pada fraksi-fraksi beras. Selama pra-tanak, arsenik mungkin telah dilepaskan dari jerami dan gabah ke air yang mendidih dan membuat air yang digunakan untuk pra-tanak mungkin telah menghasilkan penurunan konsentrasinya dalam beras. Meskipun gabah tidak dipra-tanak sebelum penggilingan di banyak negara, namun populasi daerah epidemik arsenik di Bangladesh dan Bengal Barat, India telah mengkonsumsi beras yang dipra-tanak. Sehingga, pra-tanak gabah sebelum dimasak sebagai beras bisa mengurangi besarnya asupan arsenik dalam tubuh manusia.
   
Telah ada beberapa laporan tentang kandungan arsenik dalam jaringan padi (Rahman dkk., 2004; Abedin dkk., 2002a; Marin dkk., 2003; Meharg dkk., 2001) dan pada beras yang dimasak (Bae dkk., 2002; Roychowdhury dkk., 2002) walaupun distribusinya dalam fraksi gabah yang dipra-tanak dan yang tidak tidak dibahas dalam literatur. Roy Chowdhury dkk. (2002) melaporkan 0,21 dan 0,37 mg per kg berat kering arsenik pada gabah mentah dan gabah yang sudah dimasak, masing-masing. Rahman dkk., (2004) melaporkan 0,4 mg As per kg pada gabah yang diambil dari tanah yang mengandung 20 mg As per kg. Abedin dkk. (2002a) melaporkan 0,42 mg As per kg pada gabah ketika 8,0 mg/L air yang terkontaminasi arsenik disalurkan. Kandungan arsenik pada gabah, yang diambil dari daerah epidemik arsenik penelitian kali ini (konsentrasi rata-rata arsenik tanah dari daerah tersebut adalah sekitar 14,5±0,1 mg/kg), telah ditemukan berkisar antara 0,6±0,0-0,7±0,2 mg/kg (Tabel 3), yang jauh lebih tinggi dibanding laporan-laporan terdahulu. Disamping itu, diantara fraksi-fraksi gabah parboiled, konsentrasi arsenik paling tinggi pada sekam (35-40%) diikuti dengan lapis kulit ari (28-29%) dan beras merah (20-25%). Beras poles mengandung jumlah arsenik yang paling rendah (11-12%). Pada fraksi gabah parboiled, kandungan arsenik adalah 29-32% pada sekam, 24% pada beras merah, 28-29% pada lapisan kulit ari dan 15-19% pada beras poles (Gbr. 4). Tanpa mempertimbangkan varietas padi, distribusi arsenik pada fraksi-fraksi gabah mengikuti kecenderungan berikut: sekam > lapisan kulit ari > beras merah > beras > beras poles. Penggilingan gabah secara signifikan mengurangi konsentrasi arsenik dalam biji-bijian (Duxbury dkk., 2002; Rahman dkk., 2006) yang mengurangi kemungkinan asupan arsenik pada tubuh manusia. Penelitian ini juga mendukung laporan-laporan terdahulu. Ini bisa disebabkan karena penggilingan menghilangkan lapisan kulit aru terluar dari beras yang mengandung banyak arsenik dibanding lapisan kulit ari dalam. Tetapi penting untuk meneliti apakah konsentrasi-konsentrasi arsenik berkurang dalam fraksi-fraksi dalam beras. Fraksi luar dari gabah (seperti sekam) bisa bertindak sebagai pembatas translokasi arsenik sehingga tidak bisa berpindah ke dalam fraksi dalam (seperti biji beras atau beras poles).
   
Penelitian kali ini menunjukkan bahwa pra-tanak (memasak gabah sebelum melepaskan sekamnya) mengurangi konsentrasi arsenik dalam fraksi-fraksi gabah (Tabel 4). Roy Chowdhury dkk (2002) dan Bae dkk. (2002) melaporkan konsentrasi arsenik yang lebih tinggi pada beras yang dimasak dibanding beras yang mentah. Bae dkk. (2002) menunjukkan bahwa gabah yang dimasak bisa menjadi sumber arsenik yang penting, jika tidak dimasak dengan air terkontaminasi arsenik yang esktensif. Mereka mengusulkan dua penyebab yang mungkin untuk meningkatnya konsentrasi arsenik pada beras yang ditanak: i) arsenik dalam air yang digunakan memasak nasi diikat oleh biji beras, ii) arsenik menjadi pekat selama proses penanakan karena evaporasi. Hasil dari penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian-penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Bae dkk. (2002). Pada proses parboiling, air berlebih telah digunakan yang mana dibuang setelah parboiling (Gbr. 2). Arsenik dari gabah bisa terlarut dalam air selama pemasakan dan terbuang bersama dengan air yang digunakan memasak.

Kesimpulan
   
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa total jumlah arsenik pada gabah tidak diserap pada tubuh manusia. Selama pengolahan gabah untuk konsumsi manusia, beberapa fraksi gabah seperti sekam dan lapisan kulit ari  terlepas yang mana mengandung banyak arsenik. Konsentrasi arsenik pada beras poles juga berkurang karena pra-tanak gabah sebelum penggilingan. Sehingga konsentrasi arsenik pada beras poles jauh lebih rendah dibanding pada gabah. Disamping itu, penanakan beras poles juga mengurangi konsentrasi arsenik pada beras tanak (Rahman dkk., 2006). Terlepas dari varietas beras, kandungan arsenik dalam fraksi gabah parboiled dan non-parboiled mengikut urutan berikut; sekam padi > lapisan kulit ari > beras merah > gabah > beras poles. Kandungan arsenik lebih tinggi pada beras yang tidak dipra-tanak dibanding pada beras yang dipra-tanak.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Relationship between glycemic index and weight loss

Cheerleaders are associated with many diet disorders