Photoaging (Penuaan Kulit Akibat Sinar Matahari)

Ketika harapan hidup meningkat dan seseorang mulai memasuki usia pertengahan, terjadi peningkatan minat untuk memperlambat proses penuaan. Peningkatan minat ini didasarkan oleh kepercayaan bahwa pengetahuan ilmiah yang lebih besar dan perkembangan teknologi memungkinkan kita untuk mengontrol manifestasi fisik dari penuaan. Dalam pada itu, semakin banyak orang yang menyadari bahwa faktor-faktor eksternal berdampak pada penuaan dini. Walaupun para spesialis dermatologi telah membahas sejak akhir abad ke-19 dugaan bahwa sinar matahari berkontribusi bagi penuaan dini, namun masih diperlukan pendidikan untuk meyakinkan orang-orang tentang bahaya yang dipilih oleh keterpaparan sinar matahari.
   
Dampak terhadap kulit dari keterpapaparan matahari kronis cukup jelas ketika seseorang membandingkan kulit wajah, tangan, atau leher yang terpapar dengan kulit bokong, paha dalam, atau lengan dalam yang tidak terpapar (Gambar 3-1). Kerusakan akibat sinar matahari ini bisa diperjelas dengan menggunakan lampu Wood atau sistem kamera ultraviolet, yang membuat komponen pigmen epidermal lebih terlihat (Gambar 3-2, 3-3, dan 3-4). Ini merupakan praktek-praktek yang bermanfaat untuk menunjukkan kepada pasien malapetaka yang ditimbulkan sinar matahari terhadap kulit mereka.
   
Sinar matahari tidak menjadi satu-satunya sumber penyebab penuaan kulit. Sinar matahari merupakan sumber eksternal utama diantara beberapa komponen, baik endogen maupun eksogen. Akan tetapi, bab ini berfokus pada peranan matahari terhadap proses penuaan ekstrinsik dari kulit, yang juga dikenal sebagai photoaging.

Penuaan Kulit
   
Ada dua proses utama penuaan kulit, yaitu: intrinsik dan ekstrinsik. Penuaan intrinsik mencerminkan latar belakang genetik dari seorang individu dan dihasilkan dari perjalanan waktu. Ini tidak dapat dihindari; sehingga, tidak dapat dikontrol. Penuaan ekstrinsik disebabkan oleh faktor-faktor eksternal seperti merokok, penggunaan alkohol berlebihan, gizi buruk, dan keterpaparan matahari yang bisa dikurangi. Proses ini juga tidak terhindarkan, dan menunjuk pada penuaan kulit secara dini. Telah disebutkan bahwa 80 persen penuaan wajah dapat dikaitkan dengan keterpaparan sinar matahari.

Penuaan Intrinsik berbanding Penuaan Ekstrinsik
   
Kulit yang menua secara intrinsik cukup halus dan dapat diterima, dengan garis-garis ekspresi yang terkumpul tetap menjaga pola geometris normal dari kulit agar tetap ada. Pada pengamatan mikroskop, kulit ini menunjukkan atropi epidermal, datarnya rete ridge epidermal, dan atropi dermal. Fibril-fibril kolagen tidak menebal tetapi meningkat jumlahnya seiring dengan peningkatan rasio kolagenIII:kolagen I.
   
Kulit yang menua secara ekstrinsik sebagian besar pada daerah yang terbuka seperti wajah, dada, permukaan ekstensor dari lengan. Ini adalah akibat dari efek total keterpaparan seumur hidup terhadap radiasi ultraviolet (UVR). Temuan-temuan klinis untuk kulit yang menua karena sinar matahari mencakup keriput, lesi-lesi berpigmen seperti bercak kecoklatan. Lentigo, hiperpigmentasi berbintik, dan lesi-lesi depigmentasi seperti hipomelanosis gita (Gambar 3-5). Menariknya, sebuah penelitian di JAMA melaporkan bahwa anak-anak yang memiliki kecenderungan terhadap bercak kecoklatan mengalami 30 sampai 40 persen lebih sedikit bercak kecoklatan ketika diperlakukan dengan sunscreen SPF 30 setiap hari sebagaimana dibandingkan dengan anak-anak yang tidak diobati dengan sunscreen. Penelitian ini mengilustrasikan pentingnya perlindungan sinar matahari dalam pencegahan lesi-lesi berpigmen ini yang tidak hanya membuat kulit tampak lebih tua, tetapi juga diketahui terkait dengan risiko melanoma yang meningkat. Tanda-tanda penuaan kulit lainnya mencakup kehilangan tekstur dan elastisitas, kerapuhan kulit yang meningkat, daerah purpura yang disebabkan oleh lemahnya pembuluh darah, lesi-lesi jinak seperti keratosis, telangiektasia, dan gak kulit (Gambar 3-6). Glogau membuat sebuah skala fotoaging yang digunakan untuk mengelompokkan luasan kerusakan akibat sinar matahari (Tabel 3-1). Pasien yang memiliki riwayat keterpaparan matahari signifikan  bisa menunjukkan skor pada skala ini yang lebih tinggi dari yang diharapkan untuk usia mereka, dan pasien yang memiliki riwayat keterpaparan matahari minimal bisa mencapai skor yang lebih rendah dari yang diharapkan untuk usia mereka.
   
Perubahan-perubahan histopatologis pada kulit yang menua karena sinar matahari mudah dibedakan dan ditandai dengan elastosis (Gambar 3-7). Atropi epidermal dan perubahan kecil pada serat-serat kolagen dan elastin juga menandai kulit yang menua karena cahaya. Pada kulit yang menua parah karena cahaya, serat-serat kolagen berpigmentasi, menebal, dan lebih dapat larut. Serat-serat elastin juga tampak berfragmentasi dan bisa menunjukkan ikatan-silang progresif dan kalsifikasi. Perubahan-perubahan serat kolagen dan elastin ini menjadi lebih buruk dengan keterpaparan UV yang terus menerus.

Karakteristik Kulit yang Menua
   
Tanpa mempertimbangkan penyebab penuaan kulit, ada karakteristik penting dari kulit menua yang harus dipertimbangkan. Perubahan-perubahan ini terjadi dalam epidermis, dermis, dan jaringan subkutan, dan bisa menyebabkan berbagai perubahan topografi kulit.

Epidermis
   
Walaupun perubahan terkait matahari pada dermis lebih terlihat dibanding perubahan terkait usia dalam epidermis, namun epidermis juga menunjukkan perubahan-perubahan seperti ini. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa kulit yang menua menunjukkan epidermis yang lebih tipis, tetapi penelitian lain tidak mendukung. Kebanyakan sependapat, walaupun ketebalan stratum korneum tidak berubah seiring dengan penuaan. Salah satu penelitian menunjukkan bahwa lapisan spinous dari sebuah keriput lebih tipis pada dasar atau lembah keriput dibanding lapisan spinous pada pinggir keriput. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa lebih sedikit granula-granula keratohialin yang terdapat dalam dasar sebuah keriput jika dibandingkan dengan pinggir keriput (Gambar 3-8).
   
Pertemuan antara epidermis dan dermis juga berubah pada kulit yang menua. Epidermis yang menua menunjukkan pendataran sambungan dermal-epidermal (DEJ) disertai lebih kecilnya daerah permukaan penghubung. Salah satu penelitian kulit abdominal menunjukkan bahwa daerah permukaan DEJ berkurang mulai dari 2,64 mm2 pada subjek yang berusia 21 sampai 40 tahun menjadi 1,90 mm2 pada subjek yang berusia 61 sampai 80 tahun. Kehilangan daerah permukaan DEJ ini bisa mengarah pada meningkatnya fragilitas kulit dan juga bisa menghasilkan berkurangnya trasfer gizi antara dermis dan epidermis.
Pergantian Sel Tumor yang Berkurangnya   
   
Laju pergantian epidermal melambat mulai dari 30 sampai 50 persen antara dekade ketiga sampai ke-delapan masa hidup. Kligman menunjukkan bahwa waktu transit stratum korneum adalah 20 hari pada kulit yang muda dan 30 hari atau lebih pada orang dewasa tua. Lamanya siklus sel ini terkait dengan laju penggantian stratum korneum yang lama dan penyembuhan luka yang berkurang. Sebenarnya, pasien tua memerlukan waktu yang dua kali lebih lama untuk reepitelisasi setelah prosedur dermabrasi jika dibandingkan dengan pasien yanglebih muda. Siklus sel lambat dikombinasikan dengan deskuamasi yang kurang efektif pada banyak individu yang berusia 65 tahun atau lebih. Hasilnya adalah terjadinya pengumpulan korneosit yang membuat permukaan kulit tampak pudar dan kasar. Akibatnya, banyak spesialis dermatologi kosmetik yang menggunakan produk seperti asam hdiroksi atau retinoid untuk “mempercepat” siklus sel, dengan keyakinan bahwa laju peralihan yang lebih cepat menghasilkan perbaikan kenampakan kulit dan mempercepat penyembuhan luka setelah prosedur kosmetik.


Dermis
   
Orang-orang yang berusia 65 tahun atau lebih menunjukkan kehilangan sekitar 20 persen ketebalan dermal. Pemeriksaan struktur dermis yang menua menunjukkan bahwa lapisan ini relatif aseluler dan avaskular. Dermis yang menua lebih lanjut ditandai dengan perubahan produksi kolagen dan terjadinya serat-serat elastis yang berfragmentasi. Dermis yang telah terpapar terhadap sinar ultraviolet juga menunjukkan disorganisasi fibril-fibril olagen dan akmulasi material yang mengandung elastin abnormal. Tiga komponen dermis yang telah mendapatkan banyak perhatian dalam penelitian anti-penuaan adalah kolagen, elastin, dan glikosaminoglikan.

Kolagen
   
Pemasaran ekstensif yang membesar-besarkan pentingnya kolagen dalam proses penuaan telah melahirkan banyak produk topikal yang mengandung kolagen serta material-material yang dapat diinjeksikan seperti Zyderm, Zyplast, Dermalogen, dan Cymetra. Komponen-komponen lain seperti vitamin C dan asam glikonat menjadi populer karena klaim bahwa agen-agen ini bisa meningkatkan sintesis kolagen. Produk-produk ini biasnaya diberi label sebagai “krim anti keriput”. Walaupun keriput umum, menarik bahwa masih sedikit yang benar-benar diketahui tentang patogenesisnya. Ini bisa disebabkan karena baik model hewan maupun model in vitro dari keriput belum dlakukan. Akan tetapi, telah diketahui bahwa perubahan kolagen tampaknya penting dalam proses penuaan, yang mewakili popularitas produk-produk mengandung kolagen “anti-penuaan.”
   
Kolagen membentuk 70 persen massa kulit kering. Kolagen pada kulit yang menua ditandai dengan fibril-fibril menebal yang tertata dalam kumpulan-kumpulan seperti tali, yang tidak beraturan jika dibandingkan dengan pola tertata yang ditemukan pada kulit yang lebih muda. Kolagen tipe I membentuk 80 persen dan kolagen tipe III membentuk sekitar 15 persen total kolagen kulit yang masih muda. Akan tetapi, ketika kulit menua, rasio kolagen tipe III dan tipe I meningkat (berarti bahwa ada lebih sedikit kolagen tipe I seiring dengan penuaan). Kadar kolagen tipe I berkurang sebesar 59 persen pada kulit yang teradiasi, pengurangan ini berkorelasi dengan besarnya kerusakan akibat cahaya. Telah diketahui bahwa kandungan kolagen keseluruhan per unit daerah permukaan kulit berkurang sekitar 1 persen per tahun. Walaupun kolagen tipe I paling melimpah dalam kulit, tipe kolagen lain dalam dermis juga bisa dipengaruhi oleh penuaan.
   
Kolagen IV, sebuah komponen penting dalam DEJ, menjadi sebuah kerangka untuk molekul-molekul lain dan penting dalam penjagaan stabilitas mekanis. Walaupun penelitian telah menunjukkan tidak perbedaan kadar kolagen IV pada kulit yang terpapar matahari dibandingkan dengan kulit yang tidak terpapar, namun pengurangan kolagen IV yang signifikan ditemukan pada dasar keriput ketika dibandingkan dengan pinggir keriput (lihat Gambar 3-8). Kehilangan kolagen IV ini bisa mempengaruhi stabilitas mekanis dari DEJ dan berkontribusi bagi pembentukan keriput.
   
Fibril-fibril penjangkar, yang terbuat dari kolagen VII, penting karena mereka melekatkan zona membran dasar ke dermis papillary yang bersangkutan. Pasien-pasien yang memiliki kulit yang terpapar kronis terhadap sinar matahari memiliki jumlah fibril penjangkar yang jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan kontrol normal. Para peneliti yang menunjukkan hal ini beranggapan bahwa ikatan yang melemah antara dermis dan epidermis karena kehilangan fibril penjangkar mengarah pada pembentukan keriput. Menariknya, sebuah penelitian terbaru menunjukkan bahwa kehilangan kolagen VII ini lebih jelas pada dasar keriput (mirip dengan yang terlihat dengan kolagen IV pada penelitian yang sama) (Gambar 3-8).
   
Etiologi dari bagai bagaimana UVR menimbulkan kerusakan kolagen telah diketahui dengan baik dalam beberapa dekade terakhir. Sekarang diketahui bahwa keterpaparan UV secara dramatis meningkatkan produksi beberapa tipe enzim pendegradasi kolagen yang dikenal sebagai matriks metalloproteinase (MMP). Ini terjadi dengan mekanisme sebagai berikut: keterpaparan UV menyebabkan peningkatan jumlah faktor transkripsi e-jun (e-fos melimpah tanpa keterpaparan UV). Kedua faktor transkripsi ini, e-jun dan e-fos, bergabung menghasilkan aktivator protein-1 (AP-1) yang mengaktivasi gen-gen MMP, menghasilkan produksi kolagenase, gelatinase, dan stromelysin. MMP pada manusia, khususnya kolagenase an gelatinase, diinduksi dalam beberapa jam keterpaparan UVB. Fisher dkkbahwa keterpaparan ganda terhadap UVB menghasilkan induksi MMP yang berkelanjutan. Karena kolagenase mendegradasi kolagen, peningkatan kolagenase jangka-panjang dan MMP lainnya kemungkinan menghasilkan kolagen yang tidak terorganisir dan menumpuk pada kulit yang menua karena cahaya. MMP ini bisa menjadi mekanisme berkurangnya kadar kolagen I setelah keterpaparan UV.

Elastin
   
Perubahan serat-serat elastin sangat khas pada kulit yang menua akibat sinar matahari sehingga elastosis, akumulasi material elastin amorf, dianggap sebagai penanda kulit yang menua akibat cahaya. Penebalan dan pengerutan serat-serat elastis dalam dermis papillary merupakan ciri khas dari perubahan-perubahan yang ditimbulkan oleh keterpaparan UV. Keterpaparan UV yang terus menerus mengarah pada perubahan-perubahan yang sama ini pada dermis retikular. Pemeriksaan mikroskop elektron terhadap serat-serat elastis menunjukkan peningkatan kompleksitas bentuk dan tatanan serat-serat, pengurangan jumlah mikrofibrili, meningkatnya jumlah inklusi padat elektron, dan peningkatan daerah-daerah interfibrillar. Elastin yang diekstrak dari kulit pasien yang berusia di atas 65 tahun mengandung sedikit gula dan lipid dan kandungan asam amino polar yang tinggi. Mekanisme perubahan ini belum diketahui dengan baik seperti pada kolagen; akan tetapi, MMP kemungkinan memegang sebuah peranan karena MMP-2 mendegradasi elastin.
   
Telah diketahui bahwa respons awal dari serat-serat elastis terhadap kerusakan akibat cahaya bersifat hiperplastis, menghasilkan jaringan elastis yang meningkat. Besarnya respons ini tergantung pada derajat keterpaparan sinar matahari. Fase respons kedua, yang ditemukan pada serat-serat elastis yang menua, bersifat degeneratif, menghasilkan pengurangan elastisitas dan kekenduran kulit. Kulit menua yang mengalami respons degeneratif ini menunjukkan perubahan pola normal serat-serat elastis imatur, yang disebut oksitalan, yang ditemukan dalam dermis papillary. Pada kulit muda, serat-serat ini membentuk sebuah jaringan yang menurun secara tegak lurus dari bagian teratas dermis papillary menuju ke bawah membran dasar (Gambar 2-2). Pada kulit yang menua, jaringan ini hilang secara perlahan. Sebenarnya, kehilangan keelastisan kulit perlahan-lahan meningkat seiring dengan penuaan. Kehilangan keelastisan ini bisa mewakili banyaknya kulit yang longgar yang ditemukan pada individu-individu lansia.

Glikosaminoglikan
   
Glikosaminoglikan (GAG) merupakan molekul penting karena bisa mengikat air sampai 1000 kali lipat volumenya. Ada banyak anggota famili GAG, termasuk asam hyaluronat (HA), chondroitin sulfat, dan dermatan sulfat, banyak penelitian yang melaporkan tidak ada perubahan jumlah GAG pada kulit yang menua.
   
Sebuah penelitian oleh Uitto menunjukkan bahwa kulit yang menua karena cahaya menunjukkan reduksi HA dan peningkatan proteoglikan sulfat chondroitin, yang, menariknya, merupakan sebuah pola yang selalu ditemukan pada luka bakar. Pada kulit muda, HA ditemukan pada perifer kolagen dan serat-serat elastis dan pada interfase tipe-tipe serat ini. Koneksi seperti ini dengan HA tidak terdapat pada kulit yang menua. Penurunan jumlah HA, yang mengarah pada kurangnya hubungan dengan kolagen dan elastis dan pengikatan air yang berkurang, bisa memegang peranan dalam perubahan-perubahan yang ditemukan pada kulit yang menua, termasuk turgiditas yang berkurang, kapasitas yang berkurang untuk mendukung mikrovasklatur, keriut dan elastisitas yang berubah.

Melanosit
   
Jumlah melanosit berkurang mulai dari 8 sampai 20 persen per dekade. Ini ditunjukkan secara klinis dengan pengurangan jumlah nevi melanositik pada individu yang lebih tua. Karena melanin menyerap sinar ultraviolet karsinogenik, maka kulit pasien yang lebih tua lebih tidak mampu melindungi dirinya sendiri dari matahari, dan sebagai konsekuensinya, memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami kanker imbas matahari. Karena alasan inilah proteksi matahari penting bahkan untuk pasien yang merasa “sudah terlambat' untuk memulai penambahan sunscreen ke resimen perawatan kulit mereka.

Persarafan
   
Banyak penelitian menunjukkan bahwa kulit yang menua relatif avaskular. Salah satu penelitian menunjukkan pengurangan daerah penampang silang vena 35 persen pada kulit yang menua sebagaimana dibandingkan dengan kulit yang muda. Pengurangan jaringan gasuler ini sangat jelas pada dermis papillary yang mengalami kehilangan loops kapiler v ertikal. Pengurangan persarafan seperti ini menghasilkan pengurangan aliran darah, ertukaran gizi yang berkurang, thermoregulasi terganggu, suhu permukaan kulit yang lebih rendah, dan kepucatan kulit.

Jaringan Subkutaneous
   
Kulit lansua menunjukkan pengurangan dan penambahan jaringan subkutan yang spesifikt empat. Lemak subkutan berkurang pada wajah, aspek dorsal tangan, dan shin. Akan tetapi, daerha-daerha lain seperti pinggang pada wanita dan abdomen pada pria, mengakumulasi lemak seiring dengan penuaan.

Peranan radikal bebas dalam photoaging
   
Radikal bebas, yang juga dikenal sebagai spesies oksigen reaktif (ROS), diduga sebagai penyebab atau sekurang-kurangnya kontributor utama, bagi proses penuaan. Radikal-radikal bebas tersusun atas oksigen dengan elektron yang tidak berpasangan dan dibentuk oleh keterpaparan UV, polusi, stress, merokok, dan proses-proses metabolik normal. Ada bukti yang menunjukkan bahwa radikal-radikal bebas menimbulkan perubahan jalur-jalur ekspresi gen yang mengarah pada degradasi kolagen dan akumulasi elastin yang merupakan ciri khas dari kulit yang menua. Antioksidan menetralisir ROS ini dengan menyediakan elektron lain, yang memberikan oksigen sebuah pasangan elektorn, sehingga menstabilkannya.

Perubahan-Perubahan Penampilan Kulit

Kulit Kering
   
Orang lansia sering menunjukkan kulit kering yang bersisik. Ini sebagian disebabkan oleh kehilangan fungsi batas yang terjadi dengan usia yang meningkat. Kulit yang menua menunjukkan kehilangan air transepidermal (TEWL) yang meningkat dan dengan demikian rentan untuk menjadi kering pada lingkungan yang memiliki kelembapan rendah. Pemulihan fungsi pembatas yang rusak berlangsung lebih lambat pada kulit yang menua, sehingga mengarah pada meningkatnya kerentanan terhadap kekeringan. Ini disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor termasuk jumlah lipid yang berkurang badan-badan lamellar dan berkurangnya filaggrin epidermal. Kekasaran, keriput, kepucatan kulit, dan kenampakan bercak-bercak gelap dan terang juga mempengaruhi penampulan dan tekstur kulit yang menua. Laksitas, fragilitas, mudah memar, dan neoplasma jinak juga menandai kulit yang menua.

Neoplasma Jinak pada Kulit yang Manua
   
Tekstur permuakan dan kenampakan kulit bisa berubah dramatis selama perjalanan usia dengan munculnya acrochordons (skin tags), angioma cherry, keratosis seborheik, lentigo (bercak matahari), dan hiperplasia sebasea. Tidak umum bagi pasien kosmetik untuk meminta penghilangan neoplasma-neoplasma yang jinak ini.. ada beberapa modalitas pengobatan destruktif yang tersedia, seperti hyprekasi dan laser.

Pengobatan
   
Banyak agen topikal dan prosedur rumah sakit yang digunakan untuk mengobati kulit yang menua akibat sinar matahari. Kebanyakan dari terapi ini berfugnsi dengan “mengelupas” epidermis. Tujuannya adalah untuk menghilangkan epidermis yang rusak, dan terkadang dermis, dan memungkinkannya diganti dengan lapisan kulit yang dimodel ulang. Ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa prosedur pengelupasan bisa menimbulkan pembentukan kolagen baru dengan pola staining normal berbeda dengan massa-massa elastosis dari kolagen yang terdapat pada kulit yang menua karena cahaya. Walaupun ada banyak pengobatan yang tersedia untuk kulit yang menua, pencegahan masih menjadi yang utama dan harus ditekankan pada semua pasien.

Pencegahan
   
Telah diketahui bahwa penghindaran sinar matahari dan penggunaan sunscreen merupakan terapi pembantu yang penting untuk resimen anti-penuaan. Jelas, penghindaran sinar matahari tidak selamanya mungkin dan sulit dilkukan oleh banyak pasien. Akan tetapi, pasien harus dilarang dari keterpaparan matahari yang tidak perlu, khususnya antara jam 10 pagi smapai jam 4 sire, dan setiap keterpaparan terhadap tanning beds. Sunscreen harus direkomendasikan untuk digunakan setiap hari, bahkan apabila pasien tetap berada dalam ruangan. Pasien harus diingakat bahwa siar UVA mampu menembus kaca, sehingga mereka tetap berisiko meski berada dalam rumah atau kantor. Perisai UVA bisa dipasang di jendela, sehingga bisa memberikan perlindungan. Pakaian pelindung sinar matahari, seperti topi yang berujung lebar dan pakaian SPF 45, harus didorong penggunaannya untuk  pasien-pasien yang merencanakan keterpaparan lama terhadap sinar matahari. Banyak pasien yang percaya bahwa keterpaparan matahari yang mereka alami sangat kecil dan tidak perlu menggunakan sunscreen setiap hari. Penggunaan sinar Wood untuk menunjukkan kerusakan akibat surya cukup membantu untuk meyakinkan pasien tentang perlunya peghindaran sinar matahari. Cara ini membuat pasien lebih besar kemungkinannya mengambil tindakan-tindakan protektif, seperti suscreen, antioksidan, dan retinoid, apabila penghindaran sinar matahari tidak memungkinkan. Sunscreen, antioksidan, dan retinoid akan dibahas pada bab selanjutnya.

Ringkasan
   
Pigmentasi beruam, kulit kering, kasar, dan keriput melambangkan kenampakan klinis dari fotoaging. Kerusakan akibat cahaya yang ekstensif atau parah juga bisa menjadi pemicu kanker kulit. Meskipun kesadaran semakin meningkat tentang tentang risiko keterpaparan matahari yang lama, namun masih terlalu banyak orang yang tidak sadar bahwa “tan sehat” yang terang sebenarnya adalah bukti dari kerusakan akibat cahaya dan merupakan tanda dari penuaan dini. Para spesialis dermatologi wajib mendidik pasien tentang bahaya sinar matahari dan pentingnya menghindari sinar matahari dan perilaku yang protektif sinar matahari, dan bisa mungkin mengarahkan pengobatan sesuai dengan kebutuhan individu.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Relationship between glycemic index and weight loss

Cheerleaders are associated with many diet disorders