Fotomedisin Terapeutik: Fototerapi

Selama beberapa tahun terakhir, perkembangan alat-alat radiasi dengan spektra emisi baru telah mengarah pada meluasnya peranan untuk fototerapi dalam pengobatan penyakit kulit. Perkembangan ini paling ditandai dengan dengan meningkatknya frekuensi penggunaan fototerapi ultraviolet B (UVB dengan panjang 311-nm) untuk pengobatan psoriasis. Pada kenyataannya, di Eropa UVB 311-nm  (UVB berkas sempit) saat ini digunakan lebih sering dibanding psoralen dan sinar ultraviolet A (PUVA) untuk pengobatan psoriasis dan beberapa penyakit kutaneous lainnya. Contoh lainnya adalah ultraviolet AI (UVAI, 340 sampai 400 nm). UVAI pertama kali digunakan untuk mengobati pasien yang mengalami dermatitis atopik, tetapi kemudian diketahui efektif pada beberapa penyakit kulit yang lain, utamanya skleroderma terlokalisasi, dimana opsi-opsi terapeutik lainnya terbatas. Kedua contoh ini menunjukkan bahwa introduksi spektra baru ke dalam fototerapi dermatologik tidak hanya memperluas dan memperbaiki fototerapi seperti yang terkait dengan indikasi tetapi disamping itu telah membantu perkembangan indikasi-indikasi baru untuk fototerapi seperti penyakit jaringan konektif. Gbr. 238-1 menunjukkan spektra UV yang digunakan dalam pengobatan yang dibahas dalam bab ini.


FOTOTERAPI PSORIASIS
   
Salah satu opsi penting dalam manajemen psoriasis ringan sampai parah dalam jangka panjang adalah fototerapi UVB. Dalam beberapa tahun terakhir, ketersediaan lampu-lampu fluoresensi baru dengan emisi spektrum yang hampir cocok dengan puncak spektrum aksi untuk membersihkan psoriasis telah memperbaiki efikasi fototerapi secara signifikan untuk psoriasis.

Ultraviolet B 311-nm: Fototerapi yang Dipilih untuk Psoriasis
   
Parrish dan Jaenicke menunjukkan bahwa panjang gelombang yang lebih pendek dari 295 nm, menunjukkan tidak ada efek anti-psoriatik, bahkan jika digunakan pada dosis eritemogenik, sedangkan panjang gelombang antara 300 sampai 313 nm menyebabkan remisi lesi kulit yang besar. Pengamatan-pengamatan ini memberikan dukungan untuk perkembangan alat radiasi fototerapi UVB yang lebih selektif. Unit-unit alat ini memiliki spektrum yang masih merupakan UVB berkas lebar tetapi meningkat pada rentang 300 sampai 320 nm dibanding dengan balon fluoresensi konvensional. Seperti yang diprediksikan, sumber-sumber cahaya ini terbukti lebih baik dibanding fototerapi konvensional untuk membersihkan psoriasis. Terobosan utama yang dicapai dengan ditemukannya lampu Philips TL-01, yang mengemisikan berkas UV sempit pada 311/312 nm dan dengan demikian sangat mendekati kadar optimum terapeutik yang diasumsikan untuk psoriasis. Banyak trial klinis yang membandingkan fototerapi UVB berkas lebar berbanding UVB 311-nm untuk psoriasis telah dilakukan utamanya di Eropa, dan baru-baru ini, di Amerika Serikat. Berdasarkan penelitian-penelitian ini, yang sebagian mengikuti desain terkontrol acak, sekarang ini umumnya diterima bahwa terapi UVB 311-nm lebih baik dibanding terapi UVB berkas lebar untuk psoriasis. Pasien-pasien yang diobati dengan spektrum 311-nm menunjukkan pembersihan eritema yang lebih cepat, episode eritema eksesif yang lebih sedikit, dan periode remisi yang lebih lama (Gbr. 238-2). Perbedaan efikasi ini terkait dengan fakta bahwa UVB 311-nm mampu secara lebih efisien mengurangi sel-sel T yang menginfiltrasi kulit dari epidermis dan dermis plak psoriatik dibandingkan dengan UVB berkas lebar. Dan juga, penelitian-penelitian komparatif terhadap fototerapi UVB 311-nm dan PUVA sistemik menunjukkan bahwa kedua modalitas ini sama efektifnya sehingga UVB 311-nm lebih baik dibanding terapi PUVA dengan mempertimbangkan karakteristik khusus dari UVB. Ini khususnya menarik karena terapi UVB 311-nm dibandingkan dengan UVA tidak memerlukan fotosensitizer sistemik, lebih murah, bisa digunakan pada wanita hamil dan anak-anak, dan dosis tidak memerlukan perlindungan mata pasca-pengobatan. Juga telah disebutkan bahwa UVB 311-nm bisa memiliki risiko karsinogenik yang lebih kecil dibanding PUVA, walaupun terapi UVB 311-nm masih kurang saat ini. Untuk alasan-alasan inilah, terapi UVB 311-nm saat ini mewakili modalitas fotoerapeutik yang dipilih untuk pengobatan psoriasis di Eropa dan sedang meningkat penggunaannya di Amerika Serikat, dimana pengenalannya dihambat oleh isu-isu biaya.

Aspek-Aspek Praktis
   
untuk terapi UVB 311-nm, tidak ada alat radiasi spesifik yang diperlukan karena lampu fluoresensi Philips TL-01 bisa digandengkan dengan kabinet-kabinet PUVA konvensional. Panduan-panduan tertentu harus diikuti tanpa memperhitungkan apakah UVB 311-nm atau UVB berkas lebar konvensional dari lampu fluoresensi (seperti Westinghouse FS, Philips TL12, Sylvania UV21) atau lampu lengkung merkuri tekanan sedang dengan atau tanpa halida logam yang digunakan.
   
Idealnya, sebelum fototerapi, dosis eritema minimal (MED) kepada pasien ditentukan untuk memastikan skema pemberian dosis optimal. Untuk penentuan MED dan fototerapi selanjutnya, baik alat radiasi yang sama atau alat yang memiliki spektrum emisi identik harus digunakan. Untuk terapi 311-nm, yang cocok untuk semua pasien tanpa memperhitungkan tipe kulit dan MED, dosis awal harus sama dengan 0,7 MED. Pasien diobati tiga sampai lima kali per pekan. Jika dosis awal ditolerir, peningkatan tambahan 20 persen dari dosis sebelumnya digunakan pada masing-masing kunjungan. Apabila pengobatan sebelumnya menghasilkan eritema, tidak ada pengobatan yang diberikan pada kunjungan selanjutnya atau dosis dikurangi, tergantung pada apakah eritema bersifat asimptomatik atau nyeri. Juga perlu diperhatikan bahwa UVB 311-nm juga sangat efisien jika digunakan pada dosis sub-eritemogenik. Demikian juga, pemberian dengan 5 persen atau 10 persen penambahan dosis bisa sama efektifnya dengan 20 persen peningkatan.
   
Untuk terapi UVB berkas lebar, satu MED diberikan pada pengobatan pertama dan ditingkatkan 50 persen, 40 persen, 30 persen, dan seterusnya, pada pengobatan selanjutnya. Karena radiasi UV bukan sebuah karsinogen sempurna, maka genitalia dan daerah yang terpapar sinar secara kronis (seperti wajah, leher, dorsa tangan), jika tidak terkena, harus dilindungi (dengan sunscreen) sebelum penyinaran.
   
Untuk psoriasis terbatas, laser eksimer 308-nm atau sinar eksimer monokromatis 308-nm, bisa menjadi sebuah plihan. Laser eksimer 308 nm kelihatannya sangat efektif bahkan pada psoriasis yang kebal terapi. Sinar eksimer monokromatis 308-nm telah ditemukan sangat cocok untuk pengobatan psoriasis pustular palmo-plantar. Sumber sinar 308-nm bisa membersihkan bintik psoriasis dengan cara yang mirip dengan fototerapi standar dengan memanfaatkan pengobatan selektif terhadap kulit berlesi, sehingga tidak mengenai kulit normal di sekitarnya.
   
Tujuan fototerapi adalah pembersihan sempurna semua lesi kulit psoriatik. Akan tetapi, psoriasis adalah sebuah penyakit kronis dan penyembuhan yang ditimbulkan oleh fototerapi UVB sering bersifat sementara. Pada sebuah trial acak, prospektif, dan multisenter, fototerapi pasca-pembersihan ditemukan secara signifikan meningkatkan interval bebas-penyakit, sehingga menunjukkan bahwa pasien bisa diuntungkan dengan fototerapi penjagaan (maintenance phototeraphy). Disisi lain, terapi panjagaan menghasilkan dosis UVB kumulatif yang lebih besar, dengan meningkatkan risiko kanker kulit dan photoaging. Dengan demikian, jika memungkinkan, lebih dipilih untuk menjaga remisi dengan modalitas anti-psoriatik lainnya. Untuk meminimalisir risiko karsinogen yang potensial dari fototerapi UVB kronis, sebuah pendekatan terapeutik rotasional telah disarankan.

Terapi kombinasi
   
Fototerapi psoriasis sering digunakan bersama dengan agen-agen topikal atau agen-agen sistemik untuk mencapai tingkat pembersihan yang lebih tinggi, interval bebas penyakit yang lebih lama, dan risiko karsinogenik yang lebih rendah. Agen-agen topikal mencakup anthralin, analog-analog vitamin D, retinoid, glukokortikoid, emolien, mandi air garam, dan tar. Diantara ini, anthralin dan tar paling diminati dan tidak dibahas disini.
   
Analog-analog vitamin D anti-psoriatik mencakup kalsipotriol, takalsitol, dan kalsitriol, yang memiliki sifat antiproliferatif serta efek anti-inflammatory. Efek-efek samping lokal terbatas pada iritasi kulit sedang. Untuk menghindari efek-efek samping sistemik dari absorpsi perkutaneous, khususnya hiperkalsemia dengan nefrokalsinosis konsekuensi, permukaan tubuh yang diobati tidak boleh lebih dari 30 persen. Indikasi utama adalah plak-plak psoriasis  dengan luasan terbatas dan lesi-lesi pada kult kepala, wajah, telapak tangan, dan telapak kaki dan pada daerah-daerah inntertriginous. Kombinasi UVB berkas lebar atau terapi UVB 311-nm dengan kalsipotriol meningkatkan efikasi terapeutik dibanding fototerapi saja. Pengamatan ini sangat menarik karena terapi UVB mengurangi iritasi yang disebabkan oleh kalsipotriol. Analog-analog vitamin D harus diaplikasikan setelah (bukan sebelum) fototerapi, karena radiasi UVA mengarah pada degradasi vitamin D3.
   
Fototerapi kombinasi yang menjanjikan lainnya adalah radiasi UVB berkas sempit dan gel tazaroten topikal yang efektif pada psoriasi tipe plak. Penambahan tazaroten ke fototerapi UVB berkas lebar atau berkas sempit ditemukan dapat mempromosikan pembersihan psoriasis yang lebih cepat dan lebih efektif dibanding dengan fototerapi saja. Pra-pengobatan dengan gel tazroten tiga keli per pekan selama 2 pekan sebelum fototerapi meningkatkan penetrasi UV ke dalam kulit, sehingga terapi UVB dan PUVA bisa dilakukan pada dosis lebih rendah dibanding sebelumnya.
   
Beberapa penelitian telah mencoba mengetahui apakah efikasi fototerapi UVB untuk psoriasis bisa ditingkatkan melalui kombinasi dengan glukokortikoid topikal. Data dari penelitian-penelitian ini masih kontradiksi, dan efek-efek menguntungkan kelihatannya terbatas. Akan tetapi, glukokortikoid topikal cukup bermanfaat untuk mengobati lesi-lesi psoriasis pada daerah-daerah kulit yang tidak dicapai dengan radiasi UV selama fototerapi (seperti kulit kepala, inguinal, daerah perianal, umbilikus), atau untuk pengobatan lesi yang tidak mempan dengan fototerapi standar. Terapi ini juga bisa digunakan pada keadaan psoriasis awal yang sangat inflammatory untuk mencapai perbaikan yang cepat.
   
Pengaplikasian emolien topikal merubah sifat-sifat optik dari lesi-lesi psoriatik, memperbaiki transmisi UV dan meningkatkan efikasi. Berbeda dengan itu, pengaplikasian petrolatum tebal dan krim tipe air-dalam-minyak dan asam salisilat bertindak sebagai sunscreen.
   
Balneofototerapi terdiri dari kombinasi antara mandi air garam dengan fototerapi UVB yang dimaksudkan untuk menyerupai resimen Dead Sea untuk pengobatan pasien yang mengalami psoriasis parah rekuren. Pendekatan-pendekatan terhadap balneofototerapi dengan menggunakan garam Laut Mati yang dibuat secara sintetik atau larutan natrium klorida (biasanya antara 5 persen sampai 15 persen) untuk mandi air garam dihambat oleh persyaratan-persyaratan dan pertimbangan lingkungan yang terkait dengan pembuangan banyak air garam.
   
Agen-agen sistemik yang dikombinasikan dengan fototerapi yang digunakan untuk mengobati psoriasis mencakup retinoid, glukokortikoid, siklosporin A, dan metotreksat. Retinoid-retinoid adalah agen yang paling umum digunakan untuk pengobatan sistemik dikombinasikan dengan fototerapi. Berbeda dengan itu, penggunaan glukokortikoid sistemik yang dikombinasikan dengan foto(kemo)terapi masih terbatas pada indikasi-indikasi khusus seperti psoriasis pustular menyeluruh. Dan juga, resimen-resimen kombinasi terapi UVB dengan metotreksat atau siklosporin A tidak disarankan, karena kedua zat ini meningkatkan kemungkinan tumor kulit imbas UV.
   
Dari sudut pandang teoritis, kelebihan penggabungan retinoid dan radiasi UVB ada dua, yaitu: (1) retinoid menimbulkan efek anti-psoriatik dan bisa beraksi secara sinergis dengan fototerapi UVB, dan (2) keduanya memiliki efek antikarsinogenik sehingga dapat mengurangi risiko kanker kulit yang terjadi akibat terapi UVB jangka panjang. Karena efek samping yang berpotensi parah, penggunaan retinoid sistemik terbatas pada varian pustular atau eritrodermik dari psoriasis. Resimen-resimen kombinasi dengan UVB berkas lebar atau fototerapi IVB selektif degan etretinat menyembuhkan pasien psoriatik lebih cepat dibanding fototerapi saja, dan mengurangi jumlah pengobatan dan dosis UV kumulatif, hasil yang serupa didapatkan apabila asitretin, metabolit utama dari etretinat, dikombinasikan dengan UVB berkas lebar atau terapi UVB 311-nm.

FOTOTERAPI DERMATITIS ATOPIK
   
Pada beberapa tahun yang lalu, UVA/UVB, UVB 311-nm, dan fototerapi UVAI dikembangkan untuk mengobati dermatitis atopik. Sebagai konsekuensinya, para ahli kulit memiliki banyak pilihan fototerapi yang mengarah pada pengobatan pasien yang memiliki kebutuhan tertentu. Keputusan pengobatan juga bisa didasarkan pada efektifitas bentuk fototerapi tertentu untuk tahap dermatitis atopik spesifik (seperti aktivitas penyakit parah berbanding kronis dan sedang).

Fototerapi Ultraviolet AI untuk Dermatitis Atopik Akut Parah
   
Fototerapi UVAI merupakan monoterapi yang sangat efektif untuk periode waktu terbatas (10 sampai 15 keterpaparan). Ini paling efektif untuk pengobatan pasien yang mengalami perburukan dermatitis atopik mejadi akut dan parah (Gbr. 238-3). Karena risiko jangka panjang yang potensial dari fototerapi UVAI tidak diketahui, pasien tidak boleh diobati dalam jangka waktu lama, misalnya, untuk terapi penjagaan (maintenance teraphy). Untuk alasan yang sama, penggunaannya tidak direkomendasikan untuk pasien yang lebih muda dari 18 tahun. Efektifitas terapeutk dari radiasi UVAI dalam penatalaksanaan pasien yang mengalami dermatitis atopik pertama kali dievaluasi pada sebuah penelitian terbuka terhadap pasien-pasien yang mengalami pemburukan dermatitis menjadi akut parah. Mereka diapaparkan terhadap UVAI 130 J/cm2 setiap hari selama 15 hari berturut-turut. Efektifitas terapeutiknya dinilai dengan menggunakan sistem skoring klinis serta dengan memantau kadar protein kationik eosinofil dalam serum, sebuah parameter laboratorium yang bisa diukur secara objektif dan berkorelasi baik degan aktivitas penyakit pada dermatitis atopik. Pada penelitian tersebut, fototerapi UVAI ditemukan seketika menginduksi perbaikan klinis dan mengurangi kadar protein kationik eosinofil serum. Pasien yang diobati dengan UVAI dibandingkan dengan subjek yang telah diobati dengan fototerapi UVA/UVB. Perbedaan signifikan yang mendukung terapi UVAI ditemukan. Hasil ini baru-baru ini didukung pada sebuah trial terkontrol acak, dimana terapi UVAI, yang dibandingkan dengan pengobatan glukokortikoid topikal, secara signifikan lebih baik dalam mengurangi skor klinis pada hari ke-10.
   
Efektifitas terapeutik dari terapi UVAI tergantung dosis. UVAI dosis rendah (30 J/cm2) kurang efektif dibanding terapi UVA/UVB, sedangkan terapi UVAI dosis tinggi (130 J/cm2) lebih baik dibanding fototerapi UVA/UVB. Disamping itu, dosis UVAI sedang (50 J/cm2) lebih baik dibanding resimen UVAI dosis-rendah (10 J/cm2), sedangkan tidak ada perbedaan signifikan yang dideteksi pada sebuah penelitian perbandingan bilateral antara resimen dosis sedang dan dosis tinggi.
   
Fototerapi UVAI dosis tinggi tidak bisa digunakan pada pasien yang memiliki dermatitis atopik sensitif UVA atau fotodermatossis, dan dengan demikian diperlukan untuk memastikan penyakit ini tidak ada sebelum dilakukannya terapi. Ini bisa dilakukan dengan uji fotoprovokasi. Terkecuali untuk eczema herpeticum, tidak ada efek samping akut yang telah diamati pada pasien manapun yang diobati dengan terapi UVAI dosis-tinggi. Tidak ada efek samping lain yang telah diamati, walaupun risiko karsinogenik merupakan sebuah pertimbangan teoritis. Sampai lebih banyak yang diketahui tentang terapi UVAI dosis tinggi, kegunaannya harus dibatasi pada periode-periode pemburukan akut dermatitis atopik, dan secara umum, salah satu siklus pengobatan tidak boleh melebihi 10 sampai 15 keterpaparan setiap hari dan tidak boleh diulangi lebih dari satu per tahun.

Fototerapi Dermatitis Atopik Sedang, Kronis
   
UVB berkas lebar, yang dikombinasikan dengan UVB/UVA, UVA berkas-lebar, UVAI dosis-rendah, dan khususnya fototerapi UVB 311-nm merupakan pengobatan yang cukup efektif pada dermatitis atopik ringan dan sedang. Pengobatan-pengobatan ini tidak lebih efektif pada pasien-pasien yang mengalami pemburukan penyakit akut parah. Berbeda degan terapi UVAI, bentuk-bentuk terapi UV ini biasanya tidak digunakan sebagai terapi tunggal. Justru, biasanya dikombinasikan dengan glukokortikoid topikal untuk mengurangi kebutuhan akan pengaplikasian glukokortikoid. Semua terapi ini dianggap relatif aman, bahkan jika digunakan selama periode waktu yang lama, dan harus digunakan untuk menginduksi perbaikan jangka panjang. Pasien akan sangat terbantu jika penyakit parah pada awalnya dikontrol dengan modalitas yang lebih potensial. Mislanya, fototerapi UVB 311-n, telah terukti sebagai midalitas yang ideal untuk terapi penjagaan setelah UVAI dosis tinggi pada fase awal penatalaksanaan pemburukan dermatitis atopik parah dan akut. Jika terapi UVAI dosis tinggi tidak tersedia, dermatitis atopik parah harus dikontrol sebelum dimulainya fototerapi dengan terapi glukokortikoid topikal agresif atau modalitas-modalitas imunosupresif sistemik seperti glukokortikoid atau siklosporin A.
   
Penelitian-penelitian yang secara langsung membandingkan semua bentuk terapi UV berbeda untuk dermatitis atopik sedang dan kronis belum dilakukan, tetapi trial-trial terbaru menunjukkan bahwa kombinasi UVA/UVB atau terapi UVB 311-nm berkas-sempit lebih baik dibanding UVB berkas-lebar konvensional, UVA berkas-lebar, atau terapi UVAI dosis-rendah. Dan juga, UVB berkas-sempit tampaknya ekivalen dengan PUVA untuk indikasi ini. Pilihan aktual yang dibuat untuk pasien tertentu juga tergantung pada alat radiasi apa yang tersedia. Jekler dan Larko, pada sebuah penelitian perbandingan berpasangan, mengamati perbedaan klinis yang mendukung terapi UVA/UVB dibanding terapi UVB berkas lebar. Pada trial ini, pasien dibiarkan melanjutkan penggunaan glukokortikoid topikal dan diradiasi tiga kali per pekan selama maksimum 8 pekan dengan cara yang tergantung MED UVB.
   
Efektifitas terapeutik dari terapi UVB 311-nm untuk dermatitis atopik kronis keparahan sedang pertama kali ditunjukkan pada sebuah trial terbuka yang dilakukan oleh George dkk, dan dikonfirmasikan pada sebuah sebuah penelitian terkontrol acak. Seperti yang dibahas di bagian “Ultraviolet B 311-mm: Fototerapi yang Dipilih Untuk Psoriasis”, terapi UVB 311-nm bisa terkait dengan risiko kanker kulit yang berkurang dibanding dengan terapi UVB berkas-lebar atau PUVA. Penunjukkan efektifitas terapi UVB 311-nm untuk mengobati eczema atopik anak dengan demikian sangat menarik.
   
Jika UVA/UVB maupun alat radiasi UVB 311-nm tidak tersedia, maka UVB dosis rendah berkas-lebar (0,5 MED) telah ditunjukkan efektif pada penelitian-penelitian terkontrol plasebo.

FOTOTERAPI PENYAKIT-PENYAKIT LAIN
   
Disamping psoriasis dan dermatitis atopik, terapi UV semakin banyak digunakan untuk penyakit-penyakit kulit yang sebelumnya diobati dengan PUVA (misalnya erupsi cahaya polimorf [PMLE], urtikaria pigmentaso, vitiligo, limfoma sel-T kutaneous [CTCL]) atau yang pendekatan fototerapeutiknya belum tersedia (seperti scleroderma dan lupus eritematosus).

Fototerapi Erupsi Cahaya Polimorf dan Fotodermatosa Lainnya
   
Pasien-pasien yang mengalami PMLE merespon tidak normal terhadap radiasi UV (khususnya radiasi UVA), menghasilkan peningkatan dan kelanjutan ekspresi molekul-molekul pro-inflammatory (sitokin, molekul adhesi) dan perkembangan lesi kulit selanjutnya. Pada kebanyakan pasien PMLE, keterpaparan terhadap sinar matahari di awal musim menginduksi toleransi, sebuah proses yang disebut sebagai hardening. Induksi hardening secara buatan atau fotoproteksi buatan menjadi prinsip utama yang mendasari fototerapi PMLE. Mekanisme molekuler pasti yang bertanggungjawab untuk hardening belum diketahui, tetapi pada umumnya diyakini bahwa fotoproteksi yang ditimbulkan cahaya berdasarkan induksi penebalan epidermal, pigmentasi, dan efek-efek imunologi. Untuk mempertahankan fotoproteksi yang ditimbulkan fototerapi, pasien harus sering memaparkan diri mereka terhadap sedikit dosis sinar matahari, karena menghindari keterpaparan sinar matahari secara total akan menyebabkan kehilangan efek hardening imbas terapi secara cepat. Penggunaan fototerapi untuk PMLE terbatas pada kasus-kasus parah yang gagal diobati dengan pengobatan-pengobatan yang lebih sederhana seperti penghindaran sinar matahari, pakaian fotoprotektif, dan penggunaan sunscreen spektrum luas. Untuk pasien-pasien ini, terapi UVB spektrum-luas dan terapi PUVA sebelumnya telah ditemukan efektif, dimana PUVA memberikan hasil yang lebih baik dibanding terapi UVB. Akan tetapi, penelitian-penelitian terbaru menunjukkan bahwa terapi UVB 311-nm mewakili sebuah alternatif efektif untuk PUVA. Pada sebuah penelitian terbaru, 25 pasien PMLE diberikan perlakuan PUVA atau terapi UVB 311-nm secara acak. Ketika pasien dipantau selama 4 bulan follow-up, tidak ada perbedaan antara terapi PUVA dan UVB 311-nm dalam hal keparahan penyakit dan pembatasan aktivitas luar ruangan. Dengan demikian, terapi UVB 311-nm dianggap sebagai pengobatan yang dipilih untuk PMLE. Efikasi terapi UVB 311-nm untuk fotodermatosis selain PMLE belum dinilai pada penelitian-penelitian terkontrol, tetapi pengamatan-pengamatan dari sebuah penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa pasien yang mengalami prurigo aktinik, hydroa vacciniforme, dan porfiria eritropoietik, tetapi tidak dengan urtikaria surya, juga bisa diuntungkan dengan terapi UVB 311-nm. Pada bentuk-bentuk urtikaria surya lainnya yang kebal terhadap terapi, terapi “rash hardening” UVA bisa menjadi sebuah pilihan. Pendekatan yang baru ini mencakup radiasi UVA harian ganda pada interval 1-jam dan memberikan proteksi signfikan dalam 3 hari.

Fototerapi Morfea (Skleroderma Terlokalisasi)
   
Morfea biasanya pulih dengan sendirinya, tetapi lesi-lesi kulit bisa menyebabkan morbiditas dan ketidaknyaman yang signifikan, khususnya jika meluas sampai ke sendi dan menyebabkan kontraktur fleksion atau jika mengarah pada atropi otot dan disfigurement. Berbagai modalitas, termasuk penicillin, penicillamin, obat antimalaria, siklosporin A, interferon-γ, dan glukokortikoid topikal atau sistemik, telah digunakan, tetapi efikasinya buruk. Dengan demikian perlu dipelajari bahwa fototerapi UVAI bermanfaat bagi pasien-pasien yang mengalami morfea.
   
Pada sebuah penelitian terbuka, 10 pasien yang mengalami morfea yang terbukti secara histologis dipaparkan 30 kali terhadap radiasi UVAI 130 J/cm2. Pada semua pasien, terapi UVAI dosis tinggi secara signifikan mengurangi ketebalan dan meningkatkan elastisitas plak-plak sklerotik sebagaimana dinilai dengan sonografi 20-MHz (Gbr. 238-4). Pembersihan sempurna dicapai pada 4 dari 10 pasien. Perubahan-perubahan tidak menjadi hasil dari remisi spontan, karena hanya terdapat pada plak yang disinari UVAI dan tidak pada plak kontrol yang disinari pada pasien yang sama. Manfaat terapeutik yang sama juga dicapai dengan menggunakan sebuah resimen UVAI dosis-rendah. Perbandingan langsung terapi UVAI dosis rendah dan dosis tinggi menunjukkan bahwa terapi UVAI dosis tinggi lebih baik, sehingga menunjukkan bahwa efikasi terapeutik tergantung pada dosis. Dan juga, UVAI dosis-medium kelihatannya lebih baik dibanding UVAI dosis-rendah atau fototerapi UVB 311-nm. Penghentian fototerapi tidak terkait dengan kehilangan efek dalam waktu 3-bulan yang dicapai dengan radiasi UVA dosis tinggi pada 9 dari 10 pasien, sehingga menunjukkan bahwa terapi penjagaan mungkin tidak diperlukan. Mekanisme pasti yang digunakan terapi UVAI pada morfea belum diketahui tetapi sangat mungkin melibatkan upregulasi ekspresi kolagenase I, yang diinduksi sekitar 20 kali lipat pada lesi kulit sklerotik setelah fototerai UVAI yang berhasil.
   
Disamping skleroderma terlokalisasi, fototerapi UVAI juga telah dilaporkan efektif pada pasien yang mengalami sklerosis sistemik dan penyakit graf-versus-host sklerodermik.

Fototerapi Urtikaria Pigmentosa
    Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa terapi PUVA efektif dalam mengurangi pruritus dan urtikaria yang terkait dengan urtikaria pigmentosa. Akan tetapi, pada kebanyakan pasien, penghentian terapi PUVA mengarah pada rekurensi urtikaria pigmentosa setelah 5 sampai 8 bulan. Penelitian-penelitian terbaru menunjukkan bahwa efek bermanfaat juga bisa dicapai pada pasien-pasien ini dengan fototerapi UVAI. Pada sebuah penelitian terbuka terhadap empat pasien dewasa, terapi UVAI dosis tinggi menimbulkan pruritus dan urtikaria akibat stroking setelah tiga keterpaparan, sedangkan lesi-lesi kulit yang hiperpigmentasi pudar lebih lambat. Histamin yang meningkat dalam urin 24-jam berkurang sampai kadar normal. Pada dua pasien yang mengalami sakit kepala migrain dan diare, pemulihan dari gejala-gejala sistemik ini dan pengurangan kadar serotonin serum menjadi normal diamati setelah 10 keterpaparan. Tidak ada kekambuhan yang terjadi pada pasien manapun dari keempat pasien ini setelah lebih dari 2 tahun penghentian terapi UVAI dosis tinggi.

Fototerapi Penyakit Lainnya
   
Beberapa laporan menunjukkan bahwa UVB 311-nm merupakan terapi yang bermanfaat dan dapat ditolerir dengan baik untuk vitiligo yang menghasilkan repigmentasi pada banyak pasien, termasuk tipe kulit IV dan V, serta pada anak-anak. Respons terapeutik dicapai dengan radiasi dua kali sepekan, sebuah dosis awal 0,25 J/cm2 yang tidak tergantung tipe kulit, dan peningkatan dosis 20 persen setiap perawatan. Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa serupa dengan PUVA atau khellin (sebuah furokumarin non-psoralen) plus terapi UVA (KUVA), tempat-tempat anatomi tertentu (tangan dan jari, jari tangan dan jari kaki) tidak merespon. Sebuah studi perbandingan kiri-kanan terhadap PUVA yang dibandingkan dengan UVB berkas-sempit menunjukkan tidak ada perbedaan efikasi terapeutik. Saat ini masih belum jelas apakah manfaat tambahan bisa dicapai dengan mengkombinasikan UVB 311-nm dengan kalsipotriol topikal atau takalsitol.
   
Telah disarankan bahwa radiasi UVAI dosis-rendah setiap hari cukup bermanfaat untuk pasien-pasien yang mengalami lupus eritematosus. Pada sebuah penelitian terbuka, 10 pasien yang mengalami lupus eritematosus sistemik diobati dengan radiasi UVAI dosis rendah (6 J/cm2 setiap hari) untuk berbagai periode waktu (15 hari sampai 8 bulan). Pengurangan indeks klinis aktivitas penyakit, yang paling jelas setelah 8 bulan fototerapi, diamati pada semua pasien. Radiasi UVAI mengurangi rasa lelah, arthritis, fotosensitifitas, ruam kulit, dan sering depresi, sakit kepala, dan susah tidur. Disamping itu, antibodi anti-sindrom Sjogren A atau antibodi anti-nuklear berkurang atau bahkan hilang pada kebanyakan pasien. Hasil yang menjanjikan telah dikonfirmasikan pada sebuah penelitian dua-fase selama 18-pekan dengan menggunakan dosis radiasi 6 J/cm2. Tidak ada efek samping yang ditemukan, walaupun radiasi UVAI, sekurang-kurangnya dosis yang lebih tinggi, bisa menimbulkan efek-efek merugikan terhadpa kebanyakan pasien lupus eritematosus sistemik.
   
Fototerapi UVAI baru-baru ini digunakan untuk mengobati pasien yang menderita CTCL. Pada sebuah penelitian pendahuluan, tiga dari tiga pasien yang mengalami mikosis fungoides tahap awal (CTCL tahap IA dan IB) diobati efektif dengan resimen UVAI dosis sedang maupun dosis tinggi. Pada sebuah trial tidak terkontrol kedua, 11 dari 13 pasien yang mengalami tipe-plak luas, mikosis fungoides nodular dan eritrodermik (CTCL tahap IB, IIB, dan III) menunjukkan respons klinis dan histologis yang penting selama pengobatan dengan resimen UVAI dosis tinggi. Pengamatan-pengamatan ini sangat diminati karena fototerapi UVAI memberikan manfaat yang signifikan dibanding terapi PUVA. Efek samping tidak diinginkan yang terjadi akibat pemberian metoksalen sistemik, seperti nausea, fotosensitifitas kulit yang lama, dan persyaratan untuk perlindungan mata, dapat dihindari. Sekarang juga sudah ada bukti bahwa fototerapi UVB 311-nm, bisa digunakan untuk mengobati mikosis fungoides tahap awal (IA, IB, IIA).
   
Fototerapi UVAI lokal tampaknya menjadi sebuah pilihan menarik dalam penatalaksanaan pasien yang mengalami eczema tangan (dishidrotik) veriskular kronis. Pada sebuah penelitian pendahuluan terbuka, telapak tangan dan punggung tangan 12 pasien yang mengalami perburukan penyakit akut dipaparkan terhadap 15 radiasi UVAI dengan dosis 40 J/cm2  per hari hari selama periode 3 pekan. Setelah 1 pekan, semua kecuali satu pasien melaporkan peredaan gatal-gatal. Setelah pekan ketiga, perbaikan klinis yang signifikan ditemukan pada 10 dari 12 pasien.
   
Baru-baru ini telah ditunjukkan bahwa panjang gelombang dalam rentang tampak (visible) bisa secara efektif mengobati pasien yang mengalami eczema tangan dan kaki atopik. Perkembangan ini diikuti dengan pengamatan bahwa apoptosis imbas fototerapi UVAI pada sel-sel T, yang telah diklonkan dari kulit lesi pasien penderita eczema atopk, diperantarai melalui pembentukan oksigen tunggal. Akan tetapi, spesies oksigen yang reaktif ini tidak hanya dihasilkan oleh panjang gelombang UV, tetapi khususnya pada rentang tampak (visible). Alat radiasi tubuh parsial yang bebas UV dengan emisi maksimum antara 400 sampai 450 nm dengan demikian telah dikembangkan dan ditemukan dapat menginduksi perbaikan yang langsung dan lama pada pasien yang menderita eczema tangan dan kaki. Radiasi sinar tampak tidak meningkatkan risiko kanker kulit, dan fototerapi yang bebas UV bisa cocok untuk pengobatan anak-anak dan dewasa awal.

MEKANISME AKSI
   
Melalui induksi fotoproduk DNA, radiasi UVB secara sementara menghambat proliferasi sel. Sebagai akibatnya, dianggap bahwa efektifitas terapeutik dari fototerapi UVB pada psoriasis utamanya disebabkan oleh efek-efek antiproliferatifnya. Akan tetapi, sejak pengenalan terapi radiasi UVB ke dalam terapi dermatologi, jumlah penyakit kulit yang menunjukkan respon mendukung terhadap fototerapi terus meningkat pesat. Kebanyakan, termasuk psoriasis, umumnya bersifat imunologik. Penelitian-penelitian tentang peranan imunosupresi yang ditimbulkan radiasi UV pada fotokarsinogenesis dan terhadap efek radiasi UV pada fungsi sel Langerhans epidermal telah meningkatkan bukti bahwa radiasi UVB, serta UVA (dan khususnya UVA) menimbulkan efek besar terhadap sistem imun kulit. Sebagai konsekuensinya, fototerapi UVA dan UVB saat ini dianggap sebagai modalitas yang mekanisme kerjanya tergantung pada efek-efek imunomodulatory yang tidak spesifik untuk tipe sumber cahaya tunggal. Relevansi efek-efek imunomodulatory ini tergantung pada sifat-sifat fisik dari radiasi UV yang digunakan. Berdasarkan per-foton, panjang gelombang spektrum UVB memiliki energi yang lebih besar dibanding panjang gelombang UVA, tetapi karena panjang gelombangnya yang lebih pendek, mereka memiliki kedalaman penetrasi yang lebih dangkal dalam kulit. Akibatnya, fototerapi UVB utamanya mempengaruhi fungsi keratinosit epidermal dan sel-sel Langerhans, sedangkan radiasi UVA juga mempengaruhi dermal, fibroblast, sel-sel dendritik dermal, sel-sel endotelium, limfosit-limfosit T dalam dermis, sel mast, dan granulosit. (Gbr. 238-5). Efek-efek fotoimunologi yang ditimbulkan oleh radiasi UVB dan UVA termasuk ke dalam tiga kategori utama, yaitu: (1) efek terhadap mediator-mediator yang dapat larut; (2) modulasi ekspresi molekul-molekul yang terkait permukaan sel; dan (3) induksi apoptosis pada sel-sel yang relevan secara patogenetik. Efek apoptotik saat ini dianggap sebagai faktor penting untuk fototerapi. Radiasi UVB dan UVA (khususnya UVAI) sangat efektif dalam menginduksi apoptosis pada sel-sel manusia. Sel-sel T, dibandingkan dengan monosit atau keratinosit, memiliki kerentanan yang meningkat terhadap apoptosis imbas radiasi UV; mekanisme ini dengan demikian sangat penting untuk fototerapi penyakit kulit berperantara sel T seperti dermatitis atopik, psoriasis dan CTCL.
   
Telah diusulkan bahwa efikasi terapeutik yang lebih besar dari UVB 311-nm, sebagaimana dibandingkan dengan UVB berkas lebar, disebabkan oleh penetrasi kulit yang lebih dalam dan induksi apoptosis yang lebih efisien pada infiltrat-infiltrat sel-T dermal. Menariknya, sel-sel T maligna, dibandingkan dengan sel-sel T normal, menunjukkan kerentanan yang lebih tinggi terhadap apoptosis imbas radiasi UVAI, kemungkinan karena ketersediaan caspase yang meningkat seperti caspase-3.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Relationship between glycemic index and weight loss

Cheerleaders are associated with many diet disorders