Ventilasi Mekanis yang Dipandu Oleh Tekanan Esofageal pada Cedera Paru Akut

Abstrak

Latar belakang

Kelanjutan hidup pasien yang mengalami cedera paru akut atau sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS) telah berhasil ditingkatkan melalui ventilasi dengan volume tidal yang kecil dan penggunaan tekanan ekspirasi-akhir positif (PEEP); akan tetapi, kadar PEEP optimal sulit ditentukan. Dalam uji pendahuluan ini, kami memperkirakan tekanan transpulmonary dengan penggunaan kateter balon esofageal. Kami menganggap bawa penggunaan ukuran tekanan pleural, meskipun adanya kendala teknis bagi keakuratan ukuran-ukuran seperti ini, akan memungkinkan kami untuk mencari nilai PEEP yang bisa mempertahankan oksigenasi disamping mencegah cedera paru akibat kolaps alveolar yang berulang atau overdistensi.

Metode

Kami memilih pasien dengan cedera paru akut atau ARDS secara acak untuk menjalani ventilasi mekanis dengan PEEP yang disesuaikan menurut ukuran-ukuran tekanan esofageal (kelompok yang dipandu tekanan esofageal) atau menurut rekomendasi standar perawatan Acute Respiratory Distress Syndrome (kelompok kontrol). Hasil akhir utama adalah perbaikan oksigenasi. Hasil akhir sekunder mencakup pemenuhan sistem respirasi dan hasil-akhir pasien.

Hasil

Penelitian ini mencapai kriteria penghentian dan dihentikan setelah 61 pasien telah terdaftar. Rasio tekanan parsial oksigen arteri terhadap fraksi oksigen yang dihirup pada 72 jam adalah 88 mg Hg lebih tinggi pada kelompok yang dipandu tekanan esofageal dibandingkan pada kelompok kontrol (95% interval kepercayaan, 78,1 hingga 98,3; P=0,002). Efek ini berlanjut terus menerus selama seluruh masa follow-up (pada 24, 48, dan 72 jam; P=0,001 dengan analisis varians ukuran berulang). Pemenuhan sistem respirasi juga secara signifikan lebih baik pada 24,48, dan 72 jam pada kelompok yang dipandu tekanan esofageal (P=0,01 dengan analisis varians ukuran berulang).

Kesimpulan

Jika dibandingkan dengan standar perawatan yang ada sekarang, strategi ventilator dengan menggunakan tekanan esofageal untuk memperkirakan tekanan transpulmonary secara signifikan memperbaiki oksigenasi dan pemenuhan. Trial-trial klinis multi-senter diperlukan untuk menentukan apakah pendekatan ini bisa diadopsi secara luas.

Perubahan-perubahan terbaru dalam praktik ventilasi mekanis telah meningkatkan kelanjutan hidup pasien yang mengalami sindrom penyakit respirasi akut (ARDS), tetapi mortalitas tetap tinggi. Meskipun volume tidal yang rendah jelas bermanfaat bagi pasien yang mengalami ARDS, bagaimana memilih tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP) masih belum pasti. Idealnya, ventilasi mekanis harus memberikan tekanan transpulmonary yang cukup (tekanan saluran udara dikurangi tekanan pleural) untuk mempertahankan oksigenasi disamping meminimalisir kolaps alveolar berulang atau overdistensi yang mengarah pada cedera paru. Akan tetapi, pada penyakit kritis, terdapat perbedaan mencolok diantara pasien dalam hal tekanan pleural dan abdominal; sehingga, untuk tingkat PEEP tertentu, tekanan transpulmonary bisa berbeda-beda dari pasien ke pasien.
   
Kami memperkirakan tekanan pelural dengan menggunakan kateter balon esofageal. Walaupun teknik ini telah diabsahkan pada subjek manusia sehat dan hewan, namun belum diaplikasikan secara sistematis pada pasien dalam setting perawatan inntensif. Kami berpendapat bahwa kami bisa menyesuaikan PEEP menurut mekanika dinding-dada dan paru-paru masing-masing pasien. Kami berspekulasi bahwa pada pasien dengan tekanan pleural terduga tinggi yang sedang mengalami ventilasi dengan setting ventilator konvensional, underinflasi bisa menyebabkan hipoksemia. Pada pasien-pasien seperti ini, meningkatkan PEEP untuk mempertahankan tekanan transpulmonary positif bisa meningkatkan aerasi dan oksigenasi tanpa menyebabkan overdistensi. Sebaliknya, pada pasien dengan tekanan pelural rendah, mempertahankan PEEP rendah akan menjaga tekanan transpulmonary tetap rendah, sehingga mencegah overdistensi dan meminimalisir efek hemodinami berbahaya dari PEEP tinggi.
   
Kami melaporkan hasil dari sebuah trial pendahuluan terkontrol acak yang melibatkan pasien-pasien dengan cedera paru akut atau ARDS. Trial ini membandingkan ventilasi mekanis yang diarahkan oleh ukuran-ukuran tekanan esofageal dengan ventilasi mekanis yang ditangani berdasarkan rekomendasi dari Acute Resporatory Distress Syndrome Network (ARDSNet). Kami menguji hipotesis bahwa oksigenasi pada pasien bisa ditingkatkan dengan menyesuaikan PEEP untuk mempertahankan tekanan transpulmonary positif.

METODE

Pasien
   
Kami melakukan trial ini dalam unit perawatan intensif (ICU) bedah dan medis di Beth Israel Deaconess Medical Center di Boston. Protokol penelitian disetujui oleh badan review institusional rumah sakit, dan izin tertulis didapatkan dari pasien atau kerabat terdekat mereka. Tidak ada lembaga komersial yang menyediakan alat atau peranti yang memiliki peranan dalam aspek manapun dari penelitian ini.
   
Pasien dimasukkan dalam penelitian ini jika mereka mengalami cedera paru akut atau ARDS menurut definisi American-European Concensus Conference. Kriteria eksklusi mencakup cedera terbaru atau kondisi patologik lain dari esofagus, fistula bronkopleural mayor, dan transplantasi organ padat.
Pengukuran dan protokol eksperimental
   
Sambil sedang menjalani perawatan, para pasien telentang, dengan bagian kepala tempat tidur diangkat 30 derajat. Tekanan saluran udara, volume tidal, dan aliran udara dicatat selama ventilasi mekanis. Sebuah kateter balon esofageal dilewatkan ke kedalaman 60 cm dari insisor untuk pengukuran tekanan lambung dan kemudian diangkat ke kedalaman 40 cm untuk mencatat tekanan esofageal selama ventilasi mekanis. Pemasangan balon pada perut dikonfirmasi dengan peningkatan tekanan secara sementara selama kompresi abdomen dengan kuat dan juga dikonfirmasi oleh perubahan kualitatif dalam penelusuran tekanan (yakni artifak kardiak yang meningkat) ketika balon ditarik masuk ke esofagus. Pada sekitar sepertiga pasien, balon ini tidak bisa dilewatkan ke dalam perut, dan pemasangan esofageal dikonfirmasi oleh adanya artifak kardiak dan perubahan tekanan transpulmonary selama ventilasi tidal. Tekanan karbon dioksida parsial terekspirasi campuran diukur untuk memungkinkan perhitungan ruang mati fisiologis. Setelah pengukuran-pengukuran awal ini, pasien diacak dengan menggunakan skema randomisasi blok ke kelompok kontrol atau kelompok yang dipandu tekanan esofageal.
   
Masing-masing pasien, meski sedang mengalami sedasi berat atau paralisis, mengalami manuver perekrutan untuk membakukan riwayat volume paru-paru, dimana tekanan saluran udara meningkat hingga 40 cm air selama 30 detik. Jika diperlukan, tekanan rendah digunakan untuk menjaga tekanan transpulmonary (perbedaan antara tekanan saluran udara dan tekanan esofageal) dalam rentang fisiologis (<25 cm air sementara pasien dalam posisi telentang). Setelah manuver perekrutan, pasien mengalami ventilasi mekanis berdasarkan penentuan perlakuan.
   
Pasien dalam kelompok yang dipandu tekanan esofageal mengalami ventilasi mekanis dengan setting yang ditentukan oleh ukuran-ukuran tekanan esofagea awal. Volume tidak ditentukan pada 6 ml per kilogram berat badan yang diprediksi. Berat badan yang diprediksi untuk pasien pria dihitung sebagai 50+0,91 x (sentimeter tinggi – 152,4) dan untuk pasien perempuan sebagai 45,5+0,91 x (sentimeter tinggi – 152,4). Kadar PEEP ditentukan untuk mencapai tekanan transpulmonary 0 hingga 10 cm air pada ekspirasi akhir, menurut skala sliding yang didasarkan pada tekanan parsial oksigen arteri (PaO2) dan fraksi oksigen yang terinspirasi (FIO2) (Gbr. 1). Kami juga membatasi volume tidal untuk mempertahankan tekanan transpulmonary kurang dari 25 cm air pada inspirasi akhir, walaupun batas ini jarang didekati, dan volume tidak tidak pernah berkurang untuk tujuan ini.
   
Pasien dalam kelompok kontrol diperlakukan menurut strategi volume tidal rendah yang dilaporkan oleh ARDSNet study of the National Heart, Lung, and Blood Institute. Strategi ini menentukan bahwa volume tidak ditentukan pada 6 ml per kilogram berat badan terprediksi dan PEEP didasarkan pada PaO2 dan FIO2 pasien (Gbr. 1).

Untuk kelompok intervensi, pertahankan tekanan parsial oksigen arterial (PaO2) antara 55 dan 120 mmHg atau pertahankan kejenuhan oksigen, sebagaimana diukur dengan oksimeter pulsa, antara 88 danb 98% dengan menggunakan setting ventilator pada satu kolom pada satu waktu. Tentukan tekanan ekspirasi-akhir positif (PEEP) pada sebuah level tertentu sehingga tekanan transpulmonary selama oklusi insiprasi-akhir kurang dari 25 cm air. Untuk kelompok kontrol, pertahankan PaO2 antara 55 dan 120 mmHg (atau pertahankan kejenuhan oksigen menurut oksimeter pulsa antara 88 dan 98%) dengan menggunakan setting ventilator pada satu kolom pada satu waktu. Tentukan PEEP dan volume tidal pada tingkatan tertentu sehingga tekanan saluran udara selama oklusi inspirasi-akhir kurang dari 30 cm air. Pada kedua kelompok, aplikasikan ventilasi dengan ventilasi tekanan-kontrol atau sinkronisasi antara pasien dan ventilator disamping mencapai volume tidak 6±2 ml per kilogram berat badan terprediksi dan laju pernapasan 35 napas per menit atau kurang. Manuver-manuver perekrutan paru-paru dibolehkan untuk membalikkan hipoksemia episodik setelah suctioning atau diskoneksi saluran udara yang tidak hati-hati, tetapi tidak secara rutin.

Pada kedua kelompok, sasaran ventilasi mekanis mencakup PaO2 55 hingga 120 mmHg atau pembacaan oksimeter-pulsa 88 hingga 98%, pH arterial 7,30 sampai 7,45, dan tekanan parsial karbon dioksida arterial (PaCO2) 40 hingga 60 mm Hg, menurut skala sliding pada Gambar 1. Untuk mengurangi keperluan akan manipulasi setting ventilator yang sering, sasaran untuk oksigenasi pada kedua kelompok dikurangi dari rentang sempit nilai PaO2 dalam penelitian ARDSNet (55 hingga 80 mmHg) ke rentang yang lebih luas 55 hingga 120 mmHg.
   
Semua pengukuran diulangi 5 menit setelah dimulainya ventilasi eksperimental atau ventilasi kontrol dan sekali lagi pada 24, 48, dan 72 jam. Pengukuran juga dilakukan jika diperlukan setelah perubahan-perubahan dilakukan pada setting ventilator karena perubahan kondisi pasien yang signifikan secara klinis.
   
Terapi-terapi selain ventilasi mekanis diberikan oleh anggota-anggota tim ICU primer, yang tidak mengetahui hasil dari pengukuran tekanan esofageal. Untuk menghindari komplikasi, anggota tim ini menggunakan protokol-protokol untuk memandu resusitasi hemodinamik, sedasi, penghentian dari ventilasi, dan intervensi standar lain yang terkait dengan perawatan ventilator. Standar-standar perawatan ini diterapkan secara agresif pada kedua kelompok. Setelah pengukuran pada 72 jam, hasil pengukuran tekanan diberikan kepada pelaku rawat, yang bebas menggunakan atau tidak menggunakannya untuk pengambilan keputusan tentang perlakuan dan manajemen ventilator.
   
Titik akhir utama dari penelitian ini adalah oksigenasi arterial, sebagaimana diukur dengan rasio PaO2 terhadap FIO2 (PaO2:FIO2) 72 jam setelah pengacakan. Titik akhir kedua mencakup indeks mekanik paru dan pertukaran gas (pemenuhan sistem respirasi dan rasio ruang mati terhadap volume tidal), serta hasil akhir pasien (jumlah hari bebas ventilator pada 28 hari, lama tinggal dalam ICU, dan kematian dalam 28 hari dan 180 hari setelah perawatan).

Analisis statistik
   
Dalam mengevaluasi nilai PaO2:FIO2 pada 72 jam, kami memutuskan bahwa perubahan nilai PaO2:FIO2 yang penting secara klinis adalah sekitar 20%, dengan kesalahan pengukuran yang dipertimbangkan. Untuk menentukan ukuran sampel, kami memilih minimal rata-rata selisih 40 nilai PaO2:FIO2 antar-kelompok. Selanjutnya kami memperkirakan standar deviasi sebesar 100 (ekivalen dengan koefisien variasi 250%); berdasarkan perkiraan ini, sampel yang terdiri dari 100 pasien per kelompok diperlukan untuk mendeteksi selisih PaO2:FIO2 sebesar 40 dengan kekuatan 80% dan nilai alfa two-tailed 0,05. Karena ketidakpastian dalam perkiraan standar deviasi, kami merancang penelitian dengan bantuan badan keamanan dan pemantauan data, yang anggotanya tidak terlibat dalam perawatan pasien atau perolehan data. Anggota tim ini diinstruksikan untuk melakukan analisis sementara setelah 60 pasien telah terdaftar, dimana pada titik ini mereka bisa merekomendasikan untuk menghentikan trial jika efek yang sangat besar dideteksi berdasarkan tingkat signifikansi kritis (P≤0,02), sebagaimana disesuaikan untuk fungsi Lan-DeMets alpha-spending dengan batas Pocock. Anggota tim ini juga berpartisipasi dalam penulisan artikel ini.
   
Variabel kontinyu dengan distribusi normal dipresentasikan sebagai nilai mean (±SD) dan dibandingkan dengan penggunaan uji-t Student. Variabel-variabel kontinyu dengan distribusi tidak-normal dipresentasikan sebagai nilai median dan rentang antar-kuartil dan dibandingkan dengan penggunaan uji Mann-Whitney. Variabel kategori nominal atau variabel dikotomi dibandingkan dengan menggunakan uji chi-square dengan aproksimasi normal uji pasti Fisher, jika memungkinkan. Kami menilai kecenderungan pengukuran respirasi dari waktu ke waktu dengan membandingkan kelompok kontrol dan kelompok yang dipandu tekanan esofageal pada 24, 48, dan 72 jam dengan menggunakan uji F dengan satu derajat kebebasan untuk model linear umum dengan ukuran-ukuran berulang. Kami menggunakan pengujian hipotesis sekuensial untuk penilaian perbedaan antara kedua kelompok pada 72 jam dan 24 jam. Ketika perbedaan yang signifikan ditemukan pada 72 jam, kami melakukan analisis ukuran berulang dan kemudian membanding nilai pada 23 jam. Analisis Kaplan-Meier dengan uji log-rank diaplikasikan untuk membandingkan kelanjutan hidup pada 180 hari antara kedua kelompok.
   
Pada sebuah analisis tunggal, kami menyesuaikan risiko relatif dengan menggunakan skor Fisiologi Akut dan Evaluasi Kesehatan Kronis (APACHE II) untuk memperkirakan efek kelompok perlakuan terhadap risiko kematian dalam 28 hari setelah perawatan. Risiko relatif diperkirakan dengan regresi Poisson dengan varians error kuat konservatif. Untuk kematian dalam 180 hari setelah perawatan, kami menggunakan model regresi proporsional Cox untuk membandingkan kelompok kontrol dan perlakuan, dengan penyesuaian untuk skor APACHE II pada awal perujukan. Nilai P two-tailed yang kurang dari 0,05 dianggap menandakan signifikansi klinis.

HASIL
   
Kebanyakan pasien pada kedua kelompok mengalami sakit parah, dengan skor APACHE II (mean ± SD) 26,6 ±6,4 dan nilai median dua organ yang gagal (rentang antar-kuartil, satu hingga tiga). Kami tidak mampu menenangkan salah seorang pasien dalam kelompok yang dipandu tekanan esofageal untuk mendapatkan ukuran tekanan esofageal yang stabil; pasien ini dimasukkan dalam analisis berdasarkan prinsip ITT (intention-to-treat). Tidak ada kejadian berbahaya atau insiden baro-trauma pada kedua kelompok.
   
Kami menghentikan penelitian setelah 61 pasien telah terdaftar, karena analisis sementara terencana menunjukkan bahwa penelitian ini telah mencapai kriteria penghentian yang sudah ditentukan. PaO2:FIO2 pada 72 jam adalah 88 mmHg lebih tinggi pada pasien yang diperlakukan dengan ventilasi mekanis dengan balon esofageal dibanding pasien kontrol (95% interval kepercayaan [CI], 78,1 sampai 98,3; P=0,002) (Tabel 2).

Ukuran fisiologis
   
Setting ventilator dan ukuran fisiologis pada awal penelitian cukup mirip pada kedua kelompok (Tabel 2). Sebanyak 49 pasien (80%), yang mencakup salah seorang pasien yang tidak mampu ditenangkan, memenuhi kriteria untuk ARDS (PaO2:FIO2 <200 mmHg) (lihat Tabel 1 pada Lampiran suplemen, tersedia dengan teks lengkap untuk artikel ini di alamat www.nejm.org), dan tidak ada perbedaan signifikan  untuk nilai PaO2:FIO2 awal antara kedua kelompok. Rata-rata volume tidal berkurang selama hari pertama terapi sebesar 67 ml pada kelompok kontrol (P<0,001 dengan uji-t berpasangan) dan sebesar 44 ml pada kelompok yang dipandu tekanan esofageal (P<0,001 dengan uji-t berpasangan).

Oksigenasi dan pemenuhan sistem respirasi membaik pada kelompok yang dipandu tekanan esofageal ini sebagaimana jika dibandingkan dengan kelompok kontrol, sedangkan rasio ruang mati terhadap volume tidak berbeda signifikan antara kedua kelompok selama 72 jam pertama (Gbr. 2C). Nilai PaO2:FIO2 meningkat selama 72 jam pertama sebesar 131 mm Hg (95% CI, 79 hingga 182) pada kelompok yang dipandu tekanan esofageal dan sebesar 49 mmHg (95% CI, 12 hingga 86) pada kelompok kontrol (Tabel 2). Nilai PaO2:FIO2 yang lebih tinggi pada kelompok yang dipandu tekanan esofageal dibanding kelompok kontrol terbukti pada 24 jam (P=0,04) (Gbr. 2A). Pemenuhan sistem respirasi secara signifikan meningkat dan lebih tinggi pada kelompok yang dipandu tekanan esofageal dibanding pada kelompok kontrol (P=0,01; analisis varians ukuran berulang pada 24, 48, dan 72 jam) (Gbr. 2B).
   
Pada hari terapeutik pertama, PEEP berubah kurang dari 5 cm air pada semua pasien kecuali satu pasien kontrol, sedangkan pasien dalam kelompok yang dipandu tekanan esofageal mengalami peningkatan PEEP yang bervariasi dan sering substansial (Tabel 3) dan PEEP yang secara signfiikan lebih tinggi pada 24, 48, dan 72 jam (Gbr. 2D, dan Gbr. 1 pada lampiran tambahan). Pada 24 jam, perbedaan PEEP antara kedua kelompok mencapai 7,7 cm air (95% CI, 5,5 sampai 9,9), dengan nilai mean PEEP dalam kelompok yang dipandu tekanan esofageal 18,7±5,1 cm air, walaupun pada 3 dari 31 pasien dalam kelompok ini, kadar PEEP awal berkurang berdasarkan tekanan transpulmonary awal. Pada 24, 48, dan 72 jam, nilai mean tekanan ekspirasi akhir transpulmonary tetap di atas nol pada kelompok yang dipandu tekanan esofageal, sedangkan tetap negatif pada kelompok kontrol (P<0,001 dengan analisis varians ukuran berulang) (Gbr. 2E). Tekanan saluran udara tertinggi selama oklusi insipirasi akhir lebih tinggi pada kelompok yang dipandu tekanan esofageal dibanding pada kelompok kontrol (P=0,003 dengan analisis varians ukuran berulang) (Gbr. 2F, dan Gbr. 1 pada lampiran tambahan). Akan tetapi, tekanan transpulmonary selama oklusi insipirasi-akhir tidak melebihi 24 cm air dan tidak pernah berbeda signifikan diantara kedua kelompok (P=0,13 dengan analisis varians ukuran berulang) (Gbr. 2G).

Hasil akhir klinis
   
Tabel 4 menunjukkan hasil klinis, semuanya adalah hasil akhir sekunder. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok pada hari-hari bebas ventilator setelah 28 hari atau lama tinggal di ICU. Tingkat kematian 28-hari pada seluruh kohort penelitian adalah 17 diantara 61 pasien (28%). Seperti yang diharapkan, skor APACHE II pada saat perujukan lebih tinggi diantara pasien yang meninggal dibanding yang bertahan hidup (31,5±4,5 berbanding 24,7±6.1, P<0,001). Akan tetapi, nilai PaO2:FIO2 awal cukup mirip diantara yang bertahan hidup dan yang tidak bertahan hidup (153,2±53,7 dan 143,8±58,0 mmHg, masing-masing; P=0,56).
   
Angka kematian pada 28 hari lebih rendah diantara pasien pada kelompok yang dipandu tekanan esofageal dibanding pada pasien kontrol, walaupun perbedaannya tidak signifikan (risiko relatif, 0,43; 95% CI, 0,17 sampai 1,07; P=0,06). Analisis multivariabel menunjukkan bahwa setelah penyesuaian untuk skor APACHE II awal (risiko relatif per poin skor, 1,16; 95% CI, 1,09 sampai 1,23; P<0,001), protokol tekanan esofageal terkait dengan pengurangan mortalitas 28-hari secara signifikan dengan perlakuan konvensional (risiko relatif, 0,46; 95% Ci, 0,19 sampai 1,0; P=0,049).
   
Angka kematian pada 180 hari tidak berbeda signifikan  antara kedua kelompok; perkiraan titik untuk risiko kematian relatif pada kelompok yang dipandu tekanan esofageal adalah 0,59 (95% CI, 0,29 sampai 1,20) sebagaimana dibandingkan dengan kelompok kontrol. Akan tetapi, plot kelanjutan hidup Kaplan-Meier (lihat Gbr. 2 pada lampiran pelengkap) menunjukkan pemisahan antara kurva-kurva yang berlanjut pada 180 hari. Pemodelan regresi Cox menunjukkan bahwa setelah penyesuaian untuk skor APACHE II awal (rasio bahaya per poin, 1,12; 95% CI, 1,04 sampai 1,22), hazard ratio untuk mortalitas 180-hari adalah 0,42 pada kelompok yang dipandu tekanan esofageal (95% CI, 0,22 sampai 1,25) sebagaimana dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Nilai mean dan standar error ditunjukkan pada gambar di atas. Nilai P dihitug dengan analisis varians terhadap ukuran-ukuran yang berulang. Gambar A menunjukkan rasio rekanan parsial oksigen arterial terhadap fraksi oksigen yang dihirup (PaO2:FIO2), Gambar B pemenuhan sistem respirasi, Gambar C rasio ruang hampa terhadap volue tidal, Gambar D tekanan ekspirasi-akhir positif (PEEP), Gambar E tekanan ekspirasi-akhir transpulmonary, Gambar F  tekanan puncak, dan Gambar G tekanan inspirasi-akhir transpulmonary.

PEMBAHASAN
   
Kami menemukan bahwa layak untuk mengukur tekanan esofageal berulang kali yang memiliki konsistensi memadai dan kualitas untuk bias digunakan dalam penatalaksanaan perawatan pasien yang memerlukan ventilasi mekanis. Pasien-pasien dengan cedera paru akut atau ARDS yang diobati dengan cara ini memiliki oksigenasi yang meningkat, sebagaimana diukur berdasarkan nilai PaO2:FIO2, dan pemenuhan sistem respirasi yang meningkat signifikan. Lebih daripada itu, perbaikan-perbaikan ini dicapai tanpa meningkatkan tekanan transpulmonatory pada insipirasi akhir diatas rentang fisiologis. Terakhir, perbaikan-perbaikan pada fungsi paru-paru ini terkait dengan kecenderungan terhadap kelanjutan hidup 28-hari yang membaik pada kelompok ini yang terdiri dari pasien yang sakit kritis.
   
Banyak model cedera paru akut pada hewan yang telah menunjukkan bahwa pengurangan volume atau tekanan paru ekspirasi-akhir bisa menyebabkan cedera, bahkan ketika volume tidal atau tekanan puncak terkontrol. Pada model-model ini, PEEP yang meningkat bisa menjadi protektif. Akan tetapi, pada pasien yang mengalami ARDS, penyesuaian PEEP yang efektif dengan sifat-sifat fisiologis pasien individual cukup sulit untuk dicapai. Sebagai contoh, pada penelitian ARDSNet terhadap volume tidal rendah, PEEP dan FIO2 disesuaikan menurut oksigenasi arterial tanpa referensi terhadap mekanik dinding-dada atau paru. Sebuah penelitian yang disebut trial ALVEOLI (ClinicalTrials.gov) membandingkan kadar PEEP yang meningkat dengan PEEP standar, dengan kadar keduanya yang disesuaikan menurut oksigenasi pasien, dan menunjukkan tidak ada kelebihannya. Penelitian Ventilasi Terbuka Paru terbaru (NCT00182195) menggunakan pendekatan yang serupa terhadap penyesuaian PEEP, dan juga tidak bermanfaat. The Expiratory Pressure Study Group Trial (NCT00188058) meningkatkan PEEP pada kelompok intervensi untuk mencapai tekanan puncak 28 hingga 30 cm air. Penelitian ini menunjukkan perbaikan pada hari-hari bebas ventilator dan bebas gagal organ, oksigenase, dan pemenuhan sistem respirasi tetapi tidak menunjukkan perubahan signifikan pada kelanjutan hidup. Penelitian-penelitian lain, termasuk yang menggunakan titik kurvatur maksimum yang lebih rendah pada kurva tekanan-volume atau indeks stress, memiliki hasil yang tidak pasti.
   
Hasil yang mengecewakan dari penelitian-penelitian sebelumnya ini bisa sebagian disebabkan oleh dimasukkannya pasien dengan tekanan pleural atau intraabdominal yang meningkat dan tekanan esofageal yang meningkat. Paru-paru dari pasien seperti ini bisa mengalami kompresi secara efektif oleh tekanan pleural yang tinggi, dan alveolinya bisa kolaps pada ekspirasi akhir, meskipun kadar PEEP ini sudah memadai pada pasien lain. Dengan menggunakan ukuran-ukuran tekanan esofageal untuk menentukan PEEP, kami bisa mencegah kolaps alveolar berulang atau overdistensi. Pada penelitian pendahuluan kali ini, PEEP berkurang pada 3 dari 30 pasien yang dirawat dengan menggunakan tekanan esofageal untuk menentukan PEEP dan pada 12 dari 31 pasien yang dirawat sesuai dengan protokol ARDSNet. Yang lebih penting lagi, PEEP meningkat sebesar lebih dari 5 cm air pada 18 pasien yang dirawat dengan menggunakan tekanan esofageal untuk menentukan PEEP dan pada hanya 1 pasien yang diobati sesuai dengan protokol ARDSNet (Tabel 3). Sehingga, perbedaan utama antara kedua pendekatan ini adalah bahwa ukuran tekanan esofageal mengidentifikasi pasien-pasien yang diuntungkan oleh kadar PEEP yang lebih tinggi dibanding dari yang biasa digunakan. Walaupun tidak ada kejadian berbahaya yang disebabkan oleh strategi ini, kami mampu mengamati satu-satunya kejadian berbahaya yang terjadi pada frekuensi yang sangat tinggi, karena ukuran sampel yang kecil.
   
Saat ini terdapat ketidakyakinan tentang penggunaan ukuran-ukuran tekanan esofageal pada pasien sakit kritis dalam posisi telentang, utamanya karena kemungkinan ada artifak-artifak yang terkait dengan posisi tubuh dan kondisi patologi paru. Walaupun kurva tekanan volume-tekanan transpulmonary telah digunakan untuk mengkarakterisasi penyakit paru, ukuran-ukuran tekanan esofageal tidak biasanya digunakan untuk penatalaksanaan ventilasi mekanis pada pasien yang mengalami cedera paru akut atau ARDS. Akan tetapi, artifak-artifak pada tekanan esofageal tidak cukup besar untuk mengaburkan perbedaan tekanan esofageal dan tekanan pleural diantara pasien-pasien yang mengalami cedera paru akut atau ARDS. Sebagai contoh, perbedaan rata-rata tekanan esofageal yang diukur dalam posisi lurus dan telentang yang dibebani oleh berat kardiak adalah 2,9±2,1 cm air, dan abnormalitas-abnormalitas mekanis pada paru-paru yang sakit bisa mengurangi ekskursi pada tekanan esofageal sebesar beberapa sentimeter air. Sebaliknya, pada pasien dengan gagal respirasi akut, tekanan esofageal ekspirasi akhir berkisar antara 4 sampai 32 cm air.
   
Penelitian kami memiliki beberapa kekurangan. Penelitian ini adalah penelitian single-center dengan staf ahli fisiologis dan ukuran sampel yang kecil, dan walaupun kami mendaftarkan pasien medis dan bedah yang mengalami berbagai penyakit, temuan ini tidak bisa diberlakukan secara umum sampai dikonfirmasikan dalam sebuah trial yang lebih besar untuk mendeteksi perubahan titik-titk akhir klinis yang sesuai. Karena titik akhir utama kami adalah oksigenasi, yang diketahui terkait dengan mortalitas yang tidak berubah atau meningkat ketika ini didapatkan dengan mengorbankan tekanan saluran udara yang lebih tinggi, seseorang tidak bisa memastikan hasil akhir yang mendukung sampai sebuah trial yang lebih besar telah dilakukan.
   
Sebagai kesimpulan, penyesuaian setting ventilasi mekanis untuk pasien dengan cedera paru akut atau ARDS berdasarkan tekanan transpulmonary terduga pasien bisa memiliki manfaat klinis. Pendekatan ini menjanjikan untuk perbaikan fungsi paru dan kelanjutan hidup yang memerlukan penelitian selanjutnya.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Relationship between glycemic index and weight loss

Prosedur dan Alat Diagnostik