Temuan-temuan dental pada sindrom make-up Kabuki: Sebuah laporan kasus

Abstrak

Artikel ini membahas tentang riwayat kasus seorang anak Brazil usia 9 tahun yang didiagnosa dengan sindrom make-up Kabuki (KMS). Gambaran klinis dipaparkan, dengan penekanan pada manifestasi-manifestasi kraniofacial dan orodental. Pasien memiliki gambaran kraniofacial KMS berbeda yang terdiri dari fisur palpabral yang panjang, hipertelorisme, alis mata yang sangat melengkung dengan pertumbuhan rambut yang tipis pada sepertiga bagian lateral, mata mengalami penonjolan sepertiga bagian lateral kelopak mata, bulu mata yang panjang dan melengkung, ptosis palpebral, telinga yang menonjol pada posisi bawah, akar hidung yang terdepresi dan lebar, dengan ujung hidung yang datar, dan kekurangan perkembangan neuropsikomotor ringan. Pemeriksaan intraoral menunjukkan open-bite anterior, over-retensi gigi sulung, dan palatum dengan kelengkungan tinggi. Dua temuan pada anak ini belum pernah dilaporkan sebelumnya pada pasien yang menderita KMS, yaitu: keberadaan gigi supernumerary dan gigi taurodontik pada lengkung atas. Pendeteksian klinis dan radiografi ciri dental yang unik ini bisa membantu dalam mengidentifikasi anak-anak yang mungkin telah mengalami bentuk KMS ringan.

Kata kunci: sindrom Kabuki, sindrom make-up Kabuki, pasien dengan kebutuhan khusus, kelainan gigi, taurodontisme, gigi supernumerary.


Pendahuluan
  
Sindrom make-up Kabuki (KMS) merupakan suatu kelainan bawaan yang pertama kali ditemukan pada tahun 1981 oleh Niikawa dkk dan Kuroki dkk, dalam dua studi independen yang melibatkan anak-anak yang tidak memiliki hubungan pada dua rumah sakit di daerah Kanto dan Hokkaido Jepang. Akan tetapi, karakteristik sindrom ini sekarang telah ditemukan pada pasien-pasien non-Jepang dengan jumlah yang semakin meningkat. Etiologi KMS masih belum pasti dan kelainan ini biasanya bermanifestasi sebagai kasus-kasus sporadis dalam satu keluarga. Akan tetapi, telah ada beberapa laporan keluarga yang mengalami manifestasi klinis dari KMS pada salah seorang orangtua dan keturunan mereka, sehingga menimbulkan asumsi pola pewarisan dominan autosomal dengan tingkat eskpresi berbeda. Hipotesis bahwa KMS bisa terkait dengan ekspresi lokus kromosom-X yang berubah juga telah diusulkan. Walaupun beberapa pasien dengan KMS telah ditemukan dengan kelainan kromosomal yang berbeda, namun belum ada yang memiliki penyimpangan sitogenetik autosomal secara umum. Frekuensi KMS yang diperkirakan adalah sekitar 1 diantara 32.000 di Jepang dan kemungkinan lebih rendah diantara ras kulit putih. Sampai sekarang, lebih dari 350 kasus telah ditemukan di seluruh dunia, yang menandakan bahwa, walaupun KMS lebih prevalen pada orang-orang Asia, penyakit ini juga mengenai kelompok etnis lainnya.
  
Diagnosis klinis KMS didasarkan pada adanya lima karakteristik utama (manifestasi pokok) yang mencakup: gambaran dismorfis wajah (100% dari kasus), kelainan dermatoglyfi (93%), kelainan skeletal (92%), gangguan mental ringan-sampai-sedang (92%), dan kegagalan pertumbuhan postnatal dengan tinggi badan yang pendek (83%).
  
Manifestasi kraniofacial dari KMS mencakup epicanthus, strabismus, fisur papebral panjang dengan penonjolan bagian lateral kelopak mata bawah, alis mata yang melengkung dengan rambut tipis pada sepertiga bagian lateralnya, mata besar, sclera biru, bulu mata panjang dan melengkung, septup nasal pendek, akar nasal terdepresi dan lebar dengan ujung nasal datar, lesung periaurikular, telinga berbentuk gelas yang menonjol, dan batas tumbuh rambut posterior yang lebih ke bawah. Semua karakteristik ini membuat pasien memiliki penampilan wajah yang mirip topeng. Penamaan KMS sebetulnya disebabkan karena penampilan wajah seseorang yang mengalami penyakit ini menyerupai penampilan yang dihasilkan oleh make-up yang dikenakan oleh aktor “Kabuki” (teater tradisional Jepang).
  
Manifestasi oral umum diamati pada KMS bisa mencakup mikrognathia, retrognathia, palatum yang melengkung, crossbite posterior, bibir/palatum cleft, lidah bifid dan uvula, gigi yang jarang, geraham sulung permanen ektokik, erupsi gigi tertunda, resorpsi akar eksternal dari gigi seri dan geraham sulung permanen, gigi miring, dan kelainan-kelainan dental seperti hipodonsia, gigi kerucut, gigi seri yang berbentuk seperti obeng, gigi neonatal, fusi, dan germinasi.
  
Disamping karakteristik yang lazim dari sindrom ini, temuan-temuan yang bisa membantu diagnosis mencakup kerentanan terhadap infeksi, hipotonia muskular menyeluruh, kelainan neurologis, laksitas sendi, gangguan penglihatan dan pendengaran, kelainan jantung bawaan (prevalensi 20% hingga 80%), kelainan-kelainan skeletal, anorektal, dan saluran genitouriner. Kelompok pasien ini memiliki riwayat keterlambatan pandai berbicara dan penguasaan bahasa, yang kelihatannya disebabkan oleh koordinasi motoris oral yang buruk dan hypotonia beserta kelainan-kelainan kraniofacial.
  
Karena kadar imunoglobulin yang berkurang (seperti IgA, IgG, dan IgM), pasien dengan KMS rentan terhadap infeksi rekuren, termasuk pneumonia, otitis media dan infeksi pernafasan dan saluran kencing. Kelainan-kelainan autoimun, seperti purpura trombositopenia idiopat, anemia hemolitik, hipotiroidisme, dan vitiligo, juga telah ditemukan. Penyakit hepatik, seperti fibrosis hati bawaan, juga telah ditemukan pada pasien yang menderita KMS.
  
Walaupun KMS telah banyak diteliti dari sudut pandang kedokteran, namun masih sedikit laporan yang berfokus pada karakteristik oral dari pasien yang terkena. Artikel ini melaporkan riwayat kasys seorang anak Brazil yang didiagnosa dengan KMS dan membahas gambaran-gambaran klinis yang diamati, dengan penekanan pada manifestasi orodental dari sindrom ini dan temuan-temuan pada anak ini.

Laporan Kasus
  
Seorang anak laki-laki berusia 9 tahun dengan KMS dirujuk ke klinik Center of Formation of Human Resources Specialized in Dental Care for Special Patients (School of dentistry of Ribeirao Preto, Universitas Sao Paulo, Brazil) untuki menjalani perawatan dental umum dan penilaian manifestasi orodental kelainan ini.
  
Anak ini dilahirkan dari pasangan kulit putih yang masih berkerabat (usia ibunya adalah 27 dan bapaknya 32) setelah kehamilan normal. Setelah usia 7 tahun, pasien didiagnosa mengalami KMS oleh Unit Genetika Rumah Sakit Universitas Ribeirao Preto (Universitas Sao Paulo, Brazil). Ibu anak ini menyangkal adanya riwayat sindrom KMS dalam keluarga atau pernah menggunakan obat selama kehamilan.
  
Pasien menjalani perawatan medis dan psikologis disamping terapi berbicara. Tinjauan riwayat medis menunjukkan kekurangan perkembangan neuropsikomotor ringan, yang menyebabkan penundaan kemampuan berjalan dan pandai berbicara. Diantara komplikasi sistemik pasien adalah episode refluks dan infeksi pernapasan, seperti pneumonia rekuren.
  
Pemeriksaan fisik menunjukkan tinggi badan yang sesuai dengan usia dan menunjukkan penampilan wajah yang berbeda (Gambar 1) yang terdiri dari fisuf palpebral panjang, hipertelorisme, alis mata melengkung dengan rambut tipis pada seperti bagian lateralnya, mata memiliki penonjolan seperiiga bagian lateral kelopak mata bawah, dan akar nasal terdepresi yang lebar dengan ujung nasal yang datar. Keberadaan jari tangan dengan pad ujung jari yang menonjol tidak diamati.
  
Pemeriksaan intraoral menunjukkan bahwa pasien memiliki open bite anterior (Gambar 2), palatum dengan lengkungan tinggi (Gambar 3), dan over retensi gigi sulung atas (geraham kedua kanan, gigi seri tengah kiri, kaninus kiri, geraham kedua kiri). Pemeriksaan radiograf panoramik (Gambar 4) menunjukkan dua gigi supernumerary yang terletak dalam daerah anterior di atas gigi seri atas. Pemeriksaan radiograf periapikal daerah geraham kiri dan kanan atas menunjukkan bahwa geraham sulung permanen pada kedua sisi mengalami taurodontisme (Gambar 5 dan 6).
  
Orang tua pasien diberitahukan tentang keberadaan dan relevansi klinis kelainan-kelainan gigi dalam hal jumlah (gigi supernumerary) dan bentuk (taurodontisme) dan rencana perawatan dibahas dengan mereka. Strategi perawatan mencakup instruksi pencegahan karies dan konseling diet untuk mengurnagi asupan sukrosa anak, serta pelatihan penghilangan selaput pada gigi secara mekanis. Secara keseluruhan, tujuan pendekatan perawatan ini adalah untuk memotivasi pasien dan orangtuanya dan mendorong komitmen mereka untuk menaatai perawatan gigi. Karena risiko karies yang tinggi pada pasien, perawatan gigi mencakup profilaksis rubber cup/pumice, obat kumur klorheksidin glukonat 0,12% (Periogard(R); Colgate-Palmolive, New York, NY, USA) dan pengaplikasian topikal gel fosfat-fluoride terasamkan 1,23% (sultan Topex(R), DFL Ind. eCom. Ltda., Petropolis, RJ, Brazil). Tempat-tempat pada permukaan oklusal dan palatum gigi yang dianggap berisiko mengalami lesi karies ditutupi dengan penutup berbasis resin (Fluorishield(R), Dentsply/Caulk, Milford, DE, USA). Gigi sulung yang mengalami over retensi (A, F, H, dan J) dicabut dan gigi yang rusak direstorasi. Karena palatum pasien yang sempit dan memiliki kelengungan tinggi, gigi pramolar kanan atas tumbuh dalam posisi yang tergeser ke arah palatum (gambar 7).
  
Pasien telah melakukan kunjungan foloow-up setiap 3 bulan selama 2 tahun untuk pemeriksaan status kesehatan mulut secara umum dan untuk pemeriksaan klinis-radiografi gigi supernumerary untuk memutuskan momen pencabutan yang paling sesuai. Disamping itu, erupsi kaninus atas permanen telah dipantau untuk mengevaluasi kebutuhan akan perawatan ortodontik. Pada tahun yang lalu, pasien mengalami perawatan profilaksis profesional dan pengaplikasian fluoride secara topikal. Instruksi-instruksi preventif telah diberikan pada setiap sesi perawatan tersebut.

Pembahasan
  
Anak yang disajikan dalam artikel ini memenuhi beberapa kriteria pokok yang disebutkan oleh Niikawa dkk., dan Kuroki dkk. Penampilan kraniofasialnya merupakan ciri khas dari pasien dengan KMS, yang terdiri dari alis mata yang cukup melengkung dengan rambut tipis pada sepertiga bagian lateralnya, mata dengan penonjolan sepertiga bagian alteral kelopak mata bawah, bulu mata yang panjang dan melengkung, ptosis palpebral, telinga yang agak menonjol pada posisi bawah, dan akar nasal terdepresi yang lebar dengan ujung nasal yang datar.
  
Berbeda dengan temuan-temuana dari laporan sebelumnya, yang melaporkan bahwa orang-orang dengan KMS biasanya menunjukkan kekurangan pertumbuhan postnatal, anak ini memiliki tinggi badan yang sesuai dengan usianya. Akan tetapi, pasien dengan KMS yang memiliki pertumbuhan normal juga telah ditemukan oleh peneliti lain. Menurut White dkk., tinggi badan yang rendah pada orang-orang yang mengalami KMS sebetulnya lebih tidak umum dibanding yang diduga sebelumnya.
  
Orang-orang yang mengalami KMS sering memiliki riwayat perkembangan intelektual tertunda dan penguasaan bahasa yang tertunda. Niikaa dkk., melaporkan bahwa gangguan mental dan berbicara terdapat pada lebih 90% pasien yang diperiksa. Juga telah dilaporkan bahwa sindrom ini menyebabkan seseorang rentan terhadap perubahan berbicara, seperti penundaan. Perkembangan intelektual pasien kami dan kemampuan berbicara terganggu ringan, sehingga mendapatkan terapi psikologis dan terapi berbicara.
  
Masalah-masalah jantung telah ditemukan pada hampir 42% individu yang terkena. Akan tetapi, pasien kami tidak menunjukkan kelainan jantung yang dapat dideteksi, yang serupa dengan beberapa laporan terdahulu. Eksistensi kelainan kardiak bawaan pada pasien dengan KMS menempatkan mereka pada risiko tinggi untuk mengalami endokarditis bakteri; dengan demikian, bisa disarankan untuk menggunakan resimen antibiotik untuk profilaksis sebelum prosedur dental invasif pada pasien-pasien ini yang mengalami masalah jantung.
  
Kelainan-kelainan gigi merupakan temuan umum pada KMS dan terdapat pada lebih dari 70% orang yang terkena. Hipodonsia dan gigi yang sangat jarang telah ditemukan pada sepertiga dari populasi pasien yang menderita KMS. Manifestasi  oral yang lazim lainnya pada KMS mencakup palatum dengan kelengkungan tinggi, gigi yang hilang, maloklusi, mikrodonsia, lengkung gigi kecil, resesi maksila, dan hypoplasia wajah-tengah. Sebuah artikel terbaru melaporkan seorang pasien muda dengan KMS yang mengalaim fusi dan geminasi (dobel) dalam pertumbuan gigi sulung. Penemuan karakteristik-karakteristik dental klinis ini bisa membantu dalam menegakkan diagnosis penyakit dan mengidentifikasi orang tua karier yang terkena. Walaupun orangtua pasien kami tidak menunjukkan kelainan yang dapat diidentifikasi pada giginya, namun kami tidak dapat memastikan bahwa mereka kekurangan kelainan gigi karena telah mengalami mencabutan dan rehabilitas parostetik/restoratif ekstensif.
  
Diantara karakteristik orodental yang diamati pada pasien kami adalah palatum dengan kelengkungan tinggi dan pola erupsi gigi tertundah, yang sebelumnya telah dilaporkan. Open bite anterior, yang tidak terkait dengan kebiasaan makan tidak bergizi, telah dilaporkan hanya pada dua paper. Pasien kami tidak memiliki bibir cleft atau palatum cleft, yang telah disebut sebagai temuan oral yang lazim pada KMS di beberapa laporan. Akan tetapi, temuan yang paling menarik adalah keberadaan gigi supernumerary dan gigi taurodontik, yang beoum pernah disebutkan sebelumnya dalam laporan pasien yang mengalami KMS.
  
Kejadian gigi supernumerary (hiperdonsia) ditandai dengan peningkatan jumlah gigi pada orang tertentu, yakni, lebih dari 20 gigi sulung atau lebih dari 32 gigi permanen. Meskipun gigi-gigi seperti ini bisa ditemukan pada daerah manapun dalam lengkung gigi, namun lebih umum terdapat pada garis tengah lengkung atas, yang disebut sebagai mesiodens, yang mewakili 80% dari semua gigi supernumerary. Huang dkk., menyebut faktor-faktor filogenetik, khususnya hiperaktivitas dalam lamina dental, sebagai penyebab kenampakan tunas gigi tambahan. Menurut Koch dkk., pencabutan gigi miring pada anak-anak dibaawh 10 tahun tidak dianjurkan karena pada kelompok usia ini prosedur tersebut sering memerlukan anestesi umum. Karena pasien kami berusia 9 tahun dan memiliki kekurangan perkembangan neuropsikomotoris ringan, maka kerjasamanya dengan perawatan gigi sedikit terganggu. Dengan demikian, pemindahan gigi supernumerary dengan metode bedah akan ditunda sampai waktu yang memungkinkan sehingga bisa dilakukan di klinik pasien rawat jalan.
  
Istilah taurodontisme pertama kali diperkenalkan oleh Arthur Keith pada tahun 1913 dan disebut sebagai kelainan dental dengan bentuk yang ditandai dengan konfigurasi blok eksternal dengan badan memanjang yang cenderung melebar nelebihi akar. Gigi taurodontik diidentifikasi berdasarkan ruang pulpa yang memanjang dan pergeseran apikal bercabang dua atau bercabang tiga dari akar. Karena ini, ruang pulpa memiliki tinggi epikooklusal yang lebih besar dan kekurangan konstroksi pada tingkat sementoenamel junction, sehingga gigi berbentuk persegi panjang. Jarak dari percabangan dua akar ke sementoenamel junction pada gigi taurodontik lebih besar dibanding jarak oklusoservikal. Etiologi taurodontisme cukup beragam dan umum terkait dengan kegagalan pelipatan sarung akar epitelium. Taurodontisme bisa muncul baik sebagai sifat tersendiri atau kombinasi dengan kelainan-kelainan dental lainnya, seperti hipodonsia, amelogenesis imperfekta atau sindrom seperti sindrom Down, sindrom Klinefelter, dan sindrom trokoendoosseous. Taurodontisme bisa unilateral atau bilateral. Ini mengenai gigi permanen lebih sering dibanding gigi sulung dan bisa dikelompokkan sebagai ringan, sedang, atau parah (hipo, meso, hiper), berdasarkan tingkat pergeseran apikal lanptai pulpa.
  
Sejauh yang kami ketahui, ini merupakan laporan kasus pertama yang memaparkan keberadaan kelainan-kelainan gigi dalam hal jumlah dan bentuk pada seorang anak yang didiagnosa dengan KMS. Penelitian lebih lanjut perlu menyelidiki apakah hubungan ini merupakan penyimpangan atau bagian dari sindrom ini.

Kesimpulan
  
Sindrom Kabuki utamanya didiagnosa berdasarkan gambaran klinis (manifestasi pokok) tetapi etiologinya masih belum jelas. Penyelidikan manifestasi gigi cukup relevan karena pengidentifikasian temuan-temuan dental yang unik, seperti kelainan-kelainan gigi dalam hal jumlah dan bentuk, bisa membantu untuk diagnosis sindrom Kabuki pada anak-anak yang mengalami bentuk ringan dari penyakit ini. Disamping itu, pemeriksaan klinis dan radiografi pertumbuhan gigi orangtua anak yang mengalaim KMS dianjurkan untuk mendeteksi kelainan-kelainan dental yang bisa membantu mengidentifikasi orangtua karier yang juga terkena.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Relationship between glycemic index and weight loss

Cheerleaders are associated with many diet disorders