Sindrom Kulit Melecur Staphylococcal pada Seorang Bayi Prematur Dengan Berat Lahir Sangat Rendah

Abstrak

Penyakit-penyakit kulit eksfoliatif cukup jarang pada neonatus. Apabila disebabkan oleh Staphylococcus aureus yang positif-koagulase, penyakit-penyakit kulit melecur seperti sindrom kulit-melecur staphylococcal (SSSS), impetigo bulosa, dan demam merah staphylococcal bisa terjadi. Penyakit-penyakit ini bisa menyebabkan komplikasi-komplikasi signifikan dan kematian. SSSS disebabkan oleh toksin eksfoliatif staphylococcal A atau B, yang membelah lapisan granular kulit, menimbulkan proteolisis, dan bisa menunjukkan aktivitas-aktivitas superantigen, seperti epidermolisis dan mitogenisitas limfosit. Disini kami melaporkan seorang bayi laki-laki prematur dengan berat lahir 1378 gram yang dilahirkan setelah usia kehamilan 29 pekan dan mengalami SSSS pada hari ketiga setelah lahir, tanpa ada tanda-tanda klinis dari sepsis neonatal. Setelah kultur dari lesi dan aliran darah diambil, terapi cloxacillin intravena dilakukan. Tindakan-tindakan pengendalian infeksi dilakukan seketika dan mencakup pemisahan bayi yang terinfeksi, pencucian tangan personil, dengan heksaklorofen, dan menempatkan neonatus dalam sebuah kohort. Lesi awal berkembang dan lesi-lesi tambahan muncul, tetapi 12 jam setelah dimulainya terapi antibakteri, lesi berhenti berkembang. Kultur-kultur dari lesi-lesi kulit melecur menunjukkan adanya pertumbuhan Staphylococcus aureus yang positif koagulase, sedangkan kultur aliran darah steril. Lesi kulit sembuh sempurna dalam 6 hari, dan bayi tidak mengalami sakit lagi setelah itu. Tidak ada lesi kulit serupa yang ditemukan pada bayi lain dalam unit perawatan intensif neonatal tersebut. Kami membahas kemajuan-kemajuan terbaru dalam memahami patogenesis SSSS neonatal, menyoroti pentingnya diagnosis dini dan perawatan, dan menekankan pentingnya terapi pembantu baru untuk penyakit ini.

Penyakit-penyakit kulit eksfoliatif cukup jarang terjadi pada bayi baru lahir, khususnya pada bayi dengan berat lahir sangat rendah. Apabila disebabkan oleh Staphylococcus aureus yang positif koagulase (CPSA), penyakit-penyakit ini bisa terkait dengan komplikasi-komplikasi signifikan dan kematian. Disini kami melaporkan seorang bayi prematur dengan berat lahir sangat rendah yang mengalami penyakit kulit melecur staphylococcal, kami juga membahas kemajuan-kemajuan terbaru dalam memahami patogenesisnya, menyoroti pentingnya diagnosis dini dan perawatan, dan menekankan perlunya terapi-terapi pembantu yang baru.

LAPORAN KASUS

Seorang bayi laki-laki prematur dengan berat lahir 1378 gram merupakan bayi pertama dari kembar dua, yang dilahirkan setelah usia kehamilan 29 pekan dengan operasi cesar setelah kontraksi uterin prematur. Skor Apgar adalah 6 dan 7 masing-masing pada 1 dan 5 menit. Ibunya cukup sehat dan tidak memiliki riwayat penyakit kulit bawaan dalam keluarga. Kehamilan berlangsung normal tanpa perpecahan membran prematur. Kortikosteroid diberikan kepada Ibunya sebelum melahirkan. Bayi tersebut mengalami tachypnea sementara. Tes laboratorium yang dilakukan setelah melahirkan menunjukkan jumlah darah normal dan tidak ada pertumbuhan bakteri atau jamur dalam kultur aliran darah, telinga eksternal, atau aspirat gastrik. Titer IgM spesifik untuk toksoplasmosis, sitomegalovirus, rubella, dan herpes simpleks menunjukkan hasil negatif.
   
Pada hari ketiga setelah lahir, lesi kulit berukuran 8 x 7 mm dengan lepuh dan pengelupasan epidermal ditemukan pada paha atas kanan tanpa adanya tanda-tanda klinis dari sepsis neonatal. Tanda Nikolsky positif. Kultur dari lesi tersebut dan aliran-darah diambil, dan terapi cloxacillin intravena dimulai. Biopsi kulit tidak dilakukan. Tindakan-tindakan pengendalian infeksi dilakukan seketika dan mencakup pemisahan bayi yang terinfeksi, pencucian tangan personil dengan heksaklorofen, dan menempatkan neonatus yang terpapar dalam sebuah kohort. Kultur-kultur kulit dari anggota-anggota staff medis dan perawat unit perawatan intensif neonatal (NICU) tidak diambil.
   
Dalam waktu 3 jam, lesi awal berkembang dan sebuah lesi eritematosa perioral ditemukan. Disamping itu, 2 lesi kulit baru yang menyebar dengan cepat pada paha atas kiri dan pada daerah periumbilical muncul masing-masing setelah 4 dan 6 jam (Gbr. 1), tetapi 12 jam setelah dilakukannya terapi antibakteri, lesi-lesi ini berhenti berkembang. Kultur-kultur yang diambil dari paha kanan dan periumbilical menunjukkan pertumbuhan CPSA, sedangkan kultur aliran darah steril. Karena masalah-masalah teknis, pengidentifikasian toksin eksfoliatif A (ETA) dan B (ETB) tidak dilakukan. Jumlah darah lengkap normal. Enam hari kemudian, lesi telah sembuh sempurna dan bayi tersebut tidak mengalami gangguan yang berarti. Selama periode ini, tidak ada lesi-lesi kulit serupa yang ditemukan pada saudara kembarnya atau pada bayi lain yang ada dalam unit perawatan intensif neonatal tersebut.

PEMBAHASAN
   
Diagnosis banding lesi kulit eksfoliatif yang dilaporkan pada neonatus mencakup sindrom kulit melecur staphylococcal (SSSS), impetigo bulosa (BI), nekrolisis epidermal toksik imbas obat, epidermolisis bulosa, mastositosis bulosa, lesi-lesi herpetiformis, dan pemfigus neonatal. Pada bayi prematur dengan berat lahir sangat rendah yang kami laporkan, riwayat, sifat eksfoliatif dari lesi kulit, perjalanan penyakit, dan pertumbuhan CPSA dari lesi-lesi kulit menunjukkan diagnosis SSSS atau BI.
   
Ada tiga bentuk penyakit kulit staphylococcal yang telah ditemukan pada bayi baru lahir, yaitu: SSSS, BI, dan erupsi scarlatiniformis menyeluruh tanpa eksfolliasi (demam merah staphylococcal). Sindrom kulit melecur staphylococcal (SSSS) (penyakit Ritter) dan impetigo bulosa memiliki banyak gambaran klinis secara umum, dan lesi-lesi impetigo bulosa sebenarnya dianggap mewakili bentuk terlokalisasi dari sindrom kulit melecur staphylococcal. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan impetigo bulosa, lesi-lesi kulit pada sindrom-kulit-melecur-staphylococcal lebih besar, bakteri Staphylococcus aureus positif-koagulase lebih jarang diisolasi, dan infiltrat yang kurang inflammatory pada lesi-lesi kulit. Secara khusus, sindrom-kulit-melecur-staphylococcal terdiri dari erosi-erosi difusif, disertai pemisahan epidermal dalam lapisan subkorneal pada lapisan granular, sedangkan pada impetigo bulosa, sebuah bula yang transparan dan lunak terbentuk paling umum pada kulit wajah, bokong, trunkus, perineum, dan ekstremitas pada daerah lipatan.
   
Sindrom-kulit-melecur-staphylococcal disebabkan oleh staphylococcal ETA dan ETB, yang sebagian besar disekresikan dari staphylococci fage II dan turunan 71, 3A, 3B, 3C, dan 55. Jika tidak terdapat antibodi spesifik terhadap ETA dan ETB, seperti yang sebagian besar terjadi pada bayi dan anak-anak, toksin-toksin ini menyebar secara hematogen dan menyebabkan sindrom-kulit-melecur-staphylococcal. ETA dan ETB berbeda dalam hal dimana ETA dikodekan oleh gen-gen bakteri dan stabil panas, sedangkan ETB dikodekan pada sebuah plasmid dan labil panas. Perpecahan dalam lapisan granular terkait dengan pengikatan ETA atau ETB ke desmoglen I dalam desmosom dan terkait dengan granula-granula keratohialin dari lapisan granular. Toksin-toksin ini menimbulkan proteolisis oleh serin protease mirip tripsin. Yang juga perlu diperhatikan adalah bahwa tempat katalitik V8 protease terdapat pada ETA dan pada ETB.
   
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa ETA menunjukkan aktivitas-aktivitas superantigen, seperti epidermolisis dan mitogenisitas limfosit, sedangkan beberapa mutan asam amino tunggal dari ETA kekurangan aktivitas mitogenik limfosit-T. Semua mutan ETA yang belum kehilangan aktivitas esterase juga ditemukan telah kehilangan aktivitas epidermolitik, sedangkan aktivitas esterase yang persisten juga mempertahankan kemampuan epidermolitik. Disamping itu, inkubasi toksin eksfoliatif yang dimurnikan secara parsial dengan inhibitor protase serin sebelum inokulasi ke dalam mencit menunda perpecahan epidermal. Pengamatan-pengamatan ini menunjukkan aktivitas protease serin dalam timbulnya sindrom-kulit-melecur-staphylococcal.
   
Pada impetigo bulosa, Staphylococcus aureus yang positif-koagulase selalu menjadi organisme penyebab dan bisa diisolasi dari lesi-lesi kulit tetapi jarang diisolasi dari aliran darah. Toksin-toksin eksfoliatif sama dari sindrom-kulit-melecur-staphylococcal (ETA, ETB) juga ditemukan pada kasus impetigo bulosa dan memegang peranan dalam proses eksfoliatif penyakit yang terlokalisasi ini.
   
Sindrom-kulit-melecur-staphylococcal dan impetigo-bulosa telah banyak dilaporkan terjadi pada bayi dan anak-anak yang berusia <5 tahun, karena anak-anak pada kategori usia ini kekurangan antibodi anti-ETA dan anti-ETB. Antibodi ETA dideteksi pada 88% sampel darah cord. Angka ini berkurang menjadi 30% pada 3 sampai 24 bulan dan meningkat kembali menjadi 91% pada usia 40 tahun. Septisemia bukan merupakan gambaran umum dari sindrom-kulit-melecur-staphylococcal pada bayi baru lahir. Sampai sekarang, sindrom-kulit-melecur-staphylococcal dan impetigo bulosa telah dilaporkan pada 9 bayi prematur; hanya penyakit 1 pasien yang terkait dengan sepsis, dan pasien meninggal.
   
Staff medis yang terinfeksi atau terkontaminasi oleh Staphylococcus aureus positif-koagulase penghasil toksin eksfoliatif biasanya merupakan sumber perjangkitan sindrom-kulit-melecur-staphylococcal dan impetigo bulosa di unit perawatan intensif neonatal, dan Staphylococcus aureus positif-koagulase bisa diisolasi dari nostril anterior pada 25% dan 27% staf medis dan perawat unit perawatan intensif neonatal, masing-masing. Komplikasi sindrom-kulit-melecur-staphylococcal dan impetigo bulosa pada anak-anak dan bayi mencakup kehilangan cairan, dehidrasi, cellulitis, pneumonia, sepsis, osteomyelitis, arthritis septik, fasciitis nekrosis, dan 4% risiko mortalitas.
   
Sindrom-kulit-melecur-staphylococcal bisa membahayakan nyawa pada bayi-bayi prematur yang memiliki berat lahir sangat rendah dan bisa memicu perjangkitan penyakit yang serius dalam unit-perawatan-intensif-neonatal. Indeks kecurigaan yang tinggi, diagnosis cepat, implementasi tindakan-tindakan pengendalian infeksi, dan pemberian perawatan dini semuanya merupakan tahap-tahap yang harus dilakukan untuk menghambat penyebaran sindrom-kulit-melecur-stapjhylococcal pada bayi, dengan menghindari komplikasi dan kematian, dan mencegah penyebaran penyakit ke bayi lainnya.
   
Pada neonatus yang dilaporkan disini, tindakan-tindakan pengendalian infeksi yang disebutkan di atas berhasil dalam mencegah penyebaran nosocomial ke bayi lainnya dalam unit perawatan intensif. Meskipun ada sindrom-kulit-melecur-staphylococcal atau impetigo-bulosa pada pasien kami, namun tidak ada tanda-tanda sepsis yang ditemukan; dengan demikian, terapi-terapi tambahan, seperti imunoblogulin manusia berkelompok, tidak diperlukan. Perkembangan antibodi anti-ETA dan anti-ETB spesifik di masa mendatang bisa memperkaya modalitas terapi dan membantu dalam memperlambat perluasan sindrom-kulit-melecur-staphylococcal, mengurangi keparahannya, dan meminimalisir komplikasinya. Pendekatan terapeutik seperti ini menjadi sangat penting dengan semakin meningkatnya sindrom-kulit-melecur-staphylococcal yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus positif-koagulase yang resisten methicilllin.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Relationship between glycemic index and weight loss

Cheerleaders are associated with many diet disorders