Radiasi ultraviolet-B meningkatkan kadar 25-hidroksivitamin D dalam serum: Efek dosis UVB dan warna kulit

Abstrak

Latar belakang: Sinar ultraviolet (UV)-B meningkatkan kadar vitamin D, tetapi respon terkait dosis dan efek pigmentasi kulit yang ditimbulkan belum diketahui dengan baik.

Tujuan: Untuk menentukan hubungan antara keterpaparan UVB dan konsentrasi 25-hidroksivitamin D (25-OH-D) sebagai sebuah fungsi pigmentasi kulit.

Metode: Sebanyak 72 partisipan dengan berbagai warna kulit memiliki 96% dari bagian kulit yang terpapar terhadap sinar UVB (20-80 mJ/cm2) 3 kali sepekan selama 4 pekan. Kadar 25-OH-D serum diukur setiap pekan.

Hasil: Delapan puluh persen variasi respon terhadap perlakuan berkaitan dengan dosis UVB dan warna kulit. Perubahan kadar 25-OH-D yang penting secara terapeutik dicapai dengan penyamakan (tanning) yang minimal.

Kekurangan: Waktu selama 4 pekan tidak cukup lama untuk mencapai sebuah keadaan tetap pada tingkat dosis yang lebih tinggi.

Kesimpulan: Respon kadar 25-OH-D terhadap sinar UVB tergantung pada pigmentasi kulit dan jumlah UVB yang diberikan, dan peningkatan status vitamin D bisa dicapai dengan dosis UVB yang cukup kecil untuk menghasilkan hanya sedikit penyamakan.


Kekurangan vitamin D merupakan sebuah masalah umum. Kebanyakan orang mendapatkan sebagian besar vitamin D dari keterpaparan terhadap sinar matahari dan hanya sedikit yang didapatkan dari asupan makanan. Vitamin D pada makanan hanya terdapat pada ikan berminyak dan minyak ikan. Sedikit vitamin D ditemukan pada makanan-makanan olahan yang diperkaya seperti sereal, yogurt, jus jeruk, dan susu.
   
Panjang gelombang ultraviolet (UV)-B tertentu (290-315) menyebabkan sebuah perkursor dalam kulit (yakni 7-dehidroksikolesterol) membentuk vitamin D3. Pada daerah dengan ketinggian sedang dan tinggi, khususnya pada bulan-bulan musim dingin, radiasi dari matahari kurang efektif karena sudut kemiringan matahari (solar zenith angle) memperkecil panjang-gelombang sinar UVB yang mencapai bumi. Populasi yang berisiko paling tinggi untuk mengalami kekurangan vitamin D termasuk mereka yang lebih tua dan/atau sakit dan memiliki keterpaparan matahari yang tidak cukup, memiliki asupan makanan yang buruk, atau tidak mampu menyerap vitamin D. Juga telah ada laporan tentang orang muda sehat yang kekurangan vitamin D karena keterpaparan terhadap matahari yang tidak cukup.
   
Saat ini suplemen vitamin D ada yang tersedia dalam bentuk yang digunakan lewat mulut seperti vitamin D2 (ergokalsiferol) atau vitamin D3 (cholekalsiferol). Penelitian kami sebelumnya telah menunjukkan potensi vitamin D3 yang jauh lebih besar, yang merupakan bentuk vitamin D yang dihasilkan pada kulit saat terpapar terhadap sinar UVB. Ada banyak pasien yang tidak dapat mengatasi kekurangan vitamin D dengan suplemen oral karena malabsorpsi lemak, operasi perut, atau penyakit usus. Mereka harus bergantung sepenuhnya pada vitamin D yang dihasilkan pada kulit mereka.
   
Dalam penelitian Holick, keterpaparan seluruh tubuh pada seseorang yang berkulit terang terhadap 1 dosis eritema minimal dari sinar-matahari tersimulasi ekivalen dengan menggunakan dosis tunggal vitamin D oral antara 10.000 sampai 25.000 IU. Respon tepat akan bervariasi berdasarkan usia (konsentrasi 7-dehidrokolesterol  dalam kulit menurun seiring dengan usia dan tipe kulit (melanin memblokir foton-foton UVB sehingga tidak bisa mencapai 7-dehidrokolesterol). Sinar UVB dari sebuah kotak cahaya telah ditunjukkan dapat meningkatkan vitamin D pada beberapa penelitian tetapi tidak menentukan dosis, frekuensi perlakuan yang diperlukan untuk munculnya respon tertentu, atau efek kuantitatif dari pigmentasi kulit dasar. Salah satu penelitian oleh Matsuoka dkk menguji partisipan kulit putih yang sehat dengan kulit tipe III menggunakan dosis sinar UVB gradasi seluruh tubuh mulai dari 3 sampai 30 mJ/cm2. Mereka menunjukkan pada populasi ini bahwa sekurang-kurangnya 18 mJ/cm2 diperlukan untuk menghasilkan peningkatan kadar vitamin D3 yang signifikan dalam serum diatas nilai awal dan masing-masing peningkatan sinar UVB akan meningkatkan kadar vitamin D3 secara sebanding. Sinar UVB telah digunakan untuk meningkatkan kadar 25-hidroksivitamin D (25-OH-D) pada pasien rawat inap sebagaimana dilaporkan dalam laporan dari beberapa negara. Pada salah satu penelitian, dari Belanda, para peneliti menyinari 1000 cm2 aspek bawah dari punggung 3 kali sepekan selama 12 pekan dengan 0,5 dosis eritema minimal untuk pasien yang berkulit terang. Mereka berhasil meningkatkan kadar 25-OH-D dari 7,2 ng/mL (18 nmol/L) menjadi 24 ng/mL (60 nmol/L). Juga ada sebuah laporan kasus yang menggunakan sinar UVB (dari tempat-tidur pengaplikasian tanning) untuk meningkatkan kadar vitamin D pada seorang pasien yang mengalami malabsorpsi parah akibat penyakit Crohn.
   
Tujuan dari penelitian kali ini adalah menentukan hubungan dosis respons antara keterpaparan UVB buatan dan konsentrasi vitamin D3 (kolekalsiferol) dan 25-OH-D dalam serum, keduanya sebagai sebuah fungsi pigmentasi kulit.

METODE

Partisipan
   
Kami merekrut 77 partisipan. Dari 72 yang menyelesaikan penelitian, ada 42 wanita dan 30 laki-laki; usia berkisar antara 19 sampai 49 tahun (Tabel 1). Mereka memiliki kesehatan umum yang baik, kebiasaan mengkonsumsi kurang dari 0,47 L susu per hari, dan memiliki kurang dari 10 jam keterpaparan sinar matahari per pekan selama periode penelitian. Kami mendapatkan informasi tentang penggunaan suplemen dan asupan susu melalui kuisioner. Kami mengeluarkan partisipan yang memiliki penyakit granulomatosa, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit tiroid, diabetes, dan kanker kulit, dan mereka yang sedang menjalani pengobatan dengan antikonvulsan, barbiturat, dan suplemen vitamin D yang mencakup multivitamin, steroid dalam semua bentuk, atau obat yang sensitif cahaya atau krim. Semua partisipan discreening dengan sebuah kuisioner tentang riwayat pemakaian tanning (penyamak), warna kulit yang dinilai sendiri, warna rambut, dan latar belakang etnis untuk menentukan tipe kulit Fitzpatrick mereka. Semua pasien berasal dari Omaha, Neb, dan komunitas-komunitas di sekitarnya. Proyek penelitian ini disetujui oleh badan review institusional kami dan semua partisipan diberikan permohonan izin tertulis. Dari 5 partisipan yang tidak menyelesaikan penelitian, dua dikeluarkan karena kesensitifan kulitnya terhadap sinar UVB, dua karena karena ketidakmampuan memenuhi kunjungan yang telah dijadwalkan, dan satu karena alasan pribadi. Tiga pasien lainnya dikeluarkan dari analisis karena tingkat keterpaparan yang tinggi terhadap sinar matahari (>40 jam) selama 4 pekan keterpaparan UVB, sehingga total pasien yang tersisa adalah 69.

Desain
   
Proyek penelitian ini dilakukan dalam bulan September sampai Juni selama 2 tahun berturut-turut dengan kebanyakan partisipan (72%) yang melengkapi keterpaparan terhadap kotak cahaya dari November sampai Maret dimana pada saat tersebut keterpaparan UVB dari sinar matahari bisa diabaikan pada ketinggian Omaha (41,2o LU). Pada kunjungan awal, berat dan tinggi masing-masing pasien diukur. Tinggi diukur 3 kali dengan menggunakan sebuah stadiometer dan nilai rata-ratanya diambil. Berat badan diukur dua kali menggunakan skala berkas seimbang (balance beam scale) dan rata-ratanya digunakan. Selama bulan September sampai Oktober dan April sampai Juni (dimana pada waktu-waktu ini panjang-gelombang UVB mampu menghasilkan vitamin D pada garis lintang 41,2o LU), partisipan diminta untuk mengingat kembali keterpaparan mereka terhadap sinar-matahari sejak kunjungan sebelumnya. Sampel serum untuk 25-OH-D dan vitamin D3 diambil pada awal penelitian, kemudian diambil setiap pekan selama 4 pekan, dan setelah 8 pekan. Sampel-sampel serum untuk kalsium dan hormon paratiroid (PTH) yang utuh diambil pada awal penelitian dan pada akhir pekan ke-4.

Intervensi
   
Semua partisipan mendapatkan dosis 20 hingga 80 mJ/cm2 sinar UVB 3 kali sepekan selama 4 pekan untuk total 12 perlakuan. Mereka memiliki sekitar 90% keterpaparan kulit yang dihitung berdasarkan penyesuaian “kaidah sembilan” untuk mewakili daerah permukaan tubuh orang dewasa. Daerah yang terpapar mencakup wajah dan tidak mencakup daerah yang ditutupi oleh pakaian dalam. Para partisipan diinstruksikan untuk tidak menggunakan pelindung matahari (sunscreen) saat mendapatkan perlakuan UVB. Kami memilih memperlakukan warna kulit yang lebih terang dengan dosis UVB yang lebih rendah (20 sampai 40 mJ/cm2) untuk menghindari luka lecur dan warna kulit yang lebih gelap dengan dosis yang lebih tinggi (50, 60, dan 80 mJ/cm2) untuk mendapatkan sebuah respons. Dosis dipertahankan selama penelitian untuk masing-masing subjek. Dosis kumulatif per subjek berkisar antara 240 mJ/cm2 sampai 960 mJ/cm2, tergantung pada kelompok perlakuan yang mereka tempati. Sinar UVB disalurkan melalui sebuah bilik sinar UV yang dipasang dalam unit dermatologi kami. Lampu-lampu UVB baru berkas-lebar dipasang pada awal penelitian. Bilik sinar dikalibrasi ulang setiap pekan dengan menggunakan UV meter.

Metode analitik
   
Sebuah meter reflektif (SmartProbe, IMS Inc, Milford, Conn) digunakan untuk mengukur warna kulit pada 3 tempat berbeda (aspek dalam atas dari lengan, lengan bawah, dan panggul) pada awal penelitian, setiap pekan selama 4 pekan, dan pada pekan ke-8. Koefisien variasi adalah 0,0833%. Pengukur refleksi/pantulan melaporkan tiga aksis kontinyu: “L*” (hitam ke putih), “a*” (merah ke hijau), dan “b*” (kuning ke biru). Kami melaporkan disini nilai L*, yang merupakan ukuran keterangan kulit pada aksis hitam/putih kontinyu, dengan 100 yang putih sempurna dan 0 yang hitam sempurna. Nilai-nilai yang diukur berdasarkan aspek dalam atas dari lengan (normalnya yang tidak terekspos ke sinar matahari) diambil untuk merefleksikan pigmentasi kulit konstitutif (atau dasar).
   
Kadar 25-OH-D serum ditentukan dengan radioimunoasai fase cair (IDS kit, ImmunoDiagnostic Syste, Fountain Hills, Ariz). Konsentrasi kolekalsiferol serum ditentukan dengan kromatografi cair kinerja-tinggai fase-terbalik. Kalsium diukur dengan sebuah autoanalyzer (Chiron Express Plus, Bayer Health-Care, Tarrytown, NY). PTH utuh diukur dengan radioimunoasai (Nichols Institute Diagnostics, San Clemente, Calif).

Statistik
   
Hubungan yang telah ditentukan antara respon 25-OH-D, keterpaparan UVB, dan pigmentasi kulit basal yang tidak terpapar menunjukkan bahwa respons terkait positif dengan keterpaparan UVB dan tingkat respon berbanding terbalik dengan pigmentasi kulit (atau, sebaliknya, sebuah fungsi langsung dari keterangan (lightness) kulit). Hubungan-hubungan ini secara sederhana bisa dituliskan sebagai berikut:

z = b * x * y     (persamaan 1)

dimana z adalah peningkatan yang ditimbulkan untuk kadar 25-OH-D dari nilai awal (dalam nmol/L); x adalah dosis UVB (dalam mJ/cm2 per sesi); y adalah keterangan kulit (dinyatakan sebagai nilai skor L* dari pengukur refleksi); dan b adalah parameter tunggal yang harus dipenuhi. Karena persamaan di atas merupakan persamaan hiperbolik, maka kami memasukkan peningkatan pada pekan ke-4 dan pekan ke-8 ke persamaan 1 dengan menggunakan kurva atau software (SigmaPlot, Versi 10). Dengan demikian, kami mendapatkan perkiraan nilai b, dan serangkaian residual. Residual ini dimasukkan sebagai variabel terikat dalam model regresi linear berganda yang menguji kontribusi usia, ukuran tubuh, konsentrasi 25-OH-D dasar, dan PTH serum dengan menggunakan software (SPSS, Versi 14, SPSS Inc, Chicago, Ill). Statistik deskriptif sederhana dan korelasi univariat dilakukan dengan menggunakan program statistik biasa.

HASIL

Karakteristik awal
   
Karakteristik pribadi dan biokimiawi yang berkaitan disebutkan pada Tabel 1. Dari yang paling tepat bagi pengamatan ini, kadar 25-OH-D awal berkisar mulai dari 6,8 sampai 48,5 ng/mL (17-1221 nmol/L) dan nilai L* berkisar antara 36,4 sampai 71,7 untuk kulit yang tidak terpapar. Orang yang berasal dari Eropa bagian utara akan memiliki nilai L* untuk kulit tidak terpapar sekitar 70; orang sub-Sahara Afrika akan memiliki nilai L* sekitar 50. Ada korelasi positif yang signifikan antara nilai L* kulit yang tidak terpapar dengan kadar 25-OH-D awal (korelasi Pearson r = 0,431, P<0,01). Disamping itu, 25-OH-D dan PTH secara signifikan berkorelasi terbalik (korelasi Pearson r = -0,337; P<0,1).
   
Dalam rentang nilai L*, ada perbedaan kadar 25-OH-D awal antara mereka yang memulai pada akhir musim panas dan mereka yang memulai pada bulan-bulan musim dingin, Januari sampai Maret. Mereka yang memulai pada akhir musim panas memiliki kadar 25-OH-D rata-rata 29,1 ng/mL (72,7 nmog/L) (median; rentang antarkuartil, 21,0-36,8 ng/mL [52,5-91,9 nmol/L]) dan yang memulai pada musim dingin emmiliki rata-rata 19,2 ng/mL (47,9 nmol/L) (median; rentang antarkuartil, 14,3-24,0 ng/mL [35,7-60 nmol/L]. Diantara seluruh kelompok, kadar 25-OH-D berada di bawah 32,1 ng/mL (80 nmol/L) pada 62 dari 69 partisipan (89,9%). Dari mereka yang masuk pada akhir musim panas, 7 dari 12 memiliki kadar awal 25-OH-D yang kurang dari 32,1 ng.mL (80 nmol/L) (58%), dan dari mereka yang masuk di musim dingin, 47 dari 49 memiliki kadar 25-OH-D yang kurang dari 32,1 ng/mL (80 nmol/L) (96%). Semua kecuali satu partisipan pada tertil terendah untuk skor L* defisien pada awal penelitian.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Relationship between glycemic index and weight loss

Cheerleaders are associated with many diet disorders