Perkembangan dan Struktur Kulit

KULIT: GAMBARAN UMUM
   
Kulit merupakan sebuah organ kompleks yang melindungi host-nya dari lingkungan, dan di saat yang sama memungkinkan interaksi dengan lingkungan. Kulit ini lebih dari sekedar perisai statis yang tidak dapat ditembus untuk gangguan-gangguan luar. Justru, kulit adalah sebuah tatanan sel, jaringan dan elemen-elemen matriks yang kompleks dan padu yang memperantarai berbagai fungsi: kulit menjadi pembatas permeabilitas fisik, melindungi dari agen penginfeksi, termoregulasi, sensasi, perlindungan dari sinar ultraviolet, perbaikan dan regenerasi luka, dan penampilan fisik luar (Tabel 7-1). Berbagai fungsi kulit ini diperantarai oleh satu atau lebih daerah-daerah utama yang terdapat dalam kulit yaitu eoidermis, dermis dan hipodermis (Gbr. 7-1). Lapisan-lapisan ini merupakan unit-unit fungsional yang saling tergantung; setiap daerah kulit bergantung pada dan terhubung dengan jaringan di sekitarnya untuk regulasi dan modulasi struktur dan fungsi normal pada tingkat molekuler, seluler, dan jaringan.
   

Meskipun epidermis dan stratum korneum terluarnya mewakili sebagian besar pembatas fisik oleh kulit, namun integritas struktural ulit secara keseluruhan sebagian besar diberikan oleh dermis dan hipodermis. Aktivitas-aktivitas antimikroba diberikan oleh sistem kekebalan alami dan sel-sel dendritik penampil antigen pada epidermis, sel-sel imun bersirkulasi yang bermigrasi dari demis, dan sel-sel penampil antigen dari dermis. Perlindungan dari sinar UV sebagian besar diberikan oleh sel-sel permukaan yang paling superfisial dari epidermis. Inflamasi dimulai dengan keratinosit-keratinosit epidermis atau sel-sel imun dermis, dan perangkat sensoris yang berasal dari saraf-saraf yang pada awalnya melintasi hipodermis ke dermis dan epidermis, dan berujung pada orga-organ reseptir khusus atau ujung-ujung saraf bebas. Pembuluh darah yang paling besar pada kulit ditemukan dalam hipodermis, yang berfungsi untuk mentransport gizi dan sel-sel imigran (lihat Gbr. 6-1). Perjalanan limfatik kutaneous dalam dermis dan hipodermis, berfungsi utnuk menyaring debris dan meregulasi hidrasi jaringan. Apendase epidermal memberikan fungsi protektif dan sensoris khusus. Kulit juga menentukan kenampakan fisik seseorang, yang dipengaruhi oleh pigmentasi yang dihasilkan melanosit, dengan kontur-kontur tubuh, penampilan usia, dan kerusakan aktinik yang dipengaruhi oleh dermis,m epidermis, dan hipodermis. Kulit mulai terorganisir selama embriogenesis, dimana sinyal-sinyal interseluler dan intraseluler, serta hubungan resiprok antara laposan-lapisan jaringan berbeda, bersifat sebagai instrumen dalam mengatur pematangan akhir dari berbagai komponen kulit.
   
Berikut adalah pemaparan terpadu tentang sifat-sifat struktural utama kulit dan bagaimana struktur-struktur ini mencapai fungsi utamanya, diikuti dengan sebuah review tentang asal-usul embriologinya. Juga disinggung penyakit-penyakit kutaneous ilustratif yang terjadi ketika fungsi-fungsi ini terganggu. Pemahaman basis genetika dan molekuler penyakit kulit telah menguatkan dan mengungkap banyak faktor dan elemen-elemen regulatory yang memegang peranan penting dalam fungsi kulit.

EPIDERMIS
   
Salah satu komponen kulit yang paling penting dan paling tampak adalah epidermis (Gbr. 7-2). Epidermis merupakan sebuah struktur yang terus memperbaharui diri sehingga menghasilkan struktur-struktur turunan yang disebut apendase (unit-unit pilosebsea,m kuku, dan kelenjar keringat). Epidermis memiliki ketebalan yang berkisar antara 0,4 sampai 1,5 mm, berbanding dengan 1,5 sampai 4,0 mm ketebalan seluruh kulit. Kebanyakan sel dalam epidermis adalah keratinosit yang diorganisir menjadi empat lapisan, yang diberi nama sesuai posisi atau sifat struktural dari sel. Sel-sel ini secara progresif berdiferensiasi dari sel-sel basal proliferatif, melekat pada membran dasar epidermal, juga melekat pada stratum korneum yang berdiferensiasi secara terminal dan berkeratin, lapisan terluar dan pembatas kulit. Keratinosit ini disela-selai pada berbagai tingkatan oleh sel-sel residen imigran – melanosit, sel Langerhans, dan sel Merkel. Sel-sel lain, seperti limfosit, adalah penghuni sementara dari epidermis dan sangat jarang pada kulit normal. Ada banyak perbedaan antara epidermis dan apendasenya, beberapa dari perbedaan ini tampak secara kasar, seperti ketebalan (seperti kulit palmoplantar dan kulit trunkus, Gbr. 7-3); sedangkan perbedaan lainnya hanya dapati diamati dengan mikroskop.
   
Perubahan-perubahan patologik pada epidermis bisa terjadi sebagai akibat dari beberapa stimuli: trauma mekanis yang berulang, inflamasi, infeksi, aktivitas sistem imun dan kelainan-kelainan sitokin, autoantibodi, atau cacat-cacat genetik yang mempengaruhi diferensiasi atau protein-protein struktural.

Lapisan-Lapisan Epidermis
   
Lapisan basal. Keratinosit merupakan sebuah sel terbentuk secara ektodermal dan merupakan tipe sel utama dalam epidermis, mewakili sekurang-kurangnya 80 persen total sel. Peran akhir dari sel-sel ini adalah memberikan kontribusi bagi komponen untuk pembatas epidermal seperti stratum korneum. Sehingga, banyak dari fungsi epidermis yang bisa diperoleh dari kajian terhadap struktur dan perkembangan keratinosit.
   
Diferensiasi keratinosit (keratinisasi) merupakan serangkaian perubahan morfologi dan kejadian metabolik yang kompleks, teregulasi, dan terprogram yang hasil akhirnya adalah keratinosit mati yang berdiferensiasi secara terimal yang mengandung protein matriks berfilamen, dan sebuah membran plasma yang diperkuat protein dengan lipid yang terkait permukaan.
   
Keratin adalah famili dari filamen-filamen intermediet dan merupakan penanda dari semua sel eipdermal, termasuk keratinosit. Mereka memilik peraan struktural dalam sel.
   
Lapisan basal (stratum germinativum) mengnadung keratinosit-keratinosit yang berbentuk kolumnar dan aktif secara mitotik yang melekat melalui filamen-filamen keratin (K5 dan K14) ke zona membran dasar pada hemidesmosom, yang melekat ke sel lain di sekelilingnya melalui desmosom, yang menghasilkan sel dari lapisan epidermal berdiferensiasi yang lebih ke permukaan. Analisis ultrastruktural menunjukkan keberadaan vakuola-vakuola terikat membran yang mengandung melanosom-melanosom berpigmen yang ditransfer dari melanosit melalui fagositosis. Pigmen dalam melanosom memberikan kontribusi bagi pigmentasi kulit secara keseluruhan yang dapat dilihat secara makroskopis. Lapisan basal adalah lokasi utama untuk sel-sel epidermis yang aktif secara mitotik. Kajian kinetika sel menunjukkan bahwa sel-sel lapisan basal menunjukkan potensial-potensial proliferatif berebda (sel-sel batang, sel-sel pengamplifikasi sementara, dan sel-sel postmitotik), dan penelitian in vivo dan in vitro menunjukkan bahwa ada sel-sel batang epidermal yang hidup lama. Karena sel-sel basal bisa berekspansi dalam kultur jaringan dan digunakan untuk merekonstitusi epidermis yang cukup untuk menutupi seluruh permukana kulit dari pasien yang mengalami luka bakar, maka dianggap mengandung sel-sel batang berumur lama dengan potensi proliferatif yang ekstensif.
   
Banyak data yang medukung eksistensi sel-sel batang epidermal multipotensial dalam daerah bulge folikel rambut berdasarkan sifat-sifatnya. Sel-sel dari dari daerah ini mampu berkontribusi bagi pembentukan tidka hanya seluruh unit pilosebasea, tetapi juga berkontribusi bagi epidermis folikular.
   
Eksistensi sebuah populasi progenitor tambahan dari sel, dalam lapisan basal epidermal permukaa, juga didukung oleh beberapa bukti, baik in vitro maupun in vivo. Sel-sel badant basal putatif ini tampaknya klobogenik, berkembang dengan cepat melalui fase-S dari siklus sel, dan membelah tidak sering selama pembaharuan sendiri yang stabil. Disamping itu, mereka mampu melakukan pembelahan sel sebagai respon terhadap agen-agen eksogen dan endogen. Banyak eksperimen yang telah mengidentifikasi bahwa keratinosit terorganisir ke dalam kolom-kolom vertikal dari sel-sel yang berdiferensiasi dengan progresif, yang disebut unit proliferasi epidermal.
   
Tipe kedua dari sel, sel pengamplifikasi sementara dari lapisan basal, muncul sebaai sebuah sub-kelompok sel saudara yang dihasilkan dengan pembelahan sel-sel batang yang tidak sering. Sel-sel ini memberikan banyak pembelahan sel yang diperlukan untuk pembaharuan-sendiri yang stabil dan merupakan sel paling umum dalam bagian basal. Setelah mengalami beberapa pembelahan sel, sel-sel ini melahirkan kelompok sel basal epidermal ketiga, sel-sel postmitotik yang mengalami diferensiasi terminal. Walaupun telah lama diyakini terlepas dari lamina basal untuk bermigrasi ke posisi yang lebih dangkal dalam epidermis, namun bukti terbaru telah menunjukkan bahwa pembelahan sel-sel basal asimetris yang relatif terhadap membran dasar bisa secara langsug melahirkan sel saudara yang berdiferensiasi suprabasal. Pada manusia, waktu transit normal untuk sebuah sel basal, mulai sejak kehilangan kontak dengan lapisna basal sampai memasuki stratum korneum, adalah sekurang-kurangnya 14 hari. Transit melalui stratum korneum dan deskuamasi selanjutnya memerlukan 14 hari lagi. Periode-periode waktu ini bisa berubah pada keadaan-keadaan hiperproliferatif atau keadaan-keadaan yang tertunda pertumbuhan.
   
Lapisan spinous. Bentuk, struktur, dan sifat subseluler sel-sel spinous  terkait dengan posisinya dalam epidermis-tengah. Disebut lapisan spinous karena kenampakannya batas-batasn selnya yang mirip jarum pada pemeriksaan histologis. Sel spinous suprabasal berbentuk polihedral dengan nukleus yang bulat. Ketika sel-sel ini berdiferensiasi dan bergerak ke atas epidermis, mereka menjadi lebih datar dan melahirkan organel-organel yang disebut lamellar granules. Sel-sel spinous juga mengandung banyak filamen keratin, yang terorganisir di sektiar nukleus dan disisipkan kedalam desmosom secara perifer.
   
Sel-sel spinous mempertahakan keratin K5/K14 stabil yang dihasilkan dalam lapisan basal tetapi tidak mensintesis mRNA baru untuk protein-protein ini, kecuali pada penyakit-penyakit hiperproliferatif. Sebagai gantinya, sistesis baru pasangan keratin K1/k10  terjadi pada lapisan epidermal ini. Keratin-keratin ini adalah ciri khas pola diferensiasi epidermal sehingga disebut sebagai keratin spesifik-diferensiasi atau keratin spesifik-keratinisasi. Pola diferensiasi normal ini berubah menjadi jalur alternatif dalam keadaan hiperproliferatif. Pada kondisi-kondisi seperti psoriasis, keratosa aktinik, dan penyembuhan luka, sintesis mRNA K1 dan K10 dan protein dikurangi, dan sintesis dan translasi pesan untuk K6 dan K16 ditingkatkan. Yang berkorelasi dengan perubahan ekspresi keratin ini adalah gangguan diferensiasi normal dalam lapisan epidermal granular dan cornified selanjutnya. mRNA untuk K6 dan K16 normalnya terdapat dalam epidermis, tetapi pesan ini hanya ditranslasi apada stimulasi proliferasi.
   
“Jarum” dari lapisan spinous merupakan desmosom yang melimpah jumlahnya, modifikasi-modifikasi permukaan sel dependen-kalsium yang mempromosikan adhesi sel-sel epidermal dan resistensi terhadap stress mekanis. Dalam masing-masing sel terdapat plak desmosomal, yang mengandung polipeptida plakoglobin, desmoplakin I dan II, keratokalmin, desmoyokin, dan plakophilin. Glikoprotein transmembran – desmogelin 1 dan 3 dan desmokolin I dan II, anggota dari famili cadherin – memberikan sifat-sifat adhesif pada bagian ekstraseluler dari desmosom, yang dikenal sebagai inti. Sedangkan domain ekstraseluler dari cadherin membentuk bagian inti, domain intraseluler masuk ke dalam plak, menghubungkannya dengan sitoskeleton filamen intermediet (keratin). Walaupun desmosom terkait dengan sambungan-sambungan adheren, yang terakhir ini terkait dengan mikrofilamen aktin pada interfase sel – sel, melalui sebuah kumpulan achderin yang berbeda (misalnya E-cadherin) dan molekul pengadaptasi katenin intraseluler.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Relationship between glycemic index and weight loss

Prosedur dan Alat Diagnostik