Degenerasi aktinik dan perubahan pigmen yang berkaitan dengan pengobatan psoralen dan UVA: sebuah studi prospektif 20 tahun

Abstrak

Latar belakang: Perubahan penampilan kulit yang mencakup degenerasi aktinik dan perubahan pigmen telah ditemukan pada pasien-pasien yang diobati dengan psoralen dan UVA (PUVA).

Tujuan: Tujuan kami dalam penelitian ini adalah mengukur faktor-faktor risiko untuk meningkatnya luasan dan perkembangan degenerasi aktinik dan perubahan pigmen pada kulit pasien yang diobati dengan PUVA.

Metode: Berdasarkan pemeriksaan dermatologi standar di tahun 1977 dan 1998 terhadap pasien-pasien yang terdaftar dalam Studi Lanjutan PUVA, kami memperkirakan prevalensi dan perubahan tingkat degenerasi aktinik dan abnormalitas pigmen pada tangan dan bokong.

Hasil: Mulai dari 1977 sampai 1998, prevalensi degenerasi aktinik sedang atau parah berkurang dari 15,6% menjadi 60,5% pada tangan dan dari 2,2% menjadi 21,3% pada bokong. Selama periode yang sama ini, prevalensi perubahan pigmen meningkat dari 15,6% menjadi 58,6% pada tangan dan 12,6% sampai 24,7% pada bokong. Tingkat keterpaparan terhadap PUVA merupakan indikator terkuat untuk tingkat degenerasi aktinik atau perubahan pigmen klinis yang meningkat.

Kesimpulan: Keterpaparan jangka-panjang terhadap PUVA terkait dengan peningkatan degenerasi aktinik dan abnormalitas pigmen yang terus menerus pada kulit baik di bagian yang sering terpapar sinar matahari maupun yang terlindungi dari sinar matahari.

Keterpaparan jangka-panjang terhadap sinar matahari dan keterpaparan terhadap psoralen dan UVA (PUVA) terkait dengan risiko kanker yang lebih tinggi, terjadinya lesi berpigmen, perubahan-perubahan penampilan kulit baik secara klinis maupun histologis, dan perubahan-perubahan fungsional. Perubahan-perubahan penampilan kulit ini disebut dengan beberapa istilah seperti penuaan kulit, degenerasi aktinik, elastosis matahari, dan dermatoheliosis. Keterpaparan terhadap lebih dari 200 pengobatan PUVA secara signifikan meningkatkan risiko jangka-panjang untuk karsinoma sel skuamus dan melanoma. Sekitar 20 tahun yang lalu, kami melaporkan peningkatan risiko “degenerasi aktinik”, istilah yang akan kami gunakan dalam tulisan ini yang berarti perubahan-perubahan penampilan kulit secara klinis yang sering terkait dengan keterpaparan sinar matahari. Frekuensi perubahan ini paling tinggi diantara orang-orang yang memiliki keterpaparan lebih besar terhadap PUVA. Pada waktu itu, kami juga menyebutkan perkembangan makula-makula berpigmen tidak beraturan yang dikenal sebagai lentigo PUVA. Frekuensi temuan ini juga meningkat seiring dengan keterpaparan terhadap dosis PUVA yang lebih tinggi. Temuan-temuan ini mencerminkan pengalaman pasien 5 tahun pertama dalam Studi Follow Up PUVA, sebuah studi kohort yang melibatkan 16 rumah sakit universitas dengan menindaklanjuti 1380 pasien sejak pertama kali diobati dengan PUVA di tahun 1975 dan 1976.
   
Pada tahun 1998, kami menawarkan pemeriksaan kulit kepada para peserta Studi Lanjutan ini yang mencakup penilaian kerusakan aktinik dan lentigo/bercak-kecokelatan oleh seorang ahli kulit. Artikel kali ini memaparkan sebuah penilaian hubungan antara penggunaan PUVA, penggunaan terapi psoriasis lainnya, karakteristik demografi pasien, dan peningkatan luasan degenerasi aktinik dan lentigo pada dua tempat anatomi selama periode lebih dari 20 tahun.

METODE
   
Pada tahun 1975 dan 1976, Studi Lanjutan PUVA mendaftarkan 1380 pasien yang pertama kali diobati dengan PUVA di 16 rumah sakit universitas. Pasien-pasien ini selanjutnya setuju mengikuti follow-up jangka panjang untuk menilai toksisitas jangka panjang dari pengobatan ini. Semua pasien telah menjalani pemeriksaan pra-pengobatan yang menilai kerusakan aktinik pada tangan dan trunkus, dan lentigo pada daerah-daerah yang terpapar sinar matahari. Pada tahun 1977, kami melakukan pemeriksaan kulit pertama yang mencakup kriteria khusus dan pelatihan pengamat untuk penilaian degenerasi aktinik dan lentigo (perubahan pigmen) pada dua tempat khusus, yaitu tangan dan bokong. Setelah itu, pemeriksaan fisik tambahan yang disponsori oleh penelitian dilakukan secara berkala. Pemeriksaan kulit yang paling akhir diberikan kepada pasien di tahun 1998 dan 1999. Format penelitian mencakup standar-standar fotografi untuk penilaian kerusakan aktinik dan perubahan pigmen pada 2 bagian tubuh yang sama seperti yang dinilai sebelumnya. Kriteria fotografi untuk degenerasi aktinik dan perubahan pigmen yang parah juga disediakan (Gbr. 1 dan 2).
   
Saat direkrut (1975-1976), kami mencatat karakteristik demografi dan fenotip pasien kohort dan pengobatan-pengobatan psoriasis sebelumnya. Setelah pendaftaran, studi lanjutan PUVA telah mengevaluasi secara sistematis penggunaan terapi psoriasis. Dalam analisis ini, kami menggunakan penilaian dokter tentang luasan perubahan pigmen (lentigo/bercak kecoklatan) dan degenerasi aktinik yang berasal dari pemeriksaan fisik pada 2 titik waktu, 1977 dan follow-up paling akhir (1997-1998). Untuk semua pemeriksaan, tempat anatomi yang sama diperiksa (dorsum tangan dan bokong), dan kriteria penggolongan dan kategori yang sama digunakan (tidak ada, ringan, sedang, atau parah).
   
Pada akhir 1998, dari 1380 pasien yang pada awalnya didaftar dalam penelitian pada 1975 dan 1976, 92 diantaranya keluar dari penelitian dan 446 telah meninggal, sehingga menyisakan 842 pasien yang masih aktif. Dari 842 pasien ini, 722 berpartisipasi dalam wawancara, dan dari jumlah ini, 599 (83%) bersedia menjalani pemeriksaan fisik yang mencakup penilaian klinis perubahan aktinik perubahan pigmen dengan menggunakan kriteria standar yang dicatat pada format-format standar yang dibuat oleh kelompok kami.
   
Disamping mengukur prevalensi tingkat degenerasi aktinik yang berbeda dan perubahan pigmentasi pada 2 titik waktu (1977 dan 1997-1998), kami juga menilai hubungan antara karakteristik pasien dan keterpaparan dengan keberadaan degenerasi aktinik sedang atau parah di tahun 1998 diantara pasien-pasien kohort yang ditemukan tidak mengalami atau hanya sedikit mengalami degenerasi aktinik pada pemeriksaan tahun 1977 di tempat anatomi yang sama. Secara terpisah kami meneliti perubahan-perubahan untuk lentigo pada tempat-tempat anatomi yang sama pada pasien yang yang tidak memiliki atau memiliki sedikit perubahan pigmen pada tahun 1977. Untuk semua analisis, kami menggunakan regresi logistik untuk menentukan hubungan antara karakteristik pasien dan keterpaparan terhadap masing-masing dari titik waktu yang diinginkan. Semua analisis dilakukan dengan menggunakan program statistik (Sata, College Station, Tex). Karakteristik pasien dan keterpaparan yang dinilai mencakup usia, jenis kelamin, tipe kulit, frekuensi penggunaan tar dan/atau UVB (dengan keterpaparan tinggi didefinisikan sebagai “lebih besar dari atau sama dengan 300 pengobatan UVB dan/atau 45 bulan penggunaan tar topikal”), metotreksat (dengan keterpaparan tinggi didefinisikan sebagai “sekurang-kurangnya 36 bulan pemakaian”), dan PUVA. Semua variabel yang terkait signifikan dengan perkembangan pada titik akhir spesifik dalam analisis univariat dimasukkan dalam analisis multivariat.

HASIL

Degenerasi aktinik
   
Tabel I menunjukkan persentase pasien yang diperiksa pada tahun 1977 dan 1998 dengan tingkat degenerasi aktinik sedang atau parah yang ditemukan pada masing-masing pemeriksaan. Seperti terlihat di Tabel I, apabila hasil pemeriksaan tahun 1977 dan 1998 dibandingkan, terdapat peningkatan signifikan (P<0,05 [semua perbandingan, uji x2]) dan peningkatan substansial untuk prevalensi degenerasi aktinik sedang dan parah pada bagian tangan dan bokong untuk semua sub-kelompok. Beberapa dari peningkatan kemungkinan merupakan refleksi dari penuaan. Banyak dari peningkatan degenerasi aktinik ini kemungkinan mencerminkan efek dari berbagai keterpaparan.
   
Apabila pemeriksaan-pemeriksaan di tahun 1977, yang dicatat rata-rata 1,8 tahun setelah pengobatan pertama, dan hasil 1998 dibandingkan, maka peningkatan mutlak prevalensi degenerasi aktinik sedang atau parah lebih besar untuk pria dibanding wanita pada bagian tangan dan bokong (P < 0,05). Tingkat keterpaparan yang meningkat terhadap PUVA terkait dengan peningkatan prevalensi degenerasi aktinik sedang atau parah pada kedua bagian anatomi (tangan dan bokong) (P < 0,001).
   
Karena data kami adalah data prospektif, maka kami harus menentukan faktor-faktor yang terkait dengan peningkatan degenerasi aktinik yang substansial pada individu yang sama selama lebih dari 20 tahun penelitian kami. Dengan demikian, kami menentukan hubungan berbagai variabel pasien yang mengalami degenerasi aktinik yang semakin memburuk dari tidak ada atau sedikit degenerasi aktinik, sebagaimana dinilai pada pemeriksaan 1977, sampai degenerasi aktinik sedang atau parah, sebagaimana dinilai pada tahun 1998, untuk masing-masing dari kedua tempat anatomi. Dalam analisis univariat, risiko pemburukan degenerasi aktinik (yakni, terjadinya degenerasi aktinik sedang atau parah) terkait signifikan dengan usia yang lebih tua dan terkait dengan keterpaparan yang meningkat terhadap PUVA pada kedua tempat anatomi (tangan dan bokong) (Tabel II). Rasio ganjil untuk peningkatan degenerasi aktinik dari pemeriksaan pertama sampai pemeriksaan terakhir tidak berbeda signifikan untuk variabel jenis kelamin, tingkat keterpaparan terhadap tar dan UVB, atau tipe kulit (Tabel II). Dengan peningkatan keterpaparan terhadap PUVA, rasio ganjil untuk memburuknya degenerasi aktinik lebih tinggi pada bokong, sebuah bagian tubuh yang tertutupi dari sinar matahari tetapi sering terpapar terhadap PUVA, dibanding pada tangan, bagian tubuh yang terpapar terhadap PUVA maupun sinar matahari alami (Tabel II). Analisis multivariat, yang disesuaikan untuk prediktor signifikan lainnya dari risiko untuk mengalami degenerasi aktinik sedang sampai parah pada kedua tempat anatomi (tangan dan bokong), hasil yang diperoleh mirip dengan hasil pada analisis univariat. Tidak mengherankan, jumlah pengobatan PUVA pada follow-up terakhir di tahun 1998 (kebanyakan didapatkan setelah pemeriksaan follow-up pertama) tidak berkorelasi kuat dengan tingkat degenerasi aktinik pada kedua bagian tubuh di tahun 1977 (data tidak ditunjukkan).
   
Faktor-faktor risiko untuk memburuknya degenerasi aktinik pada tangan dan bokong dari tahun 1977 sampai 1998 sedikit berbeda (Tabel II). Pada tangan, risiko untuk mengalami degenerasi aktinik sedang atau parah berkorelasi kuat dengan usia. Pada analisis univariat dan multivariat, usia tidak menjadi indikator yang signifikan untuk memburuknya degenerasi aktinik pada bokong. Tingkat keterpaparan terhadap PUVA berkorelasi kuat dengan risiko pemburukan degenerasi aktinik pada bokong (Tabel II). Setelah disesuaikan untuk usia, pasien yang memiliki lebih dari 300 pengobatan PUVA hampir sembilan kali lebih besar kemungkinannya mengalami perubahan hasil pemeriksaan kerusakan aktinik dari tidak ada menjadi ringan pada tahun 1977 sampai menjadi sedang atau parah pada tahun 1998 dibanding pasien yang memiliki kurang dari 100 pengobatan PUVA. Setelah disesuaikan untuk total dosis, penghentian PUVA sekurang-kurangnya 5 tahun sebelum pemeriksaan di tahun 1998 tidak secara signifikan mengurangi rasio ganjil untuk memburuknya degenerasi aktinik dari 1977 sampai 1998 (P > 0,05). Pada tangan, hubungan signifikan antara pemburukan degenerasi aktinik dan keterpaparan yang lebih besar terhadap PUVA hanya ditemukan pada pasien yang terpapar terhadap sekurang-kurangnya 300 pengobatan (Tabel II).

Perubahan pigmen
   
Secara keseluruhan, proporsi pasien yang mengalami perubahan pigmen sedang atau parah (lentigo PUVA) secara signifikan lebih tinggi pada 1998 dibanding pada 1997 (Tabel III). Dari 1977 sampai 1998, proporsi pasien yang mengalami perubahan pigmen seperti ini menjadi tiga kali lipat pada tangan dan hampir dua kali lipat pada bokong. Pasien yang berusia 30 tahun atau kurang pada saat pemeriksaan mereka yang pertama (tahun 1977) jauh lebih kecil kemungkinannya mengalami perubahan pigmen sedang atau parah pada tangan di kedua pemeriksaan (tahun 1997-1998, yakni ketika mereka telah berusia 50 tahun; dan 1977-1978, yakni ketika mereka berusia di bawah 30 tahun) dibanding pasien yang lebih tua (Tabel III). Prevalensi perubahan pigmen sedang dan parah pada bokong juga jauh lebih rendah pada orang yang lebih muda (usia kurang dari 30 tahun pada 1977) di tahun 1977, tetapi ini terjadi pada tahun 1998 (Tabel III). Pasien yang terpapar terhadap 300 atau lebih pengobatan PUVA hampir 5 kali lebih besar kemungkinannya mengalami perubahan pigmen sedang atau parah pada bokongnya untuk pemeriksaan kulit mereka yang terakhir dibanding pasien yang mendapatkan kurang dari 100 pengobatan PUVA (Tabel III). Setelah disesuaikan untuk dosis PUVA seumur hidup, penghentian PUVA selama sekurang-kurangnya 5 tahun sebelum pemeriksaan akhir terkait dengan risiko pemburukan perubahan pigmen yang lebih rendah (rasio ganjil = 0,60, 95% interval kepercayaan = 0,37 sampai 0,99).
   
Seperti disebutkan pada Tabel IV, kami memeriksa korelasi antara karakteristik dan keterpaparan pasien dengan keberadaan perubahan pigmen sedang atau parah di tahun 1998 diantara pasien yang tidak mengalami atau memiliki sedikit perubahan pigmen yang dicatat pada tempat anatomi tersebut dalam pemeriksaan di tahun 1977-1998. Dalam analisis univariat, hanya tingkat keterpaparan PUVA dan usia yang terkait signifikan dengan rasio ganjil pemburukan perubahan pigmen pada belakang tangan (Tabel IV). Risiko pemburukan perubahan pigmen yang lebih besar pada tangan dengan keterpaparan lebih besar terhadap PUVA tetap diamati meski setelah disesuaikan untuk usia. Setelah penyesuaian untuk keterpaparan PUVA (sebagai sebuah variabel kontinyu), korelasi antara usia dan pemburukan perubahan pigmen tidak signifikan (Tabel IV). Setelah disesuaikan untuk usia, peningkatan risiko yang substansial (rasio ganjil > 2,5) untuk mengalami perubahan pigmen sedang atau parah pada tangan pasien yang sebelumnya sedikit mengalami perubahan pigmen di tahun 1977  hanya ditemukan pada pasien yang mendapatkan sekurang-kurangnya 300 keterpaparan terhadap PUVA (Tabel IV).
   
Pada analisis univariat dan setelah disesuaikan untuk usia, keterpaparan yang meningkat terhadap PUVA berkorelasi signifikan dengan rasio ganjil yang meningkat untuk mengalami perubahan pigmen sedang atau parah pada bokong (Tabel IV). Setelah disesuaikan untuk usia, pasien yang memiliki keterpaparan sampai sekurang-kurangnya 300 pengobatan PUVA adalah 10 kali lebih besar kemungkinannya mengalami perubahan pigmen sedang atau parah pada tahun 1998 dibanding pasien yang dulunya mendapatkan kurang dari 100 pengobatan PUVA (Tabel IV). Setelah disesuaikan untuk keterpaparan PUVA, usia bukanlah indikator yang signifikan untuk perkembangan perubahan pigmen pada kedua bagian anatomi (tangan dan bokong).

PEMBAHASAN
   
Perubahan penampilan, histologi, dan fungsi kulit terjadi seiring dengan penuaan kronologis dan keterpaparan terhadap sinar matahari dan agen terapeutik dan faktor lingkungan lainnya. Penampilan kulit setelah keterpaparan lama terhadap sinar matahari bisa mencakup pengerutan, perubahan pigmen dan perubahan tekstur. Perubahan histologis pada struktur epidermal dan dermal penampilan komponen dasar dari kulit (keratinosit, melanosit, kolagen, pembuluh darah, dan jaringan elastis) juga terjadi seiring dengan penuaan kronologis dan berbagai keterpaparan.
   
Perubahan-perubahan yang mirip secara klinis dan histologis tetapi tidak identik, pada mereka yang mengalami keterpaparan sinar matahari, ditemukan setelah keterpaparan jangka-pendek terhadap PUVA 2 sampai 6 tahun. Perubahan tekstur dan penampilan kulit seperti pengerutan, telangiektasia, dan tanda-tanda kulit yang kami sebut degenerasi aktinik ditemukan terjadi pada minoritas pasien yang diobati dengan PUVA ketika diperiksa lebih dari 5 tahun setelah pendaftaran dalam sebuah studi klinik dari studi kohort kami. Peneliti lain telah menemukan temuan-temuan yang mirip diantara beberapa pasien yang memiliki keterpaparan dosis-tinggi terhadap PUVA. Setelah 6 tahun follow-up, kami juga menemukan peningkatan prevalensi lesi-lesi berpigmen pada kulit yang terpapar PUVA atau bercak kecokelatan yang berbeda dengan lentigo yang ditimbulkan sinar matahari. Pada lentigo PUVA, melanosit-melanosit lebih besar dan lebih sering menunjukkan keasingan sitologi dibanding yang diamati dengan keterpaparan sinar matahari kronis. Walaupun kami kekurangan pengukuran,  namun kesan klinis kami adalah bahwa lentigo-lentigo yang diamati pada pasien yang terpapar terhadap dosis PUVA tinggi sering berwarna lebih gelap dan lebih tidak beraturan batasnya dibanding lentigo-lentigo yang ditemukan pada bagian yang terkena sinar matahari pada orang-orang yang tidak memiliki riwayat keterpaparan PUVA.
   
Pada tahun 1998, kami sekali lagi menawarkan pemeriksaan kulit kepada semua pasien yang masih bertahan dalam kohort PUVA. Sebagai bagian dari pemeriksaan ini, para ahli kulit diminta untuk menilai besarnya kerusakan aktinik dan perubahan pigmen pada 2 tempat anatomi, yaitu: belakang tangan dan bokong. Kriteria yang digunakan untuk menilai tingkat kerusakan sama seperti pemeriksaan sebelumnya yang dilakukan di tahun 1977, kurang dari 2 tahun setelah pasien ini mendapatkan pengobatan PUVA yang pertama. Seperti ditunjukkan pada Gbr 1 dan 2, kriteria fotografik untuk penilaian degenerasi aktinik dan perubahan pigmen diberikan untuk masing-masing pemeriksa sebagai bagian dari bentuk pemeriksaan akhir. Selama lebih dari 20 tahun sejak 1997 sampai 1998, keterpaparan kumulatif terhadap PUVA menjadi tiga kali lipat. Pasien juga sudah menua dan terpapar terhadap sinar matahari alami. Beberapa pasien juga menggunakan sinar UVB untuk pengobatan psoriasis dan kondisi-kondisi lain.
    Dari tahun 1977 sampai 1998, prevalensi degenerasi aktinik sedang atau parah pada tangan menjadi tiga kali lipat. Pada bokong, prevalensi degenerasi aktinik yang besarnya tiga kali lipat meningkat hampir 10 kali lipat. Kebanyakan pria dan wanita memiliki degenerasi aktinik yang sedang sampai parah di tahun 1998 pada tangan dan 1 diantara 5 pasien memiliki degenerasi aktinik seperti ini pada bokongnya. Pada kedua pemeriksaan, prevalensi degenerasi aktinik sedang atau parah tidak berbeda signifikan berdasarkan tipe kulit. Keterpaparan terhadap tar dan/atau UVB yang tinggi tidak berkorelasi dengan prevalensi degenerasi aktinik yang lebih tinggi pada pemeriksaan manapun di tempat manapun (tangan atau bokong). Karena korelasi kuat antara penggunaan tar dan keterpaparan UVB, maka variabel “kadar tar atau UVB yang tinggi” kemungkinan menjadi pembaur dan analogi kami bisa tidak tepat tentang efek UVB. Risiko untuk mengalami degenerasi aktinik yang sedang sampai parah pada tangan hanya meningkat sedang ketika keterpaparan terhadap PUVA meningkat. Pada bokong, risiko ini berkorelasi kuat dengan jumlah pengobatan PUVA dan tidak berkorelasi signifikan dengan tingkat keterpaparan terhadap UVB atau metotreksat, atau terhadap tipe kulit. Pasien yang mendapatkan lebih dari 300 pengobatan PUVA memiliki risiko yang 8 kali lebih tinggi untuk mengalami perubahan sedang atau parah dibanding dengan yang mendapatkan kurang dari 100 pengobatan. Temuan ini menunjukkan bahwa degenerasi aktinik pada bokong pada dasarnya adalah refleksi dari penggunaan PUVA, tetapi pada tangan (dan kemungkinan tempat-tempat yang terpapar sinar matahari lainnya), keterpaparan lain, dan kemungkinan usia, adalah penentu untuk degenerasi aktinik. Penghentian PUVA selama 5 tahun tidak terkait dengan risiko degenerasi aktinik yang berkurang pada bokong, sehingga menunjukkan adanya efek persisten yang telah diamati pada fibroblast yang diobati dengan PUVA.
   
Pada tangan, kejadian kelainan-kelainan pigmen yang meningkat lebih kuat kaitannya dengan jumlah pengobatan PUVA dibanding yang diamati untuk degenerasi aktinik. Tingkat keterpaparan terhadap UVB dan/atau tar dan tipe kulit tidak menjadi indikator yang signifikan untuk memburuknya perubahan pigmen.
   
Setelah 6 tahun, prevalensi degenerasi aktinik sedang atau parah dan perubahan pigmen pada pasien yang diobati dengan PUVA cukup rendah. Setelah lebih dari 20 tahun, individu yang mendapatkan lebih dari 300 pengobatan PUVA memiliki prevalensi degenerasi aktinik sedang atau parah dan/atau perubahan pigmen pada bokong yang melebihi 40%. Keterpaparan kumulatif terhadap PUVA merupakan indikator yang paling penting untuk tingkat perubahan pigmen baik pada yang terlindungi maupun yang tidak terlindungi dari sinar matahari.
   
Konsekuensi fungsional dari degenerasi aktinik yang terkait PUVA dan hubungan yang mungkin antara perubahan pigmen dengan risiko melanoma ganas belum diketahui. Walaupun risiko melanoma dalam kohort kami meningkat, namun hubungan yang jelas antara tingkat perubahan pigmen dan risiko melanoma tidak ditemukan dalam data kami. Dalam kohort kami, tingkat perubahan aktinik dan perubahan pigmen dan risiko kanker sel skuamus semuanya berkorelasi kuat dengan keterpaparan kumulatif terhadap PUVA. Akan tetapi, besarnya degenerasi aktinik atau perubahan pigmen tidak dapat membantu dalam memprediksikan risiko kanker sel skuamus di masa mendatang disamping yang diprediksi dengan keterpaparan kumulatif terhadap PUVA (data tidak ditunjukkan).
   
Pasien yang akan diberikan terapi PUVA harus diberitahukan bahwa keterpaparan yang lama terhadap PUVA akan merubah penampilan kulit mereka dan perubahan-perubahan ini kemungkinan terus berlangsung selama beberapa tahun. Perubahan-perubahan ini bersama dengan potensi karsinogenik dari PUVA harus dipertimbangkan dalam membuat keputusan pengobatan pasien dengan PUVA untuk periode waktu yang lama.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Relationship between glycemic index and weight loss

Prosedur dan Alat Diagnostik