Zigomikosis

Zigomikosis merupakan infeksi jamur oportunis ketiga paling umum pada host yang tertekan sistem kekebalannya, dengan mewakili 5 hingga 15 persen dari semua infeksi jamur. Istilah zigomikosis digunakan untuk sekelompok infeksi jamur yang disebabkan oleh Zygomycetes yang ditemukan dalam tanah dan zat-zat yang meluruh. Infeksi pada manusia paling banyak disebabkan oleh ordo Mucorales (mucormycosis) dan mencakup genus Mucor, Rhizopus, Absidia, Mortierella, dan Cunninghamella. Istilah zigomikosis sekarang ini lebih dipilih ketimbang mukormikosis karena istilah ini cakupannya lebih luas dan lebih relevan apabila organisme tidak dapat diidentifikasi secara pasti. Seperti halnya aspergillosis, zigomikosis jarang pada individu yang tidak memiliki imunodefisiensi atau kondisi-kondisi predisposisi. Pertahanan host biasanya mencegah pertumbuhan spora selama inokulasi tidak terlalu besar, seperti pada luka trauma atau luka bedah. Kondisi-kondisi kronis yang mengenai fungsi makrofage, seperti diabetes atau imunosupresi yang ditimbulkan kortikosteroid, berujung pada ketidakmampuan untuk menghambat pertumbuhan spora, dan pasien-pasien ini memiliki risiko infeksi yang meningkat. Faktor risiko tambahan selain imunosupresi mencakup overload zat besi, luka bakar, penggunaan obat terlarang lewat intravena, dan gizi tidak seimbang.

   
Infeksi utama bisa terjadi melalui penghirupan, melalui inokulasi langsung ke dalam kulit yang rusak, atau melalui pencernaan. Pasien yang mengalami neutropenia berkepanjangan paling sering menunjukkan penyakit paru dan diseminasi. Tingkat mortalitas pada individu-individu ini sangat tinggi. Pasien diabetes yang mengalami hyperglikemia dan asidosis metabolik rentan terhadap rhinoserebral primer (66 persen) dan infeksi paru (16 persen). Malnutrisi dan penyakit gastrointestinal menyebabkan predisposisi pasien terhadap infeksi saluran gastrointestinal primer. Luka dan lecur (burn) menyebabkan predisposisi terhadap infeksi kutaneous primer. Masing-masing jenis infeksi primer bisa mengarah pada penyebaran hematogen dan infeksi diseminata dari berbagai organ (khususnya otak).
   
Penanda kliniko-patologi dari zigomikosis kutan adalah invasi vaskular, infarksi ischemik, dan nekrosis, yang menghasilkan nodul eritematosa dan plak-plak yang berulserasi dengan cepat dan membentuk jaringan parut palsu (eschar) berwarna hitam. Zigomikosis rhinoserebral biasanya dimulai dengan edema facial dan eritema (Gbr. 29-4), keluar cairan darah di hidung, dan ulserasi septum palatal atau nasal. Dalam beberapa hari, lesi-lesi kulit nekrotik, sakit kepala, gangguan neurologis, eksofthalmos, dan pengaburan penglihatan terjadi dan bisa berlanjut menjadi seizure, stupor, koma, dan kematian. Manifestasi klinis dari penyakit kutan primer berkisar mulai dari papula-papula nekrotik sampai selulitis, nodula subkutan, bula, dan jaringan parut palsu (eschar). Diagnosis zigomikosis biasanya ditegakkan dengan adanya hifa tidak berseptum (dengan percabangan pada sudut-sudut kanan) dalam jaringan yang terinfeksi. Pengobatan yang dipilih untuk penyakit diseminata adalah preparasi lipid dari amfoterisin B nitravena dan debridema bedah. Jika memungkinkan, penghilangan kondisi predisposisi bersangkutan harus diupayakan.

IMUNOSUPRESI KRONIS
   
Pasien yang mengalami imunosupresi kronis mencakup mereka yang tertekan sistem kekebalannya karena kesalahan penggunaan obat yakni mengkonsumsi obat yang mengganggu sistem imun dan yang mengalami penyakit kronis yang terkait dengan disfungsi imun, seperti diabetes melitus. Populasi pasien yang mengkonsumsi obat-obatan imunosupresif selama periode yang lama semakin bertambah dengan adanya transplantasi organ padat sebagai pilihan terapeutik untuk kebanyakan penyakit manusia. Kejadian keseluruhan dari transplantasi organ terus meningkat, dan kelangsungan hidup pasien dalam jangka pendek dan jangka panjang terus membaik. Individu-individu ini memerlukan terapi yang lama dengan obat-obat imunosupresif untuk mempertahankan fungsi organ yang ditransplantasi. Siklosporin, takrolimus, sirolimus, prednison, mikofenolat mofetil, dan azatioprin adalah obat-obatan yang paling umum digunakan untuk mencegah penyakit graft-versus-host, utamanya dengan menghambat imunitas yang diperantarai sel (yakni fungsi sel T). Imunitas humoral (yakni fungsi sel B) tetap relatif utuh pada pasien-pasien ini. Sehingga, penyakit oportunis pada kebanyakan pasien transplant didominasi oleh infeksi virus dan jamur, infeksi bakteri intraseluler, dan tumor ganas yang terkait virus, semua kondisi ini merupakan kondisi yang sebagian besar dikendalikan dengan mekanisme imun yang termediasi sel pada host yang imunokompeten.

Infeksi Jamur

Candidiasis. Walaupun candidiasis mukokutan kurang serius dibanding candidiasis diseminata pada setting imunosupresi akut, namun merupakan komplikasi paling umum yang diamati pada host yang mengalami disfungsi imun kronis termediasi sel. Sekitar 10 persen pasien yang memiliki transplan organ menunjukkan candidiasis mulut. Pasien yang mengalami candidiasis mukokutan kronis memiliki gangguan imun mendasar dalam melawan infeksi jamur dan biasanya mengalami penyakit kronis tanpa keterlibatan sistemik.
   
Pasien yang mengalami candidiasis mulut paling umum memiliki pseudomembran, plak putih rapuh yang jika terkelupas menyisakan permukaan bawah eritematosa. Lesi oral yang kurang umum mencakup plak eritematosa atau atropi serta cheilitis angular. Keterlibatan esofageal harus diduga pada pasien manapun yang mengalami candidiasis dengan keluhan nyeri atau kesulitan menelan. Daerah intertriginosa yang lembab merupakan lokasi yang umum untuk lesi-lesi kutaneous dan ditandai dengan papula dan plak eritematosa nyeri, seringkali disertai pustula satelit. Onikomikosis dan paronychia yang disebabkan oleh Candida sp. umum pada pasien yang mengalami candidiasis mukokutan kronis. Untuk penyakit mukokutan, terapi topikal dengan nystatin atau clotrimazol dan flukonazol oral adalah pengobatan yang dipilih. Pengobatan profilaksis dengan flukonazol sering direkomendasikan untuk pasien-pasien yang berisiko tinggi untuk infeksi, seperti mereka yang baru-baru mengalami bedah transplan organ.

Candidiasis Sistemik
   
Candidiasis sistemik mengikuti diseminasi Candida sp. dari saluran gastrointestinal atau melalui aliran darah. Lesi-lesi kulit bisa terjadi khususnya pada dua situasi yaitu: (1) pada pasien neutropenia, selalu ada penyakit diseminata parah dengan nodul kulit yang luas dan nyeri otot terkait, dan (2) pada pemakai obat-terlarang lewat intravena, candidiasis bisa terjadi dengan ruam pustula folikular pada daerah kulit kepala yang berambut. Lesi-lesi lainnya mencakup deposit-deposit retina dan vitreal dan abses di sekitar sendi-sendi kostokondral.
   
Candidiasis sistemik biasanya diobati dengan amfoterisin B intravena (konvensional atau terkait lipid) atau flukonazol. Resistensi terhadap beberapa obat azol, seperti flukonazol dan ketokonazol, lebih umum dengan Candida sp. non-albicans tertentu, dan agen-agen antijamur ini harus dihindari pada infeksi-infeksi yang disebabkan oleh spesies-spesies ini.

Zigomikosis (Mukormikosis, Pikomikosis)
   
Zigomikosis merupakan penyakit langka yang disebabkan oleh jamur zygomicetes seperti Rhizomucor, Absidia, dan Rhizopus. Cuninghamella bertholletiae dan Saksenaea vasiformis merupakan penyebab yang kurang umum. Zygomycetes menyebabkan penyakit pada pasien diabetes, neutropenia, atau gagal ginjal yang tidak ditangani dengan baik. Invasi langsung oleh jamur melalui luka sobekan telah dilaporkan terjadi setelah trauma akibat bencana alam (seperti selama terjadinya banjir lumpur atau tsunami). Jamur ini bisa memasuki daerah-daerah luka bakar nekrotis atau melibatkan kulit wajah setelah infeksi invasif pada sinus paranasal (Gbr. 190-19). Infeksi-infeksi zygomycetes juga telah disebabkan oleh aposisi dekat dari kulit yang memiliki material penutup terkontaminasi pada kasus R. rhizopodiformis atau dengan depresor lidah dari kayu pada kasus R. microsporus. Jamur zygomycetes memiliki kencederungan untuk menginvasi pembuluh darah, menyebabkan infarksi yang luas. Infeksi bisa merespon terhadap amfoterisin intravena, dan laporan terbaru untuk formulasi amfoterisin B yang terkait lipid.

Mykosis oportunis lainnya
   
Jamur lain yang menyebabkan infeksi sistemik juga bisa menghasilkan lesi kulit dalam proses penyebaran aliran darah. Yang paling terkenal adalah Aspergillus, Scedosporium, Trichosporon, dan Fusarium. Infeksi kulit utamanya ditemukan pada pasien yang sangat terganggu sistem kekebalannya seperti yang menderita neutropenia.
   
Aspergillus bisa menghasilkan lesi-lesi nekrotik luas seperti gangrenosum echtyma, tetapi papula-papula yang lebih kecil dan abses juga bisa terjadi. Infeksi Fusarium bisa menghasilkan lesi-lesi mirip-target yang tersebar luas yang bisa mengalami nekrosis memusat, dan pada beberapa kasus, selulitis digital dan onikomikosis superfisial. Pengobatan untuk semua infeksi ini biasanya adalah amfoterisin B.

Temuan laboratorium. Pembuktian diagnosis dengan tes laboratorium sangat sulit utamanya karena banyak dari organisme ini yang juga hidup berdampingan pada bagian-bagian tubuh manusia; karena organisme ini terdapat pada pasien yang sakit parah, maka kapasitas untuk menghasilkan titer antibodi diagnostik akan terganggu. Interpretasi data laboratorium dengan demikian sulit dan harus dikaitkan dengan status klinis dari pasien. Idealnya, diagnosis histologis harus ditegakkan, walaupun biopsi tidak memungkinkan karena risiko perdarahan. Pada banyak kasus, diagnosis mykosis sistemik hanya didasarkan pada dugaan, dan dengan demikian pengobatan diberikan secara empiris.

Mukormikosis Rhinoserebral. Mukormikosis rhinoserebral disebabkan oleh Zygomycetes (Mucor dan Rhizopus sp.). Penyakit ini sering muncul disertai sakit kepala, demam, dan letargi, disamping penyumbatan hidung dan nyeri serta pembengkakan facial-okular. Temuan-temuan selanjutnya mencakup proptosis unilateral, ofthalmoplegia, dan nerosis palatal atau nasokutan. Sebanyak 75 hingga 80 persen dari semua kasus terjadi pada pasien yang mengalami diabetes, dan ketoasidosis diabetik merupakan faktor risiko yang paling penting. Ketoasidosis dilaporkan mempertumpul aktivitas inhibitory normal dari serum terhadap Rhizopus. Amfoterisin B dan debridema bedah adalah pengobatan yang dipilih. Virokonazol, caspofungin, dan azol-azol lainnya tidak efektif terhadap Zygomycetes. Triazol, posakonazol, bisa efektif pada infeksi-infeksi ini. Tingkat mortalitas untuk mukormikosis dilaporkan mencapai 50%. Spesies Mucor juga telah diamati, sehingga semakin memperumit bisul-bisul kulit pada kaki dan tangan pasien diabetes melitus.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Relationship between glycemic index and weight loss

Prosedur dan Alat Diagnostik