Stroke ischemik akut meningkatkan laju endapan darah, yang berkorelasi dengan kerusakan dini pada otak

Abstrak

Respons-respons fase akut terjadi setelah cedera jaringan dan berkontribusi bagi memburuknya kondisi tersebut melalui mekanisme-mekanisme pro-inflamasi dan pro-trombotik. Protein fase akut mempromosikan agregasi/pengumpulan eritrosit dan pengendapannya, sehingga laju endapan darah (LED) adalah sebuah indikator respons fase akut. Karena respons fase akut menyertai kerusakan otak ischemik, maka kami meneliti nilai LED pada pasien-pasien dalam 24 jam pertama setelah stroke ischemik dan mengevaluasi apakah nilai-nilai ini bisa dikaitkan dengan volume area hipodens pada pemeriksaan CT otak hemisferik tunggal yang relevan secara anatomi, yang diamati pada periode waktu yang sama, yang menandakan perubahan serebral dini yang terkait stroke.

Kami mengamati peningkatan LED pada pasien-pasien stroke dan menemukan korelasi positif antara nilai-nilai LED dan volume area hipodens CT otak dini. Hasilnya menunjukkan bahwa peningkatan nilai LED diamati segera setelah stroke dan bisa menunjukkan hubungan antara derajat respons fase akut pada fase awal stroke ischemik dan besarnya kerusakan otak lokal.

Kata kunci: stroke, respons fase akut, laju endapan darah


PENDAHULUAN

Respons fase akut merupakan sebuah mekanisme penting dari reaksi host terhadap cedera jaringan, yang mempromosikan keparahan organ yang terlibat melalui mekanisme inflamasi/trombosis.

Respons ini dipicu oleh sitokin, protein-protein kecil yang dihasilkan oleh sel-sel sistemik dan sel-sel lokal teraktivasi, dan ditandai dengan sintesis  protein fase akut pro-koagulan dan pro-inflamasi imbas sitokin dalam hati, termasuk globulin dan fibrinogen. Protein C-reaktif (CRP) globulin dan fibrinogen merupakan protein fase akut utama, dan konsentrasinya yang meningkat dalam plasma mempromosikan pengumpulan/agregasi eritrosit, yang menyebabkan eritrosit-eritrosit tersebut mengendap lebih cepat. Laju endapan darah (LED) adalah laju jatuhnya eritrosit dalam sebuah kolom darah dan merupakan sebuah indikator respons fase akut.

Kerusakan otak ischemik juga disertai dengan respons fase akut, dan banyak protein fase akut yang telah diamati meningkat dalam serum atau plasma pasien-pasien stroke ischemik akut. Akan tetapi, perilaku LED setelah stroke akut belum diketahui secara jelas karena penelitian-penelitian sekarang yang melaporkan peningkatan LED pada pasien stroke ischemik dilakukan beberapa hari setelah stroke atau telah menunjukkan LED yang meningkat tidak lebih cepat dari 5-7 hari setelah onset penyakit.

Beberapa peneliti telah menunjukkan bahwa respons fase akut terlibat dalam mekanisme kerusakan otak ischemik, yang mencakup inflamasi dan aktivasi sistem koagulasi.

Akan tetapi, hanya satu penelitian yang telah menunjukkan bahwa nilai LED yang lebih tinggi yang diamati pada pasien-pasien dalam 72 jam setelah stroke ischemik terkait dengan infark otak yang lebih besar.

Dengan demikian cukup beralasan untuk meneliti nilai-nilai LED pada fase awal stroke, bersama dengan perbandingan langsung diantara nilai-nilai ini dan besarnya kerusakan otak ischemik.

Penelitian ini memiliki dua tujuan. Yang pertama adalah untuk menyelidiki nilai-nilai LED pada pasien stroke ischemik dalam waktu 24 jam setelah onset penyakit dan membandingkan hasilnya dengan kelompok kontrol. Tujuan kedua adalah untuk mengevaluasi apakah nilai-nilai LED pada pasien-pasien stroke ischemik dalam 24 jam setelah onset penyakit bisa dikaitkan dengan volume area hipodens pada pemeriksaan CT otak, yang diamati pada periode yang sama, yang menandakan perubahan dini terkait stroke ischemik.

BAHAN DAN METODE

Pasien

Penelitian ini melibatkan 23 pasien stroke ischemik pertama (usia rata-rata ± SD: 72,2 ± 10,8 tahun, 17 perempuan) yang dibawa ke rumah sakit antara jam ke-6 dan ke-20 setelah onset gejala. Sampel-sampel darah diambil dari masing-masing pasien stroke dalam waktu 30 menit setelah perujukan, dan diagnosis dikuatkan dengan CT otak yang dilakukan dalam 30 menit berikutnya. Pasien-pasien yang mengalami stroke ischemik lengkap, yakni gejala-gejala klinis terus terjadi selama > 24 jam dan terbatas pada daerah arteri serebral anterior atau tengah. Dari 23 pasien, 12 mengalami hipertensi, 5 adalah perokok, 4 mengalami diabetes melitus, dan 2 mengalami atrial fibrillation. Kriteria eksklusi terdiri dari penyakit inflamasi, penyakit imunologi dan penyakit ganas, infeksi, hipertermia, gagal ginjal atau gagal hati utama, trombosis vena dalam, cedera jaringan dalam satu tahun terakhir dan juga imunosupresi dan perawatan dengan obat-obat anti-inflamasi dalam 6 bulan sebelumnya.

Sebanyak 15 subjek yang mengalami sakit kepala tipe tegang (usia rata-rata ± SD: 70,1 ± 8,6 tahun, 11 perempuan) dimasukkan sebagai kontrol. Mereka ini tidak mengalami hipertensi, diabetes melitus, dan atrial fibrillation termasuk juga bukan perokok. Kriteria eksklusi yang sama diterapkan pada kontrol seperti pada pasien stroke. Penelitian dilakukan berdasarkan izin dari masing-masing pasien dan persetujuan dari Komite Etis University School of Medicine di Poznan.

Prosedur laboratorium

Sampel-sampel darah dari pasien-pasien stroke dikumpulkan dalam 24 jam setelah terjadinya onset gejala penyakit, dan sebelum perujukan ke pengobatan manapun. Sampel-sampel darah dari pasien dengan sakit kepala tipe tegang dijadikan sebagai kelompok kontrol. Sampel-sampel diambil dari kanula intravena dan pengukuran LED (dalam mm/jam) dilakukan dengan menggunakan metode laboratorium standar.

Evaluasi volume area hipodens pada pemeriksaan CT otak

CT otak dilakukan dalam 24 jam setelah onset stroke. CT scan otak dilakukan sejajar dengan garis orbito-meatal dengan menggunakan ketebalan iris 10-mm (supratentorial) dan 5-mm (infratentorial). Masing-masing pasien stroke, dengan pengecualian satu pasien yang mengalami perubahan yang tidak terdeteksi radigoraf, menunjukkan sebuah area hipodens CT awal yang relevan secara anatomi dan terlokalisasi dalam hemisfer serebral dan tidak menunjukkan perubahan CT lainnya. Volume area hipodens CT otak awal (dalam ccm) dihitung menurut rumus berdasarkan panjang x kedalaman x tinggi (dalam mm) dari pengukuran area.

Analisis statistik

Uji U Mann-Whitney diaplikasikan untuk membandingkan nilai-nilai LED pada pasien-pasien stroke dengan kelompok kontrol. Uji korelasi Spearman digunakan untuk menghitung korelasi antara nilai-nilai LED pada pasien-pasien stroke dan volume area hipodens CT otak awal. Hasilnya dinyatakan sebagai nilai mean ± SD. Nilai P < 0,05 dianggap signifikan menurut statistik.

HASIL

Nilai-nilai laju endapan darah pada pasien dalam 24 jam stroke ischemik

Pasien stroke ischemik menunjukkan nilai LED yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol (26,8 ± 11,7 mm/jam berbanding 7,6 ± 4,8 mm/jam; p < 0,00001).

Nilai LED tertinggi pada kelompok pasien stroke ischemik adalah 42,0 mm/jam, dengan yang terendah adalah 5,0 mm/jam. Nilai LED tertinggi pada  kelompok kontrol adalah 18,0 mm/jam, sedangkan yang terendah adalah 2,0 mm/jam.
Volume area hipodens pada pemeriksaan CT otak awal dalam 24 jam stroke ischemik

Analisis CT otak menunjukkan bahwa rata-rata volume area hipodens adalah 10,0 ± 10,7 ccm. Volume terbesar area hipodens adalah 37,5 ccm, sedangkan yang terkecil adalah 0,6 ccm.
Korelasi antara nilai ESR dan volume area hipodens CT otak pada pasien dalam 24 jam stroke ischemik

Nilai-nilai laju endapan darah pada kelompok pasien stroke ischemik berkorelasi positif dengan volume area hipodens CT otak awal (r = 0,95; p < 0,000001). Korelasi (r) ditunjukkan pada Gambar 1.

PEMBAHASAN

Peningkatan nilai LED pada pasien stroke ischemik sejalan dengan penelitian-penelitian lain, walaupun peningkatan LED yang ditemukan disini dalam 24 jam stroke lebih cepat dibanding yang ditunjukkan sebelumnya dalam 48 jam, atau 72 jam setelah onset stroke dan jauh lebih cepat dibanding yang dilaporkan beberapa hari setelah stroke. Hasil seperti ini, yang menandakan adanya peningkatan nilai LED pada fase awal stroke ischemik, memang bisa diharapkan dari penelitian-penelitian yang melaporkan peningkatan kadar protein fase akut dalam plasma, termasuk CRP dan fibrinogen, dalam beberapa jam setelah onset stroke.

Kami berpendapat bahwa peningkatan nilai LED yang diamati dalam penelitian kami, paling tidak sebagiannya adalah konsekuensi dari respons fase akut terhadap kejadian stroke ischemik. Ini didukung oleh penelitian Szikszai dkk., yang menunjukkan bahwa nilai-nilai LED meningkat pada pasien-pasien yang mengalami stroke ischemik tetapi tidak pada mereka yang mengalami serangan ischemik sementara. Lebih daripada itu, sebuah cedera jaringan yang separah infark serebral merupakan pemicu potensial untuk respons fase akut. Pendapat bahwa peningkatan LED juga terjadi sebagai respons terhadap stroke juga diperkuat oleh penelitian Emsley dkk., yang telah menunjukkan peningkatan nilai LED pada pasien-pasien stroke jika dibandingkan dengan pada pasien non-stroke yang mengalami atherosklerosis, sebuah kondisi patologi paling umum pada stroke ischemik. Atherosklerosis merupakan sebuah penyakit inflamasi, dan faktor risiko vaskular yang mempengaruhi konsentrasi CRP dan protein sensitif-inflamasi. Karena pasien stroke yang diteliti menunjukkan faktor-faktor risiko untuk atherosklerosis seperti hipertensi, diabetes melitus, dan merokok, maka ada kemungkinan bahwa mereka mengalami kondisi pro-koagulan/pro-inflamasi yang telah ada sebelumnya, yang sekurang-kurangnya sebagian bisa berkontribusi bagi peningkatan nilai LED segera setelah onset stroke.

Protein-protein fase akut berpartisipasi dalam berbagai mekanisme yang mempromosikan penurunan masa aktif neuron yang mengalami ischemia. Ini mencakup influks leukosit intraserebral, propagasi trombus intravaskular, dan pengurangan aliran daerah, serta pembentukan edema pada area sekitar lesi. Area hipodens pada pemeriksaan CT yang terbukti pada belahan otak dalam 24 jam setelah stroke menandakan kerusakan otak ischemik dini bersama dengan perluasannya beserta infiltrasi leukosit dan pembengkakan lokal otak. Sehingga korelasi positif antara nilai LED dan volume area hipodens CT otak awal secara tidak langsung menandakan bahwa intensitas respons fase akut, yang diukur dengan LED, terkait dengan evolusi dini kerusakan otak ischemik. Ini didukung oleh penelitian-penelitian terdahulu yang menunjukkan bahwa kadar CRP dan fibrinogen dan nilai LED yang lebih tinggi pada pasien stroke terkait dengan infark otak yang lebih ekstensif.

Sebagai kesimpulan, data yang disajikan menunjukkan bahwa peningkatan nilai LED diamati segera setelah stroke dan bisa secara tidak langsung menandakan hubungan antara derajat respons fase akut pada fase awal stroke ischemik dan besarnya kerusakan otak lokal.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Relationship between glycemic index and weight loss

Prosedur dan Alat Diagnostik