Restorasi gigi: sebuah faktor risiko untuk kehilangan perlekatan periodontal?

Abstrak

Latar belakang: Karies gigi dan restorasi pada permukaan gigi proksimal sering mengenai lebar biologik periodontal.

Tujuan: Penelitian ini meneliti apakah faktor-faktor ini bisa berkontribusi bagi kehilangan perlekatan peridontal di tempat-tempat tersebut.

Metode: Penelitian didasarkan pada data yang didapatkan dari sebuah penelitian bertajuk Dinedin Multidisciplinary Health and Development (DMHDS), sebuah studi kohort jangka panjang. Permukaan-permukaan gigi aproksimal dari 884 peserta penelitian diperiksa untuk mengetahui restorasi dan karies pada usia 26 dan sekali lagi pada usia 32 tahun, dan kedalaman probing serta resesi gingiva dicatat dalam satuan milimeter pada usia 32. Kehilangan perlekatan dihitung sebagai jumlah kedalaman poket dan resesi gingiva. Data dianalisis dengan menggunakan persamaan estimasi umum.

Hasil: Apabila kejadian karies/restoratif telah terjadi pada permukaan gigi antar-proksimal sebelum usia 26 tahun, maka kehilangan perlekatan pada usia 32 di tempat periodontal yang bersangkutan akan sekitar dua kali lebih besar kemungkinannya mencapai sebesar ≥ 3mm dibanding jika permukaan gigi sekitar tetap utuh sampai usia 32 tahun. Ini juga berlaku apabila kejadian karies/restoratif telah terjadi pada usia 26 tahun. Hubungan ini tetap ada meski telah dikontrol untuk pembaur-pembaur potensial, termasuk merokok.

Kesimpulan: Kehilangan perlekatan periodontal yang spesifik-tempat akibat karies atau kejadian restoratif terjadi pada dewasa selama dekade ketiga dan keempat masa hidup.

Kata kunci: lebar biologik, karies, studi kohort, penelitian longitudinal, kehilangan perlekatan periodontal, penyakit periodontal.


PENDAHULUAN

Selama 40 tahun terakhir, berbagai penelitian telah menyoroti efek lokasi pemasangan margin restorasi, integritas permukaan restorasi, dan tipe material restorasi terhadap status jaringan periodontal pasca-intervensi. Masih ada sedikit keraguan bahwa restorasi yang tidak dikontur dengan baik bisa meningkatkan retensi plak dan/atau mengganggu lebar biologik. Akan tetapi, masih ada kontroversi tentang apakah pemasangan sebuah restorasi baru menyebabkan jaringan periodontal di sekitarnya rentan terhadap gangguan di masa mendatang.
   
Sebuah penelitian 5-tahun terhadap 114 orang dewasa melaporkan rata-rata peningkatan kedalaman poket periodontal 1,2 mm setelah pemasangan mahkota dengan margin-margin subgingiva (bahkan apabila profilaksis diberikan setiap 6 bulan); jika mahkota dipasang dengan margin-margin supragingiva, rata-rata peningkatan hanya sebesar 0,6 mm pada akhir penelitian. Penelitian lain telah mencoba membandingkan pengukuran periodontal dari gigi penopang dan gigi non-penopang pada 55 orang 15 tahun setelah pemasangan restorasi cekat; skor indeks gingiva dan kedalaman poket sedikit lebih besar untuk gigi penopang; akan tetapi, kebanyakan tempat (57%) memiliki kedalaman poket pada 2 mm, dan tempat-tempat yang kehilangan perlekatan juga mencapai kedalaman ini dalam 5 tahun pertama setelah pemasangan restorasi (Valderhaug dkk., 1993).
   
Dua penelitian longitudinal terpisah telah dilakukan pada pria remaja dan dewasa di Norwegia dan menguatkan adanya hubungan antara karies dan restorasi dengan terjadinya penyakit periodontal di masa mendatang. Sebuah penelitian di Scandinavia yang diikuti oleh sekelompok pria Norwegia selama 26 tahun, dan mendapatkan data periodontal untuk 160 individu pada tujuh interval selama periode penelitian. Data yang dikumpulkan mencakup ukuran indeks gingiva, indeks plak, indeks karies gingiva, indeks restorasi gingiva, dan reseksi ginginva serta kehilangan perlekatan [tingkat perlekatan klinis (CAL)] pada masing-masing periode pengamatan. Tempat “perlakuan” dan tempat “kontrol” didefinisikan berdasarkan ada atau tidak adanya restorasi pada awal penelitian dan selama periode penelitian. Skor indeks plak meningkat pada masing-masing kelompok dari waktu ke waktu, tanpa perbedaan antara tempat perlakuan dan tempat kontrol. Berbeda dengan itu, indeks gingiva dan skor indeks karies gingiva lebih besar untuk tempat perlakuan pada beberapa periode pengamatan. Jika merujuk ke “standar baku” untuk definisi kerusakan periodontal (kehilangan perlekatan) maka hanya ada sedikit perbedaan antara tempat perlakuan dan tempat kontrol selama periode penelitian. Nilai CAL tertinggi ditemukan antara 2 sampai 4 tahun pada kelompok tempat perlakuan; akan tetapi, pola CAL dari waktu ke waktu cukup mirip untuk tempat perlakuan dan tempat kontrol, dengan perbedaan yang relatif ekivalen setelah 26 tahun, sehingga menunjukkan bahwa keberadaan restorasi tidak terkait dengan kehilangan perlekatan peridontal (Schatzle dkk., 2001). Penelitian longitudinal lainnya terhadap penyakit periodontal meneliti hubungan antara karies dan restorasi, dan penyakit periodontal dalam sebuah sampel yang terdiri dari 227 remaja berusia 13 tahun selama periode 3 tahun. Para peneliti melaporkan rasio ganjil yang secara signifikan lebih besar untuk mengalami inflamasi gingiva dan kehilangan tulang radiografik pada tempat-tempat yang berdekatan dengan gigi karies, berlubang, dan berlubang non-defektif. Meskipun hasil-hasil ini signifikan secara statistik, rasio ganjil (OR) dan interval kepercayaan 95% (CI) selanjutnya dihitung dari perkiraan b dan SE sangat kecil masing-masing pada 1,07 (1,05, 1,08), 1,12 (1,10, 1,130). CAL ditentukan dengan mengukur jarak ke puncak alveolar ke 0,1 mm terdekat dengan menggunakan radiograf bitewing yang diambil pada interval setiap tahun. Imbas variabel pembaur tidak dipertimbangkan dalam analisis. Tak satupun dari penelitian longitudinal yang dilaporkan hingga sekarang ini yang mengontrol efek-efek potensial dari kovariat lain yang diketahui terkait dengan inflamasi periodontal meskipun memungkinkan pengelompokan tempat/lokasi karies/restorasi pada individu (Albandar dkk., 1995).
   
Berbeda dengan itu, sebuah penelitian longitudinal 1-tahun menemukan bahwa parameter klinik periodontal dan mikrobiologi spesifik-tempat tidak berubah 12 bulan setelah pemasangan amalgam atau restorasi ionomer gelas. Akan tetapi, ada peningkatan jumlah total bakteri yang signifikan secara statistik yang didapatkan dari tempat-tempat subgingiva yang berdekatan dengan restorasi resin komposit pada 8 dan 12 bulan penilaian follow-up. Para peneliti menyimpulkan bahwa komposit bisa memberikan bahaya yang lebih besar bagi kesehatan periodontal dibanding material restoratif lainnya. Akan tetapi, temuan-temuan ini tidak bisa diberlakukan secara umum karena diperoleh dari sebuah sampel yang hanya terdiri dari 16 orang sehat yang kesehatan mulutnya terus menerus didorong selama periode penelitian 1 tahun (Paolantonio dkk., 2004).
   
Meskipun penelitian-penelitian ini memiliki bukti longitudinal yang paling baik hingga sekarang ini, namun keumuman dari temuan mereka terbatas karena masalah desain penelitian dan analisis statistik yang digunakan (Cook & Campbell, 1979). Kebanyakan penelitian tidak membahas saling ketergantungan diantara berbagai tempat yang diamati pada individu. Disamping itu, kebanyakan analisis bivariat sederhana digunakan untuk mencoba menemukan perbedaan antara kelompok dan trend tanpa mengontrol inflasi laju kesalahan tipe 1. Diperlukan untuk mengamati hubungan antara restorasi dan kesehatan peridontal disamping mengontrol efek pembaur berupa faktor rsiko lain yang telah diketahui. Analisis statistik multi-level paling cocok untuk data periodontal karena ketidak-tergantungan tempat-tempat pada individu; lebih daripada itu, perbedaan diantara individu sering menghasilkan desain-desain yang tidak seimbang (Albandar & Goldstein, 1992).
   
Beberapa penelitian cross-sectional dan retrospektif telah mengidentifikasi faktor-faktor risiko potensial lainnya untuk kehilangan perlekatan periodontal. Meskipun penelitian memiliki perbedaan metodologi, namun penelitian-penelitian ini secara konsisten menunjukkan merokok merupakan sebuah faktor risiko utama. Temuan dari penelitian NHANES III telah menunjukkan bahwa merokok, tingkat karies, dan jender terkait independen dengan kehilangan perlekatan klinis pada orang-orang yang berusia 20-49 tahun (Hyman & Reid 2003). Temuan serupa dengan memperhatikan jender dan merokok sebagai faktor risiko untuk kehilangan perlekatan periodontal juga telah dilaporkan (Beck dkk., 1990; Norderyd & Hugoson 1998, Ogawa dkk., 2002, Paulander dkk., 2004), tetapi tidak selamanya menguatkan hubungan jenis kelamin dengan kehilangan perlekatan periodontal (Norderyd & Huguson 1998). Sampai sekarang ini, belum ada penelitian longitudinal yang telah meneliti peranan restorasi gigi dan lesi karies tidak terawat dalam kehilangan perlekatan periodontal pada orang dewasa, tanpa tergantung pada faktor-faktor risiko yang diketahui. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk menentukan sejauh mana restorasi gigi dan lesi karies merupakan faktor risiko independen untuk kerusakan periodontal di masa mendatang (disamping mengontrol faktor-faktor risiko penyakit periodontal lain).

METODE
   
Penelitian bertajuk Dunedin Multidisciplinary Health and Development (DMHDS) adalah studi menyeluruh mengenai anak-anak yang dilahirkan di Rumah Sakit Queen Mary di kota Dunedin, Selandia Baru dari tanggal 1 April 1972 sampai dengan 31 Maret 1973 (Silva dan Stanton, 1996). Data perinatal didapatkan dan menjadi sample bagi studi berkelanjutan yang telah ditetapkan pada umur 3 tahun. Sampel ini pada awalnya ini meliputi 1037 anak yang diperiksa sebulan setelah mereka berumur 3 tahun dan kembali diulangi pemeriksaan setelah mereka berumur 5, 7, 9, 11, 13, 15, 18, 21, 26 dan yang paling terakhir ketika mereka berumur 32 tahun. Halangan bagi penelitian ini adalah partisipasi para anggota yang sangat kurang yang mengasumsikan biaya partisipasi (seperti perjalanan, kehilangan pekerjaan dan perawatan anak). Lebih dari 90 persen dari sampel penelitian ini adalah kelompok Eropa Selandia Baru.
   
Macam-macam pemeriksaan (seperti kesehatan gigi, kesehatan mental dan kesehatan fisik) dipresentasikan sebagai sebuah standarisasi dan setiap pemeriksaan akan dilakukan oleh penguji yang berbeda-beda yang mengabaikan seluruh data-data penelitian. Pengumpulan data perawatan dan kesehatan secara berkala (juga mencakup pengujian gigi) dilakukan pada awal penelitian dan studi yang terbaru menggunakan data yang diambil dari pemeriksaan gigi pada usia 26 dan 32.
    Komite Etika Otago memberikan persetujuan etika untuk setiap tahap pemeriksaan. Dan juga perlunya persetujuan sebelum partisipasi dari para anggota penelitian ini.

Pengukuran Kesehatan Gigi
   
Data Pemeriksaan gigi dari usia 26 tahun dan 32 tahun diikutsertakan untuk analisa dalam penelitian. Pengujian bagi penyakit-penyakit gigi tidak hanya diambil pada pemeriksaan sebelum umur 26 tahun (separuh dari pengukuran ini menggunakan metode index CPITN) dan pemeriksaan pada umur 26 tahun, dimana pemeriksaan gigi tidak mencakup seluruh mulut. Untuk alasan ini, variabel-variabel hasil pemeriksaan dibatasi pada umur 32 tahun dan hanya pemeriksaan pada umur 26 dan umur 32 tahun yang digunakan (Thomson dkk,2000, Thomson dan William 2002).
   
Pada umur 26 tahun, pemeriksaan gigi dilakukan oleh 3 pemeriksa yang telah teruji dan masing-masing memeriksa 84,4 persen, 10,8 persen, dan 4,8 persen peserta penelitian. Pada umur 32 tahun, pemeriksaan gigi dilakukan oleh  2 pemeriksa teruji yang secara berturut-turut menguji sebesar 53,1 persen dan 46,9 persen dari anggota penelitian pemeriksaan gigi.  Penguji yang menilai 84,4 persen dari anggota studi pada kelompok umur 26 tahun juga adalah penguji yang sama yang menguji 46,9 persen pada kelompok umur 32 tahun. Informasi bagaimana pemeriksaan untuk karies gigi dilakukan dapat ditemukan pada publikasi artikel sebelumnya (Broadbent dkk.2006, Thomson&Locker 2000). Sebelum pemeriksaan umur 32 tahun, laporan klinis diatur untuk catatan gigi yang dicatat sebagai pemeriksaan yang terlupa pada kelompok umur 26 tahun.
   
Pengukuran gigi pada kelompok umur 32 tahun tidak dilakukan pada orang-orang yang mempunyai keluhan riwayat penyakit jantung atau gejala rematik. Tiga tempat per gigi telah diperiksa (mesiobuccal, buccal, dan distolingual). Penelitian sekarang ini menyarankan bahwa bagian ini mendapatkan hasil dengan bias terkecil pada pengukuran estimasi gigi secara penuh (susin dkk.2005). Probal depth (PD), jarak dari ujung probe ke margin gingiva) dan resesi gingiva (jarak dari margin giginvai ke cementoenamel junction) dicatat dengan menggunakan probe NIDR (dibuat oleh HU-Friedy, Chicago, IL, USA, Product Number PCP2). Probe ini memmiliki berkas hitam dan perak selang seling, dengan berkas hitam pata 2-4, 6-8 dan 10-12 mm. Pengukuran midbukal untuk molar dilakukan pada titik tengah akar mesial. Semua pengukuran dibulatkan ke bawah mendekati milimeter keseluruhan pada saat pencatatan. Pengulangan pengukuran periodontal tidak mungkin selama penilaian karena hambatan waktu (akibat hari penilaian yang sibuk oleh para peserta penelitian). Akan tetapi, pemeriksaan berulang dilakukan pada 16 sampel tersendiri pada empat kondisi selama fase pengumpulan data usia-32 dalam penelitian Dunedin, yang memberikan data untuk 1423 tempat yang diukur. Koefisien korelasi intra-kelas untuk pengukuran periodontal yang dikelompokkan unutk dua pemeriksa (dengan koefisien pengamat individu dalam tanda kurung) adalah 0.93 (0.94, 0.89) untuk nilai mean GR, 0.68 (0.46, 0.83) untuk nilai mean PD, dan 0.69 (0.66, 0.86) untuk nilai mean CAL. Dari 1423 pasangan pengukuran berulang, 99.6% berada dalam rentang ± 2 mm, berarti bahwa hanya 0.4% pasangan pengukuran berulang yang berbeda sebesar 3+ mm.
   
Akumulasi plak diukur dengan menggunakan Indeks Higenis Gigi (Green dan Vermillion, 1964) pada usia 5, 9, 15, 18, 26 dan 32 tahun. Untuk membuat variabel yang dapat digolongkan untuk pengontrolan plak jangka panjang, skor plak longitudinal dibagi menjadi 3 kelompok plak dengan menggunakan model analisa trajectory dari PROC TRAJ macro untuk SAS 9,1 (Jones dkk 2001 , Nagin 2005). Nilai rata-rata OHI-S dari angka plak  dari setiap kelompok tersebut berbeda-beda. Nilai-nilai tersebut dibagi dalam beberapa kelompok sebagai berikut : kelompok 1, level rendah plak ( rata-rata : 0.61, N=370 , 40,7 persen), kelompok 2, level pertengahan (rata-rata 0.93, N=438, 48,1 persen) dan kelompok 3, kelompok tertinggi (rata-rata = 1.42, N=102, 11,2 persen).

Pengukuran Risiko
   
Untuk menaksir perubahan pada permukaan gigi diantara umur 26 tahun dan 32 tahun sebuah sebuah faktor risiko, dimana permukaan mesial dan permukaan distal dari seluruh gigi (terkecuali molar ketiga) dikodekan secara terpisah sebagai gigi bagus, berkaries, atau berlubang pada usia 26, dan lagi-lagi pada usia 32. Berdasarkan perubahan status antara kedua periode evaluasi ini, setiap permukaan mesial selanjutnya dikodekan ke dalam satu dari lima kategori untuk berfungsi sebagai variabel prediktor primer: kategori-kategori ini adalah (usia 26 tahun -> 32 tahun), “baik -> berkaries”, “baik -> direstorasi”, “berkaries -> berkaries”, “berkaries -> direstorasi”, dan “direstorasi -> direstorasi”. Permukaan-permukaan yang tetap tidak terkena karies atau restorasi pada usia 32 dijadikan sebagai kategori referensi. Permukaan-permukaan distal dikodekan dengan cara yang sama, dan dianalisis secara terpisah. Sebuah restorasi pada satu sisi ruang antar-proksimal bisa mempengaruhi tingkat perlekatan periodontal pada sisi lain dari ruang antar-proksimal. Sehingga, permukaan mesial dan distal dianalisis secara terpisah untuk mencegah kerumitan berlebih model analitik yang digunakan untuk analisis (dengan kesederhanaan interpretasi yang sesuai).
   
Status merokok ditentukan berdasarkan status merokok yang dilaporkan sendiri perserta penelitian pada usia 21, 26, dan 23. Status merokok diukur pada usia 21, 26, dan 32 tahun dengan menanyai mereka tentang status merokok sekarang. Para peserta penelitian yang melaporkan merokok pada usia 21, 26, dan 32 tahun dikelompokkan sebagai perokok jangka panjang. Pola kunjungan ke dokter gigi dikelompokkan dengan cara yang serupa; para anggota penelitian yang melaporkan pola kunjungan ke dokter gigi seara teratur pada usia 26 dan 32 dikelompokkan sebagai penggunaan perawatan gigi episodik.
   
Flossing (menyela-nyela gigi) bisa secara independen mempengaruhi tingkat perlekatan periodontal antar-proksimal. Frekuensi flossing dari masing-masing partisipan ditentukan pada usia 32, dan frekuensi ini dikategorikan sebagai “Tidak pernah/Jarang” dan “Kadang-kadang/Setiap hari”.
   
Informasi tentang masing-masing pekerjaan peserta penelitian (yang didapatkan selama wawanara pada usia 26) digunakan untuk mendapatkan sebuah ukuran status sosial ekonomi (SES). Pekerjaan diberi skala yang terdiri dari enam kategori berdasarkan indeks Elly-Irving (Elley & Irving 1985), sebuah indeks Selandia Baru yang umum digunakan untuk status sosial berbasis kerja. Para peserta penelitian dikelompokkan sebagai orang yang tumbuh dalam keluarga dengan rata-rata SES rendah (kelompok 6 dan 5 – yakni para pekerja manual), sedang (kelompok 4 dan 3 – para orang kantoran), atau tinggi (kelompok 2 dan 1 – arsitek, dokter gigi) berdsarkan tingkat pendidikan dan pendapatan yang terkait dengan pekerjaan dalam data kontemporer dari sensus Selandia Baru (6 = tidak memiliki keahlian, 1 = profesional).

Data Analisis
   
Tingkat signifikansi statisik ditentukan pada nilai p < 0,05. Untuk mewakili penutupan permukaan gigi oleh mulut, analisis multivariat dengan persamaan estimasi menyeluruh dilakukan dengan menggunakan prosedur STATA XTGE, dengan matrik-matrik kerja yang dapat ditukar dan standar error yang ketat. Dua definisi kerusakan periodontal, CAL ≥ 3 dan CAL ≥ 4 mm, digunakan sebagai ukurna hasil. Untuk menyederhanakan model multilevel yang digunakan untuk analisis, tempat-tempat aproksimal mesial dan distal dianalisis secara terpisah. Ini berarti bahwa unit sampling adalah orang, tetapi unit analisis adalah tempat.

HASIL
   
Sebanyak 980 peserta penelitian (96,2% dari 1019 yang bertahan) berpartisipasi dalam pemeriksaan di usia ke-26; pada usia 32, 972 peserta penelitian (95,8% dari 1015 yang bertahan) berpartisipasi. Data tentang pemeriksaan gigi tersedia untuk 930 pada usia 26 dan 932 individu pada usia 32 tahun, dengan data pemeriksaan gigi yang tersedia bagi 901 peserta pada kedua titik usia ini (perhatikan bahwa jumlah ini mengeluarkan dua peserta penelitian yang sudah tidak memiliki gigi. Jumlah perempuan dan laki-laki yang hampir sama diteliti untuk kedua usia (26 dan 32 tahun). Data pemeriksaan periodontal tersedia untuk 915 individu pada usia 32. Analisis dibatasi pada 884 individu yang telah diperiksa giginya pada usia 26 dan 32 tahun, dan yang telah diperiksa secara periodontal pada usia 32 (Tabel 1).
   
Total 40.633 permukaan gigi antar-proksimal dimasukkan dalam analisis: 20.318 adalah tempat mesial dan 20.315 adalah tempat distal. Kebanyakan permukaan antar-proksimal cukup sehat pada pemeriksaan usia-26 dan usia-32. Akan tetapi, sebanyak 1647 permukaan mesial dan 1556 permukaan distal telah direstorasi pada usia 32, sedangkan 238 permukaan mesial dan 313 permukaan distal berkaries pada usia 32 tahun (Tabel 2). Dari 40.633 permukaan gigi yang dimasukkan dalam analisis, sebanyak 40.542 diantaranya tertopang ke sebuah gigi di sekitarnya. Ini bisa diinterpretasi sebagai 20.217 tempat antar-proksimal. Pada usia 32, sekitar 1067 (5,3%) dari tempat ini direstorasi atau berkaries pada bagian mesial dan distal, 854 (4,2%) berkaries atau direstorasi hanya pada bagian mesial (dengan permukaan distal yang sehat), dan 769 lainnya (3,8%) berkaries atau hanya direstorasi pada permukaan distal. Sisa permukaan berkaries dan yang direstorasi berada pada permukaan-permukaan antar-proksimal yang tidak ditopang oleh sebuah gigi di sekitarnya.
   
Kehilangan perlekatan antar-proksimal sebesar 3 mm atau lebih diprediksikan dengan kategori restorasi tempat, apakah baru berkaries pada usia 32, baru berlubang pada usia 32, berkaries sejak sebelum usia 26, berkaries sejak sebelum usia 26 tetapi berlubang pada usia 32, atau berlubang sejak sebelum usia 26. Temuan ini berlaku bagi tempat antar-proksimal mesial dan distal. Rasio ganjil kehilangan perlekatan secara signifikan lebih besar untuk tempat-tempat yang bari berkaries atau baru berlubang dan berkisar antara 1,8 (1,1, 3,0) sampai 4,4 (2,2, 9,1). Prediktor signifikan lainnya dari kehilangan perlekatan periodontal antar-proksimal yang sebesar 3+ mm mencakup kedatangan ke klinik gigi secara berkala, SES sedang atau rendah, merokok lama, jenis kelamin pria, dan kesehatan mulut jangka panjang yang sedang atau buruk. Kesehatan mulut jangka-panjang yang buruk dan merokok secara konsisten merupakan pembaur potensial yang terkait independen dengan kehilangan perlekatan. Flossing (menyela-nyela gigi) menunjukkan pengaruh protektif terhadap pembentukan poket-poket periodontal antar-proksimal. Hubungan serupa diamati untuk poket 4+ mm, tetapi hubungan dengan beberapa varibel tidak signifikan (Tabel 3).
   
Analisis tingkat perlekatan periodontal antar-proksimal mesial dengan transisi permukaan semua gigi (yang mencakup transisi permukaan oklusal) juga dilakukan. Ini menunjukkan bahwa transisi permukaan gigi mesial dan transisi permukaan terkait-restorasi-oklusal merupakan satu-satunya transisi yang harus terkait dengan kehilangan perlekatan periodontal sebesar 3+ mm (Tabel 4). Restorasi mesial dan distal tentunya merupakan “restorasi Kelas 2” dan normalnya terkait dengan restorasi oklusal. Sehingga, sebuah analisis bivariat terpisah terhadap data pada usia 32 tahun untuk restorasi oklusal pada gigi posterior saja (yakni, dimana tidak ada restorasi mesial, bukal, distal atau lingual yang juga terdapat pada gigi) dilakukan. Ditunjukkan bahwa 10.037 gigi posterior tanpa restorasi oklusal, 1237 (12,3%) memiliki kehilangan perlekatan periodontal mesial sebesar 3+ mm, sedangkan, 2066 gigi dengan restorasi oklusal saja, sekitar 259 (12,5%) memiliki kehilangan perlekatan periodontal mesial sebesar 3+ mm (x = 0,0710, p=0,790).
   
Setelah disesuaikan untuk variabel-variabel pembaur potensial, tempat-tempat karies jangka panjang tidak menjadi prediktor signifikan untuk kehilangan perlekatan sebesar 3+ mm. Akan tetapi, hubungan kategori restorasi lainnya dengan kehilangan perlekatan peridontal sebesar 3+ mm berlaku setelah disesuaikan untuk variabel pembaur potensial, walaupun semuanya kecuali hubungan antara tempat mesial baru berkaries dan CAL untuk 4+ mm kekurangan signifikansi statistik (Tabel 5).
   
Sebuah analisis bivariat juga dilakukan untuk menentukan apakah sebuah permukaan yang diidentifikasi sebagai berkaries atau direstorasi menghadap permukaan gigi lainnya (apakah sehat, berkaries, atau juga direstorasi) bisa mempengaruhi prevalensi kehilangan perlekatan periodontal pada sisi lain dari ruang periodontal. Prevalensi kehilangan periodontal yang sebesar 3+ dan 4+ mm paling besar pada tempat dimana terdapat permukaan gigi mesial dan distal berkaries/direstorasi, dan paling kecil jika kedua permukaan ini sehat. Prevalensi kehilangan perlekatan periodontal sebesar 3+ mm lebih besar apabila hanya restorasi mesial yang dipasang dibanding apabila hanya restorasi distal yang dipasang, dan sebaliknya untuk kehilangan periodontal distal sebesar 3+ mm. Tidak ada perbedaan yang ditemukan untuk data kehilangan perlekatan 4+ mm (Tabel 6).

PEMBAHASAN
   
Temuan penelitian ini mendukung hipotesis kami bahwa restorasi-restorasi aproksimal terkait dengan kerusakan periodontal di masa mendatang. Temuan kami konsisten dengan temuan Albandar dkk., (1995) dengan memperhatikan peranan restorasi gigi defektif dan non-defektif terhadap inflamasi gingiva dan kadar tulang alveolar pada sebuah populasi remaja. Kedua penelitian ini menggunakan pemodelan statistik multilevel; akan tetapi, Albandar dkk. (1995) tidak mengontrol variabel-variabel pembaur lain, dan penentuan CAL dicapai dengan menggunakan perubahan-perubahan radiografis dan bukan ukuran klinis. Ada kemungkinan bahwa pengukuran variabel terikat (serta perbedaan ukuran sampel) bisa menjelaskan perbedaan yang ditemukan antara penelitian-penelitian ini. OR yang dihitung dari perkiraan nilai b yang dilaporkan oleh Albandar dkk (1995) jauh lebih kecil dibanding yang dilaporkan dalam penelitian kali ini; akan tetapi, masih belum jelas apakah analisis multi-level yang dimodelkan untuk masing-masing unit 0,1mm mengurangi tinggi tulang atau beberapa unit ukuran lainnya.
   
Dalam penelitian ini memang tidak ada maksud untuk mencoba menentukan apakah hubungan antara CAL dan restorasi dapat dikaitkan dengan tipe material yang digunakan, kontur restorasi/ketidakteraturan, atau penggangguan lebar biologik. Data tentang rincian-rincian seperti ini tidak dicatat dalam penelitian Dunedin. Akan tetapi,  penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan bahwa banyak restorasi dental proksimal (antara 20% dan 76%) memiliki overhang atau margin yang berkontur buruk, walaupun perkiraannya sangat bervariasi tergantung pada metode untuk menentukan overhang dan populasi yang diteliti (Brunsvold dan Lane 1990, McDonald & Pack 1990, Albandar dkk., 1995). Penelitian-penelitian lain telah menyebutkan bahwa material gigi yang berbeda bisa membawa risiko diferensial untuk CAL periodontal (Paoilantonio dkk., 2004). Penelitian dalam studi-studi longitudinal di masa mendatang mungkin bertujuan untuk meneliti efek berbagai material gigi dari waktu ke waktu terhadap kehilangan perlekatan periodontal.
   
Keakuratan ukuran kehilangan perlekatan periodontal telah terbukti tergantung pada tempat-tempat yang diukur, probe yang digunakan, kesalahan pengukuran, dan definisi operasional dari CAL (Breen dkk., 1999, Jeffcoat & Reddy 2003). Ukuran-ukuran tersebut dibuat hanya pada tiga tempat per gigi (bukan enam tempat) sehingga bisa menghasilkan perkiraan yang terlalu rendah. Meskipun besarnya tidak diketahui, sebuah penelitian terbaru terhadap efek protokol pencatatan parsial terhadap perkiraan prevalensi penyakit periodontal menemukan bahwa kombinasi tempat mesibukal, midbukal, dan distolingual terkait dengan bias minimum ketika dibandingkan dengan perkiraan-perkiraan dari penggunaan keenam tempat per gigi (Susin dkk., 2005). Ini menunjukkan bahwa penggunaan ketiga tempat ini dalam penelitian kali ini mungkin telah meminimalisir bias pencatatan parsial ini. Secara metodologi, kesalahan pengukuran diminimalisir dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik penilaian standar dan pemeriksa yang terlatih. Probe periodontal NIDR sering digunakan pada penelitian-penelitian epidemiologi skala besar untuk penyakit periodontal, dan diyakini bahwa penggunaan dalam penelitian kali ini telah menghasilkan pengukuran yang akurat. Kami juga memilih untuk menggunakan dua pendekatan terhadap kehilangan perlekatan periodontal untuk mengabsahkan temuan penelitian, sehingga meningkatkan keabsahannya (Cook & Campbell 1979). Dengan menggunakan dua definisi destruksi periodontal, CAL ≥ 3  mm dan CAL≥ 4 mm, memberikan perkiraan yang realistis dan konsernvatif untuk CAL dini, karena kesalahan ±2 mm merupakan standar kesalahan yang dapat diterima dalam penilaian CAL klinis (Lopez dkk., 2003, Thomson dkk., 2004). Disamping itu, penggunaan ukuran tempat posterior dan anterior mulut-lengkap akan menghasilkan perkiraan OR yang stabil (Thomson & Williams 2002).
   
Yang selalu ada dalam setiap penelitian periodontal adalah tantangan berupa pemberian bukti yang cukup untuk menunjukkan hubungan kausal antara faktor-faktor risiko dan kehilangan perlekatan. Dua kriteria yang diperlukan untuk menentukan risiko atau hubungan sebab-akibat adalah (a) kelayakan biologis dan (b) hubungan yang cocok (sementara) antara keterpaparan terhadap faktor-faktor risiko dan kejadian kehilangan perlekatna klinis (Hennekens dkk., 1987). Penelitian-penelitian kohort prospektif memberikan bukti yang paling baik untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko dan menentukan tingkat risiko (Albandar 2002). Dalam hal hubungan sementara, penelitian kali ini mengidentifikasi perubahan-perubahan pada integritas permukaan gigi sekitar selama masa tersebut. Data cukup berbeda karena didapatkan pada kondisi standar, yang tersedia bagi 884 individu lintas interval penelitian, bersama dengan SES jangka-panjang, pemanfaatan pelayanan gigi, dan ukuran keterpaparan merokok dari waktu ke waktu.
   
Jika kelayakan biologis dipertimbangkan, maka kelayakan untuk CAL sebagai akibat dari pengobatan restoratif telah disebutkan dalam literatur sebelumnya (Kois 1996). Ini lebih lanjut didukung oleh apa yang kami temukan bahwa hanya restorasi mesial/transisi karies yang secara signifikan mempengaruhi rasio ganjil untuk kehilangan perlekatan periodontal. Fakta bahwa rasio ganjil untuk CAL paling besar pada tempat-tempat periodontal di dekat permukaan gigi yang memiliki restorasi permanen pada usia 26 dan 32 – dibanding dengan gigi yang baru direstorasi dan gigi yang berkaries – dapat memberikan bukti tambahan untuk mendukung hipotesis kami.

Implikasi
   
Secara umum, para dokter gigi harus mempertimbangkan karies antar-proksimal dan restorasi gigi yang akan menjadi faktor risiko setempat untuk kehilangan perlekatan periodontal terlokalisasi. Demikian juga, mereka harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk meminimalisir kejadian karies dan restorasi, dan secara cermati memantau (dan jika memungkinkan merawat tempat-tempat antar-proksimal yang memiliki (atau memerlukan) restorasi-restorasi di sekitarnya.

RELEVANSI KLINIS

Pertimbangan ilmiah untuk penelitian
   
Restorasi yang tidak terkontur dengan baik bisa meningkatkan retensi plak dan/atau mengganggu lebar biologik; akan tetapi, masih ada kontroversi tentang apakah restorasi antar-proksimal menyebabkan jaringan periodontal sekitarnya rentan terhadap kerusakan di masa mendatang.

Temuan mendasar
   
Kami menemukan kehilangan perlekatan periodontal sekitar dua kali kelbih mungkin sebesar ≥ 3mm pada tempat-tempat restorasi atau karies antar-proksimal.

Implikasi praktis
   
Secara umum, dokter gigi harus mempertimbangkan karies antar-prosimal dan restorasi gigi yang akan menjadi faktor risiko lokal bagi kehilangan perlekatan periodontal. Demikian juga, para dokter gigi harus mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan untuk meminimalisir kejadian karies atau restorasi, dan memantau secara cermat tempat-tempat antar-proksimal yang memiliki restorasi di sekitarnya.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Relationship between glycemic index and weight loss

Prosedur dan Alat Diagnostik