Prinsip-Prinsip Enzimologi Klinis

PRINSIP-PRINSIP DASAR

    Bagian ini dimulai dengan pembahasan tata-nama enzim dan diikuti dengan pembahasan enzim sebagai protein dan katalis.

Tata-nama Enzim

    Secara historis, enzim diberi nama berdasarkan nama substrat atau gugus dimana enzim bekerja dan kemudian menambahkan akhiran ­-ase. Disamping itu, beberapa enzim diberikan nama empiris, seperti trypsin, diastase, ptyalin, pepsin, dan emulsin. Selanjutnya, Komisi Enzim (EC) dari Perhimpunan Biokimia Internasional (IUB) membuat sebuah dasar yang praktis dan mudah untuk pengidentifikasian enzim.


    Dengan sistem IUB ini, nama sistematis atau nama biasa diberikan untuk masing-masing enzim. Nama sistematis menggambarkan sifat reaksi yang dikatalisis dan terkait dengan pemberian kode angka unik. Nama praktis atau nama biasa, yang bisa identik dengan nama sistematis tetapi sering merupakan penyederhanaan dari nama sistematis, cocok untuk digunakan sehari-hari. Pemberian angka unik untuk masing-masing enzim terdiri dari empat bilangan, yang dipisahkan oleh titik. Angka-angka ini didahului dengan huruf EC, singkatan dari Enzyme Commission. Semua enzim dimasukkan ke dalam salah satu dari enam golongan, yang ditandai dengan tipe reaksi yang dikatalisisnya: (1) oksidoreduktase, (2) transferase, (3) hidrolase, (4) lyase, (5) isomerase, dan (6) ligase. Tabel 9-1 memuat daftar enzim-enzim terpilih yang memiliki relevansi klinis, diidentifikasi dengan nama trivial, singkatan, dan nama sistematis serta berdasarkan angka kodenya.

    Disamping itu, sebuah cara yang umum dan mudah adalah dengan menggunakan singkatan huruf besar untuk nama-nama enzim tertentu, seperti ALT untuk alanin aminotransferase, AST untuk aspartat aminotransferase, LD untuk laktat dehidrogenase, dan CK untuk kreatin kinase (lihat Tabel 9-1).

Enzim sebagai Protein

Struktur Dasar

    Semua molekul enzim memiliki karakteristik protein struktural primer, sekunder, dan tersier (lihat Bab 18). Disamping itu, kebanyakan enzim juga menunjukkan tingkat kuartener struktur. Dengan banyaknya enzim, aktivitas katalitik dan aktivitas biologisnya memerlukan dua atau lebih rantai polipeptida (subunit) untuk bergabung membentuk sebuah molekul fungsional. Penataan subunit-subunit ini menentukan struktur kuartener. Subunit-subunit bisa berupa salinan-salinan dari rantai polipeptida yang sama (homomultimer [misalnya seperti isoenzim MM dari kreatin kinase, atau isoenzim H4 dari laktat dehidrogenase]) atau mereka bisa mewakili polipeptida-polipeptid berbeda (heteromultimer).

    Aktivitas katalitik dari sebuah molekul enzim umumnya tergantung pada kepaduan strukturnya. Setiap gangguan struktur terjadi disertai kehilangan aktivitas, sebuah proses yang dikenal sebagai denaturasi. Jika proses denaturasi berlangsung minimal, maka bisa berbalik dengan pemulihan aktivitas enzim setelah agen pendenaturasi dihilangkan. Akan tetapi, kondisi-kondisi pendenaturasi yang lama atau parah menghasilkan kehilangan aktivitas yang ireversibel (tidak dapat balik). Kondisi-kondisi yang menyebabkan denaturasi mencakup (1) suhu meningkat, (2) pH ekstrim, dan (3) reaksi adisi kimia. Penonaktifan kebanyakan enzim oleh panas terjadi pada suhu kamar dan pada kebanyakan kasus terjadi dengan cepat pada suhu sekitar 60oC. Polimerase termasuk pengecualian dan tetap mempertahankan aktivitas pada suhu sampai 90oC. Dengan demikian, suhu rendah digunakan untuk melindungi aktivitas enzim, khususnya dalam larutan cair, seperti serum. PH ekstrim juga menyebabkan terbukanya struktur molekul enzim dan, terkecuali beberapa pengecualian, harus dihindari ketika melindungi sampel-sampel enzim. Reaksi adisi kimia, seperti urea dan senyawa-senyawa terkait, merusak ikatan hidrogen dan interaksi-interaksi hidrofob sehingga keterpaparan enzim terhadap larutan-larutan dari reagen-reagen ini menyebabkan penonaktifan.

Isoenzim dan Bentuk Ganda  Enzim

    Isoenzim adalah bentuk dari sebuah enzim yang memiliki kemampuan untuk mengkatalisis reaksi karakteristik enzim tetapi berbeda strukturnya karena mereka dikodekan oleh gen-gen struktural yang berbeda. Varian-varian enzim ini bisa terjadi dalam satu organ atau bahkan dalam tipe sel tertentu. Mereka sering memiliki perbedaan dalam hal aktivitas katalitik. Akan tetapi, semua bentuk enzim tertentu memiliki kemampuan untuk mengkatalisis reaksi karakteristiknya.

Genetika Varian Enzim

    Isoenzim sejati terjadi karena eksistensi lebih dari satu lokus gen yang mengkodekan struktur protein enzim. Banyak enzim manusia (kemungkinan lebih dari sepertiga) yang diketahui ditentukan oleh lebih dari satu lokus gen struktural. Gen-gen pada loci berbeda telah mengalami modifikasi selama perjalanan evolusi sehingga protein enzim yang dikodekan tidak lagi memiliki struktur identik.
   
Gen-gen yang menentukan kelompok isoenzim tidak harus berhubungan dekat pada salah satu kromosom; gen-gen ini sering terdapat pada kromosom-kromosom yang berbeda. Sebagai contoh, gen-gen struktural yang mengkodekan saliva manusia dan amylase pankreatik keduanya terletak pada kromosom 1, sedangkan gen-gen yang mengkodekan mitokondrial dan sitoplasmik malat dehidrogenase dibawa pada kromosom 7 dan 2, masing-masing. Diantara enzim-enzim yang memiliki fungsi klinis dan terdapat sebagai isoenzim karena keberadaan banyak loci gen adalah laktat dehidrogenase, kreatin kinase, α-amilase, dan beberapa bentuk alkalin fosfatase.
   
Kategori lain dari bentuk-bentuk molekuler ganda muncul ketika enzim-enzim bersifat oligomerik dan terdiri dari molekul-molekul yang terbuat dari sub-sub unit. Hubungan antara tipe-tipe subunit yang berbeda dalam berbagai kombinasi melahirkan serangkaian molekul enzim aktif. Ketika subunit-subunit diperoleh dari gen struktural berbeda, baik loci ganda atau alel ganda, molekul hybrid yang terbentuk disebut sebagai hybrid isoenzim. Kemampuan untuk membantuk isoenzim hybrid adalah bukti dari kemiripan struktural antara subunit-subunit yang berbeda. Isoenzim hybrid juga terbentuk secara in vitro dan in vivo dalam sel dimana tipe-tipe berbeda dari subunit-subunit pembentuk terdapat dalam bagian subseluler yang sama.
   
Jumlah hybrid isoenzim berbeda yang terbentuk dari dua protomer tidak identik tergantung pada jumlah subunit-subunit dalam molekul enzim lengkap. Untuk sebuah enzim dimerik, salah satu dimer campuran (hybrid isoenzim) terbentuk. Jika enzim merupakan sebuah tetramer, tiga isoenzim heteropolimerik bisa terbentuk. Contoh-contoh isoenzim hybrid adalah dimer MB campuran dari kreatin kinase (CK-MB) dan tiga isoenzim hybrid, LD-2, LD-3, dan LD-4, dari laktat dehidrogenase.
Penyebab Non-genetik dari Bentuk-Bentuk Ganda Enzim
   
Banyak tipe modifikasi molekul enzim pasca-translasi yang menghasilkan bentuk-bentuk ganda yang umum dikenal sebagai isoform (Gambar 9-1). Beberapa dari proses ini telah diketahui menyebabkan keheterogenan berbagai enzim, baik pada benda hidup atau sebagai akibat dari perubahan yang terjadi selama ekstraksi atau penyimpanan.
   
Modifikasi residu dalam rantai-rantai polipeptida molekul enzim diketahui terjadi pada sel-sel hidup untuk menghasilkan bentuk-bentuk ganda. Sebagai contoh, penghilangan gugus amida mewakili beberapa keheterogenan amylase dan anhidrase karbonat (enzim-enzim ini juga masing-masing terdapat sebagai isoenzim sejati). Modifikasi juga terjadi sebagai akibat dari prosedur ekstraksi. Banyak enzim eritrosit, termasuk adenosin deaminase, asam fosfatase, dan beberapa bentuk fosfoglukomutase, mengandung gugus-gugus sulfidril yang rentan terhadap oksidasi yang menghasilkan molekul-molekul enzim berbeda dengan muatan molekuler berubah.
   
Perubahan-perubahan yang mempengaruhi komponen non-protein dari molekul-molekul enzim juga bisa berkontribusi bagi keheterogenan molekuler. Sebagai contoh, banyak enzim adalah glikoprotein, dan variasi rantai samping karbohidratnya merupakan penyebab umum tidak homogennya enzim-enzim ini. Beberapa gugus karbohidrat, utamanya asam N-asetilneuraminat (asam sialat), sangat terionisasi dan akibatnya memiliki efek besar terhadap beberapa sifat molekul enzim. Sebagai contoh, pemindahan gugus asam sialat dari hati manusia dan/atau alkalin fosfatase tulang dengan neuiraminidase yang mereduksi keheterogenan elektroforetik enzim.
   
Pengumpulan molekul enzim satu sama lain atau dengan protein nonenzimatis bisa menghasilkan bentuk-bentuk ganda yang dipisahkan dengan teknik yang tergantung pada perbedaan ukuran molekuler. Sebagai contoh, empat komponen cholinesteron aktif katalitik dengan berat molekuler antara 80.000 sampai 340.000 Da ditemukan pada kebanyakan sera, dengan komponen terberat, C4, yang berkontribusi bagi kebanyakan aktivitas enzim.
Distribusi Isoenzim dan Bentuk Ganda Enzim Lainnya
   
Distribusi isoenzim tidak seragam dalam seluruh tubuh, dan perbedaan aktivitas dari isoenzim-isoenzim berbeda ditemukan pada tingkat organ, sel, dan subsel. Perbedaan spesifik-jaringan juga ditemukan dalam distribusi beberapa bentuk ganda dari enzim yang tidak disebabkan oleh eksistensi loci gen ganda.
Perubahan Distribusi Isoenzim Selama Pertumbuhan dan Penyakit
   
Loci gen ganda dan isoenzim yang dihasilkan menjadi sebuah alat untuk adaptasi pola-pola metabolisme terhadap kebutuhan organ-organ dan jaringan berbeda yang terus berubah selama pertumbuhan normal atau pada saat merespon terhadap perubahan lingkungan. Kondisi-kondisi patologik juga diketahui terkait dengan perubahan-perubahan aktivitas isoenzim khusus.
   
Pola dari beberapa kumpulan isoenzim berubah selama perkembangan normal dalam jaringan berbagai spesies. Sebagai contoh, perubahan proporsi relatif beberapa isoenzim ditemukan selama perkembangan embrionik otot rangka. Proporsi isoenzim LD dan CK secara progresif meningkat dalam jaringan ini, sampai sekitar enam bulan kehidupan intrauterin, ketika pola ini menyerupai pola yang terdapat pada otot-otot yang berdiferensiasi. Perubahan kuantitatif distribusi yang lebih kecil bisa terus berlangsung sampai kelahiran dan sampai masa postnatal awal.
   
Hati juga menunjukkan perubahan-perubahan khas untuk pola beberapa isoenzim selama embriogenesis. Pada awal perkembangan janin, tiga isoenzim aldolase, A, B, dan C, bersama-sama dengan berbagai tetramer hibrid, telah dideteksi pada ekstrak hati. Akan tetapi, pada saat kelahiran – seperti pada hati dewasa – aldolase B adalah isoenzim yang dominan. Perubahan utama dalam distribusi isoenzim alkohol dehidrogenase juga terjadi pada hati manusia selama perkembangan prenatal.
   
Perubahan pola-pola isoenzim selama pertumbuhan terjadi akibat perubahan aktivitas loci gen dalam sel-sel tipe tertentu yang sedang berkembang (seperti sel-sel otot). Perubahan-perubahan lain dalam keseimbangan isoenzim pada seluruh organisme bisa berasal dari perubahan jumlah atau aktivitas sel yang mengandung banyak isoenzim karakteristik. Contohnya adalah jumlah dan aktivitas yang meningkat dari osteoblast, yang bertanggungjawab untuk mineralisasi tulang rangka antara periode postnatal awal dan di awal dekade ketiga masa hidup. Kelebihan alkalin fosfatase (ALP) dari osteoblast aktif memasuki sirkulasi, dimana keberadannya dikenali berdasarkan sifat-sifat khasnya dan dimana dia meningkatkan aktivitas total ALP serum remaja melebihi nilai orang dewasa. ALP dari hati juga berkontribusi terhadap aktivitas total enzim ini dalam plasma normal, dan jumlah isoenzim ini dalam plasma menunjukkan peningkatan yang kecil dan progresif seiring dengan usia.
   
Penyakit tertentu, seperti distropi muskular progresif, tampaknya melibatkan kegagalan jaringan yang terkena untuk berkembang secara normal atau untuk mempertahankan kondisi normal. Sel-sel kanker menunjukkan kehilangan struktur yang progresif dan metabolisme sel sehat yang merupakan tempat asalnya. Dengan demikian pola isoenzim dari jaringan yang matang dan berdiferensiasi bisa hilang atau termodifikasi jika diferensiasi normal tertahan atau berbalik, dan banyak contoh yang telah dilaporkan tentang perubahan-perubahan isoenzim yang menyertai proses-proses semacam ini.
   
Distribusi isoenzim aldolase, LD, dan CK pada otot pasien yang memiliki distropi otot progresif telah ditemukan mirip pada mereka yang sedang dalam tahapan perkembangan awal otot janin. Kelainan-kelainan isoenzim pada otot distropi telah diinterpretasi sebagai sebuah kegagalan untuk mencapai atau mempertahankan tingkat diferensiasi normal. Pola-pola isoenzim dalam jaringan-jaringan yang beregenerasi juga bisa menunjukkan beberapa kecenderungan untuk mendekati distribusi janin. Kemunculan ulang pola distribusi isoenzim yang mirip seperti pada masa janin juga merupakan ciri dari transformasi ganas pada banyak jaringan. Fenomena ini pertama kali diteliti secara ekstensif dalam kasus isoenzim LD. Tumor-tumor ganas secara umum menunjukkan pergeseran signifikan dalam keseimbangan isoenzim menghasilkan bentuk seperti LD-4 dan LD-5. Penurunan aktivitas isoenzim LD-1 dan LD-2 menghasilkan pola-pola yang menyerupai yang terjadi pada jaringan embrionik. Tumor-tumor prostat, cervix, payudara, otak, usus, rektum, bronkus, dan kelenjar getah bening adalah diantara yang menunjukkan transformasi ini. Sebaliknya, glioma-glioma jinak menunjukkan peningkatan relatif isoenzim anion.

Perbedaan Sifat antara Bentuk-Bentuk Enzim

Perbedaan struktur antara berbagai bentuk sebuah enzim menimbulkan perbedaan sifat psikokimia seperti (1) mobilitas elektroforetik, (2) resistensi terhadap penonaktifan, dan (3) kelarutan, atau karakteristik katalitik, seperti rasio reaksi dengan analog-analog substrat atau merespon terhadap inhibitor. Metode-metode analisis isoenzim dengan demikian telah dirancang untuk mengamati berbagai sifat struktural dan katalitik dari molekul enzim.
   
Teknik-teknik biologi molekuler, seperti kloning gen dan sequencing, telah merevolusi penelitian struktur isoenzim primer. Perbedaan struktur utama antara isoenzim-isoenzim, apakah yang diperoleh dari loci gen ganda atau alel berbeda, sekarang ini telah ditemukan untuk beberapa enzim. Lebih lanjut, banyak pertanyaan yang telah terjawab tentang apakah berbagai bentuk enzim mewakili isoenzim sebenarnya atau muncul dari modifikasi pasca-translasi.
   
Isoenzim-isoenzim yang disebabkan oleh eksistensi loci gen-ganda biasanya berbeda secara kuantitatif dalam hal sifat katalitik. Perbedaan-perbedaan ini dimanifestasikan pada karakteristik seperti (1) aktivitas molekuler, (2) nilai Km dari substrat, (3) kesensitifan terhadap berbagai inhibitor, dan (4) laju aktivitas dengan analog substrat. Sebaliknya, banyaknya bentuk enzim yang muncul oleh modifikasi pasca-translasi seperti ini sebagai kumpulan biasanya memiliki sifat-sifat katalitik yang mirip.
   
Isoenzim-isoenzim multilokus juga biasanya berbeda dalam hal spesifitas antigeniknya, walaupun perbedaan-perbedaan ini kurang terlihat diantara isoenzim-isoenzim yang relatif baru muncul dalam sejarah evolusioner dan terkait dekat dalam hal struktur. Reaksi-silang imunologi juga tidak umum diantara isoenzim-isoenzim multilokus. Berbagai bentuk enzim yang disebabkan oleh modifikasi pasca-sintesis seringkali memiliki penentu antigenik yang umum. Kapasitas untuk pendeteksian perbedaan antara molekul-molekul isoenzim yang mirip secara antigenik tergantung pada besarnya spesifitas antibodi monoklonal.
   
Perbedaan resistensi terhadap denaturasi umumnya ditemukan antara isoenzim-isoenzim sejati, baik ini adalah produk dari banyak loci atau banyak alel. Bentuk ganda enzim lainnya sering tidak berbeda atau hanya berbeda sedikit dalam hal ini. Perbedaan yang umumnya ditemukan antara isoenzim-isoenzim adalah perbedaan muatan molekuler yang dihasilkan oleh komposisi asam amino yang berubah dari molekul. Perbedaan ini membentuk dasar pemisahannya berdasarkan elektroforesis zona, kromatografi penukar ion, atau pemokusan isoelektrik.

Enzim sebagai Katalis
   
Katalis adalah sebuah zat yang meningkatkan laju reaksi kimia tertentu tanpa terpakai atau berubah secara permanen. Enzim-enzim adalah katalis protein yang alami. Hampir semua reaksi kimia yang terjadi pada benda hidup dikatalisis oleh enzim tertentu. Sehingga kehidupan itu sendiri dianggap sebagai serangkaian reaksi enzimatis terpadu dan beberapa penyakit dianggap sebagai perombakan pola normal metabolisme.

Efisiensi
   
Secara biologis, sejumlah molekul enzim tertentu mengkonversi banyak molekul substrat menjadi produk dalam waktu yang singkat. Dengan demikian, kenampakan jumlah enzim yang meningkat dalam aliran darah mudah dideteksi, walaupun jumlah protein enzim yang dilepaskan dari sel-sel yang rusak cukup kecil jika dibandingkan dengan kadar total protein nonenzimatis dalam darah, sehingga, enzim tertentu dikenali berdasarkan efek karakteristiknya terhadap reaksi kimia tertentu ketimbang keberadaan protein lain yang berlebih.

Spesifitas dan Pusat Aktif
   
Interaksi antara enzim dan substratnya melibatkan kombinasi salah satu molekul enzim dengan salah satu molekul substrat (atau dua, untuk reaksi-reaksi dua substrat). Reaksinya melibatkan perlekatan molekul substrat ke daerah molekul enzim tertentu, yakni pusat aktifnya. Berbagai gugus yang penting dalam pengikatan substrat terdapat dalam pusat aktif, dan disanalah proses aktivasi dan transformasi substrat terjadi. Komposisi dan penataan spasial pusat aktif juga menjadi dasar untuk spesifitas sebuah enzim.
   
Tempat aktif dari sebuah enzim akan berbeda-beda antara enzim tetapi secara umum:

1.Tempat aktif dari sebuah enzim relatif kecil dibanding total volume molekul enzim karena strukturnya bisa mengandung kurang lebih 5% dari total asam amino dalam molekul.
2.Tempat aktif dari enzim adalah struktur-struktur tiga-dimensi yang terbentuk sebagai akibat dari struktur tersier protein. Ini dihasilkan dari asam amino dan ko-faktor dalam tempat aktif sebuah enzim yang terstruktur secara spasial dalam hubungan tiga-dimensi jika ditinjau satu sama lain dan struktur molekul substrat.
3.Biasanya, tarik menarik antara molekul enzim dan molekul substratnya merupakan sebuah ikatan non-kovalen. Gaya fisik yang digunakan dalam tipe ikatan ini mencakup (1) ikatan hidrogen, (2), interaksi elektrostatik dan hidrofobik, dan (3) gaya van der Waals.
4.Tempat aktif dari enzim biasanya terdapat pada bagian tengah dan celah dalam protein. Ini menolak banyak pelarut dan mengurangi aktivitas katalitik dari enzim.
5.Spesifitas pengikatan substrat adalah sebuah fungsi penataan atom dalam tempat aktif enzim yang melengkapi struktur molekul substrat.

KINETIKA ENZIM
   
Enzim-enzim beraksi melalui pembentukan kompleks enzim-substrat (ES), dimana sebuah molekul substrat terikat ke pusat aktif dari molekul enzim. Proses pengikatan ini mentransform molekul substrat menjadi keadaan teraktivasinya. Energi aktivasi terjadi tanpa penambahan energi eksternal sehingga pembatas energi bagi reaksi berkurang dan penguraian produk meningkat. Kompleks ES terurai menghasilkan produk reaksi (P) dan enzim bebas (E):
E + S ↔ ES → P + E  (1)
   
Semua reaksi yang dikatalisis oleh enzim adalah reaksi reversibel menurut teori. Akan tetapi, dalam prakteknya reaksi ini biasanya ditemukan lebih cepat pada salah satu arah dibanding yang lainnya, sehingga keseimbangan dicapai apabila produk salah satu arah reaksi mendominasi, terkadang sangat jelas sehingga reaksi dikatakan reversibel (dapat balik). Jika produk reaksi pada salah satu arah dikeluarkan saat terbentuk, kesetimbangan proses enzimatis pertama akan bergeser sehingga reaksi akan berlangsung sampai sempurna pada arah tersebut.

Faktor-Faktor yang Mengatur Laju Reaksi yang Dikatalisis oleh Enzim
   
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi yang dikatalisis enzim mencakup konsentrasi enzim dan konsentrasi substrat, pH, suhu, dan keberadaan inhibitor, aktivator, koenzim dan gugus prostetik.
Konsentrasi enzim
   
Dalam reaksi enzimatis pada persamaan (1), reaksi kesetimbangan antara enzim dan substrat diasumsikan berlangsung sangat cepat, dibanding dengan penguraian ES menjadi enzim dan produk bebas. Laju reaksi secara keseluruhan pada kondisi konstan dengan demikian dianggap sebanding dengan konsentrasi kompleks ES. Penambahan lebih banyak molekul enzim ke dalam sistem reaksi akan meningkatkan konsentrasi ES dan laju reaksi secara keseluruhan. Peningkatan ini mewakili laju reaksi yang sebanding dengan konsentrasi enzim yang terdapat dalam sistem dan merupakan dasar untuk penentuan enzim secara kuantitatif melalui pengukuran laju reaksi.

Konsentrasi substrat
   
Pembentukan kompleks ES juga dipengaruhi oleh hubungan antara kecepatan reaksi dan konsentrasi substrat.

Reaksi Substrat-Tunggal
   
Jika konsentrasi enzim konstan dan konsentrasi substrat berubah-ubah, maka laju reaksi hampir secara secara langsung berbanding lurus dengan konsentrasi substrat pada nilai rendah untuk konsentrasi substrat. Pada kondisi dimana laju reaksi sebanding dan tergantung pada konsentrasi substrat, maka ini disebut sebagai reaksi orde pertama. Pada konsentrasi substrat tinggi, laju reaksi dikenal sebagai reaksi orde nol dan tidak tergantung pada konsentrasi substrat.

Reaksi Dua Substrat
   
Kebanyakan reaksi enzimatik melibatkan dua substrat. Diantara reaksi substrat ganda yang penting dalam enzimologi klinis adalah reaksi-reaksi yang dikatalisis oleh dehidrogenase atau oleh aminotransferase. Konsentrasi kedua substrat mempengaruhi laju reaksi dua substrat. Dalam prakteknya, pemilihan konsentrasi substrat dibatasi oleh pertimbangan berikut (1) kelarutan zat, (2) viskositas dan absorbansi awal tinggi dari larutan-larutan pekat, dan (3) biaya relatif dari pereaksi.

Reaksi Enzimatis Konsekutif
   
reaksi enzimatis biasanya ditemukan lebih cepat pada satu arah dibanding lainnya sehingga reaksi dikatakan ireversibel. Jika produk reaksi pada salah satu arah dihilangkan saat terbentuk, kesetimbangan proses enzimatik pertama bergeser sehingga reaksi bisa terus berlanjut pada arah tersebut. Urutan-urutan reaksi dimana produk dari salah satu reaksi yang dikatalisis enzim menjadi substrat enzim lainnya, yang seringkali berlangsung dalam banyak tahapan, adalah karakteristik dari proses-proses metabolik.
pH
   
Laju reaksi yang dikatalisis oleh enzim biasanya merupakan sebuah fungsi dari pH. PH optimal untuk reaksi maju bisa berbeda dengan pH optimal yang ditemukan untuk reaksi balik yang bersangkutan. PH dan lingkungan ionik juga akan mempengaruhi konformasi tiga dimensi dari protein sehingga mempengaruhi aktivitas enzim sedemikian rupa akibatnya enzim bisa mengalami denaturasi yang ireversibel pada nilai pH yang ekstrim.
   
Efek pH yang besar terhadap reaksi-reaksi enzim menekankan diperlukannya untuk mengontrol variabel ini menggunakan larutan buffer yang tepat. Uji enzim harus dilaksanakan pada pH optimal. Sistem buffer ini harus mampu melawan efek penambahan spesimen ke dalam sistem pengujian, dan efek asam atau basa yang terbentuk selama reaksi.
Suhu
   
Laju reaksi enzim berbanding lurus dengan suhu reaksinya. Untuk kebanyakan reaksi enzimatik, nilai Q10 (laju reaksi relatif pada dua suhu yang berbeda sebesar 10oC) berbeda-beda antara 1,7 sampai 2,5. Akan tetapi, peningkatan laju reaksi yang dikatalisis tidak hanya merupakan efek dari suhu yang meningkat terhadap reaksi enzimatik.
   
Pada beberapa suhu kritis, sebuah enzim akan mengalami penonaktivan termal yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Ini mencakup (1) keberadaan substrat dan konsentrasinya, (2), pH, dan (3) sifat dan kekuatan ionik dari larutan buffer. Beberapa enzim dinonaktifkan pada suhu refrigerator. Pemilihan suhu untuk pengujian enzim yang memiliki signifikansi klinis masih banyak diperdebatkan. Sekarang ini, pilihan suhu reaksi tidak lagi menjadi isu karena kebanyakan sistem analitik beroperasi pada suhu 37oC. Disamping itu, metode referensi untuk beberapa enzim yang relevan secara klinis sekarang ini telah dikualifikasi pada suhu 37oC.

Inhibitor dan Aktivator
   
Laju reaksi enzimatik dipengaruhi oleh  zat selain enzim atau substrat. Zat-zat ini bisa berupa inhibitor (penghambat) karena keberadaannya akan mengurangi laju reaksi atau berupa aktivator karena dapat meningkatkan laju reaksi. Aktivator dan inhibitor biasanya adalah molekul-molekul kecil atau bahkan berupa ion. Zat-zat ini memiliki spesifitas yang berbeda-beda dengan efek mirip terhadap berbagai reaksi enzimatik. Pereaksi, seperti asam kuat atau anion multivalen dan kation yang mendenaturasi atau mengendapkan protein, merusak aktivitas enzim sehingga bisa dianggap sebagai contoh inhibitor enzim yang ekstrim.
   
Beberapa fenomena aktivasi atau inhibisi enzim disebabkan oleh interaksi antara zat pengubah dan komponen nonenzimatik dari sistem reaksi, seperti substrat.

Inhibisi Aktivitas Enzim
   
Inhibitor dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu reversibel atau ireversibel.
   
Inhibisi reversibel. Inhibisi reversibel menunjukkan bahwa aktivitas enzim tetap terjaga apabila inhibitor secara fisik dihilangkan dari reaksi. Tipe inhibisi ini ditandai dengan eksistensi kesetimbangan antara enzim dan inhibitor. Inhibitor yang kompetitif biasanya analog dengan substrat dari segi struktur dan mengikat enzim pada tempat pengikatan substratnya, tetapi karena tidak identik dengan substrat, maka penguraian menjadi produk tidak terjadi. Pada konsentrasi substrat rendah, pengikatan substrat direduksi karena beberapa molekul enzim bergabung dengan inhibitor. Sehingga konsentrasi ES dan kecepatan reaksi berkurang.
   
Inhibisi yang kompetitif disebabkan oleh kompetisi diantara molekul substrat untuk mendapatkan satu tempat pengikatan. Pada reaksi dua substrat, konsentrasi tinggi dari substrat kedua bisa berkompetisi dengan substrat pertama untuk mendapatkan tempat pengikatan. Inhibisi kompetitif juga berkontribusi bagi pengurangan laju reaksi enzimatik.
   
Inhibitor non-kompetitif biasanya berbeda dari substrat secara struktural. Inhibitor ini diasumsikan terikat ke sebuah tempat pada molekul enzim selain pada tempat pengikatan substrat; sehingga tidak ada kompetisi antara inhibitor dan substrat.
   
Inhibisi ireversibel. Inhibisi ireversibel menyebabkan molekul enzim tidak aktif dengan mengubah sebuah gugus fungsional yang diperlukan untuk katalisis secara permanen (ireversibel). Efeknya semakin besar seiring dengan waktu, dengan menjadi lengkap apabila jumlah inhibitor yang ada melebihi jumlah total enzim. Sebuah kategori inhibisi enzim ireversibel yang penting secara psikologis dihasilkan oleh antienzim. Ini adalah protein-protein yang terikat ke trypsin secara permanen, sehingga menghilangkan aktivitas proteolitiknya.
   
Inhibisi Antibodi. Kombinasi molekul enzim dengan antibodi spesifik sering tidak memiliki efek terhadap aktivitas katalitik. Akan tetapi, pada beberapa kasus, reaksi enzim dan antibodi mengurangi atau bahkan menghentikan aktivitas enzimatis. Penjelasan yang paling mungkin untuk tipe inhibisi ini adalah bahwa molekul antibodi membatasi akses terhadap molekul substrat pada pusat aktif dengan penahanan sterik, atau menutupi tempat pengikatan substrat.

Aktivasi Enzim
   
Aktivator meningkatkan laju reaksi yang dikatalisis enzim dengan berbagai mekanisme aktivasi. Sebagai contoh, banyak enzim mengandung ion logam sebagai sebuah bagian intergral dari strukturnya. Fungsi logam bisa menstabilkan struktur protein tersier dan kuartener. Enzim sering direaktivasi melalui dialysis terhadap sebuah larutan ion logam yang sesuai atau dengan menambahkan ion tersebut ke dalam campuran reaksi.
   
Apabila ion aktivator adalah bagian penting dari molekul enzim fungsional, biasanya aktivator ini dimasukkan ke dalam molekul enzim. Dengan demikian, biasanya tidak diperlukan untuk menambahkan aktivator ke dalam campuran reaksi, dan kelebihan ion mungkin memiliki efek inhibitory. Akan tetapi, pada beberapa kasus, ion pengaktivasi hanya terikat lemah atau sementara ke enzim (atau substratnya) selama katalisis.
Koenzim dan Gugus Prostetik
   
Koenzim biasanya merupakan molekul yang lebih kompleks dibanding aktivator, walaupun merupakan molekul-molekul yang lebih kecil dari protein enzim itu sendiri. Beberapa senyawa seperti NAD dan NADP, dikelompokkan sebagai koenzim dan merupakan substrat spesifik dalam reaksi dua substrat.
   
Koenzim seperti NAD dan NADP hanya terikat sementara ke enzim selama terjadinya reaksi, begitu juga dengan substrat secara umum. Dengan demikian tidak ada reaksi yang terjadi selama koenzim yang sesuai tidak terdapat dalam larutan. Berbeda dengan koenzim yang larut sempurna, beberapa koenzim hanya terikat permanen ke molekul enzim, dimana mereka menjadi bagian dari pusat aktif dan mengalami siklus perubahan kimia selama reaksi.

ENZIMOLOGI ANALITIK
   
Laboratorium-laboratorium klinis mengukur aktivitas massa protein dari enzim dalam serum atau plasma. Enzim-enzim ini utamanya berada dalam sel (intraseluler) dan normalnya terdapat dalam serum dengan konsentrasi rendah. Dengan mengukur perubahan konsentrasi enzim ini dalam penyakit, kita bisa menyimpulkan lokasi dan sifat perubahan patologik pada jaringan tubuh.

Pengukuran Laju Reaksi
   
Laju reaksi yang dikatalisis enzim berbanding lurus dengan jumlah enzim aktif yang terdapat dalam sistem. Akibatnya, penentuan laju reaksi pada kondisi terkontrol memberikan metode yang sangat spesifik untuk pengukuran enzim pada sampel-sampel seperti serum.
   
Penentuan laju reaksi melibatkan pengukuran kinetika dari jumlah perubahan yang dihasilkan selama interval waktu tertentu. Metode reaksi waktu tetap dan metode pemantauan kontinyu digunakan untuk mengukur laju reaksi. Pada metode waktu tetap, jumlah perubahan yang dihasilkan oleh enzim diukur setelah menghentikan reaksi pada akhir interval waktu tetap. Pada metode pemantauan kontinyu, perkembangan reaksi dipantau secara kontinyu.
   
Secara analitik, aktivitas enzim ditentukan dengan mengukur konsentrasi substrat yang berkurang atau konsentrasi produk yang meningkat. Pengukuran pembentukan produk lebih dipilih karena penentuan peningkatan konsentrasi susbtrat di atas nol atau tingkat rendah lebih terpercaya secara analitik dibanding pengukuran penurunan dari tingkat tinggi pada awalnya.
   
Pada saat ketika enzim dan substrat bercampur, laju reaksi adalah nol. Laju kemudian meningkat dengan cepat mencapai maksimum yang tetap  selama sebuah periode waktu. Selam periode ini, laju reaksi nya tergantung pada konsentrasi enzim dan tidak tergantung pada konsentrasi substrat. Dengan demikian reaksi dikatakan mengikuti kinetika orde nol karena lajunya sebanding dengan tidak adanya konsentrasi substrat. Akan tetapi, pada saat lebih banyak substrat yang dipakai, laju reaksi berkurang dan memasuki fase orde pertama; ketergantungan terhadap konsentrasi substrat. Faktor lain yang berkontribusi bagi penurunan laju reaksi mencakup (1) akumulasi produk yang bisa menghambat, (2) pengaruh reaksi balik yang terus bertambah, (3) denaturasi enzim.

Satuan untuk Menyatakan Aktivitas Enzim
   
Apabila enzim diukur menurut aktivitas katalitiknya, hasil dari penentuan seperti ini dinyatakan sebagai konsentrasi jumlah unit aktivitas yang terdapat dalam volume atau massa spesimen tertentu. Unit aktivitas adalah ukuran laju dimana reaksi berlangsung. Dalam enzimologi klinis, aktivitas enzim pada umumnya dilaporkan dalam satuan volume, seperti aktivitas per 100 mL atau per liter serum atau per 1,0 mL eritrosit. Karena laju reaksi tergantung pada parameter-parameter seperti pH, tipe buffer, suhu, sifat zat, kekuatan ionik, konsentrasi aktivator, dan variabel lain, maka parameter-parameter ini harus ditentukan dalam definisi satuan.
   
Untuk membakukan bagaimana aktivitas enzim dinyatakan, EC dari IUB mengusulkan bahwa unit aktivitas enzim didefinisikan sebagai kuantitas enzim yang mengkatalisis reaksi 1 µmol substrat per menit dan unit ini disebut sebagai satuan internasional (U). Konsentrasi katalitik dinyatakan sebagai U/L atau U/K.
Optimasi, Standardisasi, dan Penjaminan Kualitas
   
Untuk mengukur aktivitas enzim secara meyakinkan, semua faktor yang mempengaruhi laju reaksi – kecuali konsentrasi enzim aktif – harus dioptimasi dan dikontrol.
Optimasi
   
Optimasi kondisi reaksi untuk uji enzim sudah lazim melibatkan berbagai faktor tunggal dan megkaji efeknya terhadap laju reaksi, kemudian mengulangi eksperimen dengan faktor kedua dan seterusnya sampai efek dari semua variabel telah diuji. Kombinasi variabel yang optimal dipilih berdasarkan eksperimen-eksperimen ini, dan keabsahan kondisi yang dipilih diverifikasi. Pendekatan empiris tradisional ini telah digantikan oleh teknik-teknik baru berupa ko-optimasi simpleks dan metodologi permukaan respon.

Standardisasi
   
Upaya-upaya standardisasi enzim terbaru difokuskan pada pembuatan sebuah sistem yang memberikan hasil tes terpercaya, tanpa tergantung pada metode pengukuran. Untuk mencapai sebuah “sistem referensi” berdasarkan konsep keterlacakan dan berbagai metode analitik telah diusulkan. Sebuah prosedur referensi dan material referensi resmi adalah dasar dari rantai keterlacakan metrologi. Sebagai bagian dari metode ini, prosedur referensi pada suhu 37oC untuk kebanyakan enzim telah dikembangkan dan sekelompok laboratorium referensi melakukan pengukuran pada tingkat metrologi yang tinggi.

Penjaminan kualitas
   
Pengaplikasian sistematis dari program penjaminan kualitas (QA) penting saat meneliti enzim untuk memastikan bahwa kinerja analitik dari uji enzim dipertahankan pada basis harian. Di masa lalu, kelompok serum yang dibuat dalam laboratorium banyak digunakan untuk tujuan QA. Biasanya, keterulangan hasil dari uji enzim dalam basis harian memiliki koefisien variasi ±5% sampai 10%.

Pengukuran Konsentrasi Massa Enzim
   
Beberapa immunoassay untuk enzim dan isoenzim manusia yang mengukur massa protein ketimbang aktivitas katalitik telah ditemukan. Untuk mengembangkan uji seperti ini, produk enzim yang dimurnikan harus dipersiapkan untuk (1) bertindak sebagai kalibrator, (2) diberi label, (3) digunakan untuk menghasilkan antibodi spesifik enzim. Metode-metode ini mengidentifikasi semua molekul yang memiliki penentu antigenik yang diperlukan untuk pengenalan oleh antibodi sehingga menonaktifkan molekul-molekul enzim yang tidak berubah secara imunologik diukur bersama dengan molekul aktif. Ini cukup signifikan dalam penentuan beberapa enzim pencernaan, seperti trypsin, ketika prekursor nonaktif dan inhibitor aktivitas katalitik terdapat dalam plasma. Akan tetapi, pada kebanyakan kasus tidak ada degradasi atau perubahan enzim aktif yang terjadi dalam darah sehingga ekivalensi klinis dari pendekatan pengukuran yang berbeda diperoleh.

Enzim sebagai Pereaksi Analitik
   
Enzim digunakan sebagai pereaksi analitik untuk pengukuran beberapa metabolit dan substrat dan pada immunoassay untuk mendeteksi dan mengkuantifikasi reaksi-reaksi imunologi.

Pengukuran metabolit
   
Penggunaan enzim sebagai pereaksi analitik untuk mengukur metabolit seringkali memiliki kelebihan berupa spesifitas yang tinggi untuk zat yang sedang ditentukan. Spesifitas yang tinggi ini biasanya tidak memerlukan lagi pemisahan atau pemurnian pendahuluan, sehingga analisis dilakukan secara langsung terhadap campuran kompleks seperti serum. Akan tetapi, spesifitas yang tinggi tidak selamanya dapat dicapai dalam praktek, dan pengetahun tentang spesifitas substrat dari enzim pereaksi cukup penting.

Metode Kesetimbangan
   
Kebanyakan uji digunakan untuk menentukan jumlah zat yang secara enzimatik dimungkinkan terbentuk sampai sempurna sehingga semua substrat telah dikonversi menjadi sebuah produk. Metode-metode ini disebut sebagai metode kesetimbangan, karena reaksi berhenti ketika kesetimbangan telah dicapai. Reaksi-reaksi dimana titik kesetimbangan sesuai dengan kesempurnaan pengubahan substrat lebih dipilih untuk tipe analisis ini. Akan tetapi, kesetimbangan yang tidak mendukung sering bergeser dalam arah yang diinginkan melalui reaksi enzimatik atau non-enzimatik tambahan yang mengubah atau “menjebak” sebuah produk dari reaksi pertama.

Metode Kinetik
   
Reaksi orde pertama atau orde pseudo-pertama adalah reaksi yang paling penting untuk penentuan kinetika konsentrasi substrat. Perubahan konsentrasi substrat selama interval waktu tertentu berbanding lurus dengan konsentrasi awalnya, sebuah sifat umum dari reaksi orde-pertama.
   
Metode-metode dimana beberapa sifat terkait dengan konsentrasi substrat (seperti absorbansi, fluoresensi, chemilusensi, dll) diukur pada dua waktu tetap selama perjalanan reaksi dan dikenal sebagai metode kinetika dua-poin. Metode ini secara teoritis paling akurat untuk penentuan substrat secara enzimatik. Akan tetapi, metode-metode ini lebih sulit dibanding metode kesetimbangan, dan semua faktor yang mempengaruhi laju reaksi, seperti pH, suhu, dan jumlah enzim, harus dipertahankan agar tetap konstan dari satu uji ke uji selanjutnya.

Imunoassay
   
Dalam imunoassay, antibodi-antibodi berlabel enzim atau antigen pertama-tama dibiarkan bereaksi dengan ligan, dan kemudian sebuah substrat enzim ditambahkan. ALP, peroksidase lobak, glukosa-6-fosfat dehidrogenase, dan beta-galaktosidase telah digunakan sebagai label enzim.  Modifikasi metodologi ini adalah uji ELISA (uji immunosorbent terkait enzim) dimana salah satu komponen reaksi terikat pada permukaan fase padat. Dalam imunoassay, bukan spesifitas enzim yang penting tetapi sensitifitasnya.

Pengaplikasian Analitik Enzim-Enzim Terimobilisasi
   
Enzim-enzim terimobilisasi yang dapat dipakai kembali telah digunakan pada beberapa sistem uji. Pada uji seperti ini, enzim-enzim terimobilisasi terikat secara kimiawi ke adsorbent, seperti (1) mikrokristalin selulosa, (2) dietilaminoetil (DEAE) selulosa, (3) karboksimetil selulosa, dan (4) agarosa. Diantara enzim yang tersedia dalam bentuk terimobilisasi antara lain (1) urease, (2) heksokinase, (3) alfa-amylase, (4) gluikosa oksidase, (4) trypsin, dan (5) leusin aminopeptidase. Stabilitas terhadap panas dan bentuk inaktivasi lainnya sangat meningkat dibanding dengan enzim-enzim dalam larutan.

Pengukuran Isoenzim dan Isoform-Isoform
   
Beberapa teknik analitik telah digunakan untuk mengukur isoenzim atau isoform. Teknik ini mencakup elektroforesis, pemokusan isoelektrik, kromatografi, inaktivasi kimiawi, dan perbedaan sifat katalitik, tetapi metode yang paling rutin sekarang ini didasarkan pada uji imunokimia.
   
Metode imunokimia untuk analisis isoenzim sangat dapat diterapkan bagi isoenzim-isoenzim yang diperoleh dari loci gen ganda karena biasanya paling berbeda secara antigenik. Akan tetapi, kapasitas pembeda dari antibodi monoklonal telah mencakup bentuk ganda sebuah enzim dalam cakupan analisis imunokimia. Beberapa dari metode ini menggunakan aktivitas katalitik dari isoenzim. Metode-metode ini tidak tergantung aktivitas katalitik dari izoenzim yang akan ditentukan. Akan tetapi, dengan perkembangan sistem imunoassay otomatis, metode rutin yang paling umum untuk mengukur isoenzim, seperti CK-MB, adalah ELISA fase padat.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Relationship between glycemic index and weight loss

Cheerleaders are associated with many diet disorders