Kematian dan Cedera Akibat Gempa Bumi di Armenia: Sebuah Studi dengan Pendekatan Kohort

PENDAHULUAN
   
Beberapa penelitian telah mengkaji kematian dan morbiditas sebagai akibat dari gempa bumi dengan menggunakan teknik survei lapangan cross-sectional serta metode kasus-kontrol dalam beberapa saat setelah terjadinya bencana alam. Beberapa dari penelitian sebelumnya tentang morbiditas dan mortalitas yang terkait gempa telah melaporkan adanya hubungan antara kematian dan cedera dengan faktor struktural dan kerusakan. Penelitian-penelitian ini telah mengidentifikasi cedera dan strategi pencegahan kematian pada kondisi-kondisi seperti ini serta membantu dalam memberikan tindakan pertolongan, tindakan kesehatan medis dan kesehatan masyarakat setelah terjadinya gempa bumi.

   
Sebuah gempa berkekuatan 6,9 skala Ritcher menimpa bagian utara Republik Armenia Uni Soviet pada jam 11:41 pagi tanggal 7 Desember 1988. Sekitar 500.000 sampai 700.000 orang kehilangan tempat tinggal, dengan kematian yang diperkirakan 25.000. Lebih dari 21.000 tempat tinggal musnah. Meskipun data definitif tidak tersedia, ada kemungkinan bahwa populasi yang terjebak dalam reruntuhan bangunan setelah gempa bumi bisa diperkirakan antara 30.000 sampai 50.000. Dari 130.000 orang yang cedera dalam gempa ini, 14.000 dirawat di rumah sakit, utamanya di Armenia.
   
Sebagai bagian dari proyek pengadaan informasi khusus yang mengumpulkan data tentang populasi yang terkena gempa, kami melakukan beberapa penelitian epidemiologi yang dapat memberikan pengetahuan yang diperlukan tentang faktor-faktor risiko struktural dan perilaku protektif yang sesuai beberapa saat setelah terjadinya gempa bumi. Tujuan dari penelitian ini adalah mempresentasikan temuan-temuan dari sebuah penelitian kohort seperti penyebab kematian atau cedera dalam beberapa saat setelah terjadinya gempa bumi.

METODE
   
Dalam penelitian ini diputuskan untuk menggunakan para petugas Menteri Kesehatan yang tinggal di daerah gempa bumi pada tanggal 6 Desember 1988, dan keturunan mereka yang pertama. Daftar para petugas ini didapatkan dari institusi yang bersangkutan. Karena para petugas Menteri Kesehatan dan keluarganya mencakup orang-orang dari sektor populasi yang luas, maka mereka kemungkinan sudah mewakili kelompok yang lebih besar. Akses yang lebih baik terhadap perawatan medis dianggap sebagai kelebihan untuk bagian follow-up dari penelitian ini. Dari daftar 9017 petugas, 7016 berhasil ditemukan, utamanya di tempat kerja, tetapi beberapa diantaranya diwawancarai di rumah. Dari petugas yang tidak bisa dihubungi, 927 telah pindah keluar daerah gempa tanpa alamat yang diketahui, 73 telah meninggal dan keluarganya pindah, 106 menolak untuk diwawancarai dan 895 tidak memiliki informasi tentang atau kontak. Untuk masing-masing sampel yang bisa ditemukan, diupayakan untuk mendapatkan informasi dari rekan-rekan mereka tentang status individu dan keluarganya.
   
Setelah penentuan variabel yang diinginkan, sebuah kuisioner dibuat di Armenia dan diuji coba terlebih dahulu. Wawancara mengidentifikasi masing-masing karyawan dari daftar asli dan sebuah wawancara dilakukan di tempat kerja. Untuk beberapa dari responden, wawancara dilakukan di rumah apabila kontak tidak bisa dilakukan di tempat kerja setelah beberapa kali dicoba. Untuk menyesuaikan berbagai faktir, digunakan analisis regresi logistik multivariat. Usia dimasukkan kedalam model sebagai variabel kontinyu. Disamping untuk penyesuaian, berbagai model multivariat lainnya digunakan untuk menguji interaksi potensial antara variabel-variabel yang berbeda.

HASIL

Karakteristik Populasi
   
Tidak ada perbedaan utama untuk karakteristik demografi awal dari populasi-populasi penelitian antara tiga zona gempa yang diteliti. Daerah Spitak adalah daerah yang mencakup pusat gempa, Gumri merupakan daerah kumpulan perkotaan besar yang memiliki tingkat kerusakan tinggi, sedangkan daerah lainnya relatif sedikit terkena gempa.

Kematian
   
Analisis kali melibatkan semua populasi penelitian yang terdiri dari 32.743 penduduk di daerah bencana. Secara keseluruhan sebanyak 831 kematian dilaporkan pada populasi khusus ini, dengan menghasilkan angka kematian akibat gempa sebesar 2,5%. dari kematian ini, 88% dilaporkan terjadi selama 24 jam pertama setelah gempa. Untuk 8,7% dari kematian ini tidak ada waktu batas yang dilaporkan oleh responden. Analisis terpisah terhadap kematian-kematian ini dengan waktu yang tidak ditentukan tidak mengidentifikasi adanya perbedaan dengan kematian lain, dan juga semua peristiwa fatal digabungkan selama analisis multivariat. Angka kematian paling tinggi di daerah Spitak (11,3%) yang mencakup pusat bencana gempa. Untuk daerah Gumri, angka kematian adladah 4,8% sedangkan untuk daerah lainnya dibawah 1%. Angka-angka kematian ini relatif konstan untuk berbagai kelompok usia kecuali untuk yang berusia 60 tahun ke atas.
   
Ada perbedaan signifikan untuk angka kematian berdasarkan lokasi fisik seseorang saat terjadinya gempa. Angka kematian untuk orang yang ada dalam bangunan satu tingkat adalah 0,6% dan meningkat 26,8% untuk yang terdapat dalam bangunan dengan tinggi 9 tingkat atau lebih. Demikian juga, mereka yang ada di lantai atas bangunan memiliki angka kematian lebih tinggi dibanding dengan yang di lantai pertama atau kedua.

Cedera
   
Secara keseluruhan, ada 1454 orang yang mengalami berbagai tipe cedera dalam populasi penelitian ini (4,4%). Mereka melaporkan 2771 tempat cedera yang berbeda mulai dari 533 fraktur dan 397 cedera tubrukan sampai 646 cedera kecil yang hanya mengenai bagian permukaan tubuh. Angka cedera lebih tinggi pada wanita dibanding pada pria dan juga paling tinggi di daerah Spitak). Berada dalam bangunan meningkatkan risiko cedera 2,3 kali lipat.
   
Untuk mengklarifikasi apakah ada faktor berbeda yang berkontribusi bagi kematian dibandingkan dengan cedera, sebuah analisis terpisah dilakukan dengan membandingkan 831 orang yang meninggal dengan 1454 yang cedera. Lokasi yang ditempati pada lantai atas bangunan dan tinggi bangunan adalah prediktor kematian yang penting. Disisi lain, bangunan tipe konstruksi panel tidak membedakan antara cedera dan kematian.

PEMBAHASAN
   
Penelitian-penelitian sebelumnya telah menekankan pentingnya pemeriksaan cermat terhadap gempa-bumi untuk mengidentifikasi strategi-strategi pencegahan yang lebih efektif dan untuk mengembangkan metode-metode penilaian kebutuhan perawatan kesehatan secara cepat dan memperbaiki pertolongan bencana. Ini adalah penelitian analitis pertama terhadap cedera dan kematian akibat gempa yang berbasis populasi dan menggunakan pendekatan kohort. Kebanyakan hasil dari studi kohort ini konsisten dengan apa yang diamati pada studi kasus-kontrol di Gumri. Disamping untuk memperkirakan risiko cedera dan kematian pada populasi dasar, pendekatan kohort memiliki kelebihan lain dibanding penelitian cross-sectional dan penelitian kasus-kontrol. Potensi bias seleksi dikurangi pada pendekatan kohort seperti ini khususnya pada sebuah situasi dimana pergeseran populasi telah terjadi. Walaupun sebuah studi kohort bisa lebih memerlukan banyak tenaga, namun penelitian kali ini adalah bagian dari sebuah program surveilans lebih luas yang memantau efek kesehatan jangka panjang dari gempa bumi. Pemantauan kohort ini telah dilanjutkan 4 tahun setelah gempa bumi.
   
Trauma (tubrukan) yang disebabkan oleh keruntuhan bangunan dan infrastruktur, baik runtuh total maupun sebagian, merupakan penyebab kematian dan cedera yang utama di kebanyakan gempa bumi. Temuan dari penelitian ini menyoroti pentingnya lokasi awal, dan faktor bangunan dan struktural dalam menyebabkan kematian cedera pada bencana-bencana gempa. Orang yang berada dalam struktur yang memiliki 9 lantai atau lebih, serta bangunan tipe konstruksi panel, berisiko tinggi untuk mengalami kematian. Pengamatan teknik setelah gempa di Armenia menunjukkan bahwa tingkat kerusakan yang dialami oleh bangunan tergantung pada rancangan struktur dan karakteristik konstruksi masing-masing bangunan. Dengan kata lain, kebanyakan bangunan yang rusak memiliki kelemahan yang mirip dengan yang telah menyebabkan tipe kegagalan yang sama selama aktivitas gempa kuat. Menariknya, penelitian-penelitian ini telah menunjukkan  bahwa bangunan yang terdiri dari 9 lantai di daerah pusat bencana dan keruntuhan total dari banyak bangunan ini adalah kontributor utama untuk tingginya kematian pada gempa bumi di Armenia ini.
   
Dalam penelitian kami, kami mencoba untuk menjawab pertanyaan apakah perilaku korban penghuni bangunan memberikan kontribusi bagi keselamatan atau cedera, termasuk kematian. Pengamatan kami bahwa orang yang berada di luar bangunan memiliki risiko lebih rendah dibanding dalam bangunan pada saat terjadinya gempa, dikuatkan dalam penelitian berbasis populasi ini.
   
Laporan-laporan sebelumnya telah merekomendasikan respon protektif awal yang berbeda setelah terjadinya sebuah gempa. Ini disebabkan oleh fakta bahwa efikasi relatif dari aksi korban yang protektif sangat banyak tergantung pada teknik dan karakteristik struktural bangunan dan ini berbeda-beda di seluruh dunia. Dengan demikian, tindakan keamanan terbaik kemungkinan tergantung pada tipe bangunan tertentu dan bisa berbeda pada daerah perkotaan berpenduduk padat dengan daerah pedesaan.

Implikasi penelitian ini untuk pencegahan
   
Implikasi penelitian kami untuk pencegahan mortalitas dan morbiditas akibat gempa bisa dijelaskan dari segi intervensi yang bisa dilakukan sebelum, selama dan setelah dampak sebuah gempa bumi. Sehingga, pada fase pra-gempa, kita bisa merubah desain bangunan di daerah-daerah yang rentan gempa dan menghindari tipe material bangunan yang berat.
   
Fase dampak bergantung pada pencegahan atau pengurangan cedera selama gempa, misalnya, perilaku korban yang sesuai untuk memaksimalkan kelangsungan hidup. Tampak bahwa tindakan keamanan terbaik yang harus diambil pada tipe bangunan yang mirip seperti di Armenia adalah menghindari keluar pada saat gempa pertama atau mencari keamanan di lantai bawah bangunan.
   
Fase pasca-gempa berkaitan dengan pengurangan dampak cedera setelah runtuhnya bangunan melalui metode pencarian dan penyelamatan yang lebih baik dan perawatan medis darurat yang lebih efektif. Penelitian ini telah menunjukkan bahwa pengetahuan tentang pola-pola cedera bisa memberikan informasi yang bermanfaat untuk mengarahkan upaya pencarian dan penyelamatan bagi mereka yang bertahan hidup dan masih punya harapan. Tim medis lapangan dan tim penyelamat harus menyadari bahwa bangunan tinggi dengan konstruksi tipe-panel akan memiliki lebih banyak kematian dan korban cedera parah yang terjebak akibat reruntuhan bangunan yang tidak menyisakan ruang untuk perlindungan. Ini tentu sangat menyulitkan pencarian dan penyelamatan dan akan sangat mengurangi peluang hidup korban. Akan tetapi, mereka yang selamat kemungkinan ditemukan di lantai bawah bangunan yang runtuh. Informasi seperti ini dimana mereka yang bertahan hidup bisa diketahui tempatnya dapat membantu untuk membuat panduan yang lebih baik tentang operasi medis dan penyelamatan di masa mendatang.

Prioritas penelitian epidemiologi gempa selanjutnya
   
Beberapa penelitian telah mengamati komponen apa dari bangunan yang menyebabkan cedera, khususnya pada situasi dimana beberapa orang terbunuh dan yang lainnya hanya cedera atau berhasil lolos tanpa ada cedera. Kami berharap agar penelitian-penelitian epidemiologi selanjutnya tentang pola-pola cedera selama gempa menggunakan data yang lebih rinci tentang desain bangunan, dan populasi yang berisiko dalam masing-masing bangunan. Karena sulitnya mendapatkan informasi seperti ini, perkiraan-perkiraan yang tersedia didasarkan pada pengamatan luar saja yang memiliki keabsahan statistik dan teknis yang terbatas. Dengan demikian, ekstrapolasi sebab-akibat dengan gempa bumi yang lain dan setting geofisik yang lain pada umumnya memiliki keterpercayaan rendah.
   
Penelitian epidemiologi ini merupakan tahapan lain dalam proses penyaringan metodologi penelitian bencana untuk pengamatan hubungan kompleks diantara faktor-faktor yang terkait dengan kelangsungan hidup setelah gempa bumi. Berdasarkan hasil penelitian kami, kami telah membuat rekomendasi-rekomendasi yang kemungkinan bermanfaat dalam merencanakan tindakan-tindakan pencegahan yang efektif dan untuk meningkatkan perencanaan medis, persiapan, dan respon terhadap bencana gempa di masa mendatang.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Relationship between glycemic index and weight loss

Cheerleaders are associated with many diet disorders