Implantasi dan Kelanjutan Kehamilan di Periode Awal

Reproduksi manusia merupakan sebuah proses yang sangat penting bagi kelangsungan hidup spesies. Akan tetapi, proses ini relatif tidak efisien. Kesuburan maksimal (kebolehjadian konsepsi selama satu bulan siklus menstruasi) hanya mendekati 30 persen. Hanya 50 sampai 60 persen dari semua konsepsi yang berlanjut sampai 20 pekan kehamilan. Dari jumlah kehamilan yang gugur, 75 persen disebabkan oleh kegagalan implantasi sehingga tidak dikenali sebagai kehamilan secara klinis. Implantasi yang gagal juga merupakan faktor kendala utama dalam reproduksi terbantu. Pemahaman yang lebih baik tentang mekanisme-mekanisme molekuler yang mendasari implantasi dan plasentasi (pembentukan plasenta) bisa meningkatkan kemampuan dokter untuk mengobati penyakit-penyakit yang terkait dengan proses-proses ini, termasuk ketidaksuburan dan keguguran dini.


IMPLANTASI NORMAL

Awal Perkembangan Embrio
   
Sangat sedikit spesimen yang bisa menunjukkan pekan-pekan pertama perkembangan embrio pada manusia. Pada beberapa kasus, informasi tentang sebuah tahapan perkembangan tertentu diperoleh dari sebuah spesimen tunggal. Kejadian-kejadian penting lainnya, seperti perlekatan awal blastosist ke epitelium uterin, belum pernah diamati. Dengan demikian, banyak pemahaman kita tentang perkembangan awal manusia yang disimpulkan dari penelitian-penelitian pada hewan. Karena interaksi-interaksi seluler yang mencapai puncak implantasi dan plasentasi sangat bervariasi diantara spesies hewan, maka relevansi informasi ini masih belum jelas. Meski demikian, tahapan-tahapan tertentu yang telah diidentifikasi dalam implantasi dan plasentasi pada hewan kemungkinan berlaku pada manusia. Review kali ini menekankan tahapan-tahapan tersebut yang data-data tentang itu telah tersedia.
   
Pembuahan (fertilisasi) terjadi dalam tabung fallopian dalam waktu 24 hingga 48 jam setela ovulasi. Tahapan awal perkembangan, mulai dari ovum yang terbuahi (zigot) sampai menjadi massa yang terdiri dari 12 hingga 16 sel (morula), terjadi pada saat embrio (yang tertutup dalam sebuah lapisan protektif non-adhesif yang disebut zona pellucida) masuk ke dalam tabung fallopian. Morula memasuki kavitas uterin sekitar dua sampai tiga hari setelah pembuahan (fertilisasi). Kenampakan sebuah kavitas internal terisi-cairan dalam massa sel menandakan keadaan transisi dari morula ke blastosit dan disertai oleh diferensiasi seluler: sel-sel permukaan menjadi trofoblast (dan melahirkan struktur-struktur ekstraembrionik, termasuk plasenta), dan massa sel internal menghasilkan embrio. Dalam 72 jam setelah memasuki kavitas uterin, embrio menetas dari zona pellucida, sehingga lapisan terluarnya terbuka, yang terdiri dari trofoblast syncytial (multinukleat).
   
Implantasi terjadi sekitar enam atau tujuh hari setelah konsepsi (fertilisasi). Sejauh analog dengan kejadian-kejadian yang terjadi pada beberapa spesies hewan, implantasi pada manusia kemungkinan mencakup tiga tahapan. Perlekatan awal blastosist ke dinding uterin, yang disebut aposisi, tidak stabil. Mikrovili pada permukaan apikal interdigitat syncytiotrofoblas dengan mikroprotrusi dari permukaan apikal epitelium uterin, yang dikenal sebagai pinopoda (Gbr. 1). Aposisi, dan selanjutnya implantasi, terjadi paling umum dalam dinding posterior atas (fundal) dari uterus. Tahapan selanjutnya, adhesi stabil, ditandai dengan interaksi fisik yang meningkat antara blastosist dan epitelium uterin. Beberapa saat kemudian, invasi dimulai, dan syncytiotrofoblas menembus epitelium uterin. Selanjutnya, blastosist terorientasikan dengan kutub embrioniknya menuju ke epitelium uterin.
   
Pada hari ke-10 setelah konsepsi, blastosit tertanam seluruhnya dalam jaringan stromal uterus, epitelium uterin telah tumbuh kembali untuk menutupi tempat implantasi, dan sitotrofoblas mononuklear mengalir keluar dari lapisan trofoblast. Pada akhirnya, cytotrofoblast menduduki semua endometrium dan sepertiga bagian dalam myometrium (sebuah proses yang dikenal sebagai invasi interstitial), serta pembuluh darah uterin (invasi endovaskular). Proses selanjutnya, yang membentuk sirkulasi uteroplasenta, menempatkan trofoblast sehingga bersentuhan langsung dengan darah ibu.

Daya terima uterin dan aktivasi blastosist
   
Implantasi yang berhasil merupakan hasil akhir dari interaksi molekuler yang kompleks antara uterus berdasar-hormon dan sebuah blastosist dewasa (Gbr. 1, 2, 3). Kegagalan untuk memadukan proses-proses yang terlibat dalam interaksi ini menyebabkan kegagalan implantasi.
   
Daya terima uterin didefinisikan sebagai keadaan dimana terjadinya periode pematangan endometrial ketika blastosist bisa menjadi terimplantasi (tertanam). Wanita yang terlibat dalam pemakaian teknik-teknik reproduksi terbantu untuk mentransfer embrio ke dalam kavitas uterin memiliki 20 hingga 24 hari dari siklus menstruasi 28 hari sebagai periode optimal untuk implantasi. Karakteristik penerimaan uterin mencakup perubahan-perubahan histologis (endometrium memiliki lebih banyak pembuluh dan edematous, kelenjar endometrial menunjukkan aktivitas sekresi yang meningkat, dan pinopoda terbentuk pada permukaan luminal epitelium). Walaupun perubahan-perubahan ini merupakan indikator yang baik untuk hasil akhir kehamilan, namun mekanisme-mekanisme molekuler yang mendasarinya masih sebagian besar belum diketahui.
   
Banyak sinyal yang memadukan perkembangan blastosist dan persiapan uterus (Tabel 1). Dari banyak aspek proses perpaduan, peranan hormon-hormon steroid telah dipahami dengan baik. Implantasi memerlukan peningkatan sekresi estradiol-17β pra-ovulasi, yang menstimulasi proliferasi dan diferensiasi sel-sel epitelium uterin. Produksi progesteron yang terus menerus oleh corpus luteum menstimulasi perkembangan dan diferensiasi sel-sel stroma. Efektor-efektor pada aksi steroid-hormon mencakup hormon peptida, faktor-faktor pertumbuhan, dan sitokin-sitokin.
   
Beberapa faktor telah diidentifikasi sebagai penanda potensial untuk daya terima endometrial. Kadar faktor penghambat leukemia pada epitelium luminal dan glandular uterus meningkat dramatis pada fase midsekretory siklus menstruasi, dan sekresi yang berkurang dari faktor ini terkait dengan kehilangan kehamilan rekuren. Molekul-molekul lain yang kemungkinan terlibat dalam daya-terima endometrial mencakup molekul-molekul adhesi dan protein-protein yang disebut mucin yang memiliki kandungan gula tinggi dan menyebabkan peningkatan ekspresi reseptor-reseptor oligosakarida pada permukaan sel-sel epitelium endometrial.
   
Blastosist secara aktif berpartisipasi dalam proses implantasi. Mekanisme-mekanisme yang memungkinkan blastosist untuk memulai implantasi (sebuah proses yang disebut aktivasi) mencakup katekolesterogen, sebuah kelas metabolit estrogen. Medium dimana embrio pada tahapan pra-implantasi telah dibiakkan secara in vitro mengandung banyak zat-zat yang aktif secara biologis, termasuk faktor penghambat leukemia, TGF-α, faktor pertumbuhan asal trombosit, faktor pertumbuhan mirip insulin II, faktor penstimulasi koloni I, interleukin-I, interlelukin-6, prostaglandin E2, dan faktor pengaktivasi trombosit. Bukti pensinyalan antara blastosist dan uterus didapatkan dari penelitian-penelitian pada mencit dimana implantasi tertunda akibat manipulasi hormon-hormon ini. Selama penundaan tersebut, ekspresi gen-gen faktor pertumbuhan epidermal yang terikat heparin endometrial tidak meningkat, bahkan jika blastosist terletak setelah dinding uterin. Ketika estrogen diinjeksikan, proses implantasi berlanjut, dengan aktivasi blastosist dan peningkatan ekspresi gen faktor pertumbuhan epidermal pengikat heparin endometrial secara cepat pada tempat aposisi blastosist.
   
Setelah siklus selesai, embrio pada atau di dekat tahapan implantasi mengekspresikan reseptor-reseptor faktor pertumbuhan epidermal dan heparin sulfat proteoglikan, keduanya berinteraksi dengan ligan-ligan yang mirip faktor pertumbuhan epidermal. Penambahan faktor pertumbuhan epidermal pengikat-heparin ke dalam embrio yang dibiakkan menstimulasi proliferasi dan kematangannya. Temuan-temuan ini kemungkinan bisa diterapkan pada implantasi manusia, karena faktor pertumbuhan epidermal pengikat heparin memiliki efek yang serupa terhadap embrio manusia (in vitro).

Implantasi
   
Interaksi antara sebuah blastosist teraktivasi dan uterus yang reseptif (mampu menerima) merupakan bagian dari sebuah proses kompleks yang mengarah pada implantasi dan tahapan-tahapan awal perkembangan plasenta. Banyak dari mekanisme regulatory yang telah diidentifikasi mengatur berbagai keadaan transisi penting yang terlibat dalam proses ini. Sehingga, mengaitkan fungsi-fungsi mekanisme ini dengan satu peristiwa tunggal dapat menimbulkan perbedaan yang sebenarnya tidak ada pada kondisi sebenarnya. Faktor-faktor penghambat-leukemia, misalnya, tampaknya penting untuk desidualisasi dan implantasi. Ini dihasilkan bukan hanya sebelum implantasi sebagai respons terhadap estrogen pada kelenjar-kelenjar uterin berdasar progesteron, tetapi juga pada saat implantasi oleh sel-sel stroma di sekeliling blastosist aktif.
   
Implantasi memerlukan biosintesis prostaglandin. Siklooksigenase (COX), yang merupakan enzim penghambat laju dalam konversi asam arachidonat menjadi prostaglandin H2, terdapat dalam dua bentuk, yaitu: bentuk konstitusi (COX-1) dan bentuk terinduksikan (COX-2). Dalam endometrium, produksi COX-1 berkurang sebagai respon terhadap progesteron dan estradiol-17β, dan kandungan COX-1 endometrium berkurang perlahan dalam fase midluteal dari siklus menstruasi untuk mengantisipasi implantasi. Berbeda dengan itu, produksi COX-2, yang tidak dipengaruhi oleh hormon-hormon steroid, terbatas pada tempat implantasi dan tergantung pada keberadaan blastosist yang siap berimplantasi. Lebih daripada itu, interleukin-1, yang dideteksi dalam medium dimana embrio manusia telah dikulturkan, menginduksi ekspresi gen-gen COX-2 dalam sel-sel stroma endometrium yang dikulturkan. Prostaglandin I2 yang dihasilkan oleh aksi COX-2 merupakan sebuah ligan untuk reseptor δ teraktivasi-proliferator-peroksisom (PPARδ). Interaksi ini kemungkinan sangat penting, karena janin mencit yang kekurangan reseptor terkait (PPARγ) mati pada pertengahan periode kehamilan karena plasentasi yang terganggu.
   
Ketika implantasi telah dimulai, sebuah interval adhesi stabil yang singkat diikuti oleh periode yang jauh lebih lama selama mana trofoblas menduduki uterus (Gbr. 2). Seperti sistem-sistem biologis lainnya dimana adhesi stabil diikuti dengan invasi, ekstravasasi leukosit dan sel-sel tumor, perubahan produksi molekul adhesi dan proteinase, juga terlibat. Invasi sitotrofoblast mengarah pada penurunan ekspresi reseptor-reseptor adhesi yang merupakan karateristik dari sel-sel batang sitotrofoblast dan peningkatan ekspresi adhesi yang merupakan karakteristik dari sel-sel vaskular. Disamping membiarkan sitotrofoblast yang menempati pembuluh maternal untuk menyamar sebagai sel-sel vaskular, reseptor-reseptor ini juga meningkatkan kemampuan sel untuk menginvasi uterus.
   
Sitotrofoblast yang menginvasi juga meningkatkan produksi proteinasenya. Sebagai contoh, mereka meningkatkan produksinya dan aktivasi matriks metaloproteinase-9, yang berkontribusi bagi daya invasif sitotrofoblast in vitro. Peningkatan produksi inhibitor jaringan metaloproteinase-3 yang simultan menjadi sebuah mekanisme untuk membatasi invasi yang berperantara matriks metaloproteinase. Matriks metaloproteinase dan inhibtor jaringan dari metaloproteinase pada desidual maternal tampaknya memiliki peranan yang serupa dalam meregulasi invasi trofoblast. Proteinase trofoblast lainnya yang bisa penting dalam invasi mencakup cathepsin B dan L.
   
Mekanisme-mekanisme molekuler yang meregulasi diferensiasi dan invasi trofoblast belum dipahami dengan baik. Ekspresi temporal dan spasial beberapa faktor pertumbuhan dan sitokin dalam uterus (seperti faktor penghambat leukemia, interleukin-1 dan reseptor-reseptornya, faktor pertumbuhan mirip insulin I dan II dan protein-protein pengikatnya, faktor penstimulasi koloni 1, dan TGF-α dan -β (Tabel 1)) menunjukkan bahwa mereka memiliki peranan fungsional yang penting. Sebagai contoh, interleukin-1 meningkatkan produksi matriks metaloproteinase-9 melalui sitotrofoblast, dan konsentrasi interleukin-1 pada medium kultur berkorelasi dengan keberhasilan reproduksi setelah fertilisasi in vitro. Faktor pertumbuhan endotelium vaskular desidual kemungkinan mempromosikan angiogenesis dan permeabilitas vaskular terlokalisasi, unsur-unsur lain dalam implantasi. Regulator psikologis juga bisa penting. Sebagai contoh, tensi oksigen mempromosikan beberapa aspek diferensiasi trofoblast, termasuk produksi integrin α1β1.

PENJAGAAN KEHAMILAN DI PERIODE AWAL

Kehilangan kehamilan dini
   
Kejadian kehilangan kehamilan setelah implantasi cukup tinggi, diperkirakan antara 25 hingga 40 persen. Walaupun banyak kehilangan kehamilan yang melibatkan kelainan-kelainan genetik, namun seringkali tidak ada penyebab yang diketahui. Faktor-faktor hormon, faktor penghambat-leukemia, dan jalur-jalur prostanoid memegang peranan penting dalam keberhasilan implantasi. Tetapi, dengan kompleksnya tahap awal kehamilan, ada kemungkinan bahwa banyak dari mekanisme lain yang terlibat (Gbr. 3 Tabel 1).

Hormon steroid
   
Antagonis-antagonis progesteron dengan mudah menimbulkan aborsi jika diberikan sebelum 7 pekan kehamilan. Demikian juga, pemindahan corpus luteum (sumber progesteron) dengan teknik bedah, menghasilkan kehilangan kehamilan. Data-data ini menunjukkan bahwa produksi progesteron yang memadai oleh corpus luteum penting untuk penjagaan kehamilan sampai plasenta mengambil alih fungsi ini pada sekitar tujuh hingga sembilan pekan kehamilan. Corpus luteum dipertahankan melalui produksi gonadotropin chorionik yang kontinyu oleh trofoblast. Cara kerja progesteron belum dipahami dengan baik, tetapi kelihatannya tidak begitu bergantung pada interaksi dengan reseptor progesteron atau trofoblast. Analisis konsentrasi hormon serum pada wanita hamil dengan mutasi spontan pada gen yang mengkodekan enzim-enzim steroidogenik atau reseptor hormon menunjukkan bahwa hormon-hormon lain penting dalam proses ini. Estrogen tidak memiliki peranan penting dalam periode awal kehamilan. Demikian juga, mineralokortikoid tidak esensial, dan androgen diperlukan hanya untuk diferensiasi seksual pada pria. Apakah glukokortikoid memegang peranan penting, masih belum pasti.

Prostaglandin
   
Konsentrasi prostaglandin dalam desidua manusia pada awal kehamilan lebih rendah dibanding pada endometrium pada setiap tahapan siklus menstruasi, utamanya karena penurunan sintesis prostaglandin. Akibatnya, prekursor prostaglandin, bukan senyawa-senyawa yang aktif biologis, merupakan bentuk dominan dalam cairan amniotik dan kebanyakan bagian-bagian uterin. Pemberian prostaglandin eksogen – secara intravena, intra-amniotik, atau vaginal – menginduksi aborsi pada semua spesies pada semua tahap kehamilan. Data ini menunjukkan bahwa kehamilan dipertahankan dengan sebuah mekanisme yang menekan sintesis prostaglandin uterin selama kehamilan. Lebih daripada itu, gangguan pada mekanisme inhibitory ini bisa terkait dengan keguguran dini. 
   
Pada hewan biri-biri, konseptus menekan sintesis prostaglandin endometrial di awal kehamilan melalui sebuah mekanisme yang melibatkan produksi interferon-π. Akan tetapi, mekanisme yang sama tidak ditemukan pada manusia. Karena produksi prostaglandin endometrial juga berkurang pada kehamilan ektopik, kelihatannya ada kemungkinan bahwa mediator-mediator sistemik, bukan mediator lokal, terlibat. Sebagai contoh, progesteron mengurangi produksi prostaglandin endometrial baik secara langsung (dengan mempromosikan penangkapan dan penyimpanan asam arachidonat) atau tidak langsung (dengan meningkatkan sintesis lokal inhibitor-inhibitor endogen sintesis prostaglandin, seperti komponen sekretori IgA).

Regulasi pertumbuhan dan diferensiasi plasenta
   
Penjagaan awal kehamilan terkait dengan pertumbuhan dan diferensiasi plasenta. Pada mencit, diferensiasi trofoblast diregulasi oleh beberapa faktor transkripsi. Walaupun plasenta mencit dan manusia berbeda secara morfologi, banyak dari mekanisme regulatory transkripsional yang bisa mirip.
   
Faktor-faktor pertumbuhan juga berfungsi dalam interaksi epitelium-mesenchymal yang terjadi selama tahap awal perkembangan plasenta. Pada mencit yang membawa mutasi-mutasi homozigot dalam faktor pertumbuhan hepatosit-faktor scatter, diferensiasi trofoblast mengalami gangguan. Demikian juga, mencit yang kekurangan reseptor faktor pertumbuhan hepatosit (c-met) meninggal karena ketidakcukupan plasenta yang disebabkan oleh morfogenesis plasenta abnormal. Pada manusia, sel-sel mesenchymal dalam inti stromal vili chorionik menghasilkan faktor pertumbuhan hepatosit, sitotrofoblast mengekspresikan c-met, dan faktor pertumbuhan hepatosit meningkatkan invasi sitotrofoblast.

Faktor-faktor imunologi
   
Salah satu fungsi menarik dari plasenta adalah regulasi respons imun maternal sedemikian rupa sehingga semi-alograf janin ditolerir selama kehamilan. Trofoblast diduga penting bagi fenomena ini karena mereka terletak pada pertemuan antara ibu-janin, dimana mereka bersentuhan langsung dengan sel-sel sistem imun maternal. Trofoblast tidak mengekspresikan molekul MHC kelas II. Mengejutkannya, sitotrofoblast mengekspresikan lebih banyak HLA-G, sebuah molekul MHC kelas Ib, ketika mereka menginvasi uterus. Pengamatan ini, dan fakta bahwa HLA-G menunjukkan polimorfisme terbatas, menunjukkan bahwa dia memiliki signifikansi fungsional. Mekanisme pasti yang terlibat tidak diketahui tetapi bisa mencakup produksi transkrip 4 mirip imunoglobulin inhibitory, sebuah reseptor HLA-G yang diekspresikan pada makrofage dan sebuah sub-kelompok limfosit natural killer.
   
Sitotrofoblas yang mengekspresikan HLA-G bersentuhan langsung dengan limfosit maternal yang melimpah dalam uterus selama periode awal kehamilan. Walaupun bervariasi, sekurang-kurangnya 10 sampai 15 persen dari semua sel yang ditemukan dalam desidua adalah limfosit. Seperti sitotrofoblast invasif, limfosit-limfosit ini memiliki sifat yang tidak lazim. Kebanyakan adalah sel-sel pembunuh alami CD56+. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan limfosit darah-periferal, leukosit desidua memiliki aktivitas sitotoksik yang rendah. Trofoblast manusia membantu merekrut sel-sel imun material yang tidak lazim ini dengan menggunakan chemokin.
   
Sitotoksisitas terhadap trofoblast semi-alogeneik harus dihambat secara selektif. Faktor-faktor yang bertanggung jawab untuk imunosupresi terlokalisasi ini masih belum jelas tetapi kemungkinan mencakup interleukin-10 asal sitotrofoblast, sebuah sitokin yang menghambat allorespons pada reaksi limfosit campuran. Hormon-hormon steroid, termasuk progesteron, memiliki efek-efek serupa. Sistem komplemen juga bisa terlibat, karena penghapusan regulator komplemen Crry pada mencit mengarah pada kehilangan janin sebagai akibat dari inflamasi plasenta. Terakhir, data farmakologi, juga dari penelitian-penelitian pada mencit, menunjukkan bahwa trofoblast mengekspresikan sebuah enzim, indole-amin 2,3-dioksigenase, yang secara cepat mendegradasi triptofan, yang esensial untuk aktivasi sel-sel T. Apakah mekanisme ini terjadi pada manusia atau tidak belum diketahui, walaupun syncytiotrofoblast mengekspresikan indoleamin 2,3-dioksigenase dan konsentrasi triptofan serum ibu berkurang selama kehamilan.

IMPLIKASI KLINIS DAN ARAHAN-ARAHAN DI MASA MENDATANG

Ketidaksuburan dan teknologi reproduksi terbantu
   
Ketidaksuburan bisa dihasilkan oleh kegagalan pembuahan atau oleh kehilangan blastosist terbuahi sebelum implantasi. Tujuan akhir dari memahami implantasi pada tingkat molekuler adalah mengembangkan diagnosis dan pengobatan ketidaksuburan. Perkiraan terbaru tentang kemungkinan kelahiran hidup per prosedur transfer embrio dengan penggunaan teknologi reproduksi terbantu yang standar adalah sebesar 27,9%. Kegagalan implantasi tetap menjadi masalah utama dan bisa disebabkan oleh daya-terima uterin yang berkurang, kualitas oosit yang buruk, atau implantasi yang tertunda. Laju implantasi yang tinggi dari oosit yang disumbangkan pada wanita yang lebih tua menunjukkan bahwa endometrium mempertahankan daya-terima yang normal dan sehingga kualitas oosit, bukan faktor uterin, menentukan keberhasilan implantasi. Untuk memaksimalkan angka kehamilan setelah pembuahan in vitro, beberapa embrio dalam tahapan dua-sampai-delapan-sel ditransfer ke uterus, sebuah praktek yang terkait dengan meningkatnya kehamilan ganda. Walaupun transfer embrio dengan blastosist yang lebih sedikit bisa mengatasi masalah ini, namun pemahaman yang lebih baik tentang mekanisme-mekanisme yang bertanggung jawab untuk implantasi akan memungkinkan para dokter untuk memaksimalkan angka kehamilan disamping meminimalisir kejadian kehamilan ganda.

Komplikasi-komplikasi kehamilan
   
Pada tingkat fungsional, plasenta harus memadukan fisiologi, sistem imun, dan sistem endokrin ibu dan janin. Komplikasi yang muncul relatif di akhir kehamilan sebetulnya bisa mencerminkan kesalahan-kesalahan yang terjadi jauh sebelumnya pada tahap perkembangan plasenta.
   
Invasi sitotrofoblast sampai ke kedalaman uterus yang cocok merupakan sebuah faktor utama dalam menentukan hasil akhir kehamilan. Invasi yang berlebih bisa mengarah pada perkembangan desidua yang tidak efisien dengan perlekatan yang sangat kuat ke plansenta secara langsung di atas myometrium (sebuah kondisi yang disebut plasenta accreta), juga bisa menyebabkan perluasan plasenta ke dalam myometrium (plasenta increta), atau menyebabkan invasi ke dalam myometrium sampai uterin serosa dan bahkan ke dalam organ-organ di sekitarnya (plasenta percreta). Meskipun telah ada kemajuan dalam diagnosis dan pengobatan, gangguan-gangguan ini masih terkait dengan tingginya tingkat kesakitan ibu dan kematian, utamanya karena perdarahan.
   
Invasi yang tidak memadai telah diketahui berdampak dalam patofisiologi pre-eklampsi, yang merupakan penyebab utama kematian ibu di negara-negara maju dan yang meningkatkan mortalitas perinatal dengan faktor 5. Walaupun penyebab pre-eklampsi tidak diketahui, lesi patologik karakteristik merupakan akibat dari invasi interstitial dangkal oleh sitotrofoblas dan, secara lebih konsisten, invasi endovaskular yang terbatas. Pada preeklampsi, sitotrofoblas yang menginvasi pembuluh darah uterin gagal merubah molekul adhesinya untuk menyerupai yang ada pada sel-sel vaskular. Sehingga, arteriol uterin tetap merupakan pembuluh yang berlubang kecil dan sangat resisten sehingga tidak dapat merespon secara memadai terhadap permintaan aliran darah yang terus meningkat oleh janin. Penentuan konsekuensi perfusi plasenta yang berkurang dan bagaimana sehingga menyebabkan karakteristik klinis dari sindrom ini masih merupakan sebuah tantangan yang penting.
   
Implantasi dan plasentasi normal sangat penting untuk kehamilan yang sukses. Pemahaman yang lebih baik tentang mekanisme-mekanisme molekuler yang terlibat untuk proses-proses ini akan meningkatkan kemampuan para dokter untuk mengobati gangguan-gangguan seperti ketidaksuburan, kehilangan kehamilan dini, dan pre-eklampsi.

Implantation and The Survival of Early Pregnancy
Errol R. Norwitz, M.D., Ph.D., Danny J. Schust, M.D., and Susan J. Fisher, Ph.D.
2001
The New England Journal of Medicine, Vol. 354, No. 19. November 8, 2001.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Relationship between glycemic index and weight loss

Prosedur dan Alat Diagnostik