Hubungan antara zat P (SP) dan interleukin-1β (IL-1β) dalam cairan crevikular gingiva selama pergerakan gigi ortodontik pada dewasa

Ringkasan

Metabolisme yang dilakukan oleh peptidase memegang peranan penting dalam pengaturan (modulasi) kadar neuropeptida yang aktif-biologis, sedangkan zat P (SP), yang merupakan sebuah komponen cairan crevikular gingiva (GCF), bisa memicu proses inflammatory pada pergerakan gigi ortodontik. Tujuan dari penelitian ini ada dua, yaitu: (1) untuk meneliti kadar SP dan interleukin-1β (IL-1β) dalam GCF selama pergerakan gigi ortodontik manusia, dan (2) untuk menentukan koefisien korelasi antara kadar SP dan IL-1β dalam GCF.
  
Subjek penelitian ini adalah 3 laki-laki, dengan usia rata-rata 21,3 ± 2,8 tahun, dan 6 perempuan, dengan usia rata-rata 23,1 ± 2,4 tahun, yang menjalani perawatan ortodontik untuk satu gigi, dengan gigi kontralateral yang digunakan sebagai kontrol. GCF diambil sampelnya pada tempat kontrol dan perlakuan (kompresi) sebelum dan pada 1, 4, 8, 24, 72, 120, dan 168 jam setelah dimulainya pengobatan ortodontik. Pencegahan inflamasi yang ditimbulkan plak memungkinkan penilaian dinamika kadar SP dan IL-1β dalam GCF, yang ditentukan dengan menggunakan uji ELISA (uji imunosorbent terkait enzim).
  
Kadar SP dan IL-1β dalam GCF untuk gigi yang dirawat secara signifikan lebih tinggi (P < 0,001) dibanding untuk gigi kontrol yang bersangkutan mulai dari 8 sampai 72 jam, dan mencapai puncak setelah 24 jam.

Hasil-hasil ini menunjukkan bahwa jumlah SP dan IL-1β dalam GCF meningkat seiring dengan pergerakan gigi ortodontik, dan menunjukkan bahwa peningkatan seperti ini bisa terlibat dalam inflamasi sebagai respons terhadap tekanan mekanis.


Pendahuluan
  
Sistem saraf sensoris perifer berkontribusi bagi terjadinya proses inflammatory akut dan kronis melalui pelepasan neuropeptida pada tempat tersebut. Beberapa neuropeptida, termasuk zat P (SP), yang diketahui terdapat dalam serat-serat saraf yang menyuplai pulpa gigi dan periodonsium pada mencit, kucing, kera, dan manusia (Olgart dan Gazelius, 1977; Wakisaka dkk., 1985; Silcerman dan Kruger 1987; Byers dkk., 1987; Luthman dkk., 1988; Casasco dkk., 1990). Lebih lanjut, Norevall dkk., (1995) melaporkan bahwa ekspresi SP meningkat setelah pergerakan gigi ortodontik pada spesimen ligamen periodontal (PDL) mencit. Pengamatan-pengamatan ini menunjukkan SP terlibat dalam pemodelan-ulang PDL dan tulang alveolar selama pergerakan gigi ortodontik.
  
Zat-zat yang aktif-biologis, seperti sitokin dan enzim, diekspresikan oleh sel dalam periodonsium sebagai respons terhadap tekanan mekanis dari alat-alat ortodontik (Davidovitch dkk., 1988; Saito dkk., 1991). Tujuan umum dari berbagai penelitian yang telah dilakukan adalah untuk memahami secara lebih baik mekanisme-mekanisme pengubahan tekanan fisik menjadi respons seluler yang terjadi selama pergerakan gigi. Untuk memantau ekspresi zat-zat yang aktif-biologis pada manusia dengan cara yang non-invasif, perubahan komposisi cairan gingiva (GCF) selama pergerakan gigi ortodontik juga telah diteliti (Griffith dkk., 1998; Iwasaki dkk., 2001). Zat-zat ini terlibat dalam pemodelan ulang tulang dan dihasilkan oleh sel-sel PDL, dan kemudian secara difusif diekskresikan dalam jumlah cukup ke dalam GCF.
  
Interleukin (IL)-1β merupakan perantara penting yang terlibat dalam berbagai aktivitas respons inflammatory imun dan inflammatory fase-akut (Dinrello, 1989), serta resorpsi tulang (Gowen dkk., 1985), dan telah diidentifikasi dalam GCF selama pergerakan gigi ortodontik (Uemastsu dkk, 1996). Lebih lanjut, SP telah dilaporkan menghasilkan sekresi IL-1β dari monosit-monosit (Lotz dkk., 1988). Akan tetapi, masih sedikit informasi yang tersedia tentang hubungan antara SP dan IL-1β dalam GCF selama pergerakan gigi ortodontik pada manusia.
  
Oleh karena itu, dalam penelitian ini, tujuannya adalah untuk meneliti kadar SP dan IL-1β dalam sampel-sampel GCF sebelum dan pada 1, 4, 8, 24, 72, 120, dan 168 jam setelah dimulainya perawatan ortodontik, dengan menggunakan uji ELISA.

Subjek dan Metode

Subjek
  
Pemberitahuan kesediaan dari subjek didapatkan setelah adanya sebuah penjelasan protokol penelitian, yang ditinjau oleh Board of Nihon University of Dentistry di Matsudo.
  
Sembilan pasien orthodontik dewasa (3 pria, dengan usia rata-rata 21,3±2,8 tahun; 6 wanita, dengan usia rata-rata 23,1±2,4 tahun) dilibatkan dalam penelitian, setelah memenuhi kriteria sebagai berikut : (1) sehat secara umum; (2) jarang mendapatkan terapi antibiotik selama enam bulan terakhir; (3) tidak ada pemberian obat-obatan anti-inflamatori pada bulan sebelum penelitian; (4) jaringan periodontal yang sehat yang ditandai dengan kedalaman ≤3 mm dan tidak ada bukti radiografis hilangnya jaringan periodontal; dan (5) esktraksi premolar yang pertama dan gerakan gigi taring distal yang pertama sebagai bagian dari rencana perawatan orthodontik.

Desain Eksperimen
  
Eksperimen dilakukan dengan menggunakan metode Sugiyama dkk (2003). Pada  setiap subjek, premolar pertama bagian atas diekstraksi sebelum menempatkan penopang dan kawat. Gigi taring yang mengalami pergerakan distal digunakan sebagai gigi eksperimen dan gigi taring kontralateral yang dijadikan sebagai kontrol. Penyangga orthodontik ditempatkan pada gigi perlakuan dan kontrol dengan menggunakan sebuah teknik edgewise, dimana digunakan 0,018 X 0,025 inci pembalut lubang dan penyanggah. Gigi kaninus diretraksi dengan rantai-rantai elastomerik pada sebuah kawat bundar 0,018 inci.
  
Gigi kaninus eksperimen dipindahkan pada arah distal dengan menggunakan sebuah kawat lengkung dengan rantai elastik yang menggunakan kekuatan awal 250 g. Gigi kaninus kontralateral tidak diberi gaya orthodontik. Jumlah gerakan yang dibutuhkan untuk setiap gigi diukur dengan kaliper digimatis. Setelah dilakukan pencetakan dan dibuat model-model kerja, pengukuran dilakukan dengan menggunakan sebuah kaliper digital elektronik yang memiliki akurasi 0,01 mm. Kesalahan-kesalahan yang terkait dengan pengukuran gerakan gigi dihilangkan dengan melakukan pengukuran sebanyak sepuluh kali. Pada aspek distal dari gigi eksperimen dan kontrol, GCF dikumpulkan untuk analisis selanjutnya, dan dilakukan uji periodontal berikut : memeriksa kedalaman, ada atau tidaknya plak, dan pendarahan sewaktu pemeriksaan. Setelah itu, sampel GCF sebelum dan pada 1, 4, 8, 24, 72, 120, dan 168 jam setelah dimulainya pergerakan gigi.

Pengumpulan GCF
  
Sebelum pengumpulan GCF, inflamasi gingival dinilai dengan mencatat warna gingiva dan plak sesuai dengan indeks yang diusulkan oleh Silness dan Loe (1964). Karena plak diketahui mengkontaminasi sampel GCF (Griffiths dkk., 1992), deposit ringan dipindahkan dengan sebuah pemeriksaan periodontal, sementara sebuah scaler sabit digunakan untuk deposit yang lebih berat.
  
Pengumpulan GCF berikutnya, kedalaman pemeriksaan, dan penambahan kadar dicatat, untuk memastikan bahwa kerusakan periodontal tidak terjadi selama penelitian, dan pendarahan yang mengikuti pemeriksaan juga dicatat sebagai penilaian inflamasi lebih lanjut.
  
Pengambilan sampel GCF dilakukan dengan menggunakan metode Offenbacher dkk (1986), dan dikumpulkan dari gigi eksperimen dan kontrol pada waktu yang bersamaan. Gigi dicuci dengan air secara hati-hati, dan bagian yang diteliti diisolasi dengan gulungan kapas (untuk meminimalisai kontaminasi) dan dikeringkan secara hati-hati dengan sebuah alat semprot udara. Potongan kertas secara hati-hati disisipkan 1 mm ke dalam celah gingival dan dibiarkan selama 1 menit, setelah itu potongan kedua ditempatkan pada sisi yang sama. Perawatan dilakukan untuk mencegah luka mekanis. Volume GCF pada setiap potongan kertas diukur dengan menggunakan sebuah Periotron 8000 (Harco) yang dikalibrasi dengan serum manusia. Pengumpulan GCF untuk penetapan jumlah waktu diperbolehkan untuk standardisasi perbedaan sisi dan subjek. Potongan kertas dari individu disimpan pada suhu -300C sampai proses selanjutnya.
  
Sebelum evaluasi, potongan kertas ditempatkan secara individu dalam 100 µl larutan penyangga Tris (12 mM Tris, yang mengandung 0,1 M NaCl dan 0,05 persen Tween 20) dan kemudian diperlakukan dengan vortex x3 selama lebih dari 30 menit. Potongan-potongan kemudian dihilangkan dan eluate disentrifugasi selama lima menit pada x3000g, setelah lapisan teratas dipisahkan dan dibekukan pada suhu -300C untuk penggunaan selanjutnya. Konsentrasi protein pada ekstrak-ekstrak yang diestimasi dengan metode Bradford (1976), dimana albumin serum bovine (sapi) digunakan sebagai standar.

Imunoasai Enzim
  
Kadar SP dan IL-1β diukur dua kali dengan menggunakan sebuah perangkat ELISA komersial, dengan hasil yang dinyatakan dalam satuan pg/µg dari total protein pada GCF.

Metode-Metode Statistik
  
Nilai-nilai dihitung sebagai mean ± standard deviasi (SD) dan uji-U Mann-Whitney digunakan untuk membandingkan mean dari  kelompok-kelompok. Hubungan antara dua variabel dihitung dengan uji Spearman's signed rank. Analisis statistik  yang digunakan adalah program Statistika komputer.

Hasil

Parameter Klinis
  
Jumlah rata-rata gerakan gigi adalah 1,5 ± 0,4 mm setelah 168 jam (7 hari). Tidak ada gerakan yang dideteksi dari kontrol pada beberapa subjek. Volume GCF telah ditunjukkan berhubungan dengan inflamasi (Cimasoni, 1983); akan tetapi, tidak ada perbedaan yang signifikan dari mean volume GCF pada beberapa titik waktu antara gigi eksperimen (0,40 ± 0,06 µl) dengan gigi kontrol (0,39 ± 0,07 µl) ketika dikumpulkan pada paper strips. Disamping itu, volume GCF dari sekeliling tiap gigi eksperimen sama dengan sampel GCF dari gigi kontrol yang tidak diberi perlakuan (0,40 ± 0,05 µl). Pada semua pasien, akumulasi plak minimal sepanjang penelitian dan kesehatan gingival sangat baik, tanpa pendarahan gingival. Lebih lanjut, kedalaman probing tetap kurang dari 2 mm pada semua waktu selama periode penelitian.

Kadar SP dan IL-1β dalam GCF
  
Pada aktivasi orthodontik selanjutnya, ditemukan perbedaan signifikan antara gigi kontrol dengan yang diberi perlakuan, karena mean nilai SP dan IL-1β untuk gigi yang diberi perlakuan secara signifikan lebih tinggi setelah 8, 24, dan 72 jam. Akan tetapi, tidak ada perbedaan yang signifikan antara tempat perlakuan dengan pengukuran dasar pada  168 jam (Gambar 1 dan 2).
  
Sebaliknya untuk perubahan-perubahan kadar SP dan IL-1β, tidak ada perbedaan yang signifikan untuk kadar total protein pada beberapa periode waktu eksperimen antara tempat-tempat perlakuan yang berbeda, atua antara tempat perlakuan dan tempat kontrol masing-masing pasien (data tidak ditunjukkan). Oleh karena itu, pola protein secara jelas berbeda dengan pola SP dan IL-1β selama pergerakan gigi orthodontik.

Koefisien Korelasi Spearman
  
Tabel 1 memperlihatkan koefisien korelasi Spearman antara SP dan IL-1β pada sampel GCF. Terdapat hubungan yang signifikan antara keduanya pada 8, 24, dan 72 jam.

Pembahasan

Hasil analisis biokimia GCF, sebuah eksudat inflammatory berperantara osmosis yang ditemukan dalam sulkus gingiva, menunjukkan bahwa metode yang digunakan dalam penelitian ini cukup efektif untuk pemantauan dan pendeteksian dini penyakit periodontal (Lamster dkk., 1988a, b). Sebagai sebuah eksudat, jumlah cairan pada setiap lokasi crevikular cenderung meningkat seiring dengan inflamasi dan permeabilitas kapiler (Brill dan Bjorn, 1959). Lebih lanjut, gaya-gaya ortodontik mempengaruhi pergerakan fluida PDL dan setiap produk biokimia seluler yang dihasilkan dari gangguan mekanis sebelumnya. Arah aliran cairan PDL bisa terjadi sebagai berikut: dari sebuah area kompresi ke area tensi, pada arah apikal dan koronal, menuju sulkus gingiva dan/atau ke dalam ruang sumsum alveolar. Dengan demikian, kompresi PDL bisa menyebabkan produk-sampingan biokimia seluler muncul dalam sulkus. Disamping itu, efek gaya ortodontik pada PDL cukup cepat, karena migrasi partikel-partikel karbon keluar dari kapiler pada PDL terkompresi telah ditemukan terjadi dalam beberapa menit setelah pengaplikasian gaya ke incisor hewan percobaan (Storey, 1973).
  
Sebagai akibat dari pengaplikasian gaya mekanis, sel-sel PDL bisa menghasilkan modulator dalam jumlah cukup selama pemodelan-ulang tulang dan metabolisme matriks ekstraseluler, dan kemudian disekresikan secara difusi ke dalam GCF. Telah dilaporkan bahwa modulator, termasuk cathepsin B dan L, dan inhibitor aktivitas plasminogen dan aktivitas plasminogen tipe jaringan (inhibitor-2), yang disekresikan ke dalam GCF, meningkat selama pergerakan gigi ortodontik (Nozoe dkk., 2002; Sugiyama dkk., 2003; Hoshino-Itoh dkk., 2005). Dengan demikian, diduga bahwa peningkatan indikator inflammatory dalam aliran GCF mencerminkan respons-respons biologi ini yang ditimbulkan oleh tekanan mekanis.
  
Usia sampel dalam penelitian ini bisa dikategori sebagai usia tinggi (3 laki-laki, nilai mean usia 21,3 ± 2,8 tahun; 6 perempuan, nilai mean usia 23,1 ± 2,4 tahun). Ren dkk. (2002) melaporkan bahwa kadar mediator (perantara) inflammatory (PGE2, IL-6, dan faktor penstimulasi koloni granulosit-makrofage) pada remaja (nilai mean usia 11 ± 0,7 tahun) lebih responsif dibanding kadar pada dewasa (nilai mean usia 24 ± 1,6 tahun); pendekatan ini bisa cocok untuk meneliti bagaimana kadar mediator inflammatory dalam aliran GCF pada remaja merespon terhadap pergerakan gigi ortodontik. Akan tetapi, meskipun permintaan perawatan ortodontik pada dewasa terus meningkat, masih sedikit informasi yang tersedia tentang mediator inflammatory dalam GC selama pergerakan gigi ortodontik.
  
Temuan penelitian ini menunjukkan peningkatan SP yang signifikan menurut statistik dalam sampel-sampel GCF dari area-area yang berdekatan dengan gigi yang sedang mengalami pergerakan gigi ortodontik, sebagai nilai mean total kadar yang meningkat signifikan pada 8, 24, dan 72 jam setelah diberikannya gaya ortodontik, masing-masing sekitar 2,1, 2,9, dan 1,6 kali lipat, dibanding dengan gigi kontrol. Akan tetapi, setelah 120 dan 168 jam, kadar SP hampir sama dengan yang diukur pada awal. Desain pengaplikasian dalam penelitian ini tidak memberikan gaya kontinyu pada 120 dan 168 jam, yang bisa menjelaskan mengapa SP tidak meningkat pada titik-titik waktu ini (Gambar 1). Aliran SP dalam GCF selama pergerakan gigi ortodontik sebelumnya belum dilaporkan. Lundy dkk., (2000) menemukan bahwa SP pada GCF pada subjek dengan periodontitis lebih tinggi (42,4pg) dibanding pada subjek sehat (2,0 pg). Periodontitis merupakan sebuah penyakit yang menghasilkan kerusakan struktur pendukung gigi, yakni tulang alveolar dan perlekatan jaringan konektif ke gigi. Pergerakan gigi ortodontik bukanlah sebuah penyakit dan tidak terkait dengan kehilangan perlekatan tulang. Dengan demikian aliran SP dalam GCF selama pergerakan gigi ortodontik bisa lebih rendah dibanding yang ditemukan pada subjek-subjek yang mengalami periodontitis. Penelitian-penelitian tambahan masih diperlukan untuk mengklarifikasi hubungan antara aliran SP dalam GCF selama pergerakan gigi ortodontik pada dewasa dan periodontitis.
  
Dalam sebuah studi eksperimental (Nicolay dkk., 1990), SP tampaknya meningkat signifikan setelah pengaplikasian gaya ortodontik pada mencit, yang terbentuk dengan cepat (setelah 3 tahun) dalam pulpa gigi, meskipun terjadi dengan lambat pada PDL (setelah 24 jam). Disamping itu, sebuah penelitian terbaru melaporkan bahwa kadar MMP-8 dalam GCF untuk gigi yang sedang menjalani perawatan ortodontik secara signifikan lebih tinggi pada 4 sampai 8 jam setelah pengaplikasian gaya dibanding dengan sebelum pengaplikasian (Apajalahti dkk., 2003). Hasil dari pengamatan kali ini bisa mendukung temuan penelitian-penelitian terdahulu karena nilai mean kadar total IL-1β meningkat signifikan pada 8, 24, dan 72 jam setelah diaplikasiannya gaya ortodontik, masing-masing sekitar 1,5, 2,2,d an 1,7 kali lipat, dibanding dengan kontrol (Gambar 2). Disamping itu penelitian-penelitian terdahulu telah menunjukkan bahwa kadar IL-1β meningkat dibanding dengan yang pada lokasi-lokasi kontrol setelah 24 jam (Grieve dkk., 1994; Uemastsu dkk., 1996). Temuan kali ini pada 24 jam setelah aplikasi, yang secara jelas menunjukkan bahwa kadar IL-1β dalam GCF meningkat selama pergerakan gigi ortodontik, sesuai dengan hasil dari penelitian lain. Untuk peningkatan aliran IL-1β dalam GCF, Uematsu dkk., (1996) melaporkan bahwa pada 24 jam, nilai mean kadar IL-1β GCF meningkat signifikan pada gigi perlakuan (0,88 ± 0,11 pg/µg) dibanding dengan gigi kontrol (0,38 ± 0,07 pg/µg). Hasil-hasil ini (gigi perlakuan versus gigi kontrol; 0,58 ± 0,08 pg/µg versus 0,26 ± 0,09 pg/µg) dalam penelitian kali ini sejalan dengan temuan Uematsu dkk.
  
Juga ada korelasi signifikan antara kadar SP dan IL-1β dalam GCF pada 8, 24, dan 72 jam (Tabel 1). Semakin jelas bahwa periodontitis serta gangguan inflammatory orofasial lainnya bisa dimodulasi oleh ketidakseimbangan dalam neuropeptida-neuropeptida tertentu. Luthman dkk., (1989) menunjukkan bahwa SP memegang peranan penting dalam patogenesis periodontitis, sedangkan kadar SP meningkat signifikan dalam GCF gigi yang terkena penyakit pada subjek yang terkena periodontitis, sebagaimana dibandingkan dengan bagian-bagian yang sehat Linden dkk., 1997). Lebih lanjut, Hanioka dkk (2000) melaporkan bahwa SP menunjukkan korelasi signifikan dengan IL-1β respons host pada GCF dari periodontitis. Penelitian-penelitian terbaru juga telah menunjukkan bahwa SP menginduksi produksi TNF-alfa, IL-1β, dan IL-6 oleh limfosit-T, makrofage, neutrofil, dan sel pulpa gigi (Delgado dkk., 2003; Yamaguchi dkk., 2004). Temuan-temuan ini menunjukkan bahwa SP berpartisipasi dalam interaksi beberapa mediator yang meregulasi inflamasi. Oleh karena itu, kadar IL-1β yang meningkat dalam GCF bisa ditimbulkan oleh SP sebagai respons terhadap gaya ortodontik.
    Neurokinin A, serta SP, merupakan famili neuropeptida tachykinin (tachy-swift), yang menimbulkan respons cepat selama pelepasan, dan peptida terkait gen kalsitonin, polipeptida intestinal vasoaktif, dan neuropeptida Y menyuplai saraf ke jaringan periodontal manusia (Luthman dkk., 1988). Ini telah dideteksi dalam sampel-sampel GCF (Linden dkk., 1997, 2002; Lundy dkk., 1999) dan telah diduga bahwa zat-zat ini memegang peranan penting dalam mempertahankan kesehatan periodontal. Penelitian lebih lanjut tentang neuropeptida-neuropeptida ini pada GCF selama pergerakan gigi ortodontik masih diperlukan.
  
Untuk hubungan antara neuropeptida dan nyeri selama perawatan ortodontik, Furstman dan Bernick (1972) menyarankan bahwa nyeri periodontal disebabkan oleh proses-proses tekanan, ischemia, inflamasi, dan edema. Lebih lanjut, Burstone (1964) mengidentifikasi respons nyeri langsung dan tertunda, dimana respons langsung terkait dengan penekanan PDL awal beberapa saat setelah pemasangan kawat-lengkung, dan respons tertunda yang dimulai beberapa jam kemudian, dan yang disebut hiperalgesia PDL, disebabkan oleh kesensitifan serat-serat saraf yang meningkat terhadap stimuli berbahaya, seperti prostaglandin, histamin, dan SP (sebuah neuropeptida yang dilepaskan dari nociseptor dalam daerah kerusakan jaringan yang meningkatkan jumlah neuron yang menghantarkan informasi nociseptor). Erdinc dan Dincer (2004) melaporkan bahwa persepsi nyeri selama pengobatan ortodontik dengan sebuah alat cekat mencapai puncak pada 24 jam dan berkurang pada hari ke-3, sehingga menunjukkan bahwa persepsi nyeri bisa terkait dengan pelepasan SP setelah pergerakan gigi ortodontik.

Kesimpulan
  
Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa kadar SP dan IL-1β dalam sampel-sampel GCF meningkat akibat pergerakan gigi ortodontik pada orang dewasa, dan dianggap terlibat dalam inflamasi periodontal sebagai respons terhadap tekanan mekanis.

Judul Asli : Relationship between substance P and interleukin-1β in gingival crevicular fluid during orthodontic tooth movement in adults

Penulis : Masaru Yamaguchi, Mizuho Yoshii and Kazutaka Kasai
Alih Bahasa : Masdin (http://linguist.co.nr)
Tahun : 2006
Sumber : The European Journal of Orthodontics Volume 28, Number 3

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Relationship between glycemic index and weight loss

Prosedur dan Alat Diagnostik