Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar pH vaginal pada remaja-remaja wanita yang mendatangi klinik pengobatan genitourinary

Abstrak

Tujuan: pH vagina terkait dengan status hormon, dan para remaja mengalami gangguan pola hormon setelah haid. Disini kami meneliti faktor-faktor hormonal dan risiko pH vaginal abnormal dan vaginosis bakteri (BV) pada remaja-remaja yang mendatangi klinik pengobatan genitouriner.

Metode: Dalam sebuah penelitian cross-sectional direkrut remaja-remaja dalam 5 tahun masa mearche, yang berusia kurang dari atau sama dengan 17 tahun, atau yang mengalami oligo-amenorrhoea. pH vaginal dan BV dinilai dan diantara mereka yang tidak menggunakan alat kontrasepsi hormonal, konsentrasi estrone-3-glukuronida (E3G) dan pregnanediol-3α-glukuronida (P3G) diukur.

Hasil: Diantara 102 remaja, 59,8% (61) memiliki pH vaginal yang tinggi (>4,5), yang lebih tinggi dibanding prevalensi BV, dideteksi pada 33% (34). Tidak ada hubungan yang ditemukan antara keberadaan infeksi menular seksual (STI) dan pH vaginal. Dalam analisis regresi logistik, setelah mengontrol BV dan penggunaan kondom, pH vaginal terkait positf dengan ektopi servikal (OR = 2,5; 95% CL 1,0 sampai 6,6, p = 0,05) dan riwayat perawatan STI (OR = 2,5; 95% CI 0,9 sampai 6,5, p = 0,07), dan terkait negatif dengan penggunaan DepoProvera (OR = 0,1; 95% CI 0,03 sampai 0,6, p = 0,003) dan onset terbaru (<12 buan)  aktivitas seksual (OR = 0,2; 95% CI 0,1 sampai 0,7, p = 0,004). Diantara 23 remaja yang tidak menggunakan alat kontrasepsi, pH tinggi terjadi lebih sering pada siklus menstruasi yang tidak normal dibanding dengan yang normal (OR = 10,8; 95% CI 1,4 sampai 85,4; p = 0,026). Konsentrasi E3G berkorelasi terbalik dengan pH vagina dalam fase folikular (Spearman; r = 0,51; p = 0,024).

Kesimpulan: Ektopi dan siklus menstruasi abnormal merupakan ciri umum dari masa remaja. Keberadaan kondisi ini terkait dengan peningkatan risiko pH abnormal, dan juga bisa menyebabkan rentan terhadap BV.


Penelitian telah menemukan adanya kesesuaian antara tahapan siklus-hidup dan kadar pH vaginal. Sekresi-sekresi vaginal bersifat asam saat lahir dan mikroorganisme vaginal yang terdapat pada bayi perempuan yang baru lahir mirip dengan yang ada pada ibunya. Beberapa setelah lahir, ketika kadar estrogen dari ibu menurun, pH vaginal meningkat menjadi sekitar 7. Berbagai spesies mikroba menempati vagina tetapi konsentrasinya lebih rendah dibanding pada dewasa, dan tidak ada laktobasilus. Pada masa pubertas, sebagai respons terhadap estrogen yang bekerja pada sel-sel epitelium yang sedang dewasa, pH vaginal berkurang menjadi kadar normalnya 9pH 4 (SD 0,5)). Laktobasilus muncul dalam vagina, walaupun pH vaginal sering tidak berkorelasi dengan ada atau tidak adanya laktobasilus. Setelah menpause lingkungan aginal perlahan-lahan kembali ke keadaan pra-menarcheal. Siklus hidup ini menunjukkan bahwa faktor-faktor hormonal memiliki peranan penting dalam meregulasi kadar pH vagina. Ini didukung juga oleh bukti variasi fisiologi vaginal dan kadar pH selama siklus menstruasi.

Walaupun kadar pH menurun saat memasuki masa pubertas, masa remaja merupakan sebuah periode dimana terjadi ketidakstabilan hormonal, yang bisa mempengaruhi pH. Remaja memiliki kadar estrogen yang lebih rendah dibanding orang dewasa dan siklus menstruasi yang tidak beraturan terus berlangsung selama beberapa periode setelah menarche. Dalam salah satu penelitian, nilai rata-rata pH vaginal remaja berkorelasi terbalik dengan usia gynaekologi (masa sejak menarche). Para remaja yang memiliki kadar pH tinggi bisa berisiko meningkat untuk mengalami vaginosis bakteri (BV), sebuah sindrom polimikroba umum ditandai dengan konsentrasi bakteri aerob dan anaerob tinggi, ketiadaan laktobasilus, dan pH vaginal yang tinggi. Prevalensi pada remaja Inggris belum dilaporkan, tetapi prevalensi sebesar 9% telah dilaporkan pada wanita-wanita yang discreening di tempat-tempat praktik umum. Keberadaan BV dianggap meningkatkan kerentanan terhadap chlamydia,” virus herpes simplex,” dan infeksi HIV. PH remaja abnormal bisa secara langsung meningkatkan kerentanan terhadap infeksi saluran genital.

Sebagai bagian dari kajian terhadap faktor risiko biologis dan hormonal untuk infeksi saluran genital pada remaja, pH vaginal diukur sebagai bagian dari penilaian klinis untuk BV. Dalam presentasi kali ini kami menyelidiki faktor-faktor risiko untuk pH vaginal abnormal dikalangan remaja yang berisiko tinggi untuk mengalami infeksi menular seksual (STI).

METODE

Populasi penelitian

Remaja-remaja yang mendantaig tiga klinik pengobatan genitourinary di Manchester diajak untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

Partisipan

Kami merekrut remaja-remaja dengan usia gynaekologi yang masih muda (dalam 5 tahun masa menarche), berusia muda (17 tahun atau kurang), atau adanya keluhan spesifik tentang oilgomenorrhea atau amenorrhoea. Remaja dikeluarkan jika mereka belum haid, hamil, atau sedang menyusui dalam 3 bulan terakhir, jika sedang menjalani pengobatan infeksi saluran genital dalam 4 pekan, atau jika mereka telah memulai atau menghentikan penggunaan kontrasepsi hormonal dalam satu bulan terakhir. Semua responden memberikan izin tertulis, dan jika berusia dibawah 16 tahun, mereka dinilai kompetensi Gillick nya (yakni, inteligensi dan pemahaman yang cukup untuk diobati tanpa izin dari orang tua). Penelitian ini disetujui oleh badan persetujuan etis setempat. Kuisioner digunakan untuk menyelidiki riwayat penggunaan alat kontrasepsi, siklus menstruasi, hubungan seksual, dan riwayat kehamilan. Grafik-grafik gambar digunakan untuk menilai struktur tubuh dan stadium rambut pubik. Indeks massa tubuh (berat (kg)/(tinggi (m)2) dihitung. Untuk menghitung usia gynaekologi para mereka diberi pertanyaan apakah mereka telah haid dalam satu tahun terakhir, atau antara 1 dan 2 tahun yang lalu, 2 dan 3 tahun yang lalu, dan lain-lain. Titik-pertengahan tahun terjadinya masa haid pertama dikurang dari dari usia kalender perekrutan. Sebagai bagian dari riwayat standar dan prosedur pemeriksaan, area ektopi dibuat pada sebuah diagram skematik.

Pengambilan sampel

Hapusan endoservikal diambil untuk membiakkan Neisseria gonorrhoeae dan gabungan antara hapusan endoservikal dan sampel urin untuk membiakkan Chlamydia trachomatis. Untuk  pendeteksian DNA virus HPV, spatula dirotasi 360o dalam zona transformasi serviks dan ditempatkan dalam larutan saline. Sampel darah dikumpulkan untuk mengukur antibodi-antibodi terhadap Treponema pallidum dan HSV-2. PH vaginal diukur dengan menempatkan kertas ndikator pH pada dinding vaginal. Siapan basah untuk mendeteksi Truchomonas vaginalis, Candida albicans dan sel-sel petunjuk dipersiapkan, serta Gram stain untuk BV. PH vaginal tidak dinilai jika remaja sedang mengalami menstruasi, dan pada beberapa kasus pemeriksaan dipersngkat karena ulser herpetik yang terasa nyeri. Para remaja yang tidak menggunakan kontrasepsi hormonal ditawarkan pemantauan kesuburan pada satu siklus menstruasi, untuk mengkarakterisasi siklus-siklus mereka dan memprediksikan keadaan hormon LH peri-ovulasi. Sampel urin yang dikumpulkan sendiri didapatkan setiap dua hari antara hari ke-12 sampai hari ke-26 siklus menstruasi. Sampel-sampel ini dibekukan (-80oC) di Universitas Southampton Endocrine Unit untuk penentuan estrone-3-glukuronida (E3G) dan pregnanedeiol-3α-glukuronida (P3G).

Analisis spesimen

Semua sampel dikembalikan ke laboratorium virologi, Manchester Royal Infirmary. Sampel-sampel chalmydia diuji dengan menggunakan ji PCR standar, dan sampel-sampel DNA HPV dengan menggunakan sistem PCR berperantara primer GP5+/GP6+ generik. PCR Gap-DH juga dilakukan untuk memeriksa integritas DNA dan untuk menguji keberadaan inhibitor PCR.  Antibodi HSV1 dan HSV2 dideteksi dengan menggunakan ELISA IgG. Gram stain untuk BV dinilai oleh satu teknisi laboratorium, mengikuti kriteria Nugent. Skor yang lebih besar dari 6 menandakan keberadaan BV. Semua slide yang positif dan seleksi negatif (40/102) dibaca ulang oleh teknisi ke-dua. Untuk lima slide yang tidak jelas, kriteria Amsel digunakan untuk mengelompokkan keberadaan BV. Imunoasai fluoresensi time resolved untuk pengukuran E3G dan P3G dalam urin digunakan yang memiliki variasi antar-uji dan intra-uji yang rendah (<6%). Semua ukuran hormon urin dibakukan dengan kreatinin.

Analisis data

Siklus menstruasi didefinisikan sebagai “terganggu” jika fase folikular adalah 21 hari atau lebih dan fase lutheal kurang dari 10 hari, jika monitor tidak menemukan kejadian ovulasi, dan/atau konsentrasi P3G tetap dibawah 2 ug setelah puncak LH atau jika tidak ada periode yang terjadi dalam 42 hari perdarahan. Konsentrasi rata-rata ditentukan sebelum dan setelah ovulasi, dan pada seluruh bagian siklus yang diukur. Korelasi dengan pH vaginal diselidiki, dengan menggunakan uji Spearman untuk variabel-variabel kontinyu dan uji U Mann-Whitney untuk variabel-variabel dikotomi. PH vaginal yang tinggi didefinisikan sebagai pH > 4,5.

Untuk memvisualisasikan hubungan antara pH dan variabel kontinyu (usia, usia ginekologi, dan tahun aktif secara seksual), kurva yang dihaluskan dicocokkan dengan menggunakan rekgresi lokal terhadap proporsi dengan pH tinggi, yang mencocokkan garis-garis terpisah untuk subjek yang positif dan negatif BV.

Faktor-faktor risiko dinilai dengan regresi logistik, yang mencakup variabel-variabel yang mungkin untuk memperantarai pH vaginal melalui efek pematangan, efek hormonal atau efek aktivitas seksual. Penggunaan kondom pada hubungan seks terakhir dipilih sebagai sebuah penanda wakil untuk penggunana kondom secara umum. Kondim dan status BV dimasukkan dalam model sebagai kovariat. Efek dinyatakan seagai rasio ganjil dengan interval kepercayaan (CI) 95%. Tingkat signifikansi dinilai dengan menggunakan uji rasio kemungkinan. Karena BV didefinisikan dengan nilai pH vaginal yang tinggi, untuk mengidentifikasi perbedaan faktor-faktor risiko yang terkait dengan pH vaginal antara partisipan yang positif BV dan yang negatif BV, maka interaksi antara faktor-faktor BP juga diuji. Tak satupun dari uji-uji ini yang mendekati signifikansi statistik, sehingga model non-interaksi yang lebih sederhana dipresentasikan. Analisis dilakukan dengan menggunakan program R statistik.

HASIL

Antara September 2000 dan Desember 2001, sebanyak 310 remaja yang aktif dalam melakukan hubungan seks direkrut; 124 tidak memenuhi syarat dan 59 menolak untuk berpartisipasi, sehingga total sampel yang tersisa adalah 127. Karakteristik dari 102 remaja yang pengukuran pH vaginalnya tersedia ditunjukkan pada tabel 1. Usia kalender rata-rata adalah 17,9 tahun (antar kuartil (IQR) 17,2-18,7), usia gynekologi adalah 4,5 (IQR: 4,0-5,5) dan indeks massa tubuh 22,1 (IQR: 20,6-24,3). Distribusi etnik adalah 71% kulit putih (72), 17% kulit hitam (17), dan 2% Asia (2%), dan 10% ras campuran.

PH vaginal yang tinggi (>4,5) dideteksi pada 59,8% (61) remaja dan 33% (34) positif BV. Empat remaja memiliki flora sedang (skor Nugent 4-6). Tidak ada perbedaan yang dideteksi diantara kelompok etnis untuk pH vaginal rata-rata, atau untuk proporsi dengan pH atau BV tertinggi, tetapi jumlahnya kecil. Gambar 1 menunjukan plot skor BV (Nugent) (n = 97) dan memperlihatkan prevalensi BV untuk masing-masing peningkatan pH. Prevalensi BV meningkat tajam diatara kadar pH 4,5 dan 5,5, tetapi 43% (28) dari remaja yang mempunyai pH normal memiliki skor Nugent yang kurang dari atau sama dengan 6. Dua individu dengan pH 4,5 memiliki skor Nugent diatas 6.

Dua infeksi yang paling umum adalah infeksi HPV (66,2%, n  51) dan chlamydia (26,5%, n=27). Tidak ada hubungan signifikan antara antibodi HPV, chlamydia, gonorrhea atau keberadaan infeksi campuran dengan pH vaginal yang tinggi, atau hubungan antara candida (n  7) dengan pH yang rendah. Penggunaan antibiotik terbaru tidak mempengaruhi kadar pH. Waku dimana pasien melakukan hubungan seks tidak terproteksi terakhr tidak diketahui, tetapi keberadaan sperma pada Gram stain ditemukan untuk dua remaja, satu diantaranya memiliki pH tinggi (7).

Kurva yang dihaluskan dicocokkan (gbr 2) untuk menyelidiki kecenderungan-kecenderungan prevalensi pH vaginal berdasarkan usia kalender, usia gynekologi dan lamanya sudah melakukan aktivitas seksual, dengan pH yang diplotkan terpisah untuk remaja yang positif BV dan negatif BV. Dengan memperhatikan usia kalender dan usia gynekologi, kurva=kurva pH relatif datar untuk kedua kategori, positif dan negatif BV. PH vaginal paling rendah dalam 12 bulan setelah kejadian aktivitas seksual. Dalam regresi logistik (tabel 2), yang dikontrol untuk keberadaan BV dan enggunaan kondom, OR untuk pH vaginal yang tinggi adalah 0,2 (95% CI 0,1 sampai 0,7, p = 0,004) untuk remaja-remaja yang baru saja menjadi aktif secara seksual (dalam waktu kurang dari 12 bulan). Juga terdapat risiko pH vaginal yang rendah diantara remaja yang memiliki riwayat penggunaan Depo-Provera. Risiko pH tinggi meningkat dikalangan remaja yang memiliki ektopi servikal, dan sebuah riwayat infeksi menular seksual yang hampir mencapai signifikansi statistik. Tidak ada perbedaan signifikan antara remaja yang positif BV dan yang negatif BV dalam kaitannya faktor-faktor risiko ini dan pH pada uji interaksi.

Diantara 23 remaja yang memantau siklus menstruasinya, pH tinggi dideteksi pada 86,7% (13) remaja yang memiliki gangguan siklus menstruasi dibanding dengan 37,5% (tiga) yang memiliki siklus normal. Tidak ada korelasi antara pH vaginal dan konsentrasi P3G. Korelasi terbalik antara pH vaginal dan E3G dalam fase folikular siklus diamati.

DISKUSI

Dalam populasi ini, 60% remaja memiliki pH vaginal tinggi. Keberadaan ektopi servikal meningkatkan risiko pH abnormal sedang penggunaan Depo-Provera mengurangi risiko pH abnormal.. Remaja dua kali lebih besar kemungkinannya memiliki pH abnormal jika positif BV. Prevalensi BV cukup tinggi (34%)  dibanding dengan bukan-remaja yang mendatangi klinik (12,1%).

Hasil kami didasarkan pada pengukuran pH vaginal tunggal dan bisa dibiaskan oleh kesalahan pengukuran atau perubahan pH sementara. Nilai pH yang berfluktuasi telah ditunjukkan dalam penelitian-penelitian longitudinal, dan bisa terkait dengan fase siklus menstruasi, hubungan seksual terbaru dan keberadaan semen, atau penggunaan sabun wangi. PH vaginal belum dikarakterisasi pada siklus-siklus menstrual remaja karena subjek yang masih muda biasanya dikeluarkan karena pola siklus yang belum beraturan. Dalam penelitian kami, diantara sub-kelompok yang memantau siklusnya, kadar pH jauh lebih rendah dalam fase folikular siklus menstruasi, dalam kaitannya dengan konsentrasi E3G yang meningkat. Hampir semua remaja yang memiliki siklus menstrual abnormal memiliki pH yang tinggi. Siklus mereka biasanya memiliki fase folikular yang lama, pembersihan kadar estrogen yang lambat, dan fase luteal yang tidak memadai. Pada siklus-siklus yang terganggu mungkin diperlukan waktu lebih lama ketika pH vaginal meningkat, yang mempermudah pertumbuhan flora abnormal secara berlebihan. Salah satu penelitian siklus menstrual melaporkan peningkatan pH sebelum pendeteksian BV tetapi ini tidak dikuatkan oleh penelitian lain.

Masih belum pasti apakah kadar pH tinggi yang terkait dengan BV adalah penyebab atau produk dari sindrom. Glikogen bisa dimetabolisasi menjadi asam laktat oleh bakteri vagina dan/atau oleh epitelium itu sendiri. Salah satu teori adalah bahwa faktor-faktor host menyebabkan pH vaginal meningkat dan laktobasilus menurun, yang mencapai puncak pada BV. Dalam penelitian kami, faktor-faktor risiko untuk pH abnormal pada kelompok yang positif dan negatif BV tidak berbeda, walaupun ini diharapkan jika pH vaginal yang tinggi disebabkan oleh pertumbuhan bakteri yang berlebihan. Ini menandakan bahwa, pada remaja, gangguan hormonal meningkatkan pH vaginal dan menyebabkan rentan terhadap BV. Juga perlu digarisbawahi bahwa faktor-faktor risiko yang terkait dengan pH tinggi dan BV dalam penelitian kami telah ditunjukkan oleh peneliti lain untuk memprediksikan BV. Pengurangan risiko BV dilaporkan diantara wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal, termasuk Depo-Provera. Alat kontrasepsi hormonal sering digunakan untuk menormalkan siklus menstruasi remaja yang tidak beraturan. Depo-Provera, dengan menghasilkan amenorrea, bisa melindungi terhadap BV, karena kekambuhan BV terkait dengan perdarahan menstrual disfungsional, yang merupakan keluhan umum pada remaja. Faktor-faktor perilaku juga terlibat. Penggunaan alat kontrasepsi hormonal dan kondom keduanya terkait dengan risiko BV yang rendah dalam sebuah penelitian di Australia. Dilaporkan bahwa wanita yang positif BV menggunakan alat kontrsepsi atau kondom kurang sering pada awal melakukan hubungan seksual yang baru. Ini dapat menjelaskan peningkatan penurunan pH yang diamati setelah onset aktivitas seksual. Untuk ektopi, Mardh dkk melaporkan prevalensi 57,6% untuk wanita yang mengalami BV dibadningkan dengan 43% yang tidak mengalami infeksi (p = 0,001). Ektopi merupakan konsekuensi dari gelombang estrogen pada masa pubertas, dan frekuensinya lebih rendah pada remaja yang telah berpengalaman melakukan hubungan seks.

Frekuensi infeksi chlamydia yang lebih tinggi pada subjek-subjek yang mengalami BV yang dilaporkan dalam beberapa penelitian bisa diperantarai melalui ektopi servikal. Akan tetapi, hubungan ini sebagian besar ditemukan dalam penelitian-penelitian terdahulu dengan menggunakan uji-uji yang dipengaruhi oleh area serviks yang tersedia untuk pengambilan hapusan. Risiko chlamydia yang lebih tinggi biasanya terkait dengan kehilangan laktobasilus protektif akibat infeksi BV. Akan tetapi, situasi terbalik tidak bisa diperkirakan. Peeters dan Piot menganjurkan bawa, ketika terdapat cervicitis mukopurulen (yang sering disebabkan oleh chlamuydia), konsumsi oksigen oleh leukosit polimorfonuklear mengurangi potensial redoks dan meningkatkan pH vaginal, yang mendukung terjadinya BV. Schwebke dkk menemukan bahwa terapi antimikroba untuk cervicitis, disaming metronidazol, diperlukan untuk penyembuhan BV. Dalam penelitian kami, remaja yang memiliki pH vaginal abnormal atau BV tidak mengalami peningkatan risiko infeksi chlamdia terbaru (tabel 2), meskipun riwayat pengobatan untuk STI sebelumnya terkait dengan risiko pH vaginal abnormal yang lebih tinggi. Perbedaan dari penelitian ini lain ini mencerminkan risiko STI yang tinggi untuk smpel atau faktor risiko hormonal berbeda untuk BV dan chlamydia.

Penelitian ini memiliki beberapa kekurangan. Sebagai penelitian cross-sectional, hubungan sebab akibat tidak bisa diperoleh. Ukuran sampel yang relatif kecil berarti bahwa beberapa faktor risiko yang terkait denganpH vaginal bisa tidak terdeteksi. Ukuran sampel terbatas karena kami memilih remaja dengan umur gynekologi yang masih mudah, yang mewakili sebagian kecil dari semua remaja yang mendatangi klinik GUM. Pola-pola pH vaginal bisa berbeda pada orang tua, pada remaja matang, pada remaja kulit hitam, dan diantara mereka yang memiliki perilaku berisiko seksual yang lebih kecil. Akan tetapi, tidak ada data tentang riwayat alami BV dan pH vaginal pada remaja yang berisiko rendah untuk perbandingna, dan penelitian-penelitian longitudinal yang skalanya lebih besar diperlukan. Meskipun demikian, penelitian kami menunjukkan bahwa kondisi hormonal remaja dan onset aktivitas seksual mengganggu kadar pH vaginal dan meningkatkan kerentanan untuk mengalami BV.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Relationship between glycemic index and weight loss

Cheerleaders are associated with many diet disorders