Eritema Multiformis dan Nekrolisis Epidermal Toksik (TEN)

Gambaran Klinis
   
Kriteria diagnostik untuk eritema multiformis (EM) adalah lesi-lesi kulit “target” tersendiri dengan diameter kurang dari 3 cm, mengenai kurang dari 20% permukaan tubuh, dengan keterlibatan membran mukus yang minimal, dan biopsi yang sesuai dengan EM. Lesi-lesi kutaneous biasanya simetris, dan melibatkan ekstremitas, dengan tangan dorsal dan aspek ekstensor yang paling umum terlibat.
   
Banyak yang menggunakan istilah eritema multiformis kecil dan eritema multiformis besar, dimana EM kecil berarti hanya lesi kulit dan EM besar berarti sama dengan sindrom Stevens-Johnson.

   
Sindrom Stevens-Johnson memiliki lesi-lesi kulit yang mirip dengan EM tetapi ada tambahan keterlibatan sekurang-kurangnya dua membran mukus, dan juga disertai demam. Kenampakan lesi mukosal adalah eritema dan edema, yang berkembang menjadi erosi dan pembentukan pseudomembran. Pada sebuah review yang dilakukan terhadap keterlibatan mukosal pada 43 pasien yang mengalami sindrom Stevens-Johnson, 100% mengalami stomatitis, 85% mengalami keterlibatan mata, 41% mengalami keterlibatan mukosa genital dan uretral, tetapi hanya 3% memiliki keterlibatan mukosa anal. Keterlibatan mukosal saluran udara atas dan pneumonia bisa ditemukan pada sampai 30% kasus. Disamping lesi-lesi target, hampir semua pasien akan mengalami ruam makulopapula yang khas, dan batuk terkadang dilaporkan sebagai sebuah karakteristik, dan lesi-lesi biasanya terjadi tujuh sampai 10 hari sebelum kenampakan puncak. Kebanyakan kasus eritema multiformis dan sindrom Stevens-Johnson terjadi antara usia 20 sampai 40 tahun, dan 20% kasus terjadi pada anak-anak dan remaja. Tingkat mortalitas sindrom Stevens-Johnson dilaporkan antara 3 sampai 19%.
   
TEN dapat dibedakan berdasarkan keterlibatan daerah permukaan tubuh yang lebih luas, dan adanya lepuh. Epidermis kulit terkelupas pada lapisan-lapisan yang lebih dari 3 cm, dan kulit menjadi sakit dalam 48 jam. TEN harus dibedakan dari sindrom kulit melecur staphylococcal. Pada studi kasus retrospektif terbesar dalam literatur, usia rata-rata adalah 45 tahun, walaupun ada beberapa kasus yang ditemukan pada anak-anak. Daerah permukaan tubuh yang terlibat adalah 47%, dan 43% pasien yang bertahan hidup memiliki beberapa dampak permanen, kebanyakan diantaranya yang berkaitan dengan masalah mata (termasuk tiga kasus kebutaan), atau perubahan pigmen kulit secara permanen. Penyebab kematian yang paling umum adalah sepsis, utamanya dari infeksi Staph aureus atau Pseudomonas aeruginosa. Tingkat mortalitas adalah 30% hingga 70%.
   
Kejadian kasus EM, sindrom Stevens-Johnson, dan TEN yang cukup parah untuk mendapatkan perawatan rumah sakit adalah 3 sampai 8 per juta per tahun. Walaupun pendapat bahwa eritema multiformis dan TEN saling berhubungan belum diterima secara umum, kebanyakan peneliti saat ini menganggap kedua sindrom ini termasuk dalam jenis penyakit yang sama, dengan manifestasi yang paling ringan adalah reaksi obat terlokalisasi, dengan perkembangan menjadi eritema multiformis kecil, sindrom Stevens-Johnson dan TEN ketika proses penyakit semakin buruk. Tidak ada manifestasi yang timpang tindih antara sindrom-sindrom ini, dan banyak pasien yang tidak tepat untuk disebut mengalami salah satu sindrom.

Etiologi
   
Obat dilaporkan sebagai faktor etiologi yang paling umum pada eritema multiformis dan TEN. Antibiotik dilaporkan menyebabkan sekurang-kurangnya 30 sampai 40% kasus, dengan sulfonamida, tetrasiklin, amoksisilin, dan ampisilin yang umum terlibat. Obat NSAID juga terlibat, dan antikonvulsan, khususnya Tegretol dan fenobarbital, juga telah dilaporkan. Ada beberapa laporan eritema multiformis yang terjadi sebagai akibat dari dilakukannya banyak pengobatan lainnya.
   
Pasien sering diberikan antibiotik untuk mengatasi infeksi, dan sulit untuk menentukan apakah antibiotik atau infeksi bertanggungjawab atas munculnya penyakit. Infeksi saluran pernapasan atas yang disebabkan oleh virus, pneumonia yang disebabkan Mycoplasma, faringitis dan infeksi Herpes simpleks juga dilaporkan menyebabkan eritema multiformis. Daftar etiologi yang mungkin lainnya sangat banyak, dan mencakup lupus eritematosus sistemik, histoplasmosis, kehamilan, tumor ganas dan radiasi berkas eksternal. Pada kebanyakan kasus, beberapa kasus tetap idiopatik (tidak diketahui penyebabnya). Beberapa peneliti telah mengusulkan etiologi imunologi untuk eritema multiformis, walaupun belum ada yang mampu menunjukkan secara gamblang patogenesis dari eritema multiformis.

Diagnosis Banding
   
Sindrom mukokutaneous lainnya yang perlu dibedakan mencakup penyakit Kawasaki, sindrom Behcet, sindrom vaskulitis pembuluh kecil, lupus eritematosus, pemfigus, pemfigoid, bulosa epidermolisis, dan dermatitis herpertiformis.

Komplikasi pada Mata
   
Komplikasi jangka-panjang yang paling umum dan paling serius dari sindrom Stevens-Johnson dan TEN adalah komplikasi pada mata. Konjungtivitis menjadi rusak atau sel-sel piala pada konjungtiva rusak total, yang menghasilkan ketidakstabilan selaput air mata prekornea, dan pengeringan serta pengaburan. Kerusakan kornea bisa berujung pada melemahnya penglihatan dan bahkan kebutaan. Kejadian komplikasi jangka panjang dari sindrom Stevens-Johnson dan TEN pada mata dilaporkan pada 10 sampai 27% pasien.

Pengobatan
   
EM kecil harus diobati secara simptomatik, dengan analgesi, antipruritus, dan perawatan tersendiri pada bibir dan gusi jika terlibat.
   
EM besar harus mendapatkan perawatan suportif yang serupa. Berkumur dengan hidrogen peroksida membantu membersihkan kerak. Dalam perawatan, seorang ahli mata harus terlibat karena komplikasi pada mata bisa sangat parah. Lesi kulit berkerak harus dijaga agar tetap lembab.
   
TEN harus diobati seperti pengobatan luka bakar utama, dengan penatalaksanaan cairan agresif, dan penilaian kehilangan cairan secara cermat. Antisepsis sangat penting. Kulit yang erosi harus dibersihkan secara reguler dan ditutupi dengan salep antimikroba topikal. Kulit yang mengelupas secara spontan harus dibersihkan. Lagi-lagi, seorang ahli mata harus dilibatkan.
   
Salah satu hal yang telah lama menimbulkan kontroversi dalam eritema multiformis dan TEN adalah penggunaan kortikosteroid.
   
Walaupun steroid telah menjadi pengobatan utama di masa lalu, namun beberapa review telah menyimpulkan bahwa steroid tidak mengurangi perjalanan penyakit, dan menghasilkan lebih banyak komplikasi medis, yakni infeksi-infeksi sekunder. Karena data ini, kebanyakan dokter sekarang ini tidak merekomendasikan penggunaan steroid sistemik secara rutin dalam pengobatan eritema multiformis atau TEN. Akan tetapi, belum ada trial prospektif acak yang dilakukan dan beberapa badan kesehatan masih meyakini bahwa pemberian steroid jangka-pendek di awal perjalanan penyakit bisa memberikan manfaat pada pasien tertentu.

Presentasi Kasus

Kasus 1
   
Seorang anak laki-laki kulit hitam usia 2 tahun, memulai pengobatan fenobarbital setelah mengalami kejang demam yang ketiga kalinya. Tujuh hari kemudian, dia mengalami lesi eritematosa pada ekstremitasnya, wajah dan trunkus. Pada tiga hari selanjutnya dia mengalami demam sampai 105 derajat, dan lesi-lesi eritematosa menjadi vesikular dan bulosa, dan dia dirujuk ke Rumah Sakit Anak Texas.
   
Saat tiba, mukosa mulut dan konjungtiva mulai terlibat. Dia diintubasi untuk melindungi saluran udaranya. Laringoskopi serat-optk menunjukkan lesi-lesi mukosal yang erosif dalam mulut dan orofaring sampai ke laring yang tidak terlibat.
   
Kondisi pasien semakin memburuk. Dia memerlukan dukungan vasopressor. Pasien mengalami hematuria dan perdarahan signifikan dari bibir dan gusinya, sehingga memerlukan pembalutan dan perawatan dengan semprotan thrombin topikal. Sekitar 40% dari daerah permukaan tubuhnya terlibat. Saat ini, dia perlahan-lahan membaik dalam Unit Perawatan Intensif.

Kasus 2
   
Seorang pria keturunan Asia berusia 9 tahun mengalami ruam makulopapula pada seluruh tubuhnya, dan demam sampai 103 derajat tiga hari sebelum dirujuk ke rumah sakit. Ruam yang diderita menjadi vesikular dan bulosa, dan dia dirujuk ke Rumah Sakit Anak Texas. Keluarganya menyangkal adanya infeksi dan penggunaan obat sebelumnya.
   
Pemeriksaan fisik menunjukkan lesi-lesi vasikulobulosa yang melibatkan kebanyakan permukaan tubuh, disertai eritema, edema, dan pengelupasan bibir, gusi, mukosa bukal dan mulut, dan konjungtivitis. Dia mengalami distres pernapasan dan diintubasi. Pada pemeriksaan laringoskopi, dia memiliki mukosa mulut yang berdarah, rapuh, dan eritematosa difus, dan edema supraglotik, tetapi memiliki glotis dan subglotis yang normal.
   
Masa-masa di rumah sakit dijalani dengan sangat sulit. Dia mengalami TEN yang melibatkan hampir 100% kulitnya. Dia mengalami sepsis dan memerlukan dukungan vasopressor untuk jangka waktu yang lama. Sangat sulit untuk mengontrol perdarahan dari bibir dan gusinya, dan memerlukan banyak transfusi. Setelah sekitar tiga pekan, dia mulai stabil dan diekstubasi, tetapi sekitar satu pekan kemudian dia kembali mengalami perdarahan signifikan pada gusi, sehingga memerlukan intubasi darurat. Selanjutnya dilakukan trakeotomi, dan pasien mulai membaik sejak itu, kanula dilepaskan dan pasien kembali ke rumah.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Relationship between glycemic index and weight loss

Prosedur dan Alat Diagnostik