Pengaruh Konsentrasi CO2 Terhadap Komposisi Asam Lemak Mikroalga Selama Pertumbuhan

Abstrak

Derajat ketidakjenuhan asam-asam lemak lebih tinggi pada sel-sel Chlorella vulgaris 11h yang ditumbuhkan dengan udara (sel rendah CO2) dibanding pada sel-sel yang ditumbuhkan dengan udara yang diperkaya dengan 2% CO2 (sel tinggi O2). Perubahan rasio asam linoleat terhadap asam α-linoleat khususnya sangat signifikan. Perubahan rasio ini diamati pada empat lipid utama yaitu monogalaktosyldiasilgliserol, digalaktosildiasilgliserol,  fosfatidilcholin, dan fosfatidilethanolamin. Kandungan relatif jenis-jenis lipid secara esensial sama pada sel tinggi CO2 dan sel rendah CO2. Setelah sel-sel yang tinggi CO2 ditransfer ke kondisi rendah CO2, total jumlah asam lemak tetap konstan tetapi kandungan relatif asam α-linoleat meningkat selama fase keterlambatan 6-jam dalam pertumbuhan dengan penurunan asam oleat dan linoleat yang bersamaan. Apabila sel-sel rendah CO2 ditransfer ke kondisi yang tinggi CO2, total jumlah asam lemak dan kandungan relatif asam oleat meningkat signifikan. Jumlah asam α-linoleat tetap hampir konstan, sedangkan jumlah asam palmitat, asam oleat dan linoleat meningkat. Perubahan serupa tetapi lebih kecil untuk komposisi asam lemak ditemukan pada dua spesies alga hijau Chlamydomonas reinhardtii dan Dunallella tertiolecta. Akan tetapi, tidak ada perbedaan yang ditemukan pada Eugiena gracilis, Porphyridium cruentum, Anabaena variabilis, dan Anacystis pidulans.


Afinitas untuk karbon anorganik dalam fotosintesis mikroalga serta angiosperma yang terendam berkurang apabila konsentrasi CO2 ditingkatkan menjadi 1 sampai 5%. Pada umumnya diduga bahwa ini disebabkan oleh penurunan aktivitas anhidrase karbonat dan penurunan kapasitas akumulasi karbon anorganik dalam sel tinggi CO2. Demikian juga, pembentukan pyrenoid oleh beberapa alga hijau dan baroksisom oleh sianobakteri telah dilaporkan pada sel-sel yang rendah CO2. Berdasarkan pemeriksaan mikroskop elektron, 'amplop' kloroplast lebih padat pada sel rendah CO2 dibanding pada sel tinggi CO2, meskipun efek berlawanan CO2 diamati untuk membran plasma Dunaliella tertiolecta. Sehingga, konsentrasi CO2 selama pertumbuhan memberikan berbagai efek terhadap mikroalga. Walaupun komposisi protein dan komponen pati (starch) telah dikaji sejauh ini, namun perubahan komposisi lipid yang tergantung CO2 belum diselidiki.

Dalam penelitian kali ini, kami telah menyelidiki komposisi lipid dan asam lemak pada sel rendah CO2 dan sel tinggi CO2 serta variasi komposisi asam lemak setelah pergeseran konsentrasi CO2 keatas atau kebawah selama pertumbuhan alga.

BAHAN DAN METODE

Kultur Alga

Jenis-jenis alga yang digunakan adalah Chlorella vulgaris 11h, Dunaliella tertiolectra, Anacystis nidulans R2, Chlamydomonas reinhardtii (C-9), Euglena gracilis Krebs turunan Z Pringsheim (E-6), Porphyridium cruentum (R-1), dan Anabaena variabilis (M-3).

Sel-sel ditumbuhkan secara aksenik dalam sebuah pipa kaca dengan pencahayaan konstan menggunakan lampu fluoresen (15-20 W m-2) pada suhu 28 sampai 30oC kecuali E. gracilis yang dikulturkan pada suhu 25oC. Suspensi sel digelembungkan dengan udara biasa untuk mendapatkan sel-sel rendah CO2 atau udara yang diperkaya dengan 2% CO2 untuk mendapatkan sel-sel yang tinggi CO2. Medium kultur untuk spesies-spesies alga adalah sebagai berikut: C. vulgaris 11h, sebagaimana dijelaskan oleh Hogetsu dan Miyachi; C. reinhardtii, Medium HSM 3/10; D. Tertiolecta dan P. cruentum, sebagaimana dijelaskan oleh Aizawa dan Miyachi; E. gracilis Z, oleh Suzuki dkk.,; A. variabilis, oleh Abe dkk.; A. Nidulans oleh Allen. Sel-sel dipanen pada fase pertumbuhan linear atau logaritmik  akhir selama tidak disebutkan sebelumnya dan dikumpulkan dengan sentrifugasi. Pcv ditentukan dengan sentrifugasi suspensi alga dalam sebuah hematokrit pada 1500 g selama 15 menit. Sel-sel dibiarkan membeku pada suhu -80oC sampai analisis lipid dan asam lemak dilakukan.

Ekstraksi Lipid

Total lipid diekstrak menurut metode Bligh dan Dyer. Lipid difraksionasi dengan TLC dua-dimensi pada silika gel (plat berlapis Merck, 5721). Sistem pelarut pertama adalah kloroform:metanol:air (130:50:8, v/v/v) dan yang ke-dua adalah aseton:benzen:metanol:air (8:3:2:1, v/v/v/v). Komponen lipid diidentifikasi dengan membandingkan nilai RF dengan nilai standar yang diketahui. Spot-spot lipid ditunjukkan dengan menyemprotkan reagen primulin. Silika gel pada zona-zona lipid digerus dan lipid yang terserap ke dalam silika gel secara langsung ditransmetilasi dengan HCL metanolik anhidrat 5% seperti dijelaskan berikut.

Analisis Komposisi Asam Lemak

Metil ester asam lemak dipreparasi dari lipid-lipid yang diekstrak atau sel-sel yang telah mengalami liofilisasi melalui transmetilasi dengan 5% HCL metanolik anhidrat dan dianalisis dengan kromatografi gas-cair kapiler dengan sebuah kromatograf gas Shimadzu GC-14A. Ester-ester ini diaplikasikan ke sebuah kolom kapiler Shimadzu ULBON HR-Thermon 3000A (0,32 mm x 25 m) pada suhu 180oC. Metil ester asam lemak diidentifikasi dengan membandingkan antara waktu retensi dengan standar yang diketahui dan juga dengan spektroskopi massa. Kuantitas asam-asam lemak diperkirakan berdasarkan area puncak pada kromatogram dengan menggunakan asam dokosanoat sebagai standar internal. Kandungan relatif glikolipid dan fosfolipid diperkirakan dari jumlah asam lemak masing-masing golongan lipid.

HASIL

Efek Konsentrasi CO2 terhadap Komposisi Asam Lemak Lipid dari C. vulgaris 11h

Analisis total lipid dengan kromatografi lapis-tipis menunjukkan bahwa MGDG, DGDG, PC, dan PE merupakan komposisi lipid utama dalam C. vulgaris 11h. Juga terdapat sulfokuinovosildiasilgliserol, fosfatidigliserol dan fosfatidilinositol sebagai komponen kecil. Tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan dalam hal kandungan relatif golongan-golongan lipid antara sel tinggi CO2 dan sel rendah CO2 (Tabel I).

Asam-asam lemak utama pada C. vulgaris 11h adalah asam palmitat (16:0), asam linoleat (18:2) dan asam α-linoleat (18:3). Asam myristat (14:0), asam palmitoleat (16:1), asam heksadekadienoat (16:2), asam heksadekatrienoat (16:3), asam stearat (18:0) dan asam oleat (18:1) juga ditemukan sebagai komponen kecil (Tabel II). Perubahan signifikan yang terkait dengan konsentrasi CO2 ditemukan pada 18:2 (asam linoleat) dan 18:3 (asam α-linoleat). Pada sel tinggi CO2, kandungan relatif asam linoleat lebih tinggi, sedangkan kandungan asam α-linoleat jauh lebih rendah dibanding pada sel rendah CO2. Akibatnya, derajat ketidakjenuhan berkurang selama meningkatnya konsentrasi CO2 dari 0,04% menjadi 2%. Meskipun dengan perubahan ketidakjenuhan ini, namun kandungan relatif asam C16 dan C18 tetap hampir tidak berubah. Tabel III menunjukkan komposisi asam lemak dari empat lipid utama yang diekstrak dari sel tinggi CO2 dan sel rendah CO2. Tiga asam lemak utama ditemukan pada DGDG, PC, dan PE. Pada MDGD, kandungan asam palmitat rendah dan kandungan asam heksadekadienoat dan asam heksadekatrienoat relatif tinggi. Rasio asam linoleat/asam α-linoleat pada empat lipid utama cukup berbeda antara sel tinggi CO2 dan sel rendah CO2. Akan tetapi, perbedaan relatif jauh lebih besar pada galaktolipid dibanding pada fosfolipid. Karena MGDG dan DGDG diketahui sebagai lipid kloroplastis, perubahan komposisi asam lemak yang terkait dengan konsentrasi CO2 bisa mencerminkan perubahan membran thylakoid.

Tingkat pertumbuhan dibawah kondisi CO2 tinggi lebih tinggi dibanding dibawah kondisi CO2 rendah dalam fase linear. Selain itu, aerasi dengan 2% CO2 menyebabkan pergeseran kebawah pH sekitar 0,3 unit dalam medium kultur. Lebih daripada itu, pH medium kultur meningkat perlahan seiring dengan pertumbuhan sel akibat konsumsi NO3-. Dengan demikian, perubahan komposisi asam lemak juga mengikut selama perjalanan pertumbuhan dibawah udara biasa atau udara yang diperkaya dengan 2% CO2. Ditemukan bahwa komposisi asam lemak cukup konstan dalam fase pertumbuhan linear kapanpun konsentrasi sel dibiarkan pada rentang antara 0,5 sampai 6 mL pcv/L. Hasil-hasil ini menunjukkan bahwa perubahan komposisi asam lemak (Tabel II) sebenarnya tergantung pada konsentrasi CO2 selama pertumbuhan. Pada eksperimen-eksperimen pergeseran-CO2 selanjutnya, konsentrasi dalam sel dipertahankan pada kisaran 0,5 sampai 6 mL pcv/L ini.

Perubahan Komposisi Asam Lemak C. vulgaris 11h Selama Pergeseran dari 2% CO2 menjadi 0,04%

Apabila sel-sel tinggi CO2 ditransfer ke kondisi rendah CO2, maka kandungan relatif 18:3 (asam α-linoleat)meningkat dan asam oleat serta asam linoleat berkurang signifikan dalam 12 jam (Gbr. 1). Setelah itu kandungan asam-asam C18 ini berubah perlahan dan setelah 48 jam kadar masing-masing sangat mendekati dengan yang terdapat pada sel rendah CO2 (data tidak ditunjukkan). Berbeda dengan perubahan dominan diantara asam-asam C18, variasi diantara asam-asam C16 cukup kecil dan lambat. Kandungan total asam C16 dan C18 konstan selama periode eksperimental.

Jumlah asam-asam lemak utama per unit berat kering sel dan pcv dalam sebuah unit volume kultur ditentukan (data tidak ditunjukkan), ketika sel tinggi CO2 ditransfer ke udara biasa. Jumlah total asam lemak dan asam palmitat per unit berat sel tetap hampir konstan selama periode 24 jam. Terdapat periode keterlambatan untuk 6 jam pertama setelah transfer. Selama periode keterlambatan ini terjadi perubahan jumlah asam oleat, asam linoleat dan asam α-linoleat. Hubungan timbal-balik antara penurunan asam oleat dan asam linoleat dan peningkatan asam α-linoleat menunjukkan bahwa asam oleat dan linoleat yang telah ada bisa dijadikan tidak jenuh menjadi asam α-linoleat tanpa sintesis asam lemak secara de novo.
Perubahan Komposisi Asam Lemak C. vulgaris 11h selama Pergeseran dari 0,04% CO2 menjadi 2%

Transfer sel-sel rendah CO2 ke kondisi tinggi CO2 menyebabkan perubahan komposisi asam lemak C16 dan C18 (Gbr. 2). Persentase total asam C16 berkurang dan persentase total asam C18 meningkat. Peningkatan terbesar diamati pada asam oleat. Kandungan relatif asam oleat dan asam linoleat meningkat, sedangkan kandungan asam palmitat dan asam α-linoleat berkurang.

Gambar 3 menunjukkan perubahan-perubahan jumlah asam lemak per unit berat sel dan pertumbuhan seluler. Apabila sel rendah CO2 ditransfer ke kondisi tinggi CO2, pcv dan total jumlah asam lemak meningkat. Peningkatan pcv dan total jumlah asam lemak hampir pada tingkat yang sama, ketika pcv pada transfer cukup rendah, misalnya 1 mL pcv/L (data tidak ditunjukkan). Akan tetapi, pada Gambar 3, dimana pcv awal adalah 2,7 mL pcv/L, peningkatan total jumlah asam lemak lebih besar dibanding peningkatan pcv. Peningkatan total asam lemak disebabkan oleh peningkatan asam palmitat, asam oleat, dan asam linoleat. Disisi lain, jumlah asam α-linoleat hampir tetap konstan selama 48 jam. Sehingga sintesis asam palmitat, asam oleat, dan asam linoleat meningkat, tetapi asam α-linoleat tidak terdekomposisi selama periode ini. Dengan demikian, perubahan komposisi asam lemak yang ditunjukkan pada Gambar 2 disebabkan oleh peningkatan sintesis asam palmitat, asam oleat, dan asam linoleat dan pengenceran α-linoleat yang telah ada dengan asam-asam lemak lebih jenuh yang baru disintesis.
Pengaruh Konsentrasi CO2 terhadap Komposisi Asam Lemak dalam Berbagai Spesies Alga

Pada dua spesies alga hijau (C. reinhardtii dan D. Tertiolecta), perubahan dependen-CO2 yang mirip dalam hal derajat ketidakjenuhan asam lemak yang ditemukan pada C. vulgaris 11h (Tabel IV) juga ditemukan pada spesies alga lain. Tetapi perubahan-perubahan ini lebih kecil dibanding pada C. vulgaris 11h. Hasil-hasil serupa dilaporkan dengan C. reinhardtii oleh Sato. Akan tetapi, tidak ada perbedaan komposisi asam lemak yang ditemukan antara sel yang rendah CO2 dan sel tinggi CO2 dari dua spesies sianobakteri, Anabaena variabilis dan Anacystis nidulans, salah satu spesies dari alga merah, P. cruentum, dan E. Gracilis (Tabel IV).

PEMBAHASAN

Komposisi asam lemak Chlorella vulgaris 11h bervariasi sebagai respons terhadap konsentrasi CO2 selama pertumbuhan. Desaturasi lebih kecil apabila sel-sel ditumbuhkan dibawah kondisi CO2 tinggi. Disisi lain, rantai panjang asam lemak tidak dipengaruhi oleh konsentrasi CO2. Dari tiga spesies alga hijau yang diuji, variasi-variasi komposisi asam lemak dari C. vulgaris 11h merupakan yang paling bervariasi. Respons terbesar terhadap pergeseran kebawah konsentrasi CO2 adalah desaturasi asam linoleat. Dari pergeseran keatas konsentrasi CO2, respons diwakili oleh penurunan ketidakjenuhan asam lemak. Lipid-lipid kompleks diyakini sebagai substrat untuk desaturasi dari asam linoleat menjadi α-linoleat. Hasil-hasil yang disajikan dalam makalah ini menunjukkan bahwa aktivitas desaturasi yang terkait lipid bisa dipengaruhi oleh konsentrasi CO2. Dengan sel Chlorella fusca yang tumbuh secara heterotrof, Dickson dkk. telah melaporkan bahwa jumlah asam oleat berdasarkan berat kering meningkat apabila konsentrasi CO2 meningkat dari 1 menjadi 30%. Hasil yang diperolehnya sejalan dengan hasil yang ditunjukkan pada Gambar 3B.

Penelitian kali ini menekankan bahwa konsentrasi CO2 di lingkungan mempengaruhi komposisi lipid membran disamping karakteristik fotosintetik. Dibawah konsentrasi CO2 yang rendah, sintesis de novo anhidrase karbonat diinduksi oleh sebuah pyrenoid dengan selaput pati (starch) yang terbentuk pada berbagai mikroalga eukariotik. Karbon dioksida jauh lebih terlarutkan dalam lemak dibanding dalam air dan adsorpsinya cepat. Dengan demikian, perubahan derajat ketidakjenuhan rantai asil lemak dalam membran merupakan salah satu reaksi yang terjadi sebagai respons terhadap penurunan konsentrasi CO2.

Efek CO2 terhadap komposisi asam lemak tidak bisa diamati pada sianobakteri serta Euglena dan Porphyridium. Sel-sel sianobakteri bisa mengakumulasi karbon anorganik didalam sel-sel selama fotosintesis, untuk mengimbangi konsentrasi CO2 yang rendah di lingkungan. Sehingga konsentrasi karbon anorganik terlarut dalam sel-sel sianobakteri bisa dipertahankan tetap konstan tanpa tergantung konsentrasi CO2 selama pertumbuhan. Alasan mengapa efek CO2 tidak ditemukan pada Euglena dan Porphyridium masih jelas sampai saat ini.

Perbedaan rasio asam linoleat/α-linoleat yang tergantung CO2 jauh lebih besar pada galaktolipid dibanding pada fosfolipid (Tabel III). Karena MGDG dan DGDG merupakan lipid tipikal dari membran tilakoid, maka cukup beralasan untuk mengasumsikan bahwa efek CO2 terhadap komposisi asam lemak mencerminkan perubahan dalam membran tilakoid. Dalam hal ini, laporan yang menunjukkan perubahan distribusi energi eksitasi terhadap PSI pada sel rendah CO2 dari Chlorella, Chlamydomonas dan Dunaliella menunjukkan perubahan status tilakoid antara sel rendah CO2 dan sel tinggi CO2. Pendeteksian berbagai asam lemak dalam membran sel akan sulit, walaupun ada kemungkinan bahwa konsentrasi CO2 secara spesifik mempengaruhi komposisi asam lemak membran plasma.

Penurunan tingkat ketidakjenuhan asam lemak telah diketahui selama pergeseran suhu pada berbagai sel hidup. Sebaliknya, efek CO2 terhadap komposisi asam lemak sejauh ini baru diamati pada tiga alga hijau dan perlu dikembangkan pada alga hijau lainnya. Ketika ditumbuhkan secara heterotrof, kandungan asam lemak poly-unsaturated berkurang dalam sel-sel alga eukariotik. Karena konsentrasi CO2 dalam sel bisa lebih tinggi pada kondisi heterotrop akibat respirasi, maka penurunan tingkat desaturasi bisa sebagian diinterpretasi sebagai akibat dari konsentrasi CO2 yang tinggi dalam sel-sel ini.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Relationship between glycemic index and weight loss

Cheerleaders are associated with many diet disorders