Penentuan Faktor-Faktor Risiko untuk Infeksi dan Infeksi-Ulang Gonorrhea dan Chlamydia Dikalangan Remaja Sekolah Tinggi Negeri

Abstrak

Latar belakang: Sebagai respons terhadap tingginya tingkat infeksi Chlamydia trachomatis (CT) dan Neisseria gonorrhea dikalangan remaja, Philadelphia melakukan program screening di semua sekolah tinggi negeri pada tahun 2003.

Metode: Data dari 14.862 siswa yang diuji lebih dari satu kali dalam program PHSSSP (Program Screening Penyakit Menular Seksual untuk Sekolah Tinggi Philadelphia) selama tahun ajaran 2002 sampai 2006 dianalisis untuk mengetahui faktor-faktor yang terkait dengan infeksi CT dan GC. Model Proportional Hazards Cox multivariabel dan model regresi logistik dibuat untuk mengidentifikasi karakteristik-karakteristik yang terkait dengan jumlah penyakit menular seksual yang diukur. Analisis sekunder menilai tingkat infeksi-ulang jangka pendek dikalangan partisipan yang diuji-ulang dalam tahun ajaran yang sama.

Hasil: Dalam analisis primer, selama beberapa tahun, tingkat infeksi CT/GC pada perempuan  lebih dari dua kali lipat dibanding pada pria (6,0 berbanding 2,4 kasus per 100 orang-tahun, masing-masing). Diantara siswa yang pada awal pemeriksaan positif, laki-laki memiliki jumlah infeksi lebih tinggi dibanding perempuan (19,9 berbanding 17,7 kasus per 100 orang-tahun, masing-masing). Diantara siswa yang memiliki hasil tes positif, 13,6% terinfeksi ulang dalam tahun ajaran yang sama. Perempuan dengan pasangan yang tidak dirawat memiliki tingkat infeksi-ulang yang lebih tinggi dibanding yang lainnya (85,5 berbanding 40,1 – 45,2 kasus per 100 orang-tahun, masing-masing).

Kesimpulan: Dokter dan program-program screening yang menawarkan pengujian penyakit-menular-seksual pada siswa-siswa sekolah di perkotaan, tanpa memperhitungkan jender, harus mendorong mereka yang sebelumnya memiliki riwayat penyakit-menular-seksual untuk dites lebih sering. Dokter harus bekerja sama dengan pasien-pasien yang terinfeksi, khususnya perempuan, untuk memastikan agar pasangannya juga diobati.


PROGRAM-PROGRAM SCREENING TRADISIONAL untuk infeksi Chlamydia tracomatis (CT) dan Neisseria gonorrhea (GC) dikalangan remaja (yang berusia antara 15 sampai 19 tahun) yang berasal dari populasi umum telah menghasilkan informasi yang sedikit tentang infeksi-ulang (reinfection); banyak dari program ini yang mengabaikan pengujian remaja laki-laki, yang berfungsi sebagai pembawa infeksi yang penting untuk perempuan. Pengetahuan yang ada masih terbatas tentang infeksi, infeksi-ulang, dan faktor-faktor risiko dikalangan laki-laki remaja karena screening hanya berfokus pada pusat-pusat kesehatan yang memfokuskan remaja atau klinik-klinik penyakit-menular-seksual yang membatasi keumuman hasil. Baru-baru ini, laki-laki dari populasi umum telah discreening untuk CT/GC baik melalui program screening sekolah atau yang hanya menawarkan program screening bagi perempuan. Rekomendasi-rekomendasi yang ada sekarang untuk dokter mencakup screening semua wanita dibawah 25 tahun dengan tanpa rekomendasi serupa untuk laki-laki.

Program PHSSSP ini dimulai pada Januari 2003 sebagai sebuah sarana untuk mengidentifikasi dan mengobati remaja-remaja yang terinfeksi CT/GC, sehingga mengurangi penularan dan infeksi-infeksi yang tidak didiagnosa atau yang tidak diobati. PHSSSP memberikan data longitudinal tentang populasi umum remaja yang berpotensi bisa mendapatkan 4 peluang screening selama karir sekolah mereka, dengan uji tambahan yang tersedia untuk mereka yang positif.

Tujuan analisis kami adalah untuk mengukur tingkat infeksi dan infeksi-ulang dalam sebuah populasi umum siswa sekolah tinggi perkotaan yang berpartisipasi sekurang-kurangnya 2 kali dalam PHSSSP. Kami mengidentifikasi karakteristik demografi dan karakteristik pribadi yang terkait dengan tingkat penyakit-menular-seksual yang tinggi dalam PHSSSP serta karakteristik-karakteristik yang terkait dengan peningkatan risiko infeksi-ulang dalam tahun ajaran yang sama. Dengan menentukan karakteristik siswa yang risiko-tinggi untuk infeksi dan infeksi-ulang, program-program yang berbasis di sekolah bisa membantu perkembangan upaya screening untuk memastikan bahwa populasi siswa yang paling cocok telah dicapai dan memandu pengambilan keputusan untuk para penguji prospektif. Lebih lanjut, para dokter bisa mengidentifikasi kelompok-kelompok dengan penyakit-menular-seksual yang lebih tinggi yang kemungkinan diuntungkan dengan screening yang lebih sering, bahkan ketika mereka asimptomatik.

Metode

Sumber data

Metode rinci PHSSSP sebelumnya telah dilaporkan dalam literatur. Ringkasnya, Departemen Kesehatan Masyarakat Philadelphia (PDPH), Program Pengendalian STD mulai menawarkan tes-tes urin untuk CT/GC dalam tahun ajaran 2002-2003 dan saat ini mencapai 69 dari 71 sekolah tinggi negeri (kelas 9 – 12) di Philadelphia. Dua sekolah tinggi yang dikeluarkan mencakup satu sekolah yang beroperasi dalam sistem penjara, menscreening siswanya untuk CT/GC selama intake dan sebuah sekolah tinggi khusus. Staf mengunjungi sekolah tinggi negeri setiap tahun dan memberikan penyuluhan-penyuluhan tentang penyakit-menular-seksual. Setelah sesi penyuluhan singkat, screening diberikan kepada semua siswa. Masing-masing siswa diberikan sebuah kantung kertas yang mengandung sebuah format isian untuk mengumpulkan informasi demografi, segelas urin, dan sebuah kartu dengan informasi tentang bagaimana mendapatkan hasil tes. Semua siswa menyelesaikan format isian demografi, dan kemudian ditemani ke kamar mandi. Disana mereka bisa memutuskan apakah harus memberikan spesimen urin untuk pengujian atau tidak. Spesimen-spesimen yang dimasukkan diuji untuk CT dan GC dengan metode uji amplifikasi asam nukleat (APTIMA Combo 2 Assay; Genprobe Inc., San Diego, CA). Seorang dokter kembali ke sekolah untuk memberikan perawatan bagi para siswa yang positif uji, biasanya satu pekan setelah pengujian. Dimulai pada tahun ajaran 2003-2004, staf PDPH telah secara aktif menghubungi siswa-siswa yang positif selama screening sekolah tahunan untuk menjalani pengujian ulang 3 sampai 4 bulan setelah perawatan mereka, sesuai dengan panduan CDC untuk perempuan yang positif CT. Untuk melindungi kerahasiaan, para siswa dihubungi untuk tes-ulang hanya jika mereka bisa ditemukan di sekolah dimana mereka pada awalnya dites. Para siswa yang dites setelah 1 Maret tidak memenuhi syarat untuk tes-ulang, karena sekolah telah tutup sebelum 3 bulan berselang.

Dua set analisis dilakukan. Analisis primer berfokus pada siswa (tanpa memperhitungkan status infeksi) yang diuji ulang dalam 2 atau lebih tahun ajaran, sedangkan analisis sekunder berfokus pada siswa-siswa yang dites dan tes-ulang positif dalam tahun ajaran yang sama.

Tingkat infeksi CT/GV Selama Beberapa Tahun

Analisis primer yang dilakukan menggunakan pasangan-pasangan uji berurutan terhadap siswa-siswa Philadelphia dengan sekurang-kurangnya 2 tes PHSSSP valid yang dikumpulkan dari tahun-tahun ajaran yang berbeda antara 2002 sampai 2006. Analisis dibatasi pada siswa-siswa yang berusia antara 12 dan 20 tahun dengan ≤3 tahun antara uji-uji berurutan, dan dengan perawatan dari semua infeksi yang dideteksi.

Untuk masing-masing pasangan tes yang berdekatan, waktu follow-up didefinisikan sebagai waktu antara uji pertama (“baseline”) dan uji kedua (“endpoint”). Jika seorang siswa positif pada baseline, waktu dihitung mulai tanggal perawatan sampai “endpoint”. Variabel hasil merupakan hasil untuk CT dan/atau GC pada uji endpoint. Faktor risiko kandidat adalah hasil uji baseline (dikategorikan sebagai bebas penyakit STD atau memiliki uji STD positif), kelompok usia pada endpoint (12-15 tahun, 16-17 tahun, atau 18-20 tahun), ras/suku (identifikasi sendiri sebagai kulit hitam non-Hispanis atau ras/suku lainnya), dan tipe sekolah pada endpoint. Remaja pada kelompok usia 12 sampai 15 tahun adalah kelompok yang didominasi oleh siswa 14 tahun keatas (97,8%). Karena pola infeksi cukup mirip, tipe sekolah tetangga dan sekolah dengan jangkauan luas digabungkan. Morbiditas yang dilaporkan merupakan variabel kontinyu yang dihitung dari morbiditas kasus CT yang dilaporkan 2006 dikalangan remaja yang berusia 15 sampai 19 tahun berdasarkan kode pos rumah siswa. Variabel ini digunakan sebagai pengganti untuk tingkat keterpaparan CT siswa dalam pertetanggannya. Siswa-siswa yang gagal memberikan kode pos rumah, tetapi mendatangi sekolah tetangga (<1% subjek), ditetapkan kedalam kode pos yang umum dilaporkan dari semua siswa yang mendatangi sekolah tersebut.

Infeksi-Ulang GT/GC dalam tahun ajaran yang sama

Dalam analisis sekunder, kami mengidentifikasi faktor-faktor risiko yang terkait dengan tingkat infeksi-ulang dikalangan para siswa yang diuji positif untuk CT dan/atau GC dan diuji-ulang dalam tahun ajaran yang sama. Siswa dianggap memenuhi syarat untuk analisis ini jika mereka memiliki uji screening positif dengan pengobatan yang dapat dibuktikan dalam PHSSSP reguler dalam tahun ajaran 2003-2006 dan diwawancarai oleh staf kesehatan masyarakat. Selama wawancara kesehatan masyarakat, informasi tentang kontak seksual dikumpulkan untuk melakukan pemberitahuan kepada pasangan dan pengobatan.

Variabel hasil dari analisis sekunder adalah hasil uji-ulang untuk CT dan/atau GC. Waktu antara pengobatan infeksi baseline dan uji-ulang dikategorikan pada ≤4 bulan atau >4 bulan. Status pengobatan pasangan menghasilkan kelompok siswa sebagai mereka yang menyebutkan pasangannya yang tidak bisa ditemukan atau membuktikan perawatan dan kelompok dengan status pengobatan pasangan lainnya. Kelompok status pengobatan pasangan lainnya menggabungkan siswa-siswa yang menolak menyebutkan pasangan dan siswa yang memiliki beberapa atau semua pasangan mereka diobati. Status pengobatan pasangan lainnya digabungkan karena kemiripan tingkat infeksi. Selain itu, kelompok usia (pada saat tes awal untuk analisis sub-kelompok), ras/suku, tipe sekolah, dan kode pos remaja yang melaporkan morbiditas dievaluasi sebagai faktor risiko kandidat seperti disebutkan diatas.

Analisis data

Data tentang para partisipan PHSSSP disimpan dalam database di PDPH. Semua analisis menggunakan SAS versi 9.1 (SAS Institute, Inc, Cary, NC). Dalam analisis primer, hubungan-hubungan dievaluasi dengan menggunakan analisis survival multivariabel (pemodelan proportional hazard Cox). Model akhir memberikan rasio hazard tersesuaikan (AHR) dengan 95% interval kepercayaan untuk variabel-variabel yang terkait dengan nilai CT/GC yang diukur. Kami mengontrol kurangnya independensi dikalangan pengamatan berulang pada orang yang sama dengan menggunakan perkiraan sandwich Lin dan Wei untuk matriks kovarians. Profil-profil yang dipilih dibuat dengan menggabungkan jender dan ≤2 faktor risiko untuk mengidentifikasi kelompok-kelompok yang berisiko tinggi. Nilai STD yang diukur dihitung untuk profil-profil demografi yang mewakili sekurang-kurangnya 1,5% populasi. Dalam analisis sekunder, regresi logistik memberikan rasio ganjil tersesuaikan dan 95% interval kepercayaan untuk variabel-variabel yang terkait  dengan infeksi-ulang dalam tahun sekolah yang sama.

Interaksi yang mungkin (modifikasi efek) dievaluasi satu pada satu waktu dengan menggunakan uji rasio kemungkinan. Karena interaksi antara jender dan faktor risiko lain, semua analisis akhir distratifikasi berdasarkan jender. Dalam proses pembuatan model, kami menggunakan pemodelan subset yang terbaik untuk menentukan faktor risiko mana yang merupakan prediktor terbaik untuk hasil akhir.

Analisis-analisis ini disetujui oleh Badan Review Institusional PDPH.

Hasil

Tingkat infeksi CT/GC selama beberapa tahun

Sekitar 30.000 (55%) dari 55.000 siswa yang mendaftar mendatangi sesi penyuluhan PHSSSP setiap tahun dan diberikan peluang untuk menguji CT dan GC. Dari 69.029 uji dari 49.871 siswa individual yang diuji mulai dari 2002-2006 dalam PHSSSP, sebanyak 1.824 (3,7%) tidak memenuhi syarat untuk analisis karena tanggal kelahiran yang tidak diketahui, telah berusia ≥21 tahun, atau memiliki kode pos rumah di luar wilayah Philadelphia. Sebanyak 33.036 siswa tambahan hanya menjalani satu tes yang valid dalam PHSSSP. Dari sisa yang memenuhi syarat, 210 (1,1%) dari 19.597 pengamatan (uji berpasangan) tidak memenuhi syarat karena memiliki >3 tahun antara tanggal-tanggal tes atau memiliki tes yang terjadi dalam tahun ajaran yang sama. Secara keseluruhan, 19.307 pengamatan (uji berpasangan) dari 14.862 siswa dimasukkan dalam analisis primer. Positivitas meningkat dikalangan siswa seiring dengan peningkatan jumlah tahun ajaran diantara tes-tes, 5,8% (19/310) ketika tiga tahun ajaran terlewati antara tes-tes. Populasi didominasi oleh kulit hitam dengan kebanyakan yang mendatangi sekolah tetangga (Tabel 1). Lebih banyak pria dibanding wanita yang diuji dalam PHSSSP.

Kepositivan total dikalangan pengamatan-pengamatan yang memenuhi kriteria inklusi adalah 4,5% (866/19.307). Infeksi CT saja ditemukan paling umum (783) tetapi 50 infeksi tambahan hanya GC, dan 33 merupakan infeksi ganda dengan CT dan GC. Dikalangan pria, tingkat CT/GC yang tidak disesuaikan adalah 2,4 kasus per 100 orang-tahun yang dihitung dari 274 infeksi diantara 10.394 pengamatan. Untuk perempuan, tingkat CT/GC yang tidak disesuaikan adalah 2,5 kali lebih tinggi (6,0 kasus per 100 orang-tahun) berdasarkan 592 infeksi diantara 8.913 pengamatan. Waktu median antara uji-uji untuk kedua jender adalah 369 hari dengan rentang 133 hari sampai 1.095 hari.

Dalam analisis multivariabel, pria dan wanita dengan uji positif pada awal penelitian memiliki tingkat CT/GC terukur dibanding yang memiliki tes negatif pada awal dengan efek yang lebih kuat untuk pria (Tabel 1). Untuk pria, sebuah hubungan linear antara kelompok usia dan tingkat CT/GC terukur dideteksi, dengan pria lebih tua yang memiliki tingkat lebih tinggi dibanding dengan pria yang lebih muda. Perempuan, yang berusia antara 18 sampai 20, memiliki kepositivan lebih tinggi dibanding perempuan lebih muda. Siswa kulit hitam non-Hispanis memiliki laju CT/GC terukur yang lebih tinggi dibanding dengan semua kelompok ras/etnis tanpa memperhitungkan jender. Terakhir, siswa-siswa dalam sekolah disipliner memiliki tingkat CT/GC terukur paling tinggi diantara tipe-tipe sekolah, dengan perempuan dari sekolah-sekolah disipliner yang memiliki dua kali tingkat CT/GC pria. Hasil-hasil ini dikendalikan oleh CT karena merupakan infeksi yang lebih prevalen dideteksi dalam PHSSSP. Tujuh profil dibentuk dan mewakili kombinasi 3 atau lebih faktor risiko untuk risiko yang lebih tinggi (Gbr. 1).

Infeksi-ulang CT/GC dalam tahun ajaran yang sama

Pada tahun ajaran 2003-2006 (tahun dimana pengujian-ulang sampel yang positif dilakukan), 2.269 infeksi CT dan/atau GC terdeteksi; 677 (29,8%) dari siswa ini diuji ulang dalam tahun ajaran yang sama. Kebanyakan siswa (41,8%) tidak diuji ulang karena mereka memiliki hasil tes positif setelah tanggal 1 Maret. Disamping itu, 28,4% siswa tidak hadir di sekolah pada saat hari-hari dimana PHSSSP kembali untuk pengujian ulang. Dari mereka yang diuji ulang, 576 (85,1%) memenuhi kriteria seleksi untuk analisis infeksi-ulang.

Diantara siswa-siswa yang memenuhi syarat, 13,6% (78/576) terinfeksi-ulang dalam tahun ajaran yang sama. Diantara mereka yang terinfeksi ulang, waktu median sampai infeksi kedua dideteksi adalah 127 hari (kisaran: 62-232 hari). Kebanyakan siswa (316/576 – 54,9%) tidak menyebutkan pasangan seksual selama wawancara, sedangkan 39,1% (225) menyebutkan 1 pasangan dan 6,1% (35) menyebutkan 2 sampai 3 pasangan. Secara keseluruhan, para remaja yang menyebutkan pasangan yang tidak dapat ditemukan PDPH adalah 22,2% dibanding dengan 12.1% (60/495) dikalangan kelompok lain (menolak untuk menyebut pasangan: 13,3% (42/316), beberapa diobati: 12,5% (2/16), dan semuanya diobati: 9,8% (16/163). Dalam analisis multivariabel, hanya satu faktor risiko kandidat (Status Pengobatan Pasangan) yang tetap signifikan dan dipertahankan; para siswa yang menyebut pasangan yang bisa tidak dapat ditemukan PDPH memiliki risiko paling tinggi untuk infeksi ulang (P = 0,05). Status pengobatan pasangan memiliki efek yang berbeda untuk pria dan wanita (Tabel 2). Diantara pria, kami hanya menemukan hubungan lemah antara status perawatan pasangan dan infeksi ulang. Akan tetapi, jika seorang perempuan menyebutkan pasangan dan PDPH tidak dapat menemukannya untuk perawatan, maka dia memiliki kemungkinan dua  kali lebih besar dibanding wanita lain untuk terfeinksi (OR = 2,5, 95% CI: 1,3 – 4,7). Tingkat infeksi yang diukur dalam tahun ajaran yang sama untuk perempuan yang menyebut pasangan yang tidak diobati adalah 85,5 kasus per 100 orang-tahun diikuti dengan 40,1 sampai 45,2 kasus per 100 orang-tahun untuk semua kelompok lainnya (Tabel 2).

Pembahasan

Dalam beberapa tahun, tingkat CT/GC tertinggi yang diukur dalam PHSSSP adalah infeksi kedua diantara mereka yang positif pada awal tes. Diantara mereka yang memiliki hasil tes positif pada awal penelitian, pria memiliki tingkat infeksi-ulang CT/GC yang lebih tinggi dibanding wanita. Hasil kami menunjukkan bahwa pengujian ulang remaja yang sebelumnya positif cukup penting untuk perempuan dan laki-laki. Kami tidak menyadari adanya penelitian-penelitian infeksi-ulang yang dilakukan dengan populasi remaja umum yang mencakup pria. Penelitian-penelitian tentang infeksi-ulang yang dipublikasikan merekrut laki-laki dari populasi yang berisiko tinggi, seperti klinik penyakit-menular-seksual atau pusat-pusat kesehatan remaja.

Dalam tahun ajaran yang sama, kami menemukan bahwa perempuan yang menyebutkan pasangan yang tidak diobati kelihatannya menjadi sub-kelompok yang sangat rentan terhadap infeksi-ulang dalam 4 bulan pertama, secara rata-rata, setelah perawatan. Tingkat infeksi-ulang yang rendah pada kelompok lain menandakan bahwa pemberitahuan pasangan dan perawatan bisa mengurangi risiko infeksi-ulang, khususnya pada perempuan. Berdasarkan data yang dipublikasikan, kami berharap bahwa jika ada pengobatan yang gagal, maka itu tidak lebih dari 5%; infeksi yang terus menerus sulit dibedakan dari infeksi-ulang sebagai faktor risiko, seperti hubungan seksual yang dilanjutkan dengan pasangan yang tidak diobati, tidak selalu berubah setelah infeksi.

Kebanyakan penelitian infeksi-ulang selanjutnya telah berfokus pada wanita dan telah melaporkan tingkat infeksi-ulang yang bervariasi menurut infeksi penyakit-menular-seksual termasuk waktu dan populasi yang dimasukkan. Dalam sebuah penelitian terbaru, Niccolai dkk melaporkan tingkat infeksi-ulang CT untuk perempuan remaja 50,5 kasus per 100 orang-tahun (dilaporkan 42,1 kasus per 1.000 orang-bulan) dari 1998-2001 diantara wanita-wanita di Connecticut. Populasi yang direkrut oleh Niccolai cukup berisiko tinggi dengan setengah diantaranya yang sedang hamil saat pendaftaran dan 52,6% melaporkan infeksi CT sebelum pendaftaran. Dalam penelitian kali ini, tingkat CT/GC yang diukur dikalangan perempuan yang menyebutkan pasangan yang tidak ditemukan untuk pengobatan (85,5 kasus per 100 orang-tahun) lebih tinggi dibanding yang dilaporkan oleh Niccolai. Akan tetapi, wanita dengan status pengobatan-pasangan lainnya (40,1 kasus per 100 orang-tahun) dan laki-laki, tanpa memperhitungkan status perawatan pasangan (40,8 -45,2 kasus per 100 orang-tahun) memiliki tingkat yang lebih rendah. Tingkat infeksi-ulang CT/GC yang dilaporkan selama beberapa tahun ajaran (19,0 kasus pada pria dan 17,7 kasus pada perempuan) paling besar kemungkinannya diperkirakan terlalu rendah karena waktu untuk screening ulang memperkirakan terlalu tinggi waktu sampai infeksi, dan akan mengurangi tingkat CT/GC yang dihitung. Panduan-panduan yang ada sekarang ini merekomendasikan agar hanya perempuan dengan infeksi CT/GC yang diuji ulang sekitar 3 bulan sebelum perawatan, tetapi laki-laki bisa diuntungkan dari rekomendasi serupa. Hasil kami juga menunjukkan bahwa mamastikan perawatan pasangan bisa mengurangi tingkat infeksi-ulang CT/GC, khususnya untuk perempuan. Lebih banyak penelitian yang diperlukan untuk memahami mengapa infeksi-ulang cukup mirip untuk mereka yang tidak menyebutkan pasangan, yang pasangannya melakukan pengobatan, atau yang pasangannya semua tidak diobati dan mengapa infeksi-ulang masih lebih besar dari 40 kasus per 100 orang-tahun bahkan diantara remaja yang telah dikonfirmasi pasangannya. Terapi pasangan bisa berpotensi mengurangi tingkat infeksi ulang. Akan tetapi, panduan-panduan lokal seperti yang mengatur PHSSSP, mungkin tidak memungkinkan EPT di beberapa komunitas.

Semua kelompok usia, terkecuali pria yang paling muda, menunjukkan prevalensi infeksi CT/GC yang cukup untuk melakukan screening di sekolah-sekolah tinggi. Tingkat CT/GC yang diukur diantara perempuan menunjukkan penurunan trend seiring peningkatan usia, sedangkan kepositifan terkait positif dengan usia pada saat pengujian. Tingkat CT/GC yang diukur berpotensi dipengaruhi oleh waktu yang lebih lama diantara tes-tes pada mereka yang berusia 18 sampai 20 tahun. Lebih banyak analisis yang diperlukan untuk memahami hubungan antara kelompok usia dan tingkat CT/GC yang diukur dikalangan perempuan.

Temuan kami konsisten dengan penelitian lain yang menunjukkan bahwa siswa-siswa sekolah disipliner memiliki STD lebih tinggi dibanding remaja lainnya. Jika waktu dan dana memungkinkan, pengujian dan perawatan di sekolah-sekolah disipliner yang lebih sering (misal lebih dari sekali setahun) bisa membantu dalam mengurangi tingkat STD pada remaja.

Kami mengharapkan hasil ini dapat diberlakukan bagi populasi sekolah tinggi perkotaan lainnya. Tingkat CT/GC di daerah-daerah perkotaan, berdasarkan morbiditas CT/GC yang dilaporkan, biasanya lebih tinggi dibanding di Amerika Serikat secara keseluruhan, sehingga menunjukkan bahwa infeksi dan infeksi-ulang bisa lebih rendah pada banyak populasi sekolah tinggi sub-urban dan pedesaan. Dari 33.036 siswa yang dikeluarkan dari analisis karena hanya memiliki 1 tes dalam PHSSSP, diperkirakan 16.451 (49,7%) diuji untuk pertama kalinya dan/atau pernah dites pada tahun 4 yang membatasi peluang mereka untuk dites kembali dalam PHSSSP selama tahun-tahun yang dicakup oleh analisis. Tingkat CT/GC yang diukur dalam PHSSSP bisa memperkirakan terlalu tinggi populasi siswa sekolah tinggi umum jika siswa risiko rendah tidak diuji. Sebaliknya, siswa risiko tinggi bisa absen atau memilih untuk tidak mengikuti tes ulang yang mengarah pada terlalu rendahnya perkiraan tingkat penyakit menular seksual sebenarnya. Yang perlu diperhatikan, dalam sekolah-sekolah tinggi negeri Philadelphia, sekitar 20% siswa absen setiap hari. PHSSSP tidak menemukan >50% siswa yang memenuhi syarat untuk pengujian ulang dalam tahun ajaran sama yang mana meningkatkan risiko untuk bias seleksi dalam perkiraan tingkat infeksi-ulang. Jika siswa yang lama tidak hadir di sekolah berisiko tinggi untuk mengalami penyakit-menular-seksual, maka hasil kami akan memperkirakan terlalu rendah risiko infeksi-ulang jangka pendek sebenarnya dalam populasi ini. Memasukkan hasil tes dari kegiatan lain tidak mungkin karena satu-satunya hasil tes positif dapat dilaporkan departemen kesehatan. Terakhir, karena kami memiliki data yang tidak diketahui intervalnya, maka kami memperkirakan terlalu tinggi waktu sampai infeksi untuk kebanyakan siswa. Dengan demikian, tingkat CT/GC yang diukur biasanya akan memperkirakan terlalu rendah tingkat CT/GC yang sebenarnya.

Kekuatan analisis ini mencakup fakta bahwa PHSSSP mencapai semua sekolah tinggi negeri di Philadelphia dan menguji antara 15.000 sampai 20.000 siswa setahun, sehingga menjadikannya program screening STD sekolah terbesar di Amerika Serikat dan memungkinkan pengamatan yang paling komprehensif terhadap tingkat STD dalam populasi sekolah tinggi perkotaan, sampai sekarang ini.

Ketika memprioritaskan individu-individu asimptomatik untuk screening CT, dokter harus memberikan prioritas yang lebih tinggi pada remaja-remaja yang sebelumnya mengalami penyakit-menular-seksual. Walaupun riwayat uji sebelumnya tidak selamanya tersedia, pengetahuan tentang faktor risiko lain bisa cukup untuk menentukan remaja mana yang mungkin diuntungkan dengan screening CT/GC reguler. Hasil kami menunjukkan bahwa dokter harus menawarkan screening CT/GC secara reguler kepada pasien-pasien yang berisiko lebih tinggi, bahkan jika pasien asimptomatik (Gbr. 1). Dan juga, untuk mengurangi risiko infeksi, dokter harus bekerja sama dengan pasien, khususnya perempuan yang terinfeksi dengan CT/GC untuk memastikan bahwa pasangan seks mereka turut diobati. Agensi-agensi kesehatan masyarakat setempat bisa sering membantu dokter dengan pemberitahuan dan pengobatan pasangan.

Program-program screening berbasis komunitas, seperti PHSSSP, penting untuk pendeteksian dan pengobatan infeksi CT/GC asimptomatik. Program-program screening ini harus memastikan bahwa para remaja dengan infeksi positif sebelumnya lebih didorong untuk tes-ulang. Follow-up aktif penting untuk siswa, khususnya perempuan, yang riwayat pengobatan pasangannya tidak dapat diverifikasi.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Relationship between glycemic index and weight loss

Cheerleaders are associated with many diet disorders