Gen protein kejut panas (HSP) 18-kDa Mycobacterium leprae termasuk gen polimorfis

Abstrak

Kusta masih menjadi masalah kesehatan utama di India. Mycobacterium leprae, organisme yang menyebabkan penyakit ini, kelihatannya tidak bervariasi secara genetik. Upaya-upaya untuk mengidentifikasi variasi turunan pada isolat-isolat M. Leprae hanya sedikit yang berhasil. Protein kejut panas (HSP) 18-kDa M. Leprae merupakan antigen sel-T utama, dan protein ini termasuk kedalam famii protein kejut panas kecil. Dalam penelitian kali ini, kami telah menganalisis profil ekspresi mRNA dari gen 18-kDa pada lesi-lesi berbagai tipe kusta dengan teknik RT-PCR dan juga mengurutkan amplikon-amplikon PCR yang dibuat dari 25 kasus kusta independen. Polimorfisme nukleotida tunggal dideteksi pada posisi bp ke-154 dalam gen antigen yang disekresikan ini. Dalam gen ini, kodon 52 terdapat sebagai TCA pada sekitar 60% sampel dan sebagai CCA pada sisa sampel lainya. Gen HSP 18-kDa M. Leprae memiliki TCA pada posisi ke-52. Diantara kasus yang diteliti, kami tidak dapat mendeteksi populasi bakteri campuran yang membawa golongan-golongan gen, sehingga menandakan kemurnian klonal bakteri pada pasien yang terinfeksi. Dengan demikian polimorfisme ini bisa digunakan sebagai penanda molekuler dalam penentuan tipe turunan M. Leprae pada populasi yang endemik. Disamping itu, pola-pola penularan dan kekambuhan dan/atau infeksi-ulang pada pasien-pasien reaksional bisa diuji dengan menggunakan polimorfisme ini. Ekspresi gen HSP 18-kDa pada kasus-kasus kusta reaksional menandakan bahwa bakteri hidup bisa berkontribusi bagi kondisi-kondisi reaksional pada kusta.


Kusta merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh basilus tahan asam Mycobacterium leprae. Kusta masih menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia, dan India memiliki 64% beban kusta global. Kusta merupakan penyakit imunologi dengan paramter-parameter klinis dan imunologi yang jelas, dan berkisar antara kusta tuberkuloid (TT) sampai kusta leromatous (LL) dengan berbagai kasus borderline antara kedua tipe diatas. Pasien TT memiliki respons imun berperantara sel kuat yang membatasi pertumbuhan patogen sehingga mengarah pada pembersihan infeksi. Pasien LL memiliki respons humoral yang dominan dan respons imun yang kurang terhadap antigen-antigen M. Leprae.

Pasien-pasien kusta tuberkuloid borderline (BT), borderline menengah (MB), dan lepromatous borderline (BL) tidak stabil secara imunologi dan bisa berubah menjadi kusta yang lebih parah. Cukup banyak pasien kusta borderline (20-30%) mengalami reaksi imunologi akut selama perjalanan penyakit dalam bentuk reaksi pembalikan (reaksi RR atau tipe-1) atau eritema nodosum leprosum (ENL atau reaksi tipe II). Pasien BL dan LL mengalami reaksi ENL dan ENL terkait dengan kerusakan jaringan parah yang diperantarai oleh deposisi kompleks imun dan aktivasi komplemen.

Metode-metode penentuan varian virus M. Leprae akan sangat bermanfaat untuk mengidentifikasi pola-pola penularan organisme dan untuk mengidentifikasi kekambuhan dan infeksi ulang pada pasien, khususnya pada reaksi pembalikan. Beberapa upaya telah dilakukan untuk mengidentifkasi sekuensi DNA polimorfis yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan varian M. Leprae. Akan tetapi, analisis RFLP dengan menggunakan berbagai probe belum menujukkan adanya perbedaan diantara isolat-isolat M. Leprae. Lebih lanjut, polimorfisme konformasi rantai-tunggal (SSCP) dari sekuensi-sekuensi DNA yang mengkodekan rRNA 16S dan 23S juga identik pada M. Leprae yang diisolasi dari pasien-pasien kusta multibasiler berbeda. Sebuah laporan terbaru tentang sekuensi berulang spesifik M. Leprae, RLEP, menunjukkan variabilitas diantara isolat-isolat M. Leprae. Kebanyakan varian M. Leprae yang resisten dapson ditemukan mengandung mutasi apakah pada kodon 53 atau 55 dalam gen folP1, dan banyak mutasi yang dilaporkan dalam gen rpoB yang menghasilkan resistensi rifampicin. Pemanfaatan mutasi-mutasi ini dalam pengidentifikasian varian belum diupayakan. Berdasarkan jumlah ulangan TTC yang ditemukan pada gen rpoT, varian-varian M. leprae baru-baru ini dikelompokkan menjadi dua sub-tipe.

Antigen HSP 18-kDa dari M. leprae termasuk kedalam famili protein kejut panas kecil dan dilaporkan sebagai antigen sel-T utama. Gen yang mengkodekan gen HSP ini telah berhasil diklonkan dan dan sekuensi. Gen antigen 18-kDa ini sangat spesifik untuk M. leprae, walaupun gen-gen dengan homologi sekuensi terbatas dilaporkan pada M. avium, M. scrofulaceum, M. gordonae, M. chelonei, M. intracellular dan M. habana berdasarkan analisis hibridisasi Southern. Akan tetapi, penyelidik (probe) yang dirancang untuk  menargetkan gen antigen 18-kDa menghibridisasi pada DNA manusia, mencit atau armadillo. Dengan demikian. Gen ini telah digunakan sebagai target untuk beberapa penelitian dalam pendeteksian M. leprae dari sampel-sampel kusta dengan menggunakan PCR dan RT-PCR. Epitop-pitop protein kejut panas ini telah dikarakterisasi dengan baik. Klon-klon sel T yang spesifik untuk peptida-peptida yang membawa asam amino 1-38 dan 41-55 ditemukan bereaksi silang dengan antigen 18-kDa untuk kompleks M. tuberculosis, M. avium dan M. scrofulaceum. Akan tetapi, klon-klon sel T yang spesifik untuk peptida-peptida yang membawa asam-asamamino 38-50 hanya menunjukkan sedikit reaktivitas silang.

Dalam penelitian ini kami melaporkan polimorfisme nukleotida tunggal (SNP) dalam gen HSP 18-kDa M. leprae dari pasien-pasien kusta yang diuji terhadap berbagai tipe kusta. Pasien-pasien berasal dari daerah geografis yang sama di Tamil Nadu. PCR transkripsi terbalik mRNA antigen 18-kDa digunakan untuk mengkloning gen dengan menggunakan material biopsi tertanam-parafin mengikuti sebuah metode yang telah disebutkan sebelumnya dalam literatur. Penelitian kali ini menujukkan bahwa basa ke-154 terdapat sebagai T atau C dan konsekuensinya HSP 18-kDa terdapat sebagai dua golongan protein, satu dengan serin pada asam amino ke-52 (golongan I) dan yang lainnya yang membawa prolin pada posisi ini (golongan II). Disamping itu, kami juga telah menunjukkan ekspresi mRNA pada 11 dari 14 kasus reaksional, yang menandakan bahwa gen-gen spesifik patogen bisa memegang peranan dalam kondisi-kondisi reaksional.

Pembahasan

Perbandingan sekuensi genom utuh isolat-isolat yang termasuk spesies sama seperti M. tuberculosis dan B. anthracis menandakan bahwa variasi sekuensi genom lebih prevalen dibanding yang dilaporkan. Analisis genom terbatas pada isolat-isolat M. leprae menandakan bahwa genom M. leprae sangat terkonservasi. Ada beberapa laporan yang meneliti variasi M. leprae dan variasi nukleotida lokus individual seperti RLEP, folP1, rpoB. Disamping itu, polimorfisme ulangan TTC juga dilaporkan pada M. leprae. Akan tetapi, tak satu pun dari penelitian diatas yang dapat menunjukkan kadar polimorfisme yang sebenarnya pada isolat-isolat M. leprae. Tanpa adanya data sekuensi genom utuh komparatif untuk isolat-isolat berbeda, penting untuk memiliki sebanyak mungkin lokus bagi penentuan variasi turunan pada mikobakteri yang tidak dapat dibiakkan ini. Dalam penelitian kali ini, kami menemukan bahwa gen yang mengkodekan protein kejut panas 18-kDa dari sebuah populasi pasien kusta di daerah lokasi geografis endemik yang sama bersifat polimorfis pada satu tempat.

HPS 18-kDa M. leprae merupakan antigen sel-T utama dengan epitop-epitop imunodominan. Telah dilaporkan bahwa klon-klon sel T yang spesifik untuk peptida-peptida yang membawa asam-asam amino 1-38 dan 41-55 ditemukan bereaksi silang dengan kompleks M. tuberculosis, protein kejut panas M. avium dan M. scrofulaceum, sedangkan sel-sel T yang spesifik untuk peptida-peptida yang membawa asam amino 38-50 ditemukan spesifik antigen M. leprae. Perubahan asam amino akibat polimorfisme dari serin menjadi prolin dalam asam amino ke-52 jatuh pada daerah peptida (41-55a) dari HSP 18-kDa, yang telah diidentifikasi sebagai epitop sel-T. Menarik untuk diketahui efek perubahan asam amino ini terhadap reaktifitas sel T, karena klon-klon sel-T ini dihasilkan untuk HSP 18-kDa golongan-I.

HSP (protein kejut panas) 18-kDa termasuk kedalam famili alfa-crystallin, HSP berbobot molekul rendah. Gen 18-kDa dlaporkan sangat spesifik untuk M. leprae dan telah digunakan sebagai penanda molekuler untuk M. eprae pada beberapa laporan. Sharma dkk. meneliti material biopsi dari pasien-pasien India dan menemukan perbedaan gen antigen 18-kDa dengan menggunakan DNA M. leprae sebagai template. Para peneliti ini melaporkan kesensitifan 100% pada sampel yang positif basilus-tahan-asam dan kesensitifan 71% pada sampel yang negatif basilus-tahan-asam. Dalam penelitian ini kami dapat mendeteksi mRNA antigen 18-kDa pada 81% kasus yang positif AFB dan 75% kasus yang negatif AFB, sehingga menandakan korelasi yang dekat. Hasil ini mendukung keterpercayaan analisis RT-PCR dalam identifikasi gen. Ketiadaan mRNA yang spesifik antigen pada kasus ekzema dan psoriasis juga menujukkan spesifitas  primer-primer yang digunakan dalam penelitian ini. Analisis sekuensi nukleotida menunjukkan bahwa nukleotida tunggal pada posisi ke-154 terdapat sebagai T atau C, sehingga menggantikan kodon sern TCA menjadi kodon prolin CCA. TCA dan CCA terjadi pada frekuensi yang hampir sama dalam 25 kasus yang diperiksa. Jumlah sampel tidak cukup tinggi untuk mencapai kesimpulan tentang frekuensi mutasi ini pada berbagai bentuk klinis kusta. Akan tetapi, pengamatan definitif adalah bahwa pasien tertentu memiliki gen yang mengandung apakan TCA atau CCA, dan kami tidak menemukan campuran gen-gen yang mengandung TCA sekaligus CCA pada pasien manapun yang diteliti. Ekspansi klonal bakteri yang hanya membawa satu tipe gen antigen 18-kDa menandakan tidak adanya infeksi sekunder akibat varian berbeda atau kelangsungan hidup preferensial hanya dari satu tipe varian M. leprae pada pasien. Analisis serial pasien yang sama dari stadium TT sampai TL dan pemeriksaan pasien sebelum dan sesudah episode-episode reaksi akan diperlukan.  Penelitian ini sedang dilakukan.

Transkripsi gen antigen 18-kDa menandakan bahwa bakteri yang aktif secara metabolik terdapat dalam material biopsi. Kurangnya korelasi kadar mRNA dengan BI, bahkan pada kondisi penyakit aktif seperti LL, menandakan variasi tingkat ekspresi. Akan tetapi, status perawatan pasien harus dinilai sebelum membuat kesimpulan yang definitif. Penelitian lebih terkontrol yang melibatkan kasus-kasus yang tidak diobati masih diperlukan untuk mengatasi isu ini. Pada kasus ENL, 5 dari 7 menunjukkan keberadaan mRNA antigen 18-kDa. Ini membuka kemungkinan untuk meneliti dua isu yaitu viabilitas patogen pada kasus ENL dan juga pertanyaan tentang apakah kasus-kasus ENL memiliki ifeksi-ulang atau kekambuhan bakteri yang telah ada. Lebih lanjut, ada kemungkinan bahwa ekspresi gen bakteri bisa memegangeranan penting dalam kondisi reaksi. Gen antigen 18-kDa menjadi sebuah gen terinduksikan makrofage dari M. leprae, pemeriksaan profil-profil M. leprae dari gen ini dan gen-gen spesifik patogenesis yang serupa lainnya penting untuk memahami kusta.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Relationship between glycemic index and weight loss

Cheerleaders are associated with many diet disorders