Cystatin C serum sebagai sebuah penanda untuk mengidentifikasi pasien-pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal sedang

Abstrak

Protein dengan berat molekul rendah, cystatin C, yang dihasilkan oleh semua sel berinti dan dieliminasi melalui filtrasi glomerular, memiliki manfaat khusus sebagai penanda fungsi ginjal. Dengan demikian dilakukan sebuah penelitian untuk menyelidiki apakah cystatin C serum bisa digunakan sebagai sebuah penanda untuk mengidentifikasi pasien-pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal. Dilakukan sebuah penelitian berbasis rumah sakit yang bersifat deskriptif cross-sectional dan cystatin C serum diukur pada lima puluh subjek yang berusia antara 12 sampai 74 tahun dengan perkiraan bersihan kreatinin 24 jam yang dilakukan pada saat yang sama. Bersihan kreatinin standar digunakan untuk membandingkan laju filtrasi glomerular yang diprediksi dengan menggunakan cystatin C serum. Laju filtrasi glomerular (GFR) yang diprediksikan memberikan sensitifitas 82% dan spesifitas 68% dengan nilai penggal (cut-off) diagnostik adalah 1,25 mg/L cystatin C untuk pengidentifikasian pasien-pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal sedang dengan sampel darah tunggal.

Kata kunci: Cystatin C, kreatinin, laju filtrasi glomerular, gangguan fungsi ginjal sedang.


PENDAHULUAN

Prosedur standar untuk pengukuran laju filtrasi glomerular (GFR) didasarkan pada bersihan kreatinin dalam plasma, Cr-EDTA atau iohexasol. Akan tetapi, metode ini memerlukan pengumpulan urin yang tepat waktu, yang seringkali tidak presisi dan tidak mudah dilakukan. Disisi lain, penggunaan ukuran GFR standar memerlukan pemberian radioaktif eksogen atau agen kontras dan ini juga memakan banyak waktu, mahal dan tidak umum tersedia di banyak rumah sakit di Sri Lanka. Karena hasil uji berbasis-kreatinin bisa dipengaruhi oleh faktor usia, jenis kelamin, status gizi, diet dan sekresi kreatinin tubular khususnya jika GFR berkurang, maka upaya-upaya telah dikembangkan untuk memperbaiki pengukuran GFR secara klinis. Dengan demikian ketertarikan terhadap cystatin C sebagai penanda fungsi ginjal telah meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir karena karakteristik kinerjanya yang aman dibanding kreatinin serum.

Cystatin C merupakan protein dasar 13-kDa yang termasuk ke dalam super famili cystatin dari inhibitor proteinase cystein dengan distribusi luas dalam cairan-cairan biologis. Ini dihasilkan hampir oleh semua sel berinti, dan tingkat produksinya tidak dipengaruhi oleh proses inflamasi, usia, jenis kelamin, dan status gizi, dan disaring secara bebas melalui membran gromerular dan diserap ulang hampir sempurna dan didegradasi oleh sel-sel tubular proksimal. Dengan demikian, konsentrasi cystatin C dalam plasma dapat ditentukan berdasarkan GFR, yang menandakan penanda yang sensitif untuk GFR.

Kreatinin serum banyak digunakan sebagai indikator untuk GFR meskipun dengan pengetahuan bahwa banyak pasien dengan GFR berkurang yang menunjukkan kadar kreatinin serum dalam batas normal. Bahkan pengurangan GFR 50% bukannya tidak sering terkait dengan konsentrasi kreatinin serum yang normal. Subjek-subjek yang mengalami gangguan fungsi ginjal sedang paling besar kemungkinannya asimptomatik dan jika pasien semacam ini diidentifikasi lebih dini, perkembangan penyakit bisa dihambat sehingga memperbaiki penyembuhan. Dengan demikian, penelitian kali ini dilakukan untuk mengidentifikasi pasien-pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal sedang dengan menggunakan cystatin C sebagai penanda GFR dan untuk menentukan nilai penggal (cut-off) bagi pasien-pasien ini dengan menggunakan sampel darah yang diambil secara acak.

BAHAN DAN METODE

Sampel dan setting penelitian: Sebanyak 50 subjek (25 pria dan 25 wanita) dengan usia antara 12 sampai 74 tahun diseleksi di klinik-klinik rumah sakit Nawaloka, Colombo, Sri Lanka. Teknik pengambilan sampel sistemik diadopsi dalam perekrutan partisipan-partisipan dalam penelitian tersebut. Persetujuan etis untuk penelitian ini didapatkan dari Ethical Review Committee of Nawaloka Hospital  dan izin  dari para orang tua dan pasien didapatkan sebelum penelitian. Pasien yang sedang menjalani dialisis, terapi glukokortikoid dan riwayat disfungsi tiroid dan penyakit kardiovaskular dikeluarkan dari penelitian.

Desain penelitian

Sebuah penelitian deskriptif berbasis rumah sakit dengan rancangan cross-sectional dilakukan dan jumlah sampel diputuskan berdasarkan tingkat prevalensi pasien yang datang ke klinik rumah sakit ini yang mengalami penyakit ginjal.
Pengumpulan sampel dan analisis laboratorium: sebanyak 3 mL darah utuh vena dikumpulkan dalam botol-botol kecil tanpa anti-koagulan dan serum dipishkan dan alikuot 0,5 mL disimpan pada suhu -20oC yang disimpan sampai digunakan untuk analisis cystatin C dan kreatinin. Pengumpulan urin 24-jam yang didapatkan dari masing-masing subjek digunakan untuk mengukur laju bersihan kreatinin yang disesuaikan dengan rerata area permukaan 1,732m2 dengan menggunakan formula Dubois-Dubois.

Uji cystatin C dan kreatinin dalam laboratorium: Konsentrasi cystatin dalam serum diukur dengan imunoturbidimetri menggunakan peralatan Dakocytomation yang menunjukkan presisi lebih tinggi (2,1% CV) pada seluruh rentang pengukuran. Konsentrasi kreatinin serum diukur dengan uji kolorimetri kinetik menggunakan uji komersial Randox pada analyzer kimia Konea Lab 20.

Rumus berikut diusulkan oleh Dakocytomation, Denmark dan digunakan untuk mendapatkan prediksi GFR dari cystatin C serum.

GFR mL/menit = 89,12 x cystatin C serum (mg/L)-1,675

Analisis statistik

Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan software SPSS versi 10. Uji parametrik dan non-parametrik standar dilakukan dan nilai p dibawah 0,05 dianggap signifikan menurut statistik. Korelasi antara dua penanda endogen GFR dikaji dengan analisis regresi linear. Sensitifitas dan spesifitas diagnostik dihitung dan pengidentifikasian gangguan fungsi ginjal sedang diteliti dengan plot ROC (receiver-operating characteristic).

HASIL

Laju filtrasi glomerular (GFR) yang diperkirakan berdasarkan cystatin C serum untuk populasi peneltian menunjukkan korelasi yang tiggi (r2 = 0,76) dengan bersihan kreatinin (gambar 1). Akan tetapi, cystatin C serum menunjukkan korelasi yang lebih baik (r2 = 0,63) terhadap standar ketika dibadningkan dengan kreatinin serum (r2 = 0,38). Tidak ada karakteristik klinis khusus yang membedakan seperti riwayat pengobatan dan lesi skeletal pada pasien yang memiliki kadar cystatin C meningkat. Secara keseluruhan, bersihan kreatinin dan estimasi GFR berdasarkan cystatin C meujukkan hubungan positif dengan rerata estimasi GFR 77,5 ml/menit.(1,732 m2)-1.

Sensitifitas dan spesifitas GFR terhadap standar yang dihitung pada 60 GFR mL.menit-1.(1,732 m2)-1 diberikan pada Tabel 1. Uji standar positif pada 28 subjek dimana 23 diantaranya diuji positif untuk GFR berdasarkan uji cystatin C yang memberikan sensitifitas 82%. Dari 22 subjek yang menunjukkan hasil negatif pada uji standar, 15 diantaranya diidentifikasi secara tepat dengan uji custatin C yang memberikan spesifitas 68%. Nilai penggal (cut-off) berkenaan dengan GFR yang diperkirakan dengan menggunakan nilai cystatin C serum untuk pendeteksian penyakit ginjal sedang dianggap sebesar 60 mL.menit-1.(1,732m2)-1. Cystatin C dan kreatinin pada subjek yang mengalami penyakit ginjal sedang berkisar antara 1,16 sampai 1,51 mg/L dan 0,91 sampai 1,8 mg/dL, masing-masing.

Plot ROC untuk GFR berbasis cystatin C sebesar 60 ml/menit/1,732m2 ditunjukkan pada Gambar 2. Dari data-data ini, nilai penggal (cut-off) untuk konsenetrasi cystatin C serum 1,25mg/L ditentukan dengan sensitifitas 82% dan spesifitas 68% untuk pendeteksian penyakit ginjal. Plot ROC menghasilkan area yang lebih tinggi dibawah kurva 0,89 ± 0,05 untuk gangguan fungsi ginjal sedang.

PEMBAHASAN

Protein dengan berat molekuler rendah yang dieliminasi melalui filtrasi glomerular pada umumnya dianggap sebagai penanda potensial untuk fungsi ginjal. Akan tetapi, kreatinin serum terbukti sebagai penanda fungsi ginjal yagn lebih baik dibanding zat-zat lain seperti α1 dan β2 mikroglobulin karena laju produksinya berbeda-beda seiring dengan reaksi imun. Cystatin C memiliki laju produksi konstan dan disaring sempurna dan dimetabolisasi oleh tubula glomerular dan tidak tergantung sepenuhnya pada usia, jenis kelamin, diet, inflamasi, dan kemoterapi. Kadar cystatin C tetap menjadi konstan setelah satu tahun pertama masa hidup dan hampir tidak ada korelasi signifikan antara kadar cystatin ibu dan kadar cystatin neonatus. Ini berbeda dengan kreatinin, dimana kreatinin pada bayi sangat berbeda dari ibu. Lebih lanjut, dengan pengembangan metode imunoturbidimetri otomatis, kadar cystatin C serum diukur dengan keakuratan lebih tinggi menggunakan sedikit volume sampel serum dalam waktu yang sangat singkat.

Beberapa penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat dan Eropa telah menunjukkan bahwa kadar cystatin C plasma/serum bisa digunakan sebagai penanda GFR yang akurat, dengan menyebutkan beberapa kelebihan dibanding perkiraan kreatinin serum. Akan tetapi, literatur yang tersedia tentang populasi Asia tidak menandakan GFR yang diperkirakan berdasarkan konsentrasi cystatn C serum dan membandingkan manfaatnya untuk kinerja diagnostik dengan prosedur standar untuk mengidentifikasi nilai penggal (cut-off) untuk subjek-subjek yang mengalami gangguan fungsi ginjal sedang.

Penelitian ini menunjukkan bahwa ada korelasi yang baik antara GFR yang diperkirakan berdasarkan cystatin serum dan bersihan kreatinin 24 jam. Walaupun beberapa nilai dari hasil pengukuran berulang diperlukan untuk menilai kecenderungan-kecenderungan GFR pada pasien tertentu, hanya satu nilai Cystatin C serum dan kreatinin yang digunakan dalam penelitian ini seperti pada salah satu penelitian yang baru-baru ini diterbitkan. Persamaan MDRD (Modification of Diet in Reanal Diseases) menggunakan kreatinin serum yang dikombinasikan dengan usia, jenis kelamin, dan ras untuk memperkirakan GFR dan memperbaiki kekurangan-kekurangan dengan penggunaan kreatinin serum. Sehingga, persamaan MDRD lebih akurat dibanding pengukuran bersihan kreatinin mulai dari 24 jam setelah pengumpulan sampel urin. Akan tetapi, GFR yang diperkirakan berdasarkan persamaan MDRD belum dibuat dan divalidasi untuk populasi di negara-negara Asia Selatan. Dengan demikian, pasien dengan GFR yagn berkurang meunjukkan kadar kreatinin serum yang normal bahkan pada 50% pengurangan GFR dan kemungkinan memiliki imbas signifikan terhadap GFR yang diperkirakan pada tahapan gangguan fungsi ginjal sedang. Ini dapat menjelaskan tingginya standar deviasi yang dilaporkan untuk GFR yang diperkirakan berdasarkan kreatinin serum dalam penelitian kali ini.

Penelitian-penelitian terdahulu yang dilakukan terhadap populasi Sri Lanka menunjukkan temuan-temuan yang serupa dengan GFR yang didasarkan pada kreatinin serum. Penelitian kali ini juga menunjukkan bahwa dimasukkan faktor jender dalam prediksi GFR berbasis cystatin C untuk semua kelompok usia tidak menunjukkan perbedaan statistik dalam hal kinerja diagnostik. Analisis GFR yang berbasis cystatin C serum memiliki kinerja diagnostik yang tinggi dalam mengidentifikasi pasien-pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal sedang dan normal. Konsentrasi batas sebesar 1,25 mg/L dianggap sebagai perkiraan akurat untuk pengidentifikasian pasien yagn mengalami gangguan fungsi ginjal sedang dengan GFR 60 mL/menit (1,732m2)-1. Beberapa penelitian telah melaporkan penggunaan cystatin C untuk mengidentifikasi pasien-pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal, tentang nilai penggal (cut off) cystatn C untuk pendeteksian fungsi ginjal yang terganggu sedang pada populasi daerah SARC. Dengan demikian, nilai batas yang dilaporkan oleh penelitian kali ini bisa memiliki manfaat khusus dalam pengidentifikasian pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal sedang. Karena pasien dengan GFR menurun menunjukkan kadar kreatinin serum dalam batas normal bahkan dengan pengurangan GFR 50%, maka nilai batas 1,25 mg/L yang dilaporkan dalam penelitian ini bisa digunakan sebagai perkiraan yang baik untuk pengidentifkasian pasien-pasien yang mengalami gangguan fungsi ginjal sedang dengan menggunakan sampel darah yang diambil secara acak.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Relationship between glycemic index and weight loss

Cheerleaders are associated with many diet disorders