Perawatan Pasien yang Alergi Logam setelah Bedah Ortognatik

Abstrak

Dalam laporan kasus ini, material-material ortodontik dianggap telah menimbulkan reaksi alergi logam dalam bentuk pembengkakan bibir dan kemerahan setelah bedah ortognatik. Dua bulan setelah bedah, pasien mengalami pembengkakan dan kemerahan bibir terus menerus. Dia mendatangi rumah sakit bagian kulit dan didiagnosa menderita herpes. Akan tetapi, karena gejala-gejalanya tidak membaik setelah 1 bulan terapi, alergi logam selanjutnya diduga. Uji patch yang dilakukan di rumah sakit dental menunjukkan reaksi terhadap kromium, yang tidak digunakan dalam peralatan prostetik. Untuk lebih meyakinkan, komposisi logam dari semua alat prostetik diperiksa dengan menggunakan penganalisis sinar-x fluoresen, tetapi tidak ada kromium yang dideteksi (yang terdeteksi hanya tembaga, emas, paladium, dan perak). Akan tetapi, bracket ortodontik, kawat, dan balutan mengandung kromium dan, dengan mempertimbangkan bahwa material-material ini yang mungkin telah menimbulkan reaksi alergi logam, material-material tersebut diganti dengan material yang terbuat dari polimer yang tidak mengandung logam. Sebagai hasilnya, pembengkakan dan kemerahan bibir membaik. Untuk retensi, bagian anterior retainer dibonding ke sisi lingual dari rahang atas dan bawah anterior. Selama retensi, tidak ada gejala-gejala hipersensitifitas lagi yang diamati, sehingga menunjukkan bahwa polimer non-logam bermanfaat untuk pengobatan pasien alergi logam.

Kata kunci: alergi logam, bedah ortognatik, protrusi mandibula


PENDAHULUAN

Beberapa tahun terakhir telah terjadi peningkatan alergi terhadap logam. Reaksi-reaksi alergi di daerah mulut terhadap logam yang terkandung dalam alat-alat dental sebelumnya telah dilaporkan, dan semakin banyak perhatian diberikan untuk alergi terhadap material-material ortodontik. Beberapa logam yang umum digunakan dalam praktik dental diketahui sebagai alergen seperti nikel, kobalt, dan kromium, banyak diantaranya yang terdapat dalam berbagai jenis material ortodontik.
   
Nikel merupakan antigen yang paling lazim dari dermatitis kontak alergi yang ditimbulkan logam, sedangkan alergi kromium diperkirakan terjadi pada 10% pasien laki-laki dan 3% pasien perempuan. Ada kemungkinan bahwa ion-ion logam terlepas dari material-material ortodontik akibat aksi kaustik dari saliva, elektrolit dalam debris makanan, dan asam-asam yang dihasilkan oleh bakteri. Sebelumnya kami telah mengevaluasi pelepasan nikel dari kawat-kawat ortodontik pada berbagai asam sebagai produk dari bakteri mulut. Walaupun tidak semua kawat melepaskan nikel dalam larutan garam fisiologis dan air steril sebagai larutan kontrol, tetapi semua melepaskan nikel dalam asam hidroklorat dan asam formiat. Agaoglu dkk. mengukur kadar nikel dan kromium dalam saliva dan serum pasien yang memakai alat ortodontik cekat dan menunjukkan pelepasan nikel dan kromium yang jumlahnya dapat diukur ketika dipasang dalam mulut. Dengan demikian ada kemungkinan bahwa material-material ortodontik bisa menimbulkan alergi logam.
   
Dalam laporan kasus ini, reaksi alergi logam dalam bentuk pembengkakan bibir dan kemerahan timbul setelah bedah ortognatik. Kami menunjukkan bahwa reaksi-reaksi alergi logam membaik setelah mengganti bracket, dan balutan logam dengan sebuah alat yang tidak mengandung logam.

Ringkasan kasus
   
Seorang wanita 29 tahun mendatangi Rumah Sakit Dental Universitas Nagasaki dengan keluhan crossbite anterior. Pemeriksaan intraoral menunjukkan hubungan molar kelas III dan molar kedua kiri atas yang hilang, overjet -2 mm, overbite 1 mm, dan penyimpangan garis-tengah maksilla 3 mm ke kanan. Insisivus atas kedua telah bermigrasi ke arah lingual, dan pramolar pertama kiri atas, pramolar kedua kiri bawah, molar pertama kiri bawah, dan molar kedua kanan bawah sedang menjalani perawatan prostetik. Segmen anterior bawah menunjukkan 3 mm overcrowding (Gambar 1). Analisis cephalometrik menunjukkan SNA 84o, SNB 87o, dan ANB -3o. Sudut bidang mandibula cukup curam (42o), dan sudut gonial cukup lebar (145o). Insisivus atas miring 113o ke labial. Akan tetapi, insisivus bawah miring 71oC ke lingual (Tabel 1).

Diagnosis dan tujuan perawatan
   
Pasien ini memiliki hubungan kelas III skeletal dengan protrusi mandibular kelas III dan sudut bidang mandibula yang tinggi dengan crowding mandibula dan maksila. Tujuan perawatan adalah (1) perbaikan crossbite anterior dan hubungan mandibula dan maksila, (2) koreksi garis-tengah atas, dan (3) koreksi crowding.

Rencana perawatan
   
Setelah perawatan ortodontik, bedah ortognatik dengan SSRO (sagittal split ramus osteotomy) direncanakan. Rencana ini mencakup ekstraksi pramolar pertama atas dan pramolar kedua bawah untuk perawatan crowding. Molar ketiga kanan atas dan molar ketiga bawah juga diekstraksi. Perawatan ortodontik pra-bedah melibatkan sebuah alat multibracket yang terbuat dari logam. SSRO dimaksudkan untuk memperbaiki protrusi mandibula skeletal dan perawatan ortodontik pasca-bedah ditujukan untuk membentuk hubungan oklusal yang ideal. Retensi diperlukan untuk mempertahankan oklusi yang baik setelah perawatan.

Perkembangan perawatan
   
Sebuah alat dengan pinggir logam (slot 0,018” x 0,025”) dipasang. Kawat nikel titanium digunakan untuk perataan dan pelurusan kedua lengkung. Kawat kobalt-kromium digunakan untuk stabilisasi sebelum bedah. Total periode perawatan pra-bedah adalah 21 bulan (Gambar 2). SSRO dilakukan untuk memperbaiki protrusi mandibula  (Gambar 3).
   
Dua bulan setelah bedah ortognatik, terjadi pembengkakan dan kemerahan bibir terus menerus (Gambar 4A,B). Pasien didiagnosa dengan infeksi herpes di sebuah rumah sakit kulit dan diberikan obat selama 1 bulan, tetapi gejala-gejalanya tidak membaik (Gambar 4C). Dokter di rumah sakit kulit kemudian menduga bahwa pasien mengalami alergi logam, dan sebuah reaksi terhadap kromium dibuktikan dengan uji patch di rumah sakit dental kami.
   
Untuk memastikan, kami memeriksa komposisi logam semua alat prostodontik dengan menggunakan penganalisis sinar-x fluoresen (SEA-2110L; Seiko Instrument Co Ltd, Chiba, Jepang); tembaga, emas, paladium, dan perak dideteksi, tetapi tidak ada kromium (Gambar 5). Akan tetapi, bracket ortodontik, kawat, dan balutan mengandung kromium. Dengan mempertimbangkan bahwa material-material ini yang mungkin telah menimbulkan reaksi alergi logam, kami menggantinya dengan alat yang terbuat dari polimer (Qucik Change Methods [QCM]; Chikami Miltec Inc, Kochi, Jepang), yang tidak mengandung logam (Gambar 6). Sebagai hasilnya, pembengkakan dan kemerahan bibir membaik (Gambar 7). Tidak ada lagi pembengkakan dan kemerahan bibir pada saat pelepasan alat (Gambar 8). Untuk retensi, bagian anterior dari retainer QCM dipotong dan dibonding ke atas sisi lingual rahang atas dan bawah anterior (Gambar 9). Selama retensi, tidak ada reaksi alergi yang ditemukan.

HASIL
   
Garis-tengah dental maksila hampir lurus dengan garis-tengah mandibula, dan insisivus atas miring ke arah lingual. Protrusi mandibula facial juga membaik. Oklusi ideal dengan hubungan molar dan kaninus kelas I juga dicapai begitu juga dengan perbaikan overbite dan overjet menjadi 3 mm (Gambar 8). SNB membaik menjadi 83o, dan sebagai hasilnya, ANB membaik menjadi 2o (Tabel 1). Setelah mengganti alat logam dengan sebuah alat non-logam, tidak ada lagi gejala hipersensitifitas yang ditemukan di sekitar daerah mulut, dan ini tetap berlanjut selama retensi.

PEMBAHASAN
   
Secara umum, logam dalam jumlah kecil bisa menyebabkan alergi logam dalam kehidupan sehari-hari. Merkuri, nikel, kromium, kobalt, tembaga, timah, emas, platinum, paladium, antimonium, perak, besi, zink, kadmium, dan mangan semuanya telah terbukti sebagai agen penyebab alergi logam. Penyakit-penyakit alergi logam yang dianggap terkait dengan logam-logam yang digunakan dalam perawatan dental belakangan ini telah menjadi sebuah masalah yang serius.
   
Dalam kasus kali ini, hipersensitifitas alergik dalam bentuk pembengkakan dan kemerahan timbul setelah bedah ortognatik. Pada kasus-kasus klinis, hipersensitifitas kontak alergik terhadap nikel terjadi jauh lebih mudah pada kulit yang terinflamasi dibanding pada kulit normal. Dengan mekanisme ini, pemekaan (sensitisasi) terhadap nikel terjadi lebih mudah dengan adanya inflamasi kuat. Pada tempat inflamasi, spesies oksigen reaktif seperti hidrogen peroksida (H2O2) dan hipoklorit (Ocl-4) dihasilkan oleh fagosit. Untuk hipersensitifitas nikel, oksidan kuat ini bisa mengoksidasi Ni2+ menjadi Ni3+ dan Ni4+, masing-masing, yang memiliki reaktivitas kimiawi yang jauh lebih besar dibanding Ni2+. Juga telah dilaporkan bahwa pemekaan (sensitisasi) dicapai dengan injeksi Ni2+ atau dengan pemberian nikel dalam bentuk Ni3+ dan Ni4+. Hasil ini menunjukkan bahwa Ni3+ dan Ni4+, bukan Ni2+ saja, mampu memekakan sel-sel T naif. Temuan-temuan ini bisa menjelaskan mengapa hipersensitifitas terhadap nikel pada manusia terjadi jauh lebih muda pada kulit yang terinflamasi dibanding pada kulit normal. Karena Ni3+ dan Ni4+ bisa dihasilkan dari Ni2+ oleh spesies oksigen reaktif yang dilepaskan selama inflamasi. Sebetulnya, kami sebelumnya telah menghasilkan model hewan yang dijadikan hipersensitif terhadap nikel dengan menginjeksikan nikel pada tempat inflamasi.
   
Spesies Cr4+ merupakan oksidan kuat yang bertindak sebagai karsinogen, mutagen, dan teratogen pada sistem-sistem biologis. Kelarutan yang tinggi, bioavailabilitas, dan toksisitas Cr4+ menjadikannya sebagai salah satu pertimbangan lingkungan yang penting. Berbeda dengan itu, spesies Cr3+ memiliki toksisitas rendah, sebagian karena bioavailabilitas yang terbatas akibat kelarutannya yang rendah dan kecenderungannya untuk membentuk senyawa kompleks kuat dengan kompleks organik dan kompleks hidrokso. Bilangan oksidasi kromium yang lebih tinggi juga memiliki reaktifitas kimiawi yang jauh lebih besar.
   
Dalam kasus kali ini, kami tidak memeriksa reaksi-reaksi alergi sebelum bedah ortognatik, sehingga kami tidak mengetahui apakah pasien mengalami alergi kromium sebelumnya atau mengalaminya setelah bedah. Akan tetapi, ada kemungkinan bahwa gejala-gejala alergi dipicu oleh bedah tersebut. Yakni, ada kemungkinan bahwa bilangan oksidasi kromium yang lebih tinggi dihasilkan, sehingga menghasilkan hipersensitifitas melalui inflamasi yang disebabkan oleh bedah ortognatik. Banyak penelitian yang telah menunjukkan pemekaan (sensitisasi) intraoral berbeda dengan pemekaan epicutan/intracutan, bahkan desensitisasi pasien yang dirawat dengan bracket/kawat. Akan tetapi, dengan inflamasi selama bedah, risiko terjadinya atau timbulnya reaksi alergi benar-benar ada.
   
Pemilihan material sangat penting dalam perawatan ortodontik pasien yang alergi logam, dan diperlukan untuk memahami komposisi logam dari material-material ortodontik semacam ini. Sebelumnya kami memeriksa unsur-unsur material logam dengan menggunakan spektroskopi fluoresensi sinar-x dan menemukan bahwa nikel, kromium, dan besi dalam jumlah besar terkandung dalam material-material logam ortodontik. Diduga bahwa logam-logam ini terlepas dari material, menjadi antigen, dan menyebabkan reaksi alergi. Ketika gejala-gejala mirip alergi terjadi, kita harus memastikan adanya hipersensitifitas terhadap masing-masing logam ini untuk membantu dalam menentukan apakah gejala-gejala yang terjadi memang merupakan reaksi alergi. Pertama-tama kita harus mencari tahu apakah ada alergen dalam daerah mulut dan, kedua, apakah pasien hipersensitif terhadap logam dan, jika demikian, unsur yang mana. Begitu juga, jika material-material ortodontik mencakup unsur-unsur logam, kita harus menggunakan sebuah material alternatif yang tidak mengandung alergen.
   
Dalam kasus kali ini, pasien mengalami hipersensitifitas alergenik terhadap kromium, yang terdapat dalam bracket logam dan banyak jenis kawat dan balutan, dan dengan demikian kami memilih menggunakan alat non-logam yang terbuat dari polimer organik. Untuk retensi, bagian anterior retainer QCM dipotong dan dibonding ke sisi lingual rahang atas dan bawah anterior. Perawatan ini menghasilkan hilangnya gejala-gejala hipersensitiftas, sehingga menunjukkan bahwa material ortodontik non-logam bermanfaat untuk perawatan pasien yang alergi logam.

Comments

Popular posts from this blog

Cara Memutihkan Kulit Wajah

Prosedur dan Alat Diagnostik

Cheerleaders are associated with many diet disorders